"Kamu dari mana saja Lauren?" Bukannya menjawab pertanyaan nya, Matthew malah balik bertanya membuat Lauren mendengus tanpa sadar. "Kamu tuh kebiasaan ya kalau pergi gak suka izin dulu," tegur nya menasehati, tapi malah seperti mempermalukan karena di sini ada Anne."Tadi kan aku sudah bilang mau jalan-jalan beli oleh-oleh, kamu lupa ya? Kamu malah yang ngilang gitu saja, selalu ninggalin aku sendiri" Lauren langsung mengalahkan Matthew telak dengan penuturan nya itu, membuatnya tidak akan bisa dipojokkan. Rasanya puas sekali melihat suaminya terdiam dengan ekspresi malu.Perhatian Lauren teralihkan pada Anne, matanya memicing tidak suka melihat wanita itu memakai dress ketat cukup terbuka. Memang sih ini bukan di kantor, mereka sedang liburan dan bebas menggunakan apa saja. Tetapi Lauren tetap nerasa tidak suka, karena yakin Anne berdandan seksi begitu untuk menggoda suaminya."Ke-kenapa ya Bu?" tanya Anne setengah gagap. Diperhatikan se-dalam itu penampilannya oleh istri atasannya t
Hubungan Matthew dan Lauren belum membaik, lebih tepat nya Lauren yang menjaga jarak dengan suaminya. Hanya tidak mau terhanyut lagi dalam perasaannya, walau dirinya pun belum berterus terang mengetahui perselingkuhan sang suami membuat Matthew kebingungan. Lauren tetap tidak akan mengungkapkan, ingin Matthew yang sadar diri. "Bisa minta perhatiannya sebentar?" pinta Matthias sebelum memulai sarapan, membuat semua anggota keluarga pun terfokus padanya. Semenjak kepala keluarga meninggal, peran itu digantikan Matthias sebagai anak sulung. "Maaf aku hanya ingin memberitahu sedikit informasi untuk Matthew dan Mama, kalau mulai hari ini Lauren bekerja di perusahaan," lanjut nya dengan suara tenang. "Apa?!" Matthew sampai syok mendengar itu, repleks Ia pun menoleh menatap istrinya yang duduk di sebelah nya. "Kok kamu gak ngasih tahu aku sih?" protes nya setengah berbisik, ada geraman menandakan menahan kesal. Bisa-bisanya saja Ia yang sebagai suami tidak diberitahu, malah Kakak nya yang
Berita istri Matthew yang bekerja di perusahaan tentu saja menjadi topik hangat. Banyak yang sudah mengenal Lauren, wanita itu dikenal sebagai orang yang ramah dan cantik, semua orang jadi ingin akrab dengannya. Walaupun jabatannya tidak terlalu tinggi, tapi tetap saja semua orang segan dan menghormati karena status nya istri Matthew sekaligus adik ipar Matthias yang berstatus CEO. "Saya titip Lauren ya di sini, kalau misal dia kesulitan mengerjakan tugas tolong bantu dia," ucap Matthias pada beberapa karyawan di ruangan itu, membuat semua pun mengangguk hormat. Sedangkan Lauren hanya tersenyum kecil, menahan malu karena merasa sikap perhatian Matthias terlalu berlebihan. Semoga saja orang tidak curiga. "Meja kamu ada di paling ujung dekat jendela, nanti tugasnya akan di antar seseorang. Saya pergi sekarang, gak papa kan?"Lauren mengangguk pelan, sebenarnya Ia ingin mengatakan sesuatu pada Matthias tapi mungkin nanti saja karena di sini mereka masih menjadi pusat perhatian. Sebelum
Lauren lalu beranjak dari duduk nya dan meremas rambut nya tanpa sadar, Ia sedang dilanda rasa panik karena suaminya berada di luar, sedangkan Ia berduaan dengan Matthias di dalam ruangan. "Bagaimana ini? Kalau Matthew tahu aku di ruang kerja Kakak, dia pasti bakalan mikir aneh-aneh," ucap nya dengan bibir bawah Ia gigit. Matthias pun ikut berdiri dan membawa kedua tangan Lauren untuk digenggam. "Hei tenang lah, jangan terlalu dipikirkan. Kita bersikap biasa saja, kamu juga jangan kelihatan gugup begitu karena malah akan buat dia salah paham. Sekarang duduk lah, tenang, oke?" ucap nya berusaha menenangkan, Lauren pun mengangguk menurut. Sedangkan Matthias segera ke arah pintu, sebelum membuka nya Ia sempat merapihkan pakaiannya karena khawatir berantakan. Setelah membuka pintu itu, terlihat adiknya tersenyum lebar ke arah nya lalu melenggang masuk begitu saja. Matthias tanpa sadar mendengus melihat kelancangan Matthew, sepertinya nanti harus Ia tegur supaya tidak kebiasaan. Langkah
"Tidak papa!" jawab Matthias ketus. Lalu berdiri lagi dengan gaya keren seraya merapihkan jasnya. Sempat Ia melirik ke arah Lauren, dan wanita itu menatapnya tidak enak karena mungkin tadi sudah mendorongnya. Sepertinya Matthias harus memberikan hukuman nanti.Matthias lalu memerintahkan adiknya itu untuk segera membawa dokumennya yang tertinggal. Matthew yang tidak curiga pun segera mencarinya lalu berpamitan keluar lagi. Pria itu bahkan tidak melirik sedikitpun pun sang istri. Mungkin masih ngambek.Grep! Merasakan tangannya ditarik mendekat, membuat Lauren gelisah, apalagi melihat ekspresi wajah dingin Matthias. "Maaf Kak aku gak sengaja dorong, aku beneran kaget tadi pas pintunya ke buka, apalagi ternyata itu Matthew," ucapnya segera membela diri. Matthias mendekatkan wajahnya lalu berbisik di telinganya. "Dasar nakal!"Untungnya pria itu tidak melakukan hal aneh-aneh lagi dan menariknya duduk di sofa untuk mulai makan. Melihat betapa perhatiannya pria itu menyiapkan semua makana
Untungnya klien kerja Matthias percaya saja mendengar itu, membuat Lauren dapat bernafas lega sejenak. Ia pun bisa menduga jika sepertinya mereka baru kenal satu sama lain karena obrolan pun sangat serius. Saat makanan tiba, mereka pun mulai menyantap hidangan dan tetap di iringi obrolan.Trak! "Aduh!" pekik Lauren meringis melihat garpu di atas meja tidak sengaja Ia jatuhkan. Sempat tersenyum canggung pada semua orang, lalu membungkukan badannya untuk membawa benda itu. Tetapi saat akan kembali duduk tegak, matanya malah tidak sengaja melihat sesuatu yang kurang pantas di depannya.Terlihat tangan besar dan keriput Arnold bertengger di paha sekertaris wanita nya, mengelus nya naik turun membuat Lauren mengernyit menahan jijik. Tidak mau ketahuan sedang menangkap basah, Lauren segera menegakkan posisi duduk nya dan menyantap lagi makannya dengan gaya santai seolah tidak terjadi apa-apa.Namun matanya sesekali memperhatikan ekspresi wajah dua orang di depannya. Arnold memang masih men
Lauren lalu melepaskan tangan Matthias yang dari tadi merangkul nya, dan berusaha berdiri tegak. Tatapannya langsung terkunci dengan suaminya yang berdiri hanya beberapa meter di depan nya. "Kamu jangan salah paham, aku sedikit mabuk, kepala aku pusing dan Kak Matthias bantuin aku," ucap nya menjelaskan, berusaha tetap tenang agar Matthew tidak curiga. Kedua mata Matthew terlihat membulat mendengar itu. "Apa? Kalian minum bareng? Hei apa-apaan ini? Kayanya kalian emang beneran ada hub--" Belum sempat Matthew menyelesaikan perkataannya, Matthias dengan cepat menyela. "Aku ajak Lauren ketemu klien, dan di sana kita memang sedikit minum anggur karena tidak enak di tawarkan klien. Kalau kamu gak percaya, bisa tanyakan saja nanti pada sekertaris Kakak." Matthias mengatakannya dengan tegas, tidak ingin di pojokkan. "Jangan menuduh sembarangan Matthew, kamu terlalu banyak nonton drama kayanya sampai nuduh yang enggak-enggak!" Bibir Matthew langsung mengatup mendengar sindiran bernada mele
18+Lauren turun dari ranjang nya tanpa mempedulikan tubuh telanjang nya, Ia lalu membawa kemeja putih yang tergeletak di lantai dan memakai nya. Setelahnya keluar kamar nya, berjalan dengan tatapan kosong menuju salah satu ruangan. Ia tidak tahu kenapa datang kesini, seperti alam bawah sadar nya yang mengatur semua. Tangannya lalu terangkat mengetuk pintu kamar itu beberapa kali, tidak lama terbukalah menunjukkan Matthias dengan wajah bantal nya khas bangun tidur.Setelah pandangan Matthias jelas, Ia terperanjat karena tidak menduga yang mengganggu tidur nya adalah wanita itu. "Lauren ada apa tengah malam kesini?" tanyanya bingung. Melihat Lauren yang hanya diam menatap nya dengan mata berkaca-kaca membuat perasaan Matthias tidak enak. "Lauren, kamu.. Baik-baik saja?"Mendapat pertanyaan bernada khawatir itu, membuat Lauren tidak bisa lagi menahan tangisannya. Untuk pertama kalinya, Ia menangis terisak di depan Matthias. Tidak lama Ia merasakan tubuhnya dipeluk erat, Lauren pun memba