Setelah berhasil masuk ke dalam toko, Andrew melangkah menuju ke almari pendingin mengambil sebuah botol minuman, membuka tutup kemudian menegugnya.
Di sisi lain Alluna telah berdiri di meja kasir menunggunya.
"Jika aku menerima perintah Ayah, aku tidak yakin semua akan berhenti sampai di situ... dia pasti akan terus memantauku! tapi, Bella??" Bisiknya dalam hati, Andrew meremas rambutnya kuat wajahnya nampak frustasi mengingat Ayahnya mengancam akan menghentikan pengobatan Bella jika dia tak mengikuti keinginan Ayahnya.
Andrew menghela nafas panjang sembari menegug kembali minumannya, setelah itu dia melangkah menuju ke kasir meletakkan botol di atas meja.
Alluna selalu memperhatikan laki laki itu sejak dari tadi dia terlihat seperti kebingungan dan terus melamun.
"17.000 Tuan"Andrew masih diam tak menyahut membuat Alluna harus kembali berucap.
"Tuan!!!" dia sampai mengeraskan suaranya."Oh, iya?" Andrew tersadar dari lamunanya.
"Semuanya 17.000" Alluna mengulangi ucapannya. Pandangannya teralihkan ke bibir Andrew yang mulai terlihat memar.
Andrew nampak membuka jas dan bermaksud mengambil dompet namun dia seketika terdiam saat tak mendapati dompetnya berada di sana, Andrew teringat bahwa dompetnya berada di jas yang dia berikan kepada Bella.
"Sial!!" umpatnya.
Andrew sempat melirik ke Alluna dia merasa bingung bagaimana harus membayar minuman itu.
"Em, bisakah aku pulang terlebih dulu.. nanti aku janji akan kembali dan membayarnya?""Apa? Bagaimana maksud Tuan?" Alluna bertanya dengan sangat lembut dan sopan.
"Mm, begini... sebenarnya tadi aku sudah membawa dompetku namun... waktu di rumah aku harus mengganti jasku dan" Andrew berusaha keras untuk terus menjelaskan kronologi bagaimana dompetnya bisa tertinggal sehingga dia tak bisa membayar minuman itu.
Andrew menghela nafas panjang berharap Alluna akan mengerti."Dan... maaf sebenarnya dompetku tertinggal!"Alluna terdiam saat mendengar penjelasan dari Andrew kemudian setelah mengetahui permasalahan sebenarnya dia berucap dengan tenang.
"Oh, aku mengerti, jadi maksudmu Anda tidak bisa membayar minuman ini?" Alluna bertanya dengan nada lemah lembut untuk memastikan, namun Andrew malah merasa tersinggung.Entah karena dia baru saja bertengkar dengan Ayahnya atau memang dia mudah terbawa emosi sehingga Andrew salah mengerti dengan ucapan Alluna.
"Kau pikir aku tidak mampu membayar sebotol minuman ini!! hah!! Kalau dompetku tidak tertinggal aku juga pasti akan membayarnya sekarang juga!" Andrew sampai menajamkan matanya ke arah Alluna.
Alluna terkejut saat Andrew berucap dengan nada tinggi bercampur kesal.
"Ada apa dengan laki laki ini?? aku bertanya baik baik kenapa dia malah marah marah!!" Bisiknya dalam hati.
"Aku tahu!! kalau kau mampu membayarnya yasudah bayar sekarang!!" Alluna mulai terpancing emosi.
"Apa kau tidak dengar aku bilang apa tadi!! jelas jelas aku bilang kalau dompetku tertinggal! kau menyuruhku untuk membayar sekarang?? Mau bayar pakai apa!!! misalpun dompetku tidak tertinggal aku pasti akan membayarnya penuh!" Andrew terusa berucap dengan nada tinggi.
Sesaat dia nampak menatap Alluna setelah melihat ekspresi wajahnya sedikit ketakutan. Andrew sempat terkejut namun dia tak mungkin menurunkan egonya karena terlanjur kesal dan malu.
Alluna menghela nafas kasar untuk menenangkan dadanya yang sempat terpancing emosi, setelah merasa sedikit tenang dia berucap.
"Bawalah minumanmu, Tuan! aku akan membayar tagihannya" Alluna melirik ke arah Tesha yang duduk di luar berharap perempuan paruh baya itu tak mendengar suara Andrew yang sempat marah marah dengan nada tinggi."Tidak!" Andrew merasa kesal, dia merasa Alluna telah memandang rendah dirinya hanya karena tak bisa membayar sebotol minuman, padahal Alluna bertanya dengan sopan dan dia juga bermaksud untuk membayarkan minuman itu namun Andrew salah terima.
"Tidak usah sok sokan membayar minumanku kalau ujung ujungnya hanya untuk mencoba mendekatiku! basi!" Sahutnya.
"Haaa?? ada masalah apa sih di hidupnya? apa aku telah mengatakan sesuatu yang salah?? mendekatinya???... hahahah ya ampun! laki laki ini terlalu percaya diri!!" Umpatnya dalam hati.
Alluna sangat kebingungan melihat reaksi Andrew yang tak terduga.
"Aku anggap ini hutang! catat!! aku besok akan kembali dan membayarnya!" Andrew melirik sinis terlihat sekali bahwa dia sangat kesal.
Laki laki itu telah keluar dari minimarket dan berdiri di samping mobil, tangannya telah membuka tutup botol dan bermaksud untuk menghabiskan sisa minumannya namun ketika teringat kejadian yang baru saja terjadi, seketika Andrew membuang botol itu beserta seluruh isi minuman yang tersisa di dalamnya.
Brak!!
"Menyebalkan!!" umpatnya kemudian masuk ke dalam mobil dan meninggalkan tempat itu.
Alluna keluar dari toko pandangannya terus teruju ke mobil Andrew yang semakin jauh dan menghilang di telan kegelapan.
"Aneh!! Dasar!!"
****************
"Turunlah" Andrew mengantar Tad ke tempat kuliahnya dan menurunkan kekasihnya itu di depan halaman kampus.
"Baru juga pagi ini bertemu, sekarang sudah pisah lagi?" rengek Tad membuat Andrew berat hati untuk meninggalkannya.
"Akhir akhir ini pekerjaanku sangat banyak, dan lagi...." Andrew terdiam saat teringat ucapan Ayahnya semalam.
"Apa kau yakin akan menghadiri pesta itu??" Tad mulai meraih lengan Andrew dan bermanja manja dengannya.
"Lalu, siapa perempuan yang akan menemanimu menghadiri pesta nanti?""Entahlah, kau cemburu?" Andrew tersenyum melihat Tad kesal karenanya.
"Tenanglah, aku hanya pergi ke pesta dengannya nanti, dan tidak melakukan apapun... biar Bella yang mengatur semuanya" Andrew membuang pandangannya keluar dari balik kaca bersamaan dengan itu, dia melihat sosok perempuan yang nampak tak asing di matanya.Andrew teringat bahwa perempuan itu adalah perempuan yang dia temui semalam di mini market.
"Dia kuliah di sini juga?" Tanyanya dalam hati.
Tubuh Andrew nampak bergerak ingin keluar dari mobil dan menemui Alluna untuk membayar hutangnya semalam namun tempat itu sangat ramai dan tak mungkin baginya untuk menemui Alluna sekarang, terlebih lagi ada Tad di sana.
Andrew pun mengurungkan niatnya.Tad sibuk berbicara sementara Andrew masih mengawasi Alluna hingga perempuan itu masuk melewati pintu gerbang.
"Andrew!!!" Tad mengeraskan suaranya, dia sempat kesal karena Andrew melamun dan tak menghiraukan dirinya.
"Iya, iya??"
"Iya apa!! apa kau mendengar kata kataku?? aku bilang apa coba tadi??"
Andrew kebingungan pasalnya dia tak mendengar sama sekali apa yang diucapkan oleh Tad.
Dia kemudian mengambil dompet dan mengeluarkan sebuah kartu."Pergilah bersenang senang bersama teman temanmu selama aku bekerja dan mungkin sibuk, kau juga sibukkan diri agar tak terlalu memikirkan diriku"Tad pun tersenyum, dia mengambil kartu dari tangan Andrew dan menghadiahi laki laki itu kecupan di pipi sebelum melangkah keluar.
****************
"Kau bisa pergi dengan Lisa ke pesta nanti" Bella sedang berada di ruang kerja Andrew, membahas masalah dengan siapa dia akan pergi besok ke pasta itu.
Andrew tersenyum sinis mendengar ide gila dari adiknya.
"Kau sudah tidak waras!! Ayah tahu benar siapa Lisa, dia sahabatmu bagaimana mungkin Ayah percaya kalau aku berhubungan dengan Lisa! jangan bercanda!""Masalahnya teman perempuanku hanya Lisa, lalu kenapa kau tidak mengajak teman perempuanmu?? bukannya kau banyak teman perempuan di luar sana?"
"Ayah tahu dan kenal siapa siapa perempuan yang berada di sekitarku, mana mungkin aku mengajak salah satu dari mereka. Itu tidak mungkin!" Andrew menarik tubuhnya kebelakang menyandarkan punggungnya di kursi senyaman mungkin.
"Kita pikirkan nanti, lagi pula pesta itu juga masih beberapa hari lagi. Yang terpenting nanti malam Kakak jangan lupa"
Andrew mangangkat keapalanya setelah sesaat dia mendongak menyandarkan kepala di sandaran kursi.
"Apa? ada apa dengan nanti malam?" ucapnya menatap Bella dengan penuh tanda tanya."Bukankah kau sudah berjanji akan kencan buta, aku sudah mempersiapkan semuanya" Bella mengangkat kedua alisnya secara cepat.
"Entahlah, semoga aku tidak lupa!"
"Kau tidak mungkin lupa tapi sengaja lupa!! awas saja kalau kau tidak hadir nanti malam, Kak!!" Bella mengangkat kedua alisnya secara bersamaan dan cepat.
"Bella, kau mau pergi kemana?" sahut Andrew ketika dia teringat dengan hutangnya semalam di mini market.
"Kenapa?"
"Kau pulang lewat mana? kau bisa mampir ke mini market dekat pertigaan seberang jalan?"
"Kenapa? apa yang harus aku beli di mini market itu?"
"Tidak, aku hanya... sebenarnya aku ada hutang di sana!"
"Haaa????"
"Aku meninggalkan hutang di toko itu""Haa??!!! Hutang?""Hmm!!" Gumam Andrew sembari menganggukak kepalanya."Aku tidak salah dengar, Kak? Hahaha...." tawa Bella riang menggema di setiap sudut ruangan."Itu juga karena dirimu!""Kenapa jadi aku yang salah?" Tawanya seketika menghilang dan berganti dengan kerutan halus di keningnya."Semalam dompetku tertinggal di jas yang kau bawa!""Oh, hahahaha... jadi kau berhutang dengan si pemilik toko??" Bella tertawa geli ketika mendengar Kakaknya, si pemegang saham terbesar di perusahana itu dan memiliki kartu hitam berplakat emas serta uang berlimpah bahkan bisnisnya berada
Di sisi lain nampak mobil Andrew bergerak semakin perlahan dan menepi di depan toko.Andrew sempat berdiam diri di dalam mobil dan melirik kearah pintu masuk toko, mengingat ucapan Bella bahwa perempuan itu menolak untuk dikembalikan uangnya, maka Andrew bersikeras untuk tetap menemui Alluna dan membayar botol minuman yang kemarin dia ambil.Dia membuka pintu dan melangkah turun dari mobil sejenak dia berdiam diri merapikan jas dan mengancingkan kancing jasnya sebelum akhirnya memutuskan untuk melangkah menuju pintu masuk.Andrew membuka pintunya kemudian masuk ke dalam toko.Dia sangat terkejut ketika berhasil masuk dan mendengar suara Alluna yang terdengar bising di telinganya ketika sedang membangunkan Bu Tesha, sipemilik toko yang pingsan."Bu! Bu aku mohon ayolah bangun Bu! Ibu ayo bangun!" Alluna terus berusaha untuk mem
"Apa? kau menolong gadis itu dan Ibunya pergi ke rumah sakit?" Bella baru saja selesai check up ke dokter untuk memeriksakan kesehatannya.Andrew yang baru saja pulang segera menemuinya karena ingin mengetahui hasil pemeriksaan Bella. Andrew mengambil kertas hasil cek up Bella yang ada di atas meja dan membacanya."Hmmm... aku tidak sengaja melihat Ibunya pingsan dan membawa mereka ke rumah sakit.""Apa kau tidak berpikir bahwa ini adalah kesempatan yang bagus untukmu, Kak?" Bella sangat antusias dia melangkah mendekati Andrew.Laki laki itu menoleh kemudian berucap dengan kening berkerut halus."Maksudmu?" "Ya! gunakan kesempatan ini untuk mendekatinya mengambil simpati gadis itu biar nantinya dia mau membantumu untuk pergi ke pesta."Andrew meletakkan kembali kertas hasil cek up milik Bella
"Kau pasti membutuhkan banyak uang untuk bertahan hidup!" Dengan santai Andrew berucap seolah tak ada beban, bahkan ucapanya sempat membuat Alluna kesal.Perempuan itu langsung menoleh keningnya terlihat berkerut dalam saat memikirkan ucapan Andrew."Apa maksudmu?" dia hampir sempat terpancing emosi dengan ucapan Andrew yang seolah seperti merendahkan dirinya."Aku sempat berkunjung ke rumah sakit... dan tanpa sengaja aku mendengar percakapanmu dengan Dokter. Aku yakin kau pasti saat ini membutuhkan uang banyak untuk operasi Ibumu, bukan?" Lagi lagi dengan santai laki laki itu menoleh, matanya menyipit.Setiap uacapan yang keluar dari mulutnya mampu membuat Alluna tak bisa menepis, hampir semua apa yang dia katakan memang benar.Alluna memicingkan matanya ke arah Andrew seolah dia mulai tersinggung dengan ucapannya."Tenang-tenang, aku tidak bermak
Alluna berlari secepat mungkin setelah mengetahui kondisi Ibu Tesha semakin buruk."Ibu bertahanlah, aku akan segera sampai."Alluna memperlebar langkah kakinya di bawah terik sinar mentari sampai terlihat basah bagian kening karena keringat."Tunggu aku, Bu" bisiknya dalam hati.Dia terus berlari tanpa menghiraukan orang orang di sekitar yang menghalau jalannnya.Alluna akhirnya sampai di lobi rumah sakit dia langsung menuju ke ruang rawat inap. Dia segera membuka pintu dan masuk dengan nafas terengah engah.Di dalam sana dia melihat sudah ada dokter dan perawat yang sedang memeriksa Ibunya.Alluna masih berusaha mengatur nafasnya bahkan dadanya terasa panas karena harus berlari jauh."Nona, kau harus cepat ambil tindakan, terlambat sedikit saja kita mengoperasinya... maka rumah sakit tidak
"Aku mohon."Suara Alluna yang terdengar bergetar dan serak ketakutan itu selalu terngiang-ngiang di telinganya, dan saat itu Andrew langsung menginjak pedal gas agar mobilnya semakin melaju dengan kencang.Akhirnya dia sampai di halaman rumah sakit, setelah memakirkan mobilnya, Andrew melangkah keluar dan menuju ke pintu masuk.Andrew selalu berusaha untuk tetap tenang walaupun sebenarnya ada rasa gelisah semanjak dia mendengar suara Alluna mengangis ketika menghubunginya.Pandangannya menyapu setiap ruangan lobi rumah sakit untuk mencari keberadaan Alluna, perempuan itu sedang duduk tertunduk sambil sesekali mengusap air matanya.Saat Andrew melangkah mendekat dia melihat seorang suster mendatanginya dengan sebuah map di tangannya."Nona, anda harus menandatanganinya saat ini Dokter sudah bersiap siap hanya tinggal menunggu tanda tangan dari Anda, Dokter bilang sudah tak
"Apa Kakakku membuatmu takut??" "Ha?? Mmm, tidak... dia terlihat baik hanya saja ketika tragedi dompet yang tertinggal dan dia tak bisa membayar botol itu sempat membuatku terkejut" Alluna nampak belum terbiasa dengan Bella dan suasana di tempat itu, namun mau bagaimana lagi Alluna harus bisa membiasakan diri karena pasti hidupnya akan berubah setelah memutuskan untuk menerima tawaran Andrew. "Iya, Kah? Aku pikir juga begitu... Kakakku tak pandai bergaul dengan perempuan." "Ya, aku tahu... itulah sebabnya dia Gay... penyuka laki laki, kan?" batin Alluna. Setelah melihat pegawainya pergi Bella menarik kursi agar merapat dan bisa lebih berdekatan dengan Alluna."Karena sekarang kau sudah dekat, eh belum... tapi akan dekat dengan Kakakku kau harus tahu... kalau Kakakku penyuka sesama jenis" Bella berbisik ke telinga Al
Andrew mengajak Alluna menemui seorang ahli yang sering mengurus orang orang yang ingin belajar bagaimana menjadi orang yang bermartabat dan high clash di mata masyarakat. "Tuan Andrew??" sapa seorang laki laki yang terkejut saat melihat kedatangan Andrew bersama seorang perempuan berparas cantik."Nona Elisa sudah memberitahumu kalau aku akan datang?" sikap dingin dengan aura gelap langsung terlihat ketika Andrew berucap. "I.iya Tuan, beliau sedang ada urusan lain dan harus pergi, dia sempat menyampaikan permintaan maafnya karena tidak bisa menemui Anda" ucap pelatih laki laki itu dengan sopan."Jadi??" keningnya seketika berkerut halus menunggu kelanjutan penjelasan dari pria itu. "Mmm, Saya yang akan mengajarkan kepada Nona???" laki laki itu berucap sembari mengulurkan tangannya m
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola
Alluna menatapnya kesal bercampur tak percaya, bagaimana bisa lelaki itu tega membohongi dirinya. Seketika saat itu juga wajah Alluna berubah memerah karena tak sanggup lagi menahan tangis dia mulai merengek membuat Andrew merasa bersalah.Tetapi lelaki itu masih bisa tertawa menikmati keberhasilannya dalam membuat Alluna kesal. Andrew tersenyum kemudian memeluk Alkuna dengan erat.“Maaf” ucapnya sembari membelai lembut kepala Alluna.“Kenapa?” Alluna mendorong dada Andrew membuat dirinya lepas dari dekapannya. Ada rasa bahagia yang bercampur jengkel atas perbuatan Andrew.“Kenapa kau harus membohongiku?! Apa untungnya ha?” Alluna mengusap pipinya yang basah.Lagi, Andrew ingin memeluknya namun Alluna langsung menggunakan kedua tangannya untuk menahan dada Andrew agar tak bisa mendekat.“Kau pikir ini lucu!! Kenapa kau tertawa? Kau men
"Aluna!" Seketika tanpa sadar Andrew menggeram menyebut namanya. Dan saat perempuan itu memutar tubuhnya menatap kearah wajah Andrew, lelaki itu membuang pandangannya ke arah lain bersikap seolah dia lupa dengan apa yang baru saja dia lontarkan. Aluna tersadar lelaki itu menyebut namanya dengan suara dan intonasi nada seperti dulu saat Andrew masih sedang bersamanya.Raut wajahnya nampak berbinar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar olehnya. Alluna perlahan melangkahkan kakinya kembali mendekati meja. Sementara Andrew yang mulai terlihat gelisah masih tak berani menatap mata Alluna yang sedang menatapnya dengan lekat. Dada Alluna berdebar kencang saat langkahnya semakin dekat dengan Andrew.“Kau... memanggilku apa?” suaranya bergetar, pandangannya tak pernah lepas dari Andrew yang masih berusaha menghindar dari tatapannya. Mencoba untuk tenang Andrew kemudian menghela
Di ruang kerja tempat Alluna mengecek semua perkembangan pasiennya, terlihat Andrew dan Alluna duduk saling berhadap-hadapan di seberang meja.Ada dokter lelaki yang sebelumnya menyapa Andrew ketika dia datang ke rumah sakit. Dia hanya mengantar Andrew sampai keruangan Alluna setelah itu dia dia pergi karena masih ada pekerjaan lain."Saya akan membiarkan kalian berdua untuk berbincang, kalau begitu saya pamit pergi terlebih dulu" Dokter itu sempat menundukkan kepala sebelum akhirnya dia melangkah ke pintu kemudian pergi meninggalkan ruangan.Suasana di ruangan menjadi semakin canggung terlebih lagi untuk Alluna yang merasa bahwa Andrew seperti orang asing baginya saat ini.Raut wajah Andrew saat menatap ke arahnya terlihat begitu sangat berbeda bukan seperti Andrew yang biasanya. Mereka masih saling diam belum ada satupun dari kedua belah pihak yang berusaha untuk memulai pembicaraan.Terlihat beberapa kali Al