Setelah turun dari lantai atas menuju lantai dua belas, langkah Lauren terlihat mantap menuju ruang kerja Matthew. Ia tetap pada tujuan utamanya untuk bertemu suaminya itu, sekaligus ingin melihat juga apakah pria itu masih bermesraan dengan sekertaris nya atau tidak. Tatapannya langsung tajam pada Anne, ternyata mereka sudah selesai.
Anne pun terlihat terkejut melihat kedatangan istri dari Bos nya, segera Ia berdiri dan tersenyum canggung. "Selamat siang Bu Lauren, apa anda mau bertemu dengan Pak Matthew? Beliau belum keluar untuk makan siang, masih ada pekerjaan," sapa nya berusaha ramah. Padahal di dalam hati ogah-ogahan sekali, tapi Anne harus menjaga citra baik.
Bukannya menjawab menanggapi perkataan wanita yang satu tahun lebih muda darinya itu, Lauren malah memperhatikan penampilan Anne dari bawah sampai ke wajah. Bibir Lauren terlihat mengernyit tidak suka dengan dandanan sekertaris itu. "Kamu tidak malu Anne pakai baju terbuka seperti ini ke kantor? Ini kantor loh, bukan Bar," tanyanya menyeletuk.
Lauren lalu satu langkah mendekat, sebelah tangannya terulur memegang kerah kemeja Anne. "Dua kancing kemeja kamu ini pasti sengaja kamu copot kan supaya orang bisa lihat dada kamu? Terus rok kamu juga terlalu pendek, kamu benar-benar baik ngasih santapan buat laki-laki hidung belang," ledek nya dengan tatapan yang masih tajam.
Dikatai seperti itu dengan nada menghina tentu saja membuat Anne langsung menunduk malu, tanpa sadar menarik bagian bawah rok nya ke bawah walau tahu usahanya sia-sia. Jujur saja Anne agak terkejut dengan sikap istri Bos nya, padahal selama ini tidak pernah mengomentari penampilannya dan acuh-acuh saja.
Lauren lalu memegang rahang Anne dan mengangkat nya, membuat keduanya kembali bertatapan. Melihat sorot mata cemas Anne, membuat Lauren jadi semakin bersemangat mengatainya. "Make up kamu juga terlalu menor, pasti selama ini gak ada yang ngomentarin dandanan kamu kan? Sebaiknya kamu introspeksi. Jujur saja dandanan kamu ini katro banget, kaya cabe-cabe an."
Setelah itu Lauren pun menghempaskan lagi wajah Anne ke samping, Ia membawa beberapa lembar tisu di meja dan tanpa perasaan melemparnya tepat di depan wajah Anne. Terlihat Anne yang terkejut dan agak marah, tapi melihat Lauren melotot semakin galak membuat wanita itu ciut dan memilih diam.
Lauren berbalik untuk masuk ke ruang kerja suaminya, tapi sebelum itu Ia sempat berucap lagi pada Anne. "Hapus make up menor dan ganti baju kamu sekarang. Awas saja kalau saya sudah keluar belum kamu ganti juga. Kamu itu di sini karyawan, bukan lagi open BO!" ujar nya tajam tanpa perasaan. Lauren tahu kata-katanya ini menyakitkan, tapi percayalah hatinya sekarang lebih sakit.
Dan entah kenapa setelah mengata-ngatai Anne, dadanya jadi sedikit lega. Lauren lalu masuk ke ruang kerja suaminya tanpa repot mengetuk pintu, kedatangannya yang tiba-tiba itu tentu saja membuat Matthew yang sedang duduk di kursi kerjanya terkejut. "Ya ampun sayang, aku kira siapa. Kok gak ketuk pintu dulu? Aku hampir saja marahin kamu," kata Matthew.
Lauren tidak menanggapi dan berjalan santai memperhatikan ruang kerja suaminya. Semenjak tahu jika Matthew selingkuh dengan sekertaris nya, Lauren jadi ingin mencari bukti lain. Tempat ini pasti menjadi saksi bisu seringnya dua orang itu melakukan hal menjijikan. Langkah nya lalu terhenti di dekat tong sampah, ada beberapa lembar tisu di sana dengan bentuk terkepal.
Bukan itu yang menjadi perhatian Lauren, tapi noda warna putih nya yang cukup banyak di sana. Senyuman sinis terukir di bibir Lauren, Ia tentu saja tahu kalau itu adalah sperma. "Sebenarnya kamu itu kerja apa saja Matthew? Ini sudah jam makan siang, tapi kamu belum istirahat dan makan," tanyanya memecah keheningan.
"Hm kamu tahu sendiri setelah Kakak jadi Direktur Utama, jabatan aku pun naik dan diberi banyak tanggung jawab. Makanya aku makin sibuk akhir-akhir ini," sahut Matthew dari arah meja. Pria itu memutuskan beranjak menghampiri istrinya, dan memegang pundak nya dari belakang. "Tumben kamu kesini, kenapa? Apa kamu lagi butuh sesuatu?" tanyanya.
Lauren pun memutuskan berbalik, menatap dalam wajah suaminya yang sedang tersenyum masam-masam ke arahnya. Dikiranya Ia akan salah tingkah apa? Lauren malah jadi membayangkan bagaimana ekspresi Matthew saat bermesraan dengan Anne. Apakah sok manis juga? Sanking terlalu kesal, Lauren menghempaskan tangan Matthew di bahu nya membuat pria itu bingung.
Lauren lalu berjalan ke dekat sofa dan menjatuhkan tubuhnya di sana, seraya menyimpan tas bekal berisi makan siang nya di meja. "Aku buatin kamu makan siang, itu alasan aku datang kesini," jawab nya malas. Tetapi kedatangannya kesini malah menemukan banyak fakta yang cukup menyakitkan.
Matthew yang mendengar itu langsung tersenyum sumringah dan segera duduk di sebelah istrinya lalu mulai membuka bekal makannya sendiri. Bibir bawahnya Ia jilat melihat lauk nya siang ini adalah udang, salah satu kesukaannya. "Wah makasih sayang kamu perhatian banget bawain aku makan siang, sama udang lagi." Setelah itu, Matthew pun mulai menikmati makanannya dan terus di perhatikan Lauren.
Merasa bosan memperhatikan terus Matthew yang sedang makan, Lauren memilih menyandarkan tubuhnya dan menyimpan kepalanya di atas sofa lalu memejamkan mata. Tetapi indra penciumannya yang tajam malah tidak sengaja menghirup wangi percintaan. Kedua matanya sontak terbuka, dan tanpa bisa ditahan Ia langsung mengumpat keras,
"Brengsek, sialan emang!" Nafas Lauren langsung naik turun membayangkan jika sepertinya tadi Matthew dan Anne selesai berhubungan badan di sofa ini. Menyadari dirinya terlalu emosional, perlahan Lauren pun menoleh ke samping dan pandangannya langsung bertemu dengan suaminya.
Mulut Matthew terlihat mengembung karena penuh dengan makanan yang sekarang jadi terasa sulit Ia telan. Kunyahannya langsung terhenti saat tadi mendengar istrinya yang selama ini dikenal lembut malah mengucapkan hal kasar. "Lauren, ka-kamu kenapa?" tanyanya agak takut-takut.
Hembusan nafas kasar keluar lewat celah bibir Lauren, matanya sebentar terpejam merutuki dirinya sendiri yang hari ini terasa emosional. Seperti hari pertama datang bulan saja. "Ck gak papa, aku lagi bad mood. Sudah aku mau pulang sekarang, kamu lanjut saja makannya. Dan kamu gak usah antar aku sampai bawah!" Setelah mengatakan itu, Lauren beranjak sambil membawa tas Channel nya kasar.
Saat keluar dari ruang kerja Matthew, pandangan Lauren pun kembali bertemu dengan Anne. Untung saja wanita itu sudah menghapus make up menor nya, juga mengancingkan kemeja nya sampai atas dan memakai blazer. Kalau belum menuruti perintah nya, mungkin sekarang Lauren akan mempermalukannya lagi dan tidak akan langsung pulang, memilih melampiaskan amarahnya pada selingkuhan suaminya itu.
Rumah menjadi tempat nyaman bagi Lauren untuk pulang, bisa menenangkan hati juga pikirannya yang sekarang sedang suntuk. Baru saja akan menaiki tangga menuju kamar nya, matanya tidak sengaja melihat mertuanya yang sedang bersantai di halaman belakang. Melihat itu, Lauren pun memutuskan menghampiri nya. "Mama jangan panas-panasan, nanti sakit lagi," tegur nya setelah dekat. Alisya menoleh dan langsung tersenyum melihat kedatangan menantunya itu. Sebelah tangannya terulur, dan Lauren yang mengerti pun langsung menggenggam nya. Bisa merasakan telapak tangan Alisya yang dingin. "Mama kenapa gak tidur siang? Biasanya jam segini suka tidur. Tadi sudah makan dan minum obat, belum?" Karena biasanya Lauren yang suapin, tapi kan hari ini Ia sudah dari kantor suaminya. "Sudah kok, tadi sama mbok Tati yang suapin. Kamu cepat juga pulang dari kantor nya, Mama kira akan lama. Gimana tadi sama Matthew, apa dia sedang sibuk?" Lauren tanpa sadar mendengus pelan saat mendengar satu nama itu. "Iya dia
Ditanyai seperti itu tentu saja Matthew gelagapan. Tengkuknya yang berkeringat pun Ia usap, tanda jika dirinya memang sedang gugup. "Kamu bicara apa sih, kok nuduh aku begitu? Aku pikir pakaian Anne biasa saja, maksudnya.. Aku gak terlalu sering perhatiin cara pakaian ataupun dandanan dia. Yang penting kan cara kerja dia yang bagus untuk perusahaan," ucap nya membela diri. Dengusan kasar keluar lewat celah bibir Lauren mendengar jawaban suaminya yang menurut nya tidak masuk akal. Dadanya terasa panas karena Matthew seperti sedang membela Anne sekarang. "Lain kali kalau kamu mau tegur dia jangan terlalu keras, tidak enak kalau ada karyawan lain lihat, nanti kan jadi bahan pembicaraan. Aku cuman gak mau mereka bicarain kamu aneh-aneh di belakang," kata Matthew mencari alasan lain. Setelah mengatakan itu, Matthew pun masuk ke kamar mandi. Tanpa sadar tangan Lauren sudah terkepal dari tadi, awas saja pikirnya si Anne itu, pasti akan Ia balas. Padahal Lauren merasa sikapnya ini benar, en
Melihat Matthias yang turun dari kursi Bar dan mendekati nya, membuat Lauren tanpa sadar meremas gelas di tangannya. Setelah pria itu berdiri di depannya dengan jarak satu langkah, baru lah Ia bisa melihat wajahnya dengan jelas. "Tidak, aku kebangun karena ingin minum. Kakak sendiri kenapa belum tidur?" tanyanya balik. Matthias terlihat mengedikkan bahu nya. "Saya gak bisa tidur, terus mikirin kamu," jawab nya lalu menyeringai kecil. "Ternyata kamu malah turun, apa tahu kalau saya sedang di sini?" Lauren langsung mencebikkan bibir tidak suka, sok percaya diri sekali pikir nya Kakak Ipar nya ini. Lauren memutuskan menjauh dan membuka lemari, mencari makanan ringan. Matthias yang merasa dicuekin hanya terkekeh kecil, Ia tahu sikapnya ini agak menyebalkan karena sudah menggoda Lauren. Tetapi jika menganggap nya bercanda, tidak, Ia serius beberapa hari ini memang terus memikirkan wanita cantik itu. Matanya terus memperhatikan setiap gerak-gerik nya. Karena Lauren merasa lapar, Ia memut
Lauren yang kesal karena dari tadi seperti di permainkan oleh Matthias memutuskan beranjak dari duduk nya dan akan pergi. Tetapi tangannya malah ditahan, bahkan Matthias menarik nya hingga membuat posisi berdiri mereka cukup dekat. "Mau apa? Jangan macam-macam ya!" ujar nya memperingati. Khawatir sekali ada yang melihat, tapi Ia malah diam saja. Matthias semakin menarik senyuman nya. Pria itu tahu jika saat ini Lauren sedang gugup. "Dengar dulu penjelasan saya, jangan dulu marah dan pergi," ucap nya ingin meluruskan, Ia sadar perkataannya tadi agak kurang ajar. "Saya cuman bercanda, gak mungkin minta tidur se-kamar dengan kamu kok."Sebelah alis Lauren terangkat, seolah meragukan penjelasan Matthias. Sialnya senyuman di bibir pria itu membuatnya selalu tidak bisa berpikir positif. Lauren sepertinya terlalu buruk hati sampai selalu berpikir jika isi pikiran Kakak Ipar nya ini selalu licik dan kotor. Lauren lalu berusaha melepaskan tangannya yang dari tadi di pegang, tapi ternyata tida
Setelah kejadian malam dimana Matthias kembali menggodanya, Lauren mulai menjaga jarak dan menghindari Kakak Iparnya itu. Hanya tidak mau saja orang lain curiga, selain itu Lauren juga masih kesal dengan sikap Matthias yang seperti tidak memberikan batasan padanya.“Kamu kenapa ngemas-ngemas baju begitu, mau kemana?” tanya Matthew yang baru selesai mandi, terlihat buliran udara di tubuh pria itu membuatnya semakin terlihat seksi. "Bukannya baju aku sudah kamu kemas ya?" lanjutnya kebingungan karena istrinya itu memasukkan juga pakaiannya ke dalam koper yang sama.Dengan senyuman penuh arti nya Lauren pun menjawab. "Siapin baju aku untuk di Labuan Bajo juga lah, aku satuin aja ya di koper kamu, soalnya muat." Melihat bola mata Matthew melebar setelah mendengar penuturannya tadi, membuat Lauren rasanya ingin tertawa. Pasti Matthew terkejut."Loh-loh kan yang pergi cuman aku, kenapa-" Sebelum Matthew melanjutkan kata nya, Lauren pun menyela dengan cepat,"Aku juga mau ikut dong, lagian k
Hotel yang mereka tempati termasuk hotel bintang kelas atas, semua karyawan pun langsung di layani dengan baik dan di antar ke kamar istirahat nya masing-masing, begitu pun Lauren dan Matthew. Sepanjang perjalanan sampai tiba di kamar, Lauren menyadari ekspresi suaminya itu tampak masam. Seperti sedang bad mood."Matthew, kamu kenapa sih dari pas berangkat kaya gak semangat gitu. Kamu gak senang ya aku ikut liburan kesini?" tanya Lauren sensi. Muak sekali melihat wajah masam Matthew, membuatnya tersinggung.Matthew yang dituduh begitu pun segera menormalkan ekspresi wajahnya dan berusaha tersenyum. Ia lalu membawa sebelah tangan istrinya dan mengecup nya. "Kok bilangnya gitu sih sayang? Aku senang kok kamu ikut, kan kita bisa senang-senang di sini. Aku cuman kelelahan, ya itu benar aku kecapekan," jawab nya berusaha meyakinkan, namun tetap saja Lauren tidak percaya.Lauren yang jadi ikut bad mood menghempaskan tangan Matthew lalu memilih berjalan menuju balkon kamar hotel. Angin yang
Cukup lama Lauren memperhatikan Matthew bersama Anne, sampai dua orang itu pun masuk ke dalam kamar membuat bahu nya pun tanpa sadar melemas. Pikirannya perlahan dibuat pusing membayangkan apa saja yang dua orang itu sedang lakukan, tidak bisa rasanya berpikir positif karena yakin sekali dua pengkhianat itu sedang mesra-mesraan."Lauren kamu bertanya pada saya, alasan saya ingin membantu kamu untuk balas dendam pada Matthew. Kamu penasaran kan akan hal itu?" Lauren kembali tersadar mendengar suara Matthias di belakang nya, tubuhnya terasa sulit digerakkan karena tangan pria itu masih bertengger di bahu nya. Walau begitu, telinganya tetap terpasang baik mendengarkan."Saya gak ada dendam kok sama adik sendiri, hanya saja.. Saya merasa sedikit menyayangkan dia yang mempermainkan status pernikahan nya, apalagi menyia-nyiakan perempuan seperti kamu," lanjut Matthias kembali membuka suara. Dengan berani tangan nya turun hingga bertengger di pinggang ramping Lauren. "Jujur saya suka sama ka
Makan malam diadakan di belakang hotel, semua sudah disiapkan dengan rapih dan mewah oleh para karyawan hotel. Sepertinya nanti setelah makan-makan akan dilanjutkan dengan pesta, terlihat dari beberapa botol minuman alkohol yang tertata rapih di meja panjang.Matthias selaku CEO perusahaan pun akhirnya membuka suara, memulai pertemuan. "Terima kasih untuk semuanya sudah menyempatkan waktu hadir di sini. Bagaimana acara liburannya, kalian tadi sudah sempat jalan-jalan belum?" tanyanya dengan senyuman tipis, cukup membuat yang lain sedikit terkejut. Mood Bos nya sepertinya sedang bagus.Para karyawan yang mendapat sikap ramah Bos nya itu langsung menjawab dengan semangat, bahkan Matthias pun menanggapi obrolan mereka membuat suasana pun menjadi hangat. Para karyawan berpikir mungkin karena saat ini sedang di luar jam kantor, itulah kenapa Matthias bisa asik diajak mengobrol. Padahal biasanya pria itu sangat kaku.Dug! Lauren hampir tersedak makanannya merasakan tendangan kecil di kaki
"Selamat Pak Matthias, bayinya jenis kelamin laki-laki. Tampan dan sehat," ujar Dokter Lina yang sedang menggendong bayi nya yang sudah di bersihkan dan diselimuti kain hangat. Dengan hati-hati Dokter Lina mengalihkan gendongan bayi itu darinya menjadi ke pangkuan Matthias. Melihat pria itu yang terlihat kikuk dan takut-takut, membuat nya tersenyum geli. Seperti biasa, suami dari para pasien nya selalu bereaksi seperti itu. Setelah memastikan bayi itu di gendongan orang tuanya, Ia dan suster pun memutuskan keluar memberikan waktu. Tatapan Matthias terlihat dalam pada bayi di pangkuan nya, matanya masih terpejam tapi tidak tidur karena terus menggeliat kecil. "Hei, em kenalkan aku Papa kamu," bisik nya memperkenalkan diri, membuat Lauren yang mendengar nya terkekeh kecil. Ternyata suaminya itu masih kikuk, lucu sekali. "Sayang kemarilah, aku juga mau lihat baby," panggil Lauren seraya melambaikan tangan nya, dan Matthias pun mendekati ranjang. Sedikit merendahkan tubuh nya supaya i
Setelah Matthew diperiksa lebih lanjut, ternyata benar jika psikis adiknya itu sedikit terganggu. Dokter yang menangani nya mengatakan semua terjadi karena pria itu yang terlalu stress memikirkan banyak hal, dan yang paling utama adalah luka batin nya yang ditinggalkan orang tercinta. Akhirnya Matthias pun memutuskan mengobati adiknya itu di luar negeri, dengan persetujuan Mama nya juga."Aku gak nyangka Matthew akan sampai begini, tapi kenapa? Aku jadi ngerasa orang jahat karena sudah buat dia begitu, apa kita terlalu berlebihan?" gumam Lauren membunuh keheningan di dalam mobil. Mereka di perjalanan pulang dari bandara, telah mengantar Matthew ke Singapura.Matthias menghela nafas nya pelan, lalu menggenggam tangan istrinya membuat perhatian wanita itu yang dari tadi tertuju keluar menjadi ke arah nya. "Tidak berlebihan kok, hukuman itu memang pantas dia dapatkan. Sekarang dia baru merasakan menyesal, sedangkan dulu menyiakan kamu," ujar nya.Memang benar sih yang dikatakan Matthias,
Selama Lauren di sekap di tempat tinggal Matthew, pria itu memang tidak bertindak kejam atau menyakiti nya. Malahan sikap Matthew sangat perhatian dan memperlakukan nya dengan baik, memberikan apapun yang Lauren inginkan kecuali permintaannya untuk pulang. Lauren terus berdoa di dalam hati semoga suaminya bisa segera menemukan nya.Brak! "Matthew sialan, kamu dimana? Dimana Lauren hah? Dasar bajingan, kurang ajar!"Suara keributan di luar kamar membuat tidur nyaman Lauren terganggu. Suasana kamar yang ditempatinya gelap, tapi Lauren masih bisa melihat jelas jam di dinding yang sekarang menunjukkan pukul empat pagi. Mendengar keributan di luar semakin keras, membuatnya memutuskan beranjak untuk mengecek.Saat Lauren membuka pintu kamar, Ia dikejutkan melihat beberapa orang di ruang utama. Tidak, lebih tepat nya dua orang yang sedang berkelahi di tengah. Melihat jika salah satunya adalah suaminya, membuat Lauren bergegas mendekat untuk memisahi. Tetapi seorang pria berbadan besar langs
Perlahan kelopak mata Lauren terbuka, menunjukkan bola mata kecoklatan nya yang indah. Ringisan pelan terdengar dari bibir nya merasakan pusing yang sangat di kepala. Saat menyadari sesuatu, repleks tangannya menyentuh perut nya dan bernafas lega karena masih besar dan Ia tidak merasakan sakit di sana. Dengan perlahan Lauren mendudukan tubuh nya, memperhatikan kamar yang dominan sekali dengan warna hitam. Sudah dapat dipastikan ini bukan di rumah nya, jadi kemana Matthew membawanya? Lauren ingat kejadian sebelum Ia pingsan, tidak menyangka mantan suaminya akan bertindak se-nekad ini. Bukankah sangat berlebihan? Ceklek! "Oh kamu sudah bangun? Kebetulan banget, aku bawain kamu makan siang," sapa Matthew yang masuk ke dalam kamar nya seraya membawa nampan. Senyuman cerah terlihat di bibir pria itu, berbeda sekali ekspresi nya dengan saat di rumah Lauren. Melihat pria itu mendekat, membuat Lauren bersikut sedikit menjauh memberikan jarak. Bagaimana pun Ia harus tetap hati-hati. "Kamu
Rumah mewah dengan gaya khas Eropa menjadi hadiah pernikahan yang Matthias berikan untuk sang istri. Lauren dibuat terkagum sendiri dan langsung suka, apalagi halaman nya sangat luas membuatnya sudah membayangkan akan membuat taman bunga yang beragam. Selang sebulan setelah keduanya resmi menjadi pasutri, Lauren langsung hamil. Matthias yang dari awal memang sudah posesif, kini sudah semakin meningkat menjadi protektif dan memerintahkan pada pelayan di rumah menjaga istrinya itu selama dirinya bekerja. "Kok wajahnya cemberut gitu hm? Semangat dong, kan mau berangkat keluar kota," tanya Lauren bingung memperhatikan ekspresi wajah suaminya pagi ini. Ia sedang memasangkan dasi, sudah menjadi kebiasaan. Helaan nafas panjang keluar lewat celah bibir Matthias, tangannya lalu memeluk pinggang ramping Lauren menarik nya agar menempel di tubuh nya. "Gimana aku gak sedih sayang mau ninggalin kamu? Gak tahu kenapa, perasaan aku gak enak," jawab nya dengan sorot mata dalam. "Hei jangan ngomon
"Bagaimana para saksi, sah?" tanya si penghulu setelah Matthias mengucap ijab kabul nya dengan lantang dalam satu tarikan nafas.Semua orang di ruangan itu yang menyaksikan pun langsung mengangguk menjawab sah, setelah itu si penghulu pun langsung membacakan doa untuk pasangan pengantin baru itu, membuat kelegaan terasa di hati semua orang. Apalagi pada Lauren dan Matthias. Akhirnya keduanya bersama dalam ikatan yang sah, setelah ini tidak ada lagi yang bisa memisahkan."Silahkan memasangkan cincin ke pasangannya masing-masing," kata penghulu itu setelah selesai membacakan doa.Lauren dan Matthias pun duduk menghadap satu sama lain, tersenyum malu-malu saat pandangan bertemu. Para fotografer dan para tamu pun ikut mengabadikan moment menyoroti adegan romantis itu, terlihat senyuman di bibir semua orang juga tanda mereka ikut senang. Setelah pasangan pengantin itu selesai memakaikan cincin, Matthias pun tidak lupa mengecup kening istrinya membuat keluarganya bersorak menggoda."Mas ih
Hanya selang seminggu setelah sidang perceraian nya, Lauren mulai disibukkan dengan persiapan pernikahan nya. Bagi Lauren ini terlalu cepat, tapi Matthias terus mengatakan tidak ingin berlama-lama pacaran dan mengikatnya dalam hubungan lebih sakral. Awalnya pria itu ingin menyelenggarakan pernikahan mewah, tapi setelah perbincangan panjang akhirnya hanya dihadiri orang terdekat saja. Lauren memperhatikan penampilan nya di cermin. Bibir nya mengulas senyum tipis melihat Ia malam ini sudah rapih dan cantik dengan dress formal. "Huft kenapa rasanya deg-deg an banget ya mau ketemu Mama Alisya? Dulu kayanya gak begini," gumam nya seorang diri seraya menyentuh dada nya, bisa merasakan detakan cepat di sana. Apa mungkin karena Ia akan dikenalkan sebagai calon menantu? Lucu sebenar nya, padahal dulu sudah pernah mendapat gelar itu dari orang yang sama, hanya saja kini pasangannya berbeda. Walaupun Matthias selalu meyakinkan nya jika Alisya pun tidak masalah dengan hubungan mereka, tapi teta
Satu bulan sudah berlalu, bagi Lauren beberapa hari ke belakang cukup melelahkan bagi batin dan tubuh nya. Apalagi mengurusi perceraian nya dengan Matthew, butuh banyak usaha supaya pria itu mau mendatangani surat cerai. Dan akhir nya, hari yang dinantikan nya pun datang. Hari ini Ia resmi bercerai dengan Matthew."Are you okey, honey?" tanya Matthias di sebelah nya, pria itu mungkin bisa mendengar helaan nafas berat nya tadi. Lauren pun membalas tatapan nya dengan senyuman tipis, seolah mengatakan jika dirinya baik-baik saja.Lauren hanya merasa lega setelah hakim pemimpin sidang itu mengetuk palu menandakan ikatan dirinya bersama Matthew sudah terputus. Selama dirinya dalam masa penyembuhan, Matthias pun selalu setia di samping nya, membuat Lauren tidak terlalu larut dalam kesedihan.Ternyata janji pria itu benar-benar terbukti, Lauren sudah tidak ragu lagi membuka hati nya untuk Matthias.Setelah sidang berakhir, semua orang di dalam pun beranjak keluar. Siang ini cuaca terlihat ce
Saat Lauren sedang bersih-bersih apartemen, perhatiannya teralih ke arah pintu mendengar suara kode di tekan beberapa kali menandakan ada yang masuk. Benar saja, tidak lama seseorang itu masuk seraya menunjukkan kresek belanjaan nya tinggi. Lauren pun memutuskan menghentikan dahulu kegiatannya dan menghampiri Matthias. "Loh sudah bersih lagi aja apartemen nya, apa kamu yang bersihin dari tadi pagi?" tanya Matthias memperhatikan sekitar yang dulu menjadi tempat tinggal nya. Ingat sekali kemarin masih berdebu walau tidak se-kotor itu juga, sanking jarang nya Ia tempati. "Hehe iya, habisnya aku bosen rebahan terus, kan mending bersih-bersih biar nyaman," jawab Lauren dengan senyuman cerah nya. Matthias lalu memperhatikan penampilan wanita itu dalam diam. Buliran keringat terlihat di kening Lauren, menandakan lelah nya telah bekerja seharian. Pandangannya lalu turun lagi dan malah berlama-lama di dada atas Lauren yang terbuka karena menggunakan kaos cukup rendah. Tangannya gatal sekali