Andrew dan Bella baru saja masuk ke ruang keluarga, mereka langsung di sambut pelayan rumah dengan menyiapkan hidangan untuk mereka berdua.
Mafin salah satu orang kepercayaan Tuan James, Ayah Andrew membantu Bella menarik kursi dan mempersilakan perempuan itu duduk di sana.
"Terima kasih" ucap Bella.
"Sama sama Nona" Mafin tersenyum tipis setelahnya kembali berdiri ke tempat semula.
Di ujung meja, Ayah mereka sudah duduk dengan ekspresi wajah yang tak terbaca.
Meja bundar itu di kelilingi oleh beberapa anggota keluarga penting dan sebagian lainnya adalah rekan kerja.Tuan James menganggukkan kepala seperti memberi perintah kepada pelayan laki laki untuk mulai menghidangkan makanan utama.
Bella merasa suasana di meja makan itu sangat berbeda ketimbang ketika mereka sedang makan bertiga, malam itu aura Ayahnya terlihat lebih tenang tak seperti biasa yang selalu marah marah dan menghardik Kakaknya, ataukah itu karena ada rekan kerjanya dan juga keluarga mereka atau karena hal lain, Bella sendiri tak tahu.
Setelah acara makan malam selesai mereka berbincang lama sambil menikmati wine yang sengaja sudah di persiapkan oleh Tuan James.
Tak lama kemudian setelah semua tamu meninggalkan rumah, Taun James akhirnya mengajak Andrew dan Bella untuk berbincang bertiga di ruangan lain.
Ruangan itu adalah ruang kerja milik Tuan James, tak semua orang bisa masuk ke dalam sana termasuk kedua anaknya tersebut.
Itu menjadi suatu kebanggan bagi mereka berdua bisa masuk ke dalam ruang kerja Ayahnya.
"Bagaimana kabar Putriku?" ucapnya dengan nada berat di selingi senyuman tipis.
"Mm, baik Ayah... Ayah tinggal lama, kan? Di rumah?" pertanyaan yang selalu Bella lontarkan kepada sang Ayah ketika berada di rumah karena pasalnya Tuan James selalu menghabiskan waktunya untuk bekerja sehingga ketika dia berada di rumah, itu adalah suatu hal yang sangat jarang dan membahagiakan untuk Bella.
"Ayah hanya mampir sebentar Nak, sebelum fajar Ayah sudah harus kembali ke pesawat" jelas Tuan James sembari mengusap rambutnya lembut.
Bella seketika terlihat murung, dan Tuan James berusaha untuk menggodanya. Laki laki paruh baya itu selalu memperlakukan Putrinya dengan sangat manis namun berbeda dengan Andrew yang selalu membangkang.
Andrew duduk di ujung sofa, dia tersenyum ketika melihat Bella tertawa riang karena lelucon Ayahnya.
Seketika suasana menjadi hening saat Tuan James meminta Bella kembali ke kamarnya, itu menandakan kalau ada hal penting yang akan dia bicarakan dengan Andrew.
"Sayang bisakah kau masuk ke dalam kamarmu? Ayah ingin bicara empat mata dengan Kakakmu."
"Bolehkah aku di sini menemani Kakak" Bella berusaha untuk tetap berada di ruangan itu, dia sengaja untuk menahan Ayahnya agar tak berbuat kasar kepada Andrew.
"Bella!!" Tuan James berucap penuh dengan penekanan, seperti memberi perintah agar Putrinya itu tak membangkang.
"Baiklah, Bella kembali ke kamar" setelah Bella menutup pintu, pandangan Tuan James berubah mengerikan kepada Andrew putra semata wayangnya.
"Bagaimana kabarmu?" nada bicaranya berbeda dengan ketika Tuan James bertanya kepada Bella.
"Seperti yang Ayah lihat" jawabnya santai.
Tuan James mengetahui hubungan terlarang Putranya dengan seorang laki laki bernama Tad Klaew.
Hal itulah yang membuat Tuan James selalu bersikap kasar dan arogan kepada Andrew sejak dulu, mengingat bahwa Andrew berhubungan dengan Tad semenjak mereka duduk di bangku sekolah.
Berkali kali Taun James memperlakukannya dengan buruk namun Andrew tetap saja bersikeras tak mau melepaskan Tad.
"Ayah sedang tidak mood untuk bertengkar denganmu!! jadi, Ayah hanya akan mengatakan ini sekali... setelah Ayah kembali dari New York besok lusa perusahaan akan mengadakan pesta untuk keberhasilan kerja sama dengan berbagai perusahana lain" sejenak Tuan James berhenti berucap menatap Andrew lebih dalam.
"Ayah ingin, kau mambawa seorang wanita untuk menjadi pasangamu di pesta itu!" tambahnya dengan wajah mulai murka ketika Tuan James mengingat bahwa beberapa koleganya sempat mendengar kabar kalau Putranya seorang gay.
Tak mungkin Tuan James membiarkan hal itu yang nantinya akan merusak citra perusahaannya yang dia bangun selama ini."Haruskah aku memakai topeng untuk datang ke pesta itu agar Ayah tak malu?"
Plak!!
Satu tamparan keras mendarat di pipinya dan mampu membuat ujung bibir Andrew pecah hingga terlihat merah serta terdapat bercak darah di sana.
"Lancang!!" geram Tuan James. Dia kemudian menghela nafas panjang.
"Seharusnya aku melepaskanmu untuk ikut pergi dengan Ibumu waktu itu!" Tuan James bahkan paham kalau Andrew sangat membenci Ibunya.Itulah sebabnya kenapa Andrew tak mempercayai seorang perempuan tak lain hal adalah karena kelakuan Ibunya. Di balik perlakuan kasar Ayahnya, Andrew sangat menyayanginya, dia bahkan tak dendam ataupun marah ketika Ayahnya meluapkan kekesalan padanya.
Tuan James dulu pernah down dan hancur, perusahaannya sempat bangkrut ketika Istrinya di belakang ternyata telah menghianatinya dengan berselingkuh dan membocorkan rahasia perusahaan kepada rival yang kini menjadi suami dari mantan Istrinya.
Melihat Ayahnya hancur hingga sempat hampir nyawanya terenggut karena sering mabuk, membuat Andrew tumbuh menjadi laki laki dingin dan mengubur hidup hidup nama Ibunya di dalam hati.
Mengetahui betapa besar kasih sayang Ayahnya yang dia berikan untuk Ibunya dahulu, justru itulah yang membuat Ayahnya hancur membuat Andrew semakin yakin bahwa tak ada seorang perempuan yang berhak atas hati serta kasih sayang darinya terkecuali Bella, adiknya.
Tak ada cara lain untuk memaksa Putranya mendengar semua perintahnya kecuali menggunakan Bella untuk membuat Andrew menurut, Tuan James akhirnya terpaksa harus mengancam Andrew malam itu.
Andrew tak permah bisa membenci Ayahnya karena perlakuan kasa kepadanya. Jika ada orang yang harus dia benci tak lain dan tak bukan itu adalah Ibunya.
Sesaat Tuan James memejamkan matanya sebelum mengucapakan kata yang akan membuat Andrew meradang.
"Kau, datang ke pesta dan perkenalkan perempuan yang kau bawa kepada publik... atau Ayah akan menghentikan pengobatan Bella?"
Dengan sangat jelas Tuan James tahu, bahwa Bella adalah kelemahannya.
Andrew hanya diam tertunduk menikmati rasa nyeri yang kini mulai menjalar di wajahnya, sebuah tamparan keras itu hanya sedikit rasa sakit yang Andrew rasakan ketimbang rasa sakit yang Ibunya berikan kepada Ayahnya.
Setelah Ibunya lebih memilih pergi bersama laki-laki lain Tuan James benar benar hancur dan hidupnya dihabiskan dengan mabuk-mabukkan. Jika amarahnya sedang tak terkendali maka dia selalu melampiaskannya kepada Andrew.
Namun Andrew tak pernah membenci Ayahnya, hanya karena perlakuan kasar padanya. Jika ada orang yang harus dia benci tak lain dan tak bukan itu adalah Ibunya.
**********
"Kak?? bibirmu?" Bella ternyata masih berdiri di depan pintu menunggu Andrew keluar dari ruangan itu.
"Jangan hiraukan luka kecil ini, tidurlah jaga kesehatanmu" Andrew melangkah keluar dari ruangan itu dan meninggalkan Bella.
"Tunggu aku akan mengoles salep di lukamu" Bella berjalan mengambil salep dari kotak P3K.
"Tidak perlu aku baik baik saja, sekarang kau tidur ya... aku akan kembali ke rumahku."
"Kau tidak menginap?"
"Kau bahkan tahu, rumah ini akan menjadi seperti neraka jika ada aku dan Ayah di sini... setidaknya salah satu memilih pergi itu jauh lebih baik."
Bella meraih tangan Andrew dan meletakkan salep di atas telapak tangannya.
"Pakai ini sebelum kau tidur, Kak... sayang sekali kalau wajah tampanmu ini ada bekas luka... tidak lucu, kan??"Andrew tersenyum tipis dibuatnya.
"Baiklah, terimakasih... aku pergi" Andrew membelai lembut rambut Bella kemudian menghadiahi sebuah kecupan dalam di keningnya.*************
Andrew mengendarai mobilnya kembali menuju ke rumah, di perjalanan dia terus memikirkan perkataan Ayahnya.
Kesehatan Bella jauh lebih penting ketimbang dirinya, namun Andrew sangat bingung bagaimana dia menghadapi segala sesuatunya nanti.
Mobil Andrew berhenti di sebuah minimarket, dia membuka pintu dan melangkah keluar masuk ke dalam dengan pandangan kosong.
"Oh ada pelanggan" ucap Tesha yang masih duduk di bangku depan. Dia ingin beranjak dari kursi untuk melayani pembeli namun Alluna menahannya.
"Ibu istirahat saja, biar aku yang melayaninya" Alluna beranjak berdiri dan masuk ke dalam membiarlan si pemilik toko beristirahat terlebih dulu.
"Terimakasih, Nak"
Setelah berhasil masuk ke dalam toko, Andrew melangkah menuju ke almari pendingin mengambil sebuah botol minuman, membuka tutup kemudian menegugnya.Di sisi lain Alluna telah berdiri di meja kasir menunggunya."Jika aku menerima perintah Ayah, aku tidak yakin semua akan berhenti sampai di situ... dia pasti akan terus memantauku! tapi, Bella??" Bisiknya dalam hati, Andrew meremas rambutnya kuat wajahnya nampak frustasi mengingat Ayahnya mengancam akan menghentikan pengobatan Bella jika dia tak mengikuti keinginan Ayahnya.Andrew menghela nafas panjang sembari menegug kembali minumannya, setelah itu dia melangkah menuju ke kasir meletakkan botol di atas meja.Alluna selalu memperhatikan laki laki itu sejak dari tadi dia terlihat seperti kebingungan dan terus melamun."17.000 Tuan"Andrew masih di
"Aku meninggalkan hutang di toko itu""Haa??!!! Hutang?""Hmm!!" Gumam Andrew sembari menganggukak kepalanya."Aku tidak salah dengar, Kak? Hahaha...." tawa Bella riang menggema di setiap sudut ruangan."Itu juga karena dirimu!""Kenapa jadi aku yang salah?" Tawanya seketika menghilang dan berganti dengan kerutan halus di keningnya."Semalam dompetku tertinggal di jas yang kau bawa!""Oh, hahahaha... jadi kau berhutang dengan si pemilik toko??" Bella tertawa geli ketika mendengar Kakaknya, si pemegang saham terbesar di perusahana itu dan memiliki kartu hitam berplakat emas serta uang berlimpah bahkan bisnisnya berada
Di sisi lain nampak mobil Andrew bergerak semakin perlahan dan menepi di depan toko.Andrew sempat berdiam diri di dalam mobil dan melirik kearah pintu masuk toko, mengingat ucapan Bella bahwa perempuan itu menolak untuk dikembalikan uangnya, maka Andrew bersikeras untuk tetap menemui Alluna dan membayar botol minuman yang kemarin dia ambil.Dia membuka pintu dan melangkah turun dari mobil sejenak dia berdiam diri merapikan jas dan mengancingkan kancing jasnya sebelum akhirnya memutuskan untuk melangkah menuju pintu masuk.Andrew membuka pintunya kemudian masuk ke dalam toko.Dia sangat terkejut ketika berhasil masuk dan mendengar suara Alluna yang terdengar bising di telinganya ketika sedang membangunkan Bu Tesha, sipemilik toko yang pingsan."Bu! Bu aku mohon ayolah bangun Bu! Ibu ayo bangun!" Alluna terus berusaha untuk mem
"Apa? kau menolong gadis itu dan Ibunya pergi ke rumah sakit?" Bella baru saja selesai check up ke dokter untuk memeriksakan kesehatannya.Andrew yang baru saja pulang segera menemuinya karena ingin mengetahui hasil pemeriksaan Bella. Andrew mengambil kertas hasil cek up Bella yang ada di atas meja dan membacanya."Hmmm... aku tidak sengaja melihat Ibunya pingsan dan membawa mereka ke rumah sakit.""Apa kau tidak berpikir bahwa ini adalah kesempatan yang bagus untukmu, Kak?" Bella sangat antusias dia melangkah mendekati Andrew.Laki laki itu menoleh kemudian berucap dengan kening berkerut halus."Maksudmu?" "Ya! gunakan kesempatan ini untuk mendekatinya mengambil simpati gadis itu biar nantinya dia mau membantumu untuk pergi ke pesta."Andrew meletakkan kembali kertas hasil cek up milik Bella
"Kau pasti membutuhkan banyak uang untuk bertahan hidup!" Dengan santai Andrew berucap seolah tak ada beban, bahkan ucapanya sempat membuat Alluna kesal.Perempuan itu langsung menoleh keningnya terlihat berkerut dalam saat memikirkan ucapan Andrew."Apa maksudmu?" dia hampir sempat terpancing emosi dengan ucapan Andrew yang seolah seperti merendahkan dirinya."Aku sempat berkunjung ke rumah sakit... dan tanpa sengaja aku mendengar percakapanmu dengan Dokter. Aku yakin kau pasti saat ini membutuhkan uang banyak untuk operasi Ibumu, bukan?" Lagi lagi dengan santai laki laki itu menoleh, matanya menyipit.Setiap uacapan yang keluar dari mulutnya mampu membuat Alluna tak bisa menepis, hampir semua apa yang dia katakan memang benar.Alluna memicingkan matanya ke arah Andrew seolah dia mulai tersinggung dengan ucapannya."Tenang-tenang, aku tidak bermak
Alluna berlari secepat mungkin setelah mengetahui kondisi Ibu Tesha semakin buruk."Ibu bertahanlah, aku akan segera sampai."Alluna memperlebar langkah kakinya di bawah terik sinar mentari sampai terlihat basah bagian kening karena keringat."Tunggu aku, Bu" bisiknya dalam hati.Dia terus berlari tanpa menghiraukan orang orang di sekitar yang menghalau jalannnya.Alluna akhirnya sampai di lobi rumah sakit dia langsung menuju ke ruang rawat inap. Dia segera membuka pintu dan masuk dengan nafas terengah engah.Di dalam sana dia melihat sudah ada dokter dan perawat yang sedang memeriksa Ibunya.Alluna masih berusaha mengatur nafasnya bahkan dadanya terasa panas karena harus berlari jauh."Nona, kau harus cepat ambil tindakan, terlambat sedikit saja kita mengoperasinya... maka rumah sakit tidak
"Aku mohon."Suara Alluna yang terdengar bergetar dan serak ketakutan itu selalu terngiang-ngiang di telinganya, dan saat itu Andrew langsung menginjak pedal gas agar mobilnya semakin melaju dengan kencang.Akhirnya dia sampai di halaman rumah sakit, setelah memakirkan mobilnya, Andrew melangkah keluar dan menuju ke pintu masuk.Andrew selalu berusaha untuk tetap tenang walaupun sebenarnya ada rasa gelisah semanjak dia mendengar suara Alluna mengangis ketika menghubunginya.Pandangannya menyapu setiap ruangan lobi rumah sakit untuk mencari keberadaan Alluna, perempuan itu sedang duduk tertunduk sambil sesekali mengusap air matanya.Saat Andrew melangkah mendekat dia melihat seorang suster mendatanginya dengan sebuah map di tangannya."Nona, anda harus menandatanganinya saat ini Dokter sudah bersiap siap hanya tinggal menunggu tanda tangan dari Anda, Dokter bilang sudah tak
"Apa Kakakku membuatmu takut??" "Ha?? Mmm, tidak... dia terlihat baik hanya saja ketika tragedi dompet yang tertinggal dan dia tak bisa membayar botol itu sempat membuatku terkejut" Alluna nampak belum terbiasa dengan Bella dan suasana di tempat itu, namun mau bagaimana lagi Alluna harus bisa membiasakan diri karena pasti hidupnya akan berubah setelah memutuskan untuk menerima tawaran Andrew. "Iya, Kah? Aku pikir juga begitu... Kakakku tak pandai bergaul dengan perempuan." "Ya, aku tahu... itulah sebabnya dia Gay... penyuka laki laki, kan?" batin Alluna. Setelah melihat pegawainya pergi Bella menarik kursi agar merapat dan bisa lebih berdekatan dengan Alluna."Karena sekarang kau sudah dekat, eh belum... tapi akan dekat dengan Kakakku kau harus tahu... kalau Kakakku penyuka sesama jenis" Bella berbisik ke telinga Al
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola
Alluna menatapnya kesal bercampur tak percaya, bagaimana bisa lelaki itu tega membohongi dirinya. Seketika saat itu juga wajah Alluna berubah memerah karena tak sanggup lagi menahan tangis dia mulai merengek membuat Andrew merasa bersalah.Tetapi lelaki itu masih bisa tertawa menikmati keberhasilannya dalam membuat Alluna kesal. Andrew tersenyum kemudian memeluk Alkuna dengan erat.“Maaf” ucapnya sembari membelai lembut kepala Alluna.“Kenapa?” Alluna mendorong dada Andrew membuat dirinya lepas dari dekapannya. Ada rasa bahagia yang bercampur jengkel atas perbuatan Andrew.“Kenapa kau harus membohongiku?! Apa untungnya ha?” Alluna mengusap pipinya yang basah.Lagi, Andrew ingin memeluknya namun Alluna langsung menggunakan kedua tangannya untuk menahan dada Andrew agar tak bisa mendekat.“Kau pikir ini lucu!! Kenapa kau tertawa? Kau men
"Aluna!" Seketika tanpa sadar Andrew menggeram menyebut namanya. Dan saat perempuan itu memutar tubuhnya menatap kearah wajah Andrew, lelaki itu membuang pandangannya ke arah lain bersikap seolah dia lupa dengan apa yang baru saja dia lontarkan. Aluna tersadar lelaki itu menyebut namanya dengan suara dan intonasi nada seperti dulu saat Andrew masih sedang bersamanya.Raut wajahnya nampak berbinar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar olehnya. Alluna perlahan melangkahkan kakinya kembali mendekati meja. Sementara Andrew yang mulai terlihat gelisah masih tak berani menatap mata Alluna yang sedang menatapnya dengan lekat. Dada Alluna berdebar kencang saat langkahnya semakin dekat dengan Andrew.“Kau... memanggilku apa?” suaranya bergetar, pandangannya tak pernah lepas dari Andrew yang masih berusaha menghindar dari tatapannya. Mencoba untuk tenang Andrew kemudian menghela
Di ruang kerja tempat Alluna mengecek semua perkembangan pasiennya, terlihat Andrew dan Alluna duduk saling berhadap-hadapan di seberang meja.Ada dokter lelaki yang sebelumnya menyapa Andrew ketika dia datang ke rumah sakit. Dia hanya mengantar Andrew sampai keruangan Alluna setelah itu dia dia pergi karena masih ada pekerjaan lain."Saya akan membiarkan kalian berdua untuk berbincang, kalau begitu saya pamit pergi terlebih dulu" Dokter itu sempat menundukkan kepala sebelum akhirnya dia melangkah ke pintu kemudian pergi meninggalkan ruangan.Suasana di ruangan menjadi semakin canggung terlebih lagi untuk Alluna yang merasa bahwa Andrew seperti orang asing baginya saat ini.Raut wajah Andrew saat menatap ke arahnya terlihat begitu sangat berbeda bukan seperti Andrew yang biasanya. Mereka masih saling diam belum ada satupun dari kedua belah pihak yang berusaha untuk memulai pembicaraan.Terlihat beberapa kali Al