Lampu gemerlap berwarna warni layaknya pelangi menyorot setiap sudut ruangan yang temaram di sebuah club.
Tampat itu sangat ramai suara musik dj menggema di setiap sudut ruangan. Ada beberapa meja di lantai dasar yang sudah penuh dengan para tamu sementara di lantai dua hanya ada beberapa meja dan beberapa ruangan VIP untuk mereka yang datang dan ingin berkaraoke.
Ada juga yang menyewa tempat dikhususkan hanya untuk beberapa orang saja bagi mereka yang ingin bersantai namun tak ingin terganggu dengan tamu yang lain.
Di salah satu ruangan VIP Andrew dan beberapa teman lainnya tak lupa Tad, laki laki keturunan Thailand yang duduk di sampingnya sedang berpesta sambil bersantai menghabiskan waktu malam itu.
Andrew duduk di tengah tengah sofa sementara Tad duduk di sampingnya bersandar mesra.
Semua teman teman Andrew tahu kalau mereka adalah pasangan kekasih sehingga Andrew tak perlu menyembunyikan hal itu.Dia laki laki yang termasuk anti wanita namun bukan pembenci mereka, dia hanya laki laki yang tak percaya pada seorang wanita karena alasan tertentu. Walaupun begitu dia memiliki banyak teman wanita di sekelilingnya terlebih lagi dia memiliki seorang adik perempuan bernama Bella.
Andrew menghembuskan nafas bersamaan dengan itu kepulan asab rokok keluar dari mulut serta hidungnya.
"Andrew kau tidak turun ke bawah?" seorang teman menawarinya untuk turun ke lantai dasar menikmati alunan musik dj di sana.
Laki laki bermata tajam dengan bulu mata yang sangat lentik itu terlihat hanya menggelengkan kepala.
Andrew menggerakkan punggungnya maju meletakkan sisa rokok ke asbak, dia hanya membiarkan sebagian tubuhnya yang bergerak maju karena Tad masih bersandar di bahunya.Andrew kemudian menoleh ke arah Tad, matanya menyipit tajam lalu menggerakkan tangan meraih dagu Tad memaksa laki laki bertubuh mungil dengan wajah tampan namun terlihat sangat cantik dan menggemaskan itu mendongak menatap ke arah wajahnya.
"Aku tidak bisa lama lama menemanimu malam ini!" mata Andrew bergerilya menyapu seluruh wajah Tad dan akhirnya pandangannya terpaku di bibir mungil kekasihnya.
Lagi, suara bariton itu terdengar dengan lembut."Bisakah kita melakukannya sekarang saja?""Aaah! masak di sini?" Tad berucap mendayu manja sembari memukul perlahan dadanya.
Ekspresi wajah Andrew sama sekali tak berubah baik senang maupun sedih bahkan bahagia, sepertinya Andrew hanya memiliki satu topeng di wajahnya yaitu, datar dan tak bisa bereaksi sesuai perasaannya.
"Aku tidak ada waktu untuk melakukannya di hotel."
"Tapi" sahut Tad dengan raut wajah kesal.
Dreeet dreet!
Melihat layar ponselnya yang berada di atas meja menyala, Andrew langsung mendorong Tad agar menjauh kemudian mengambil ponsel dan mengangkat panggilannya.
Andrew terdiam ketika mendapati bahwa adik perempuannyalah yang menghubunginya.
"Ya??" sahutnya setelah panggilannya tersambung."Kak! kau sudah gila, apa?? hah! Ayah dari tadi mencarimu dia sudah berpesan agar kau tidak pergi kemana-mana sampai Ayah kembali ke rumah! dasar!! kau akan tahu akibatnya kalau Ayah sampai di rumah dan tidak menemukanmu di sini!!"
Dengan santai dan ekspresi wajah datar Andrew menjawab tanpa beban.
"Oh, sepertinya aku lupa""Sayaaaang siapa yang menghubungimu?" suara Tad begitu jelas terdengar sampai ke seberang sana.
"Astagaa!!! kau masih bersama laki laki itu?" Bella di seberang sana menaikkan nada bicaranya.
Andrew hanya melirik ke arah Tad kemudian berucap.
"Bukan urusanmu!!" ucapnya kepada Bella sang adik perempuan, memberi peringatan bahwa agar tak ikut campur dengan siapa dia berhubungan.Andrew kemudian menutup panggilan, melempar ponsel ke atas meja sembarangan.
Klatak!!
"Kalian bisa keluar dari ruangan ini?" ucapan Andrew ditujukan kepada teman temannya namun pandangan matanya tertuju kepada Tad yang semakin terlihat dalam, seolah hasratnya sudah ingin segera di salurkan kepada tubuh mungil yang sudah berpindah duduk di pangkuannya itu.
"Apa?"
Semua orang yang sedang bernyanyi di dalam ruangan itu teralihkan pandangannya ke arah Andrew.
"Aku bilang keluar!" geram Andrew dengan ekspresi wajah mengerikan.
Setelah mendengar perintah dengan jelas semua orang langsung keluar meninggalkan ruangan itu.
Ruangan seketika sepi, gemerlap lampu membuat ruangan semakin berwarna warni. Andrew mendorong tubuhnya kebelakang bersandar di sofa pandangan matanya sudah sangat sayu dengan hasrat yang semakin memuncak di ujung kepalanya.
Pipinya merona karena anggur bercampur efek dari hasratnya yang tak terhankan lagi.Sementara Tad yang duduk di pangkuannya dengan sikap sexi mulai membuka kancing kemeja Andrew satu persatu.
Pipinya merona membuat wajah Tad semakin menggoda, Andrew dibuat menggila dengannya.
Tad terkejut saat Andrew mencengkeram tangannya dengan kuat."Aku tidak butuh foreplay, aku tidak ada waktu banyak. Kita mainkan dengan cepat malam ini! aku tidak ingin mengotori celana dan kemejaku karena aku masih ada pertemuan setelah ini. Jadi, bisakah kau melakukannya dengan mulutmu... berikan aku yang terbaik! Ingat!! Jangan pernah berfikir untuk memuntahkannya!" Andrew menyeringai senang.
Tad hanya mengangguk senang, tubuhnya bergerak turun dari pangkuan Andrew perlahan menekuk kedua kaki dan berlutut.
Memposisikan dirinya tepat di tengah sela sela paha Andrew yang sudah terbuka.Tad melakukannya dengan sangat rapih dan sesuai keinginan Andrew, dia sangat lincah dan lihai membuat Andrew sangat candu dengan permainannya.
Laki laki berparas cantik itu membuka ikat pinggangnya terlebih dulu kemudian menggunakan giginya untuk membuka lesreting celananya dan setelah itu mengeluarkan milik Andrew dari dalam celana.
Andrew telah menegang tepat di depan matanya seakan menantang Tad untuk degera melahapnya. Seperti sudah terlatih Tad mengulumnya dengan sangat baik, menyerang titik tiik sensitif Andrew yang sangat sudah dia ketahui.
"Mmhh!" Andrew memejamkan mata mendongakkan kepala saat merasakan bagian titik tubuhnya di bawah sana terasa panas saat sepenuhnya masuk ke dalam mulut Tad.
Andrew tak merasa takut kalau Tad akan melukai miliknya dengan gigi Tad yang berbaris rapih di dalam mulut, karena Tad sudah sangat lihai.
Andrew merasa kurang puas dia langsung meremas kuat rambut Tad dan mendorongnya hingga Andrew kacil masuk sepenuhnya sampai ke dalam tenggorokan, membuat Tad terkejut tak bisa bernafas untuk sesaat, sangat sesak dan mulutnya penuh membuat matanya merah dan berkaca.
"Lakukan dengan baik, atau aku akan menggunakan kekerasan untuk membuatmu bisa memuaskanku lebih baik lagi?"
"Mmmm! mmm!!" Tad menggeleng cepat, dia menolak Andrew untuk tak melakukan bdsm padanya. Dia bahkan tak bisa berucap karena mulutnya penuh dengan Andrew kecil.
"Baiklah, untuk kali ini saja aku tak akan memukulmu! tapi jangan harap besok kau bisa lolos."
****************
Sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk bersama, dulu waktu duduk di bangku sekolah Andrew termasuk laki laki yang paling dikenal dingin oleh murid satu sekolah.
Bahkan tak ada perempuan satupun yang bisa meluluhkannya, murid tercantik pun tak mampu mendekatinya. Andrew memang sama sekali tak memiliki hasrat sedikitpun saat melihat sorang gadis cantik sekalipun gadis itu telanjang di hadapannya dia sama sekali tak memiliki hasrat kepadanya.
Namun ada sosok perempuan yang tak pernah menyerah untuk mendekatinya, hingga akhirnya Andrew memberanikan diri membuka hatinya untuk perempuan yang duduk di bangku kelas yang sama dengannya.
Akan tetapi ketika Andrew berusaha keras menerima perempuan itu masuk dalam kehidupannya, dia justru menghilang tanpa kabar. Andrew tak pernah melihatnya setelah perempuan itu berhasil mengobrak abrikkan hatinya.
Hubungan mereka tak pernah terekspos sehingga semua orang mengira kalau Andrew tak pernah mencoba untuk membuka hatinya bagi seorang perempuan.
Terlepas dari semua itu, Andrew lebih memilih diam dan bersumpah untuk tak akan pernah percaya lagi dengan sosok manusia bergender perempuan.
Setelah dulu dia dikecewakan oleh Ibunya, kini Andrew merasakan apa yang dulu Ayahnya rasakan saat di tinggal Istri tercintanya.
Andrew duduk di bangku pojok dekat jendela, dia terlihat sedang melamun menatap dedaunan yang terbang terbawa angin, saat itu musim gugur telah tiba semua daun di pohon sekolahnya mulai terlepas satu persatu dari tangkainya.
Kebetulan kelas Andrew ada di lantai 3 dan di bawah sana terdengar keramaian, Andrew melirik ke bawah melihat murid baru sedang dalam masa ospek.
Entah kegiatan apa saja yang sedang mereka lalukan namun bagi Andrew itu terlihat menarik, dia membuka jendela lebih lebar dan menyangga dagu dengan salah satu tangan yang bertumpu di jendela yang terbuka, pandangannya melihat ke arah bawah sana.
Andrew nampak menyelidik setiap siswa baru, sebetulnya dia pernah di nobatkan untuk menjadi ketua ospek namun dia menolak karena dia termasuk anak yang sangat menyukai kebebasan dan tak suka diatur.
Di sinilah awal mula Andrew bertemu dengan Tad Klaew.
Andrew memasuki kelas 11 semster ganjil, di sana itu pertama kali dia melihat Tad.Dia masih bertahan di jendela, sepasang mata tajamnya nampak mengawasi setiap murid baru yang sedang mengikuti ospek.Hingga akhirnya pandangannya terpaku pada seorang laki-laki, murid baru yang sedang di suruh untuk maju ke dapan dan sedang bernyanyi, Andrew mengamatinya dari atas, laki laki yang sedang dia perhatikan terlihat sangat imut dan menggemaskan baginya terlebih lagi saat melihat senyumnya membuat dadanya seketika bergetar."Apa aku sudah gila!!" gumamnya.Sempat Andrew tersenyum saat melihat murid baru itu ketika tertawa riang, namun perlahan senyumnya menghilang."Bagaimana mungkin aku merasakan hal ini
Andrew dan Bella baru saja masuk ke ruang keluarga, mereka langsung di sambut pelayan rumah dengan menyiapkan hidangan untuk mereka berdua.Mafin salah satu orang kepercayaan Tuan James, Ayah Andrew membantu Bella menarik kursi dan mempersilakan perempuan itu duduk di sana."Terima kasih" ucap Bella."Sama sama Nona" Mafin tersenyum tipis setelahnya kembali berdiri ke tempat semula.Di ujung meja, Ayah mereka sudah duduk dengan ekspresi wajah yang tak terbaca.Meja bundar itu di kelilingi oleh beberapa anggota keluarga penting dan sebagian lainnya adalah rekan kerja.Tuan James menganggukkan kepala seperti memberi perintah kepada pelayan laki laki untuk mulai menghidangkan makanan utama.Bella merasa suasana di meja makan itu sangat berbeda ketimbang ketika mereka sedang makan bertiga, malam itu aura Ayahnya terlihat lebih tenang tak seperti biasa yang selalu marah marah dan meng
Setelah berhasil masuk ke dalam toko, Andrew melangkah menuju ke almari pendingin mengambil sebuah botol minuman, membuka tutup kemudian menegugnya.Di sisi lain Alluna telah berdiri di meja kasir menunggunya."Jika aku menerima perintah Ayah, aku tidak yakin semua akan berhenti sampai di situ... dia pasti akan terus memantauku! tapi, Bella??" Bisiknya dalam hati, Andrew meremas rambutnya kuat wajahnya nampak frustasi mengingat Ayahnya mengancam akan menghentikan pengobatan Bella jika dia tak mengikuti keinginan Ayahnya.Andrew menghela nafas panjang sembari menegug kembali minumannya, setelah itu dia melangkah menuju ke kasir meletakkan botol di atas meja.Alluna selalu memperhatikan laki laki itu sejak dari tadi dia terlihat seperti kebingungan dan terus melamun."17.000 Tuan"Andrew masih di
"Aku meninggalkan hutang di toko itu""Haa??!!! Hutang?""Hmm!!" Gumam Andrew sembari menganggukak kepalanya."Aku tidak salah dengar, Kak? Hahaha...." tawa Bella riang menggema di setiap sudut ruangan."Itu juga karena dirimu!""Kenapa jadi aku yang salah?" Tawanya seketika menghilang dan berganti dengan kerutan halus di keningnya."Semalam dompetku tertinggal di jas yang kau bawa!""Oh, hahahaha... jadi kau berhutang dengan si pemilik toko??" Bella tertawa geli ketika mendengar Kakaknya, si pemegang saham terbesar di perusahana itu dan memiliki kartu hitam berplakat emas serta uang berlimpah bahkan bisnisnya berada
Di sisi lain nampak mobil Andrew bergerak semakin perlahan dan menepi di depan toko.Andrew sempat berdiam diri di dalam mobil dan melirik kearah pintu masuk toko, mengingat ucapan Bella bahwa perempuan itu menolak untuk dikembalikan uangnya, maka Andrew bersikeras untuk tetap menemui Alluna dan membayar botol minuman yang kemarin dia ambil.Dia membuka pintu dan melangkah turun dari mobil sejenak dia berdiam diri merapikan jas dan mengancingkan kancing jasnya sebelum akhirnya memutuskan untuk melangkah menuju pintu masuk.Andrew membuka pintunya kemudian masuk ke dalam toko.Dia sangat terkejut ketika berhasil masuk dan mendengar suara Alluna yang terdengar bising di telinganya ketika sedang membangunkan Bu Tesha, sipemilik toko yang pingsan."Bu! Bu aku mohon ayolah bangun Bu! Ibu ayo bangun!" Alluna terus berusaha untuk mem
"Apa? kau menolong gadis itu dan Ibunya pergi ke rumah sakit?" Bella baru saja selesai check up ke dokter untuk memeriksakan kesehatannya.Andrew yang baru saja pulang segera menemuinya karena ingin mengetahui hasil pemeriksaan Bella. Andrew mengambil kertas hasil cek up Bella yang ada di atas meja dan membacanya."Hmmm... aku tidak sengaja melihat Ibunya pingsan dan membawa mereka ke rumah sakit.""Apa kau tidak berpikir bahwa ini adalah kesempatan yang bagus untukmu, Kak?" Bella sangat antusias dia melangkah mendekati Andrew.Laki laki itu menoleh kemudian berucap dengan kening berkerut halus."Maksudmu?" "Ya! gunakan kesempatan ini untuk mendekatinya mengambil simpati gadis itu biar nantinya dia mau membantumu untuk pergi ke pesta."Andrew meletakkan kembali kertas hasil cek up milik Bella
"Kau pasti membutuhkan banyak uang untuk bertahan hidup!" Dengan santai Andrew berucap seolah tak ada beban, bahkan ucapanya sempat membuat Alluna kesal.Perempuan itu langsung menoleh keningnya terlihat berkerut dalam saat memikirkan ucapan Andrew."Apa maksudmu?" dia hampir sempat terpancing emosi dengan ucapan Andrew yang seolah seperti merendahkan dirinya."Aku sempat berkunjung ke rumah sakit... dan tanpa sengaja aku mendengar percakapanmu dengan Dokter. Aku yakin kau pasti saat ini membutuhkan uang banyak untuk operasi Ibumu, bukan?" Lagi lagi dengan santai laki laki itu menoleh, matanya menyipit.Setiap uacapan yang keluar dari mulutnya mampu membuat Alluna tak bisa menepis, hampir semua apa yang dia katakan memang benar.Alluna memicingkan matanya ke arah Andrew seolah dia mulai tersinggung dengan ucapannya."Tenang-tenang, aku tidak bermak
Alluna berlari secepat mungkin setelah mengetahui kondisi Ibu Tesha semakin buruk."Ibu bertahanlah, aku akan segera sampai."Alluna memperlebar langkah kakinya di bawah terik sinar mentari sampai terlihat basah bagian kening karena keringat."Tunggu aku, Bu" bisiknya dalam hati.Dia terus berlari tanpa menghiraukan orang orang di sekitar yang menghalau jalannnya.Alluna akhirnya sampai di lobi rumah sakit dia langsung menuju ke ruang rawat inap. Dia segera membuka pintu dan masuk dengan nafas terengah engah.Di dalam sana dia melihat sudah ada dokter dan perawat yang sedang memeriksa Ibunya.Alluna masih berusaha mengatur nafasnya bahkan dadanya terasa panas karena harus berlari jauh."Nona, kau harus cepat ambil tindakan, terlambat sedikit saja kita mengoperasinya... maka rumah sakit tidak
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola
Alluna menatapnya kesal bercampur tak percaya, bagaimana bisa lelaki itu tega membohongi dirinya. Seketika saat itu juga wajah Alluna berubah memerah karena tak sanggup lagi menahan tangis dia mulai merengek membuat Andrew merasa bersalah.Tetapi lelaki itu masih bisa tertawa menikmati keberhasilannya dalam membuat Alluna kesal. Andrew tersenyum kemudian memeluk Alkuna dengan erat.“Maaf” ucapnya sembari membelai lembut kepala Alluna.“Kenapa?” Alluna mendorong dada Andrew membuat dirinya lepas dari dekapannya. Ada rasa bahagia yang bercampur jengkel atas perbuatan Andrew.“Kenapa kau harus membohongiku?! Apa untungnya ha?” Alluna mengusap pipinya yang basah.Lagi, Andrew ingin memeluknya namun Alluna langsung menggunakan kedua tangannya untuk menahan dada Andrew agar tak bisa mendekat.“Kau pikir ini lucu!! Kenapa kau tertawa? Kau men
"Aluna!" Seketika tanpa sadar Andrew menggeram menyebut namanya. Dan saat perempuan itu memutar tubuhnya menatap kearah wajah Andrew, lelaki itu membuang pandangannya ke arah lain bersikap seolah dia lupa dengan apa yang baru saja dia lontarkan. Aluna tersadar lelaki itu menyebut namanya dengan suara dan intonasi nada seperti dulu saat Andrew masih sedang bersamanya.Raut wajahnya nampak berbinar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar olehnya. Alluna perlahan melangkahkan kakinya kembali mendekati meja. Sementara Andrew yang mulai terlihat gelisah masih tak berani menatap mata Alluna yang sedang menatapnya dengan lekat. Dada Alluna berdebar kencang saat langkahnya semakin dekat dengan Andrew.“Kau... memanggilku apa?” suaranya bergetar, pandangannya tak pernah lepas dari Andrew yang masih berusaha menghindar dari tatapannya. Mencoba untuk tenang Andrew kemudian menghela
Di ruang kerja tempat Alluna mengecek semua perkembangan pasiennya, terlihat Andrew dan Alluna duduk saling berhadap-hadapan di seberang meja.Ada dokter lelaki yang sebelumnya menyapa Andrew ketika dia datang ke rumah sakit. Dia hanya mengantar Andrew sampai keruangan Alluna setelah itu dia dia pergi karena masih ada pekerjaan lain."Saya akan membiarkan kalian berdua untuk berbincang, kalau begitu saya pamit pergi terlebih dulu" Dokter itu sempat menundukkan kepala sebelum akhirnya dia melangkah ke pintu kemudian pergi meninggalkan ruangan.Suasana di ruangan menjadi semakin canggung terlebih lagi untuk Alluna yang merasa bahwa Andrew seperti orang asing baginya saat ini.Raut wajah Andrew saat menatap ke arahnya terlihat begitu sangat berbeda bukan seperti Andrew yang biasanya. Mereka masih saling diam belum ada satupun dari kedua belah pihak yang berusaha untuk memulai pembicaraan.Terlihat beberapa kali Al