Rumah menjadi tempat nyaman bagi Lauren untuk pulang, bisa menenangkan hati juga pikirannya yang sekarang sedang suntuk. Baru saja akan menaiki tangga menuju kamar nya, matanya tidak sengaja melihat mertuanya yang sedang bersantai di halaman belakang. Melihat itu, Lauren pun memutuskan menghampiri nya. "Mama jangan panas-panasan, nanti sakit lagi," tegur nya setelah dekat.
Alisya menoleh dan langsung tersenyum melihat kedatangan menantunya itu. Sebelah tangannya terulur, dan Lauren yang mengerti pun langsung menggenggam nya. Bisa merasakan telapak tangan Alisya yang dingin. "Mama kenapa gak tidur siang? Biasanya jam segini suka tidur. Tadi sudah makan dan minum obat, belum?" Karena biasanya Lauren yang suapin, tapi kan hari ini Ia sudah dari kantor suaminya.
"Sudah kok, tadi sama mbok Tati yang suapin. Kamu cepat juga pulang dari kantor nya, Mama kira akan lama. Gimana tadi sama Matthew, apa dia sedang sibuk?" Lauren tanpa sadar mendengus pelan saat mendengar satu nama itu. "Iya dia selalu sibuk." Selain sibuk dengan dokumen, juga bermesraan dengan sekertaris nya.
Dada Lauren jadi panas lagi membayangkan perselingkuhan di antara suami dan sekertaris nya itu. Tanpa sadar genggaman tangannya dengan Mama mertuanya pun mengerat. Lauren menatap Alisya dengan pandangan sulit di artikan, jika bisa ingin sekali Ia laporkan saja tingkah Matthew pada Alisya. Lauren yakin seratus persen jika dirinya yang akan di bela.
Lamunan Lauren terhenti saat merasakan punggung tangannya di usap, membuat nya pun kembali menatap Alisya. Setiap melihat senyuman di bibir mertuanya itu, selalu membuat hatinya tentram. "Ada apa sayang? Kok kamu kelihatan murung gitu. Apa kamu dan Matthew sedang ada masalah?" tanya Alisya yang sangat peka.
Tetapi Lauren memilih menggeleng sambil mengatakan jika hubungannya dengan suaminya itu baik-baik saja. Ia malah beralih ke belakang kursi roda Alisya, mendorongnya membawa pergi dari dekat kolam renang karena matahari siang ini yang sangat terik. Mereka memutuskan pindah duduk di tempat yang lebih sejuk, masih di halaman belakang.
Lauren lalu memanggil mbok Tati dan meminta dibuatkan jus jeruk, ingin mendinginkan tenggorokan juga hatinya. Terlebih dahulu Lauren menyesap sedikit jus itu, lalu baru kembali membuka suara. "Mah aku kan baru jadi istri selama satu tahun, sedangkan Mama sudah lama dan pasti lebih banyak pengalaman. Ekhem aku mau tanya, kalau misal suami kita selingkuh itu karena kita ada kekurangan?" tanya Lauren hati-hati.
Alisya yang sedang meminum teh nya hampir tersedak mendengar pertanyaan sensitif seperti itu. Ia pun langsung menatap menantu nya dengan sorot mata bingung, seolah bisa langsung menyimpulkan sesuatu. "Kenapa kamu tanya begitu, apa jangan-jangan Matthew selingkuh? Dengan siapa, kok dia tega banget?!"
Melihat ekspresi berlebihan dari mertuanya itu, malah membuat Lauren kalang kabut karena sepertinya sudah membuat curiga. "Enggak Mah, aku cuman takut aja gitu kalau misal Matthew selingkuh, makanya aku mau jaga-jaga dan harus bagaimana supaya dia gak bosen sama aku," ucap nya segera meluruskan.
Namun sepertinya Alisya belum bisa percaya sepenuh nya pada menantunya itu, apalagi alasan Lauren agak tidak masuk akal. Untuk menghilangkan gugup nya, Lauren pun kembali meminum jus nya sambil tersenyum tersenyum canggung. Tidak, Mama mertuanya tidak perlu tahu masalahnya ini, karena Lauren ingin menyelesaikannya sendiri.
Hembusan nafas lirih terdengar keluar lewat celah bibir Alisya, sebelah tangannya terulur lagi untuk mengusap tangan Lauren. "Mama kira Matthew tidak mungkin selingkuh dari kamu sayang, dia sangat mencintai kamu. Selama kalian pacaran saja dulu, dia selalu menceritakan sebesar apa perasaan dia dan serius ingin hidup selamanya dengan kamu," ujar nya dengan suara lembut berusaha menenangkan.
Alisya bisa mengerti ke-khawatiran Lauren itu, karena dulu Ia pun sering mengalami hal ini. Tetapi bukankah suami istri harus saling mempercayai? Apalagi Ia menjadi saksi bisu kisah percintaan anak-anaknya ini. "Kamu jangan khawatir dengan perasaan Matthew, Mama yakin dia gak akan mungkin selingkuh dari kamu," lanjut Alisya.
Senyuman miris hanya Lauren berikan sebagai reaksi nya, tidak mengatakan apapun karena sangat bingung, dadanya sekarang campur aduk sekali. Inginnya Lauren juga berpikir begitu, jika selamanya Matthew akan selalu mencintainya. Tetapi Ia bukan wanita bodoh dan berpikir naif begitu. Buktinya Matthew memang selingkuh.
***
Siang pun berganti menjadi malam, langit yang tadinya cerah kini sudah gelap gulita tanpa dihiasi bulan maupun bintang. Lauren yang sedang berdiri di dekat jendela kamar nya, tidak sengaja mendengar suara pintu kamar yang terbuka. Saat membalikan badan, dugaannya benar jika itu adalah suaminya yang baru pulang bekerja.
"Tumben pulang jam enam, biasanya juga kamu selalu lembur," ucap Lauren dengan nada agak sinis nya menyambut, sebelah sudut bibir nya bahkan terangkat mengejek. Ia tahu alasan lembur Matthew hanya bualan, nyatanya pasti pria itu bermesraan dengan Anne di kantor.
Matthew memilih menyimpan terlebih dahulu tas kerja dan membuka sepatu di ikuti jas nya. Matanya tidak beralih sedikit pun dari sang istri, melihat senyuman sinis di bibir perempuan itu entah kenapa membuatnya sedikit tersinggung. "Hari ini aku capek banget, jadi pulang lebih cepat. Sebenarnya tugas kantor masih banyak, tapi aku mutusin untuk lanjut besok," sahut nya menjelaskan.
Lauren hanya mengangguk-anggukan kepalanya berusaha terlihat percaya, tapi ekspresinya itu tidak berubah membuat Matthew kembali tersinggung. Tidak tahukah istrinya itu jika tubuhnya sekarang sangat lelah? Seharusnya sebagai istri yang baik menyambut dengan hangat dan melayani nya. Namun Matthew terlalu malas untuk meminta, berpikir jika seharusnya Lauren lah yang peka sendiri.
Baru saja akan masuk ke kamar mandi, langkah Matthew terhenti karena baru mengingat sesuatu. Ia kembali memfokuskan pandangan pada Lauren yang kini sudah berpindah duduk sambil bersender di kepala ranjang seraya memainkan ponselnya. "Lauren, tadi siang apa kamu marahin Anne? Dia bilang sikap kamu agak kasar pas negur dandanan dia. Aku pikir juga begitu, kamu seharusnya bisa menjaga sikap apalagi kamu istri aku," ujar nya dengan suara berat seperti sedang menahan marah.
Perhatian Lauren pun langsung teralih dari ponsel menjadi pada Matthew. Rasanya ingin tertawa keras karena ternyata si jalang Anne itu mengadukan sikapnya tadi pada suaminya. Bisa Ia bayangkan pasti sambil merengek dan bergelayut manja. "Aku pikir untuk negur orang gak tahu diri kaya dia harus keras. Bukannya seharusnya kamu yang negur bawahan kamu itu karena cara pakaiannya sangat tidak pantas. Kenapa hanya diam saja, apa kamu malah ikut menikmati?"
Melihat raut tegang Matthew, membuat sebelah sudut bibir Lauren kembali tertarik. Yakin sekali pasti Matthew sedang mencari alasan dan pembelaan diri sekarang. Ia sih siap-siap saja berdebat dan tidak akan mau kalah, toh merasa sikapnya sudah benar.
Ditanyai seperti itu tentu saja Matthew gelagapan. Tengkuknya yang berkeringat pun Ia usap, tanda jika dirinya memang sedang gugup. "Kamu bicara apa sih, kok nuduh aku begitu? Aku pikir pakaian Anne biasa saja, maksudnya.. Aku gak terlalu sering perhatiin cara pakaian ataupun dandanan dia. Yang penting kan cara kerja dia yang bagus untuk perusahaan," ucap nya membela diri. Dengusan kasar keluar lewat celah bibir Lauren mendengar jawaban suaminya yang menurut nya tidak masuk akal. Dadanya terasa panas karena Matthew seperti sedang membela Anne sekarang. "Lain kali kalau kamu mau tegur dia jangan terlalu keras, tidak enak kalau ada karyawan lain lihat, nanti kan jadi bahan pembicaraan. Aku cuman gak mau mereka bicarain kamu aneh-aneh di belakang," kata Matthew mencari alasan lain. Setelah mengatakan itu, Matthew pun masuk ke kamar mandi. Tanpa sadar tangan Lauren sudah terkepal dari tadi, awas saja pikirnya si Anne itu, pasti akan Ia balas. Padahal Lauren merasa sikapnya ini benar, en
Melihat Matthias yang turun dari kursi Bar dan mendekati nya, membuat Lauren tanpa sadar meremas gelas di tangannya. Setelah pria itu berdiri di depannya dengan jarak satu langkah, baru lah Ia bisa melihat wajahnya dengan jelas. "Tidak, aku kebangun karena ingin minum. Kakak sendiri kenapa belum tidur?" tanyanya balik. Matthias terlihat mengedikkan bahu nya. "Saya gak bisa tidur, terus mikirin kamu," jawab nya lalu menyeringai kecil. "Ternyata kamu malah turun, apa tahu kalau saya sedang di sini?" Lauren langsung mencebikkan bibir tidak suka, sok percaya diri sekali pikir nya Kakak Ipar nya ini. Lauren memutuskan menjauh dan membuka lemari, mencari makanan ringan. Matthias yang merasa dicuekin hanya terkekeh kecil, Ia tahu sikapnya ini agak menyebalkan karena sudah menggoda Lauren. Tetapi jika menganggap nya bercanda, tidak, Ia serius beberapa hari ini memang terus memikirkan wanita cantik itu. Matanya terus memperhatikan setiap gerak-gerik nya. Karena Lauren merasa lapar, Ia memut
Lauren yang kesal karena dari tadi seperti di permainkan oleh Matthias memutuskan beranjak dari duduk nya dan akan pergi. Tetapi tangannya malah ditahan, bahkan Matthias menarik nya hingga membuat posisi berdiri mereka cukup dekat. "Mau apa? Jangan macam-macam ya!" ujar nya memperingati. Khawatir sekali ada yang melihat, tapi Ia malah diam saja. Matthias semakin menarik senyuman nya. Pria itu tahu jika saat ini Lauren sedang gugup. "Dengar dulu penjelasan saya, jangan dulu marah dan pergi," ucap nya ingin meluruskan, Ia sadar perkataannya tadi agak kurang ajar. "Saya cuman bercanda, gak mungkin minta tidur se-kamar dengan kamu kok."Sebelah alis Lauren terangkat, seolah meragukan penjelasan Matthias. Sialnya senyuman di bibir pria itu membuatnya selalu tidak bisa berpikir positif. Lauren sepertinya terlalu buruk hati sampai selalu berpikir jika isi pikiran Kakak Ipar nya ini selalu licik dan kotor. Lauren lalu berusaha melepaskan tangannya yang dari tadi di pegang, tapi ternyata tida
Setelah kejadian malam dimana Matthias kembali menggodanya, Lauren mulai menjaga jarak dan menghindari Kakak Iparnya itu. Hanya tidak mau saja orang lain curiga, selain itu Lauren juga masih kesal dengan sikap Matthias yang seperti tidak memberikan batasan padanya.“Kamu kenapa ngemas-ngemas baju begitu, mau kemana?” tanya Matthew yang baru selesai mandi, terlihat buliran udara di tubuh pria itu membuatnya semakin terlihat seksi. "Bukannya baju aku sudah kamu kemas ya?" lanjutnya kebingungan karena istrinya itu memasukkan juga pakaiannya ke dalam koper yang sama.Dengan senyuman penuh arti nya Lauren pun menjawab. "Siapin baju aku untuk di Labuan Bajo juga lah, aku satuin aja ya di koper kamu, soalnya muat." Melihat bola mata Matthew melebar setelah mendengar penuturannya tadi, membuat Lauren rasanya ingin tertawa. Pasti Matthew terkejut."Loh-loh kan yang pergi cuman aku, kenapa-" Sebelum Matthew melanjutkan kata nya, Lauren pun menyela dengan cepat,"Aku juga mau ikut dong, lagian k
Hotel yang mereka tempati termasuk hotel bintang kelas atas, semua karyawan pun langsung di layani dengan baik dan di antar ke kamar istirahat nya masing-masing, begitu pun Lauren dan Matthew. Sepanjang perjalanan sampai tiba di kamar, Lauren menyadari ekspresi suaminya itu tampak masam. Seperti sedang bad mood."Matthew, kamu kenapa sih dari pas berangkat kaya gak semangat gitu. Kamu gak senang ya aku ikut liburan kesini?" tanya Lauren sensi. Muak sekali melihat wajah masam Matthew, membuatnya tersinggung.Matthew yang dituduh begitu pun segera menormalkan ekspresi wajahnya dan berusaha tersenyum. Ia lalu membawa sebelah tangan istrinya dan mengecup nya. "Kok bilangnya gitu sih sayang? Aku senang kok kamu ikut, kan kita bisa senang-senang di sini. Aku cuman kelelahan, ya itu benar aku kecapekan," jawab nya berusaha meyakinkan, namun tetap saja Lauren tidak percaya.Lauren yang jadi ikut bad mood menghempaskan tangan Matthew lalu memilih berjalan menuju balkon kamar hotel. Angin yang
Cukup lama Lauren memperhatikan Matthew bersama Anne, sampai dua orang itu pun masuk ke dalam kamar membuat bahu nya pun tanpa sadar melemas. Pikirannya perlahan dibuat pusing membayangkan apa saja yang dua orang itu sedang lakukan, tidak bisa rasanya berpikir positif karena yakin sekali dua pengkhianat itu sedang mesra-mesraan."Lauren kamu bertanya pada saya, alasan saya ingin membantu kamu untuk balas dendam pada Matthew. Kamu penasaran kan akan hal itu?" Lauren kembali tersadar mendengar suara Matthias di belakang nya, tubuhnya terasa sulit digerakkan karena tangan pria itu masih bertengger di bahu nya. Walau begitu, telinganya tetap terpasang baik mendengarkan."Saya gak ada dendam kok sama adik sendiri, hanya saja.. Saya merasa sedikit menyayangkan dia yang mempermainkan status pernikahan nya, apalagi menyia-nyiakan perempuan seperti kamu," lanjut Matthias kembali membuka suara. Dengan berani tangan nya turun hingga bertengger di pinggang ramping Lauren. "Jujur saya suka sama ka
Makan malam diadakan di belakang hotel, semua sudah disiapkan dengan rapih dan mewah oleh para karyawan hotel. Sepertinya nanti setelah makan-makan akan dilanjutkan dengan pesta, terlihat dari beberapa botol minuman alkohol yang tertata rapih di meja panjang.Matthias selaku CEO perusahaan pun akhirnya membuka suara, memulai pertemuan. "Terima kasih untuk semuanya sudah menyempatkan waktu hadir di sini. Bagaimana acara liburannya, kalian tadi sudah sempat jalan-jalan belum?" tanyanya dengan senyuman tipis, cukup membuat yang lain sedikit terkejut. Mood Bos nya sepertinya sedang bagus.Para karyawan yang mendapat sikap ramah Bos nya itu langsung menjawab dengan semangat, bahkan Matthias pun menanggapi obrolan mereka membuat suasana pun menjadi hangat. Para karyawan berpikir mungkin karena saat ini sedang di luar jam kantor, itulah kenapa Matthias bisa asik diajak mengobrol. Padahal biasanya pria itu sangat kaku.Dug! Lauren hampir tersedak makanannya merasakan tendangan kecil di kaki
Lauren meringis pelan merasakan sakit di pergelangan tangannya. Cengkranan Matthew cukup kuat, menandakan jika pria itu sedang menahan marah. Lauren lalu menyentak tangannya hingga terlepas. "Kamu yang apa-apaan? Lagian aku juga lagi nari, emangnya salah ya?" tanyanya menantang, dagunya terangkat sombong tidak mau kalah.Matthew terdiam beberapa saat mendengar itu, tapi ekspresi wajahnya malah semakin geram dengan sikap berani sang istri. Perhatiannya lalu teralih pada Kakak laki-laki nya, Matthias hanya tersenyum penuh arti padanya membuat Matthew menelan ludah kasar dilanda gugup. Matthew lalu menarik lagi tangan Lauren untuk menjauh dari sana, dan dengan terpaksa Lauren pun menurut saja.Pria itu membawanya masuk ke dalam ruangan, walau begitu masih bisa melihat pemandangan karena dinding terbuat kaca. Matthias pun masih di tempat nya, memperhatikan pasangan suami istri. Tadinya ingin Ia tahan Lauren, tapi kali ini membiarkan dahulu karena ke depannya tidak akan Ia biarkan lagi Mat