“Jadi kau belum memberi tahu kepada Tad kalau akulah perempuan yang akan pergi menemanimu ke pesta besok malam?” Alluna meraih cangkir berisi coffe latte miliknya, mencercap sedikit kemudian mengembalikannya ke tempat semula.
“Hmm!” Andrew hanya menganggukkan kepala sementara tangannya sibuk memainkan ponsel. Mereka berdua sedang menikmati kopi sembari duduk di bangku yang sudah tersedia sementara Tad sedang berada di toilet umum.
Andrew menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku jas kemudian menatap ke arah Alluna, lumayan lama dia mentapnya lekat sampai-sampai Alluna dibuat salah tingkah dengannya.Ghm!!Alluna berdehem mencoba mentralkan perasaannya sembari membuang pandangan kearah lain mencoba untuk menghindari tatapan matanya.
“Terimakasih” ucapnya seketika mengalihkan suasana.
“Untuk?” jawabnya tampa mengalihkan pan"Andrew? Kau... masih di sini?" Alluna tak menyangka kalau Andrew akan menunggu dirinya di sana.Laki laki itu menoleh memperhatikan Alluna yang sedang berjalan mendekat, kemudian beranjak berdiri.“Bagaimana keadaan Ibumu?”“Emmm, dia baik baik saja... kau kenapa masih ada di sini?” sebenarnya Alluna sangat senang ketika melihat Andrew masih menunggu dirinya, tapi bagaimanapun juga dia berusaha untuk mengendalikan perasaannya.“Menunggumu, kau bilang akan kembali ke toko jadi aku menunggu untuk mengantarmu ke toko setelah ini.”“Tapi, apakah tidak apa apa?” ucapnya gugub.“Apa maksudmu?”“Apa kau tidak repot?” mereka berbincang sembari melangkah menuju ke mobil.“Tidak, semenjak kau memutuskan untuk menerima tawaranku aku putuskan bahwa kau adalah tanggung jawabku terlepas dari kau adalah asetku yang berharga saat ini untuk membuat
“Hallo?” sahut seseorang diseberang sana. Andrew yang masih bertelanjang dada dan hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian pinggang kebawahnya terpaku saat mendengar suara seorang laki-laki yang telah menjawab panggilannya. Itu membuat Andrew mengambil kesimpulan bahwa Alluna telah ceroboh meletakkaan ponselnya sembarangan. “Dasar perempuan ini! Kenapa selalu membuatku khawatir!” batinnya. “Siapa Kau?!” Andrew sebenarnya sudah tahu suara siapa yang sedang di dengarnya saat itu, namun untuk lebih meyakinkannya lagi, dia melontarkan pertanyaan yang kemudian dijawab dengan santai oleh seorang laki-laki dari seberang sana. “Kau bisa memanggilku, Nathan!” Deg! Dugaannya benar seketika ada rasa aneh yang tiba-tiba muncul di dadanya seperti kesal dan ingin marah tapi Andrew tak tahu bagaimana harus melampiaskannya. Karena jikalaupun dia marah, marah untuk apa dan siapa? Terlihat sekali kalau saat ini dia sedang berusaha keras untuk mengendalikan perasaannya. Andrew menarik naf
“Hallo, Kak! Aku sudah menyiapkan jas dan gaun untuk kalian berdua. Kapan kau akan mengajak Alluna ke boutiq, aku juga membutuhkan waktu untuk merubah penampilannya” Bella menghubungi Kakaknya untuk memperingatkan kalau harus segera pergi ke boutiq untuk bersiap-siap pergi ke pesta nanti malam.Andrew yang nampak sibuk dengan pekerjaannya terlihat memejamkan mata sembari memijat kecil keningnya.“Setelah pekerjaanku selesai aku akan menjemputnya.”“Jangan terlalu sore, aku membutuhkan waktu lama untuk membuatnya terlihat cantik!”“Hmm! Iya!” jawabnya tanpa ada perlawanan yang biasanya Andrew lakukan hingga ada pertengkaran kecil ketika Bella menghubunginya.“Kak, kau baik baik saja? Suaramu terdengar lesu sekali?”Andrew menghela nafas panjang dan menyandarkan punggungnya ke kursi.“Aku hanya lelah karena pekerjaanku!”“B
Alluna masih terus memandanginya, menatap laki-laki yang tunduk di hadapannya dengan sepasang sepatu di tangan. Dadanya seketika terasa hangat, pipinya terlihat merona. “Aku bisa memakainya sendiri” dia merasa tak enak hati karena Andrew harus menyentuh kakinya. “Tidak” sahutnya lembut, Andrew mengangkat wajahnya menatap Alluna yang jauh lebih tinggi.“Aku yang akan membantumu memakaikan sepatunya” imbuhnya.Alluna semakin canggung ketika Andrew mengangkat satu kakinya, kemudian membersihkan telapaknya terlebih dulu dengan tangan sebelum memakaikan sepatu hils itu.Kakinya kotor dan Alluna belum sempat mencucinya namun melihat Andrew tak jijik sama sekali saat membersihkan telapak kakinya membuat Alluna tersentuh. “Tanganmu bisa kotor karena menyentuh kakiku?” “Hmm, tidak apa-apa aku bisa mencucinya nanti” Andrew tersenyum kemudian melakukan hal yang sama pada kaki Alluna yang satunya lagi, dia membersihkan tel
"Apa? calon Istri? apa aku tidak salah dengar??" Batin Alluna. “Baiklah semuanya tak perlu berlama-lama lagi, silakan nikmati hidangan kalian tapi sebelumnya bolehkah kita bersulang bersama sama?" Tuan James mengangkat gelasnya yang kemudian diikuti oleh semua orang. Cheeerrrssss!!! **************** Huuufftt!! Alluna menghela nafas kasar dia mengajak Andrew untuk pergi ke lorong toilet, Alluna dibuat sport jantung berkali-kali dengan pertanyaan Tuan James yang hampir saja tak bisa dijawab olehnya namun beruntung Andrew yang selalu berada di sampingnya membantu menjawab setiap pertanyaan yang di lontarkan Ayahnya. “Astagaa! Dadaku serasa mau meledak! Hah!” “Tenanglah Alluna, Ayahku tidak mungkin membuatmu sakit jantung!”
Alluna terlihat kebingungan ketika Andrew tiba-tiba mengajaknya pulang, dia sempat menoleh ke arah Andrew yang masih berdiri di sana.Laki-laki itu hanya tersenyum kearah Alluna sembari menganggukkan kepalanya.“Tuan Muda, pesta belum selesai Anda sudah ingin pergi?” sapa Mafin yang berpapasan dengan Andrew ketika mereka berjalan menuju ke mobil.Andrew memaku langkahnya kemudian berucap. “Sampaikan pada Ayahku, aku dan Alluna harus pergi terlebih dulu. Katakan juga padanya kalau calon istriku sudah sangat mengantuk!”“E!! Iya Tuan Muda!” Mafin hanya membungkukkan setengah badannya membiarkan Andrew melewatinya begitu saja.Setelah kepergian Andrew beberapa menit yang lalu, Tuan James mencarinya namun tak mendapatkan mereka berada di meja kemudian dia melihat Mafin dan memintanya mendekat untuk menanyakan keberadaan Putranya. “D
Hah! Hah! Hah! Nafas Alluna terengah-engah ketika tiba-tiba saja terbangun dan langsung duduk di atas ranjang.Dia sempat bermimpi buruk tentang tragedi kematian kedua orang tuanya.Keningnya basah karena keringat dingin, tangannya bergerak merapihkan rambut yang menutupi wajahnya lalu menariknya ke belakang kepala. Alluna sempat terdiam ketika sadar bahwa dia tak ada di kamarnya.Pandangannya langsung menatap setiap sudut ruangan. “Di mana ini?” pandangannya menyapu seluruh ruangan dan ketika bayangan kejadian semalam waktu di pesta melintas di benaknya, kedua bola matanya langsung membulat penuh.“Astaga kepalaku!” kepalanya terasa sangat berat dan pening. Dia merasa tak asing dengan kamar itu, Alluna akhirnya mengingat bahwa itu adalah kamar Andrew. Ini adalah kali kedua baginya tidur di ranjang milik laki-laki itu.Menyadari bahwa dia hanya mengenakan handuk kimono,
Mobil milik Andrew berhenti di depan gerbang tampat Alluna kuliah, dia mengantar perempuan itu karena jam kuliah hampir segera di mulai.Alluna melepas sabuk pengaman dan mengambil tasnya di kursi belakang.“Terimakasih sudah mengantarku!” ucapnya.“Setelah selesai kuliah siapkan semua barang dan pakaianmu. Kau akan pindah ke rumahku sore ini! Atau kalau tidak nanti malam aku akan menjemputmu” Andrew memutuskan semuanya tanpa menunggu Alluna menyetujuinya atau tidak.“Tunggu! Aku bahkan belum memutuskan untuk menyetujui rencanamu. Bagaimana bisa kau memutuskannya begitu saja!”“Ingat Alluna, aku memegang kendali di sini! Kau hanya perlu mengikuti apa yang aku katakan!” ucapnya dengan nada dingin seketika membuat Alluna terdiam kebingungan.“Ha? Tapi” ucapannya terputus karena Andrew memintanya untuk segera keluar dari mobil.“Keluarlah kau hampir terlambat
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola
Alluna menatapnya kesal bercampur tak percaya, bagaimana bisa lelaki itu tega membohongi dirinya. Seketika saat itu juga wajah Alluna berubah memerah karena tak sanggup lagi menahan tangis dia mulai merengek membuat Andrew merasa bersalah.Tetapi lelaki itu masih bisa tertawa menikmati keberhasilannya dalam membuat Alluna kesal. Andrew tersenyum kemudian memeluk Alkuna dengan erat.“Maaf” ucapnya sembari membelai lembut kepala Alluna.“Kenapa?” Alluna mendorong dada Andrew membuat dirinya lepas dari dekapannya. Ada rasa bahagia yang bercampur jengkel atas perbuatan Andrew.“Kenapa kau harus membohongiku?! Apa untungnya ha?” Alluna mengusap pipinya yang basah.Lagi, Andrew ingin memeluknya namun Alluna langsung menggunakan kedua tangannya untuk menahan dada Andrew agar tak bisa mendekat.“Kau pikir ini lucu!! Kenapa kau tertawa? Kau men
"Aluna!" Seketika tanpa sadar Andrew menggeram menyebut namanya. Dan saat perempuan itu memutar tubuhnya menatap kearah wajah Andrew, lelaki itu membuang pandangannya ke arah lain bersikap seolah dia lupa dengan apa yang baru saja dia lontarkan. Aluna tersadar lelaki itu menyebut namanya dengan suara dan intonasi nada seperti dulu saat Andrew masih sedang bersamanya.Raut wajahnya nampak berbinar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar olehnya. Alluna perlahan melangkahkan kakinya kembali mendekati meja. Sementara Andrew yang mulai terlihat gelisah masih tak berani menatap mata Alluna yang sedang menatapnya dengan lekat. Dada Alluna berdebar kencang saat langkahnya semakin dekat dengan Andrew.“Kau... memanggilku apa?” suaranya bergetar, pandangannya tak pernah lepas dari Andrew yang masih berusaha menghindar dari tatapannya. Mencoba untuk tenang Andrew kemudian menghela
Di ruang kerja tempat Alluna mengecek semua perkembangan pasiennya, terlihat Andrew dan Alluna duduk saling berhadap-hadapan di seberang meja.Ada dokter lelaki yang sebelumnya menyapa Andrew ketika dia datang ke rumah sakit. Dia hanya mengantar Andrew sampai keruangan Alluna setelah itu dia dia pergi karena masih ada pekerjaan lain."Saya akan membiarkan kalian berdua untuk berbincang, kalau begitu saya pamit pergi terlebih dulu" Dokter itu sempat menundukkan kepala sebelum akhirnya dia melangkah ke pintu kemudian pergi meninggalkan ruangan.Suasana di ruangan menjadi semakin canggung terlebih lagi untuk Alluna yang merasa bahwa Andrew seperti orang asing baginya saat ini.Raut wajah Andrew saat menatap ke arahnya terlihat begitu sangat berbeda bukan seperti Andrew yang biasanya. Mereka masih saling diam belum ada satupun dari kedua belah pihak yang berusaha untuk memulai pembicaraan.Terlihat beberapa kali Al