Lauren meringis pelan merasakan sakit di pergelangan tangannya. Cengkranan Matthew cukup kuat, menandakan jika pria itu sedang menahan marah. Lauren lalu menyentak tangannya hingga terlepas. "Kamu yang apa-apaan? Lagian aku juga lagi nari, emangnya salah ya?" tanyanya menantang, dagunya terangkat sombong tidak mau kalah.Matthew terdiam beberapa saat mendengar itu, tapi ekspresi wajahnya malah semakin geram dengan sikap berani sang istri. Perhatiannya lalu teralih pada Kakak laki-laki nya, Matthias hanya tersenyum penuh arti padanya membuat Matthew menelan ludah kasar dilanda gugup. Matthew lalu menarik lagi tangan Lauren untuk menjauh dari sana, dan dengan terpaksa Lauren pun menurut saja.Pria itu membawanya masuk ke dalam ruangan, walau begitu masih bisa melihat pemandangan karena dinding terbuat kaca. Matthias pun masih di tempat nya, memperhatikan pasangan suami istri. Tadinya ingin Ia tahan Lauren, tapi kali ini membiarkan dahulu karena ke depannya tidak akan Ia biarkan lagi Mat
Walaupun semalam berada satu kamar dengan suaminya, tapi mereka tidak terlibat obrolan apapun. Melihat wajah masam Matthew, membuat Lauren yakin jika suaminya itu masih kesal karena kejadian tadi di pesta. Tetapi Lauren pun tidak bersusah payah untuk membujuk nya, membiarkan saja Matthew semakin larut dalam pikirannya. "Mau kemana kamu sudah dandan cantik gitu?" tanya Matthew dengan nada ketus nya, memperhatikan penampilan sang istri dari atas sampai bawah. Lauren memakai dress bercorak bunga, terlihat cerah sekali dan sangat cocok di tubuh sintal nya. "Mau jalan-jalan lah, beli oleh-oleh nanti malam kan kita sudah pulang lagi," jawab Lauren tanpa menoleh karena sedang fokus memakai lipstik warna pink di bibir nya. Melihat penampilannya sudah sempurna di cermin, membuat Lauren tersenyum puas lalu memakai kaca mata hitam nya bersiap-siap. "Kamu gak mau ikut kan? Aku bisa pergi sendiri," pamit nya berjalan ke pintu. Tetapi saat Lauren akan membuka pintu keluar, Ia tersentak karena da
"Terus kemana sekarang Matthew?" tanya Matthias mulai membuka obrolan lagi. Saat ini keduanya sedang duduk di dekat pantai, menikmati pemandangan indah sambil memakan es krim. Seperti janji Matthias tadi, Lauren pun tidak menolak. Lauren terlebih dahulu menghentikan kegiatannya yang sedang menjilati es krim. "Gak tahu, pas aku tolak dia langsung pergi sambil banting pintu, dasar tempramen!" jawabnya lalu mendengus mengingat kejadian tadi di kamar hotel nya. Untung saja sudah tidak terlalu bad mood karena dibelikan es krim. Melihat pria yang duduk di sebelahnya tertawa kecil membuat Lauren menatap nya bingung. Matthias yang merasa di perhatikan pun akhirnya menghentikan tawanya. "Kasihan Matthew, pasti dia nanggung banget karena harus tahan nafsu nya. Tapi gak papa, malahan bagus, anggap aja itu hukuman untuk dia," kata Matthew membuat Lauren mengangguk setuju dan kembali menikmati es krim nya. Kali ini giliran Matthias yang memperhatikan Lauren. Entah kenapa sangat tertarik melihat
"Kamu dari mana saja Lauren?" Bukannya menjawab pertanyaan nya, Matthew malah balik bertanya membuat Lauren mendengus tanpa sadar. "Kamu tuh kebiasaan ya kalau pergi gak suka izin dulu," tegur nya menasehati, tapi malah seperti mempermalukan karena di sini ada Anne."Tadi kan aku sudah bilang mau jalan-jalan beli oleh-oleh, kamu lupa ya? Kamu malah yang ngilang gitu saja, selalu ninggalin aku sendiri" Lauren langsung mengalahkan Matthew telak dengan penuturan nya itu, membuatnya tidak akan bisa dipojokkan. Rasanya puas sekali melihat suaminya terdiam dengan ekspresi malu.Perhatian Lauren teralihkan pada Anne, matanya memicing tidak suka melihat wanita itu memakai dress ketat cukup terbuka. Memang sih ini bukan di kantor, mereka sedang liburan dan bebas menggunakan apa saja. Tetapi Lauren tetap nerasa tidak suka, karena yakin Anne berdandan seksi begitu untuk menggoda suaminya."Ke-kenapa ya Bu?" tanya Anne setengah gagap. Diperhatikan se-dalam itu penampilannya oleh istri atasannya t
Hubungan Matthew dan Lauren belum membaik, lebih tepat nya Lauren yang menjaga jarak dengan suaminya. Hanya tidak mau terhanyut lagi dalam perasaannya, walau dirinya pun belum berterus terang mengetahui perselingkuhan sang suami membuat Matthew kebingungan. Lauren tetap tidak akan mengungkapkan, ingin Matthew yang sadar diri. "Bisa minta perhatiannya sebentar?" pinta Matthias sebelum memulai sarapan, membuat semua anggota keluarga pun terfokus padanya. Semenjak kepala keluarga meninggal, peran itu digantikan Matthias sebagai anak sulung. "Maaf aku hanya ingin memberitahu sedikit informasi untuk Matthew dan Mama, kalau mulai hari ini Lauren bekerja di perusahaan," lanjut nya dengan suara tenang. "Apa?!" Matthew sampai syok mendengar itu, repleks Ia pun menoleh menatap istrinya yang duduk di sebelah nya. "Kok kamu gak ngasih tahu aku sih?" protes nya setengah berbisik, ada geraman menandakan menahan kesal. Bisa-bisanya saja Ia yang sebagai suami tidak diberitahu, malah Kakak nya yang
Berita istri Matthew yang bekerja di perusahaan tentu saja menjadi topik hangat. Banyak yang sudah mengenal Lauren, wanita itu dikenal sebagai orang yang ramah dan cantik, semua orang jadi ingin akrab dengannya. Walaupun jabatannya tidak terlalu tinggi, tapi tetap saja semua orang segan dan menghormati karena status nya istri Matthew sekaligus adik ipar Matthias yang berstatus CEO. "Saya titip Lauren ya di sini, kalau misal dia kesulitan mengerjakan tugas tolong bantu dia," ucap Matthias pada beberapa karyawan di ruangan itu, membuat semua pun mengangguk hormat. Sedangkan Lauren hanya tersenyum kecil, menahan malu karena merasa sikap perhatian Matthias terlalu berlebihan. Semoga saja orang tidak curiga. "Meja kamu ada di paling ujung dekat jendela, nanti tugasnya akan di antar seseorang. Saya pergi sekarang, gak papa kan?"Lauren mengangguk pelan, sebenarnya Ia ingin mengatakan sesuatu pada Matthias tapi mungkin nanti saja karena di sini mereka masih menjadi pusat perhatian. Sebelum
Lauren lalu beranjak dari duduk nya dan meremas rambut nya tanpa sadar, Ia sedang dilanda rasa panik karena suaminya berada di luar, sedangkan Ia berduaan dengan Matthias di dalam ruangan. "Bagaimana ini? Kalau Matthew tahu aku di ruang kerja Kakak, dia pasti bakalan mikir aneh-aneh," ucap nya dengan bibir bawah Ia gigit. Matthias pun ikut berdiri dan membawa kedua tangan Lauren untuk digenggam. "Hei tenang lah, jangan terlalu dipikirkan. Kita bersikap biasa saja, kamu juga jangan kelihatan gugup begitu karena malah akan buat dia salah paham. Sekarang duduk lah, tenang, oke?" ucap nya berusaha menenangkan, Lauren pun mengangguk menurut. Sedangkan Matthias segera ke arah pintu, sebelum membuka nya Ia sempat merapihkan pakaiannya karena khawatir berantakan. Setelah membuka pintu itu, terlihat adiknya tersenyum lebar ke arah nya lalu melenggang masuk begitu saja. Matthias tanpa sadar mendengus melihat kelancangan Matthew, sepertinya nanti harus Ia tegur supaya tidak kebiasaan. Langkah
"Tidak papa!" jawab Matthias ketus. Lalu berdiri lagi dengan gaya keren seraya merapihkan jasnya. Sempat Ia melirik ke arah Lauren, dan wanita itu menatapnya tidak enak karena mungkin tadi sudah mendorongnya. Sepertinya Matthias harus memberikan hukuman nanti.Matthias lalu memerintahkan adiknya itu untuk segera membawa dokumennya yang tertinggal. Matthew yang tidak curiga pun segera mencarinya lalu berpamitan keluar lagi. Pria itu bahkan tidak melirik sedikitpun pun sang istri. Mungkin masih ngambek.Grep! Merasakan tangannya ditarik mendekat, membuat Lauren gelisah, apalagi melihat ekspresi wajah dingin Matthias. "Maaf Kak aku gak sengaja dorong, aku beneran kaget tadi pas pintunya ke buka, apalagi ternyata itu Matthew," ucapnya segera membela diri. Matthias mendekatkan wajahnya lalu berbisik di telinganya. "Dasar nakal!"Untungnya pria itu tidak melakukan hal aneh-aneh lagi dan menariknya duduk di sofa untuk mulai makan. Melihat betapa perhatiannya pria itu menyiapkan semua makana