"Emmhh."
Desahan tertahan itu terdengar dari bibir Lauren saat merasakan jilatan di leher nya yang disertai kecupan basah juga. Tidur nyamannya terganggu, membuatnya perlahan membuka mata untuk melihat seseorang yang berada di atasnya. Namun suasana kamar sangat gelap, membuatnya tidak bisa melihat jelas wajah itu.
Kembali Lauren mendesah saat tangan besar itu menangkup bagian dada nya dan meremas nya agak kuat. "Sayang, kamu kapan pulang? Jam berapa sekarang?" tanyanya berusaha tetap waras.
"Hmm."
Bukannya mendapat jawaban Lauren malah mendengar seseorang yang dianggap suaminya itu menggeram. Akhirnya Ia pun membiarkan saja dan diam tidak melawan saat tali gaun tidur nya dibuka dengan tidak sabaran dan membuat kulit nya kini terasa dingin karena tidak lagi tertutupi apapun.
Tangan Lauren yang tadinya di sisi tubuh kini terangkat meremas rambut pria itu yang turun dan terus mengecupi permukaan kulitnya. Jilatan nya dari dada sampai ke inti tubuh nya, membuat badannya sesekali melengking merasakan geli tapi nikmat di waktu bersamaan.
"Aww pelan-pelan Matthew!" pekik Lauren karena pria itu menggigit paha bagian dalam nya agak kuat, membuat nya linu.
Entah kenapa Lauren merasa sikap Matthew malam ini agak kasar, padahal biasanya mereka selalu melakukan hubungan badan dengan lembut dan sama-sama menikmati. Sebuah dugaan melintas begitu saja di kepala Lauren, apa mungkin yang sedang menyentuh nya ini bukan suaminya?
"Ahh!"
Namun pemikiran buruk itu langsung hilang saat Lauren merasakan jilatan di bagian inti nya. Kedua matanya pun kembali terpejam, dengan jambakan nya yang semakin erat di kepala yang sedang ada di bawah nya itu. Sungguh ini sangat-sangat nikmat.
Kedua mata Lauren kembali terbuka saat jilatan itu berhenti. Sial, padahal tinggal sebentar lagi Ia mendapat klimaks!
Mendengar suara gesper yang dibuka dengan terburu-buru membuat Lauren pun bisa mengerti jika suaminya itu sudah tidak sabar ingin menyatukan tubuh mereka. Dengan sabar dan berdebar Lauren pun menunggu. Ia memang sudah sadar, namun masih belum bisa melihat jelas karena suasana kamar benar-benar gelap.
"Matthew apa kamu mabuk malam ini?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Lauren karena merasa aneh saja dengan sikap agresif suaminya.
Tetapi lagi-lagi tidak ada jawaban, malahan yang Lauren dapatkan adalah ciuman ganas dan membuat nya pun kembali hanyut. Perlahan Lauren bisa merasakan sesuatu memasuki inti tubuh nya, membuat nya tanpa sadar meremas bahu kokoh suaminya karena sensasi nya entah kenapa terasa berbeda.
Saat benda panjang itu berada sempurna di inti tubuh nya, Lauren sampai menahan nafas karena benar-benar merasa sesak. Apalagi saat mulai digerakkan, kaki nya yang terbuka lebar sampai bergetar merasakan linu.
"Emm kau nikmat sekali, Lauren!" geram pria yang berada di atasnya. Terlihat bersemangat menggerakkan bagian bawahnya mencari kepuasan.
Kernyitan terlihat di kening Lauren saat mendengar suara yang terdengar asing itu, seperti bukan suara Mathhew. Tetapi sekarang Lauren seperti tidak bisa berpikir jernih, sanking terlalu menikmati penyatuan mereka. "Ahh lebih cepat, sebentar lagi," pinta nya agak memohon.
Dan saat pelepasan itu Lauren dapatkan, tubuhnya terlihat bergetar hebat dengan dada yang membusung ke atas. Baru saja beberapa saat menikmati klimaks nya, kesadaran Lauren kembali saat tubuhnya di putar dan bokongnya di angkat, "Emmhh Mathhew tunggu dulu!"
"Aku belum keluar sayang," bisik pria itu tepat di telinga nya, lalu disertai jilatan membuat nafsu Lauren kembali bangkit.
Malam itu benar-benar malam yang panjang, penuh gairah dan sangat panas. Tidak ada satupun bagian tubuh Lauren yang tidak disentuh, dan entah kenapa Lauren benar-benar merasa sangat puas, tidak seperti biasanya. Mereka pun baru selesai saat kesadaran Lauren hilang. Walau sangat lelah, tapi bibir Lauren terlihat melengkungkan senyuman tanda dirinya sangat menikmati hubungan badan itu.
"bonne nuit mon amour." Ya itulah perkataan terakhir yang Lauren dengar sebelum kesadarannya benar-benar hilang.
***
Cahaya matahari yang masuk dari tirai yang terbuka membuat tidur nyaman Lauren terganggu. Perlahan matanya terbuka, dan pandangan pertamanya adalah langit kamar. Bukannya menggerutu kesal karena tidur nya sudah terganggu, tapi Lauren pagi ini malah terbangun dengan bibir melengkungkan senyuman. Ingatannya pun kembali pada kejadian tadi malam.
Pandangannya lalu turun ke tubuhnya yang dibaluti selimut, Lauren yakin di balik itu dirinya tidak memakai apapun karena bisa merasakan. "Ternyata benar bukan mimpi, ah aku senang. Lalu di mana sekarang Mathhew?" gumam nya seorang diri.
Lauren memilih mendudukan tubuhnya sambil memperhatikan sekitar, tidak mempedulikan selimut yang jatuh membuat dada nya kini terpampang jelas. Kernyitan dalam terlihat di kening Lauren karena tidak menemukan keberadaan suaminya. Apa mungkin sudah bangun lebih dulu ya?
"Mungkin dia sudah turun ke bawah untuk sarapan." Batin Lauren berusaha positif thingking.
Lauren pun memutuskan beranjak dan berlari kecil masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Bibirnya dari tadi terus menyunggingkan senyuman, tanda sedang merasa senang. Otaknya yang mesum ini terus terbayang adegan panas tadi malam.
Lauren tanpa basa-basi langsung menyatakan jika tadi malam adalah pengalaman bercinta yang paling luar biasa!
Setelah memakai dress rumahan nya yang bahkan masih terbilang elegan, juga memoles sedikit make up agar wajahnya terlihat cerah, Ia pun turun dari lantai dua menuju ruang makan. Saat masuk, terlihat sudah ada Mama mertuanya juga Kakak Ipar nya. Seperti biasa, Lauren pun menyapa mereka dengan ceria.
"Lauren kenapa diam saja, ayo dimakan? Apa kamu mau makan dengan menu lain?" tanya Alisya-Mama mertuanya. Mungkin bingung melihat menantu nya itu celingak-celinguk memperhatikan sekitar.
Lauren pun duduk terlebih dahulu dan memfokuskan pandangan pada wanita paruh baya yang duduk di depannya. "Em Mah, Mathhew mana ya? Apa dia sudah berangkat lagi ke kantor, aku bangun kesiangan," tanyanya.
"Loh bukannya Mathhew gak pulang ya? Dia kan katanya ada tugas di luar kota, langsung berangkat dari kantor ke Bandung. Mama tahu dari Matthias, memangnya Mathhew gak ngabarin kamu?"
Pernyataan itu tentu saja membuat Lauren syok setengah mati, bahkan segigit roti yang sempat dikunyah nya sampai keluar lagi karena tersedak. Kedua matanya bahkan melotot lebar. Ekspresi nya ini pasti akan dianggap berlebihan, padahal Matthew sudah biasa tugas ke luar kota.
Bukan, bukan itu yang membuat Lauren terkejut. Jika suaminya semalam tidak pulang, lalu siapa yang sudah menyentuh nya dan membuat nya mabuk kepayang tenggelam dalam nafsu. Perlahan Lauren melirik seseorang yang duduk di sebelah kiri Mama mertuanya. Tersentak saat matanya bertemu dengan Kakak Ipar nya. Seringai di bibir Matthias entah kenapa membuatnya merinding, seperti senyuman yang mendeskripsikan banyak hal.
Pluk! "Lauren?"Merasakan tepukan di tangannya yang berada di atas meja, membuat lamunan Lauren terhenti. Ia berdehem pelan berusaha menghilangkan rasa gugup, lalu memfokuskan pandangan lagi pada mertuanya. "A-aku gak papa kok Mah," jawabnya sambil berusaha tersenyum. Alisya pun membalas senyumannya manis. "Kalau memang Mathhew belum ngabarin kamu, nanti selesai sarapan telepon saja dia. Dasar dia itu, masa saja sama istri gak minta izin dulu mau pergi keluar kota. Nanti Mama tegur deh," kata nya yang terlihat sangat membela menantu nya. Alisya memang sangat menyayangi Lauren. Lauren hanya berdehem pelan lalu melanjutkan kembali sarapannya walau terlihat tidak bernafsu. Kepalanya terus menunduk, berusaha menghindari kontak mata dengan Matthias. Entah kenapa Ia gugup sekali, padahal biasanya tidak pernah seperti ini. Semua gara-gara prasangka buruknya. Merasakan tenggorokannya kering, Lauren membawa segelas susu di depan lalu meminum nya perlahan. Tetapi mata nya ini malah dengan l
Pasangan suami itu naik ke lantai dua, Lauren harus menyiapkan pakaian untuk Matthew yang akan berangkat kerja lagi. Kasihan sekali pikirnya suaminya itu sangat sibuk, padahal baru pulang dari luar kota. Walaupun perusahaan milik keluarga, tapi tidak bisa bekerja leha-leha. Apalagi Matthias sekarang yang menjadi Direktur Utama, dikenal sebagai Bos yang tegas dan kompeten. Melihat Matthew yang akan masuk ke kamar mandi, Lauren terlebih dahulu bertanya, "Kamu mau pakai jas warna apa hari ini? Biar aku siapin."Matthew pun menoleh dan terlihat mengusap dagunya seperti sedang berpikir keras. "Apa saja deh, selera kamu kan bagus, pasti aku pakai kok. Aku mandi dulu ya, gerah banget badan aku, lengket." Setelah mengatakan itu, Matthew pun baru masuk ke kamar mandi. Lauren sendiri masuk ke ruangan ward drobe mulai mencari setelan jas dan juga dasi warna senada yang menurut nya cocok. Memang selera nya tentang fashion cukup bagus, ya karena dulu saat kuliah pun mengambil jurusan desainer. S
Ternyata Matthias membawa Lauren ke ruang kerja nya. Perasaan Lauren mulai tidak enak, Ia lalu memperhatikan pria itu yang duduk di sofa sambil memperhatikannya dalam. Tanpa sadar Lauren menelan ludah kasar, tidak bohong jika Matthias terlihat sangat gagah dengan gaya duduk nya yang seperti bos itu.Lauren berdehem pelan dan berucap memecah keheningan. "Ekhem sebenarnya Kak Matthias mau bicara apa? Bisa langsung saja? Aku tidak bisa lama-lama karena ada urusan lain." Lauren berusaha tidak terlihat gugup, berdiri di depan meja yang berhadapan dengan Matthias. "Urusan apa memangnya?" tanya Matthias balik, sebelah sudut bibir pria itu terlihat tertarik. "Seharusnya kamu berterima kasih pada saya karena sudah nyelamatin kamu tadi," lanjut nya. Kernyitan dalam terlihat di kening Lauren mendengar itu, membuatnya bingung. "Menyelamatkan apa?""Menurut kamu? Saya tahu kamu pintar, pasti bisa langsung menduga sendiri maksud saya. Kamu pasti curiga kan pada Matthew? Ya kecurigaan kamu itu ben
Lauren kembali menolehkan kepala ke belakang, menatap tidak percaya Kakak Ipar nya yang berani mengatakan itu. Senyuman sinis terukir di bibir nya, perlahan mulai merasa putus asa. "Apa sebenarnya mau Kakak?" tanyanya dengan suara serak karena menahan tangisan. Matthias memilih memasukan terlebih dahulu tangannya ke dalam saku celana, tatapannya terlihat terhunus pada wanita itu. "Saya tidak minta yang aneh-aneh Lauren, saya bukan orang jahat yang mau memanfaatkan kamu. Lagian saya sadar sikap saya kurang ajar karena sudah menyentuh adik Ipar sendiri. Jadi ayo duduk, masih banyak hal yang harus kita bicarakan," ujar nya dengan suara berat. Dengusan kasar keluar lewat celah bibir Lauren, tidak lama kekehan kecil terdengar dari nya. "Bukan orang jahat? Lalu kenapa Kakak malah masuk ke kamar aku dan menyentuh aku? Demi Tuhan aku kira malam itu adalah Matthew, jadi aku biarkan saja. Kalau aku tahu yang menyentuh malam itu adalah Kakak, sudah pasti aku tendang Kakak keluar," cerca nya be
Setelah turun dari lantai atas menuju lantai dua belas, langkah Lauren terlihat mantap menuju ruang kerja Matthew. Ia tetap pada tujuan utamanya untuk bertemu suaminya itu, sekaligus ingin melihat juga apakah pria itu masih bermesraan dengan sekertaris nya atau tidak. Tatapannya langsung tajam pada Anne, ternyata mereka sudah selesai. Anne pun terlihat terkejut melihat kedatangan istri dari Bos nya, segera Ia berdiri dan tersenyum canggung. "Selamat siang Bu Lauren, apa anda mau bertemu dengan Pak Matthew? Beliau belum keluar untuk makan siang, masih ada pekerjaan," sapa nya berusaha ramah. Padahal di dalam hati ogah-ogahan sekali, tapi Anne harus menjaga citra baik. Bukannya menjawab menanggapi perkataan wanita yang satu tahun lebih muda darinya itu, Lauren malah memperhatikan penampilan Anne dari bawah sampai ke wajah. Bibir Lauren terlihat mengernyit tidak suka dengan dandanan sekertaris itu. "Kamu tidak malu Anne pakai baju terbuka seperti ini ke kantor? Ini kantor loh, bukan Ba
Rumah menjadi tempat nyaman bagi Lauren untuk pulang, bisa menenangkan hati juga pikirannya yang sekarang sedang suntuk. Baru saja akan menaiki tangga menuju kamar nya, matanya tidak sengaja melihat mertuanya yang sedang bersantai di halaman belakang. Melihat itu, Lauren pun memutuskan menghampiri nya. "Mama jangan panas-panasan, nanti sakit lagi," tegur nya setelah dekat. Alisya menoleh dan langsung tersenyum melihat kedatangan menantunya itu. Sebelah tangannya terulur, dan Lauren yang mengerti pun langsung menggenggam nya. Bisa merasakan telapak tangan Alisya yang dingin. "Mama kenapa gak tidur siang? Biasanya jam segini suka tidur. Tadi sudah makan dan minum obat, belum?" Karena biasanya Lauren yang suapin, tapi kan hari ini Ia sudah dari kantor suaminya. "Sudah kok, tadi sama mbok Tati yang suapin. Kamu cepat juga pulang dari kantor nya, Mama kira akan lama. Gimana tadi sama Matthew, apa dia sedang sibuk?" Lauren tanpa sadar mendengus pelan saat mendengar satu nama itu. "Iya dia
Ditanyai seperti itu tentu saja Matthew gelagapan. Tengkuknya yang berkeringat pun Ia usap, tanda jika dirinya memang sedang gugup. "Kamu bicara apa sih, kok nuduh aku begitu? Aku pikir pakaian Anne biasa saja, maksudnya.. Aku gak terlalu sering perhatiin cara pakaian ataupun dandanan dia. Yang penting kan cara kerja dia yang bagus untuk perusahaan," ucap nya membela diri. Dengusan kasar keluar lewat celah bibir Lauren mendengar jawaban suaminya yang menurut nya tidak masuk akal. Dadanya terasa panas karena Matthew seperti sedang membela Anne sekarang. "Lain kali kalau kamu mau tegur dia jangan terlalu keras, tidak enak kalau ada karyawan lain lihat, nanti kan jadi bahan pembicaraan. Aku cuman gak mau mereka bicarain kamu aneh-aneh di belakang," kata Matthew mencari alasan lain. Setelah mengatakan itu, Matthew pun masuk ke kamar mandi. Tanpa sadar tangan Lauren sudah terkepal dari tadi, awas saja pikirnya si Anne itu, pasti akan Ia balas. Padahal Lauren merasa sikapnya ini benar, en
Melihat Matthias yang turun dari kursi Bar dan mendekati nya, membuat Lauren tanpa sadar meremas gelas di tangannya. Setelah pria itu berdiri di depannya dengan jarak satu langkah, baru lah Ia bisa melihat wajahnya dengan jelas. "Tidak, aku kebangun karena ingin minum. Kakak sendiri kenapa belum tidur?" tanyanya balik. Matthias terlihat mengedikkan bahu nya. "Saya gak bisa tidur, terus mikirin kamu," jawab nya lalu menyeringai kecil. "Ternyata kamu malah turun, apa tahu kalau saya sedang di sini?" Lauren langsung mencebikkan bibir tidak suka, sok percaya diri sekali pikir nya Kakak Ipar nya ini. Lauren memutuskan menjauh dan membuka lemari, mencari makanan ringan. Matthias yang merasa dicuekin hanya terkekeh kecil, Ia tahu sikapnya ini agak menyebalkan karena sudah menggoda Lauren. Tetapi jika menganggap nya bercanda, tidak, Ia serius beberapa hari ini memang terus memikirkan wanita cantik itu. Matanya terus memperhatikan setiap gerak-gerik nya. Karena Lauren merasa lapar, Ia memut