Ternyata Matthias membawa Lauren ke ruang kerja nya. Perasaan Lauren mulai tidak enak, Ia lalu memperhatikan pria itu yang duduk di sofa sambil memperhatikannya dalam. Tanpa sadar Lauren menelan ludah kasar, tidak bohong jika Matthias terlihat sangat gagah dengan gaya duduk nya yang seperti bos itu.
Lauren berdehem pelan dan berucap memecah keheningan. "Ekhem sebenarnya Kak Matthias mau bicara apa? Bisa langsung saja? Aku tidak bisa lama-lama karena ada urusan lain." Lauren berusaha tidak terlihat gugup, berdiri di depan meja yang berhadapan dengan Matthias.
"Urusan apa memangnya?" tanya Matthias balik, sebelah sudut bibir pria itu terlihat tertarik. "Seharusnya kamu berterima kasih pada saya karena sudah nyelamatin kamu tadi," lanjut nya.
Kernyitan dalam terlihat di kening Lauren mendengar itu, membuatnya bingung. "Menyelamatkan apa?"
"Menurut kamu? Saya tahu kamu pintar, pasti bisa langsung menduga sendiri maksud saya. Kamu pasti curiga kan pada Matthew? Ya kecurigaan kamu itu benar, suami kamu itu selingkuh dengan sekertaris nya." Kedua bola mata Lauren perlahan terbelak mendengar pernyataan itu, "A-apa? Tidak mungkin," desis nya.
Lauren lalu melihat Matthias yang menyimpan beberapa lembar foto di atas meja. Perlahan Ia mendekat untuk melihat jelas, dan detak jantungnya seperti berhenti sepersekian detik melihat foto-foto mesra antara suami nya dan Anne. Foto itu terlihat diambil secara diam-diam, dan bukan hanya di satu tempat.
Dengan tangan gemetar nya Lauren malah membawa salah satu foto yang paling membuat dada nya semakin teriris. Dimana Matthew terlihat berciuman dengan Anne di balkon apartemen, lantai nya tidak terlalu tinggi jadi dari bawah si pengambil foto pun bisa mengabadikan dengan jelas. "Apa maksudnya ini, kenapa Kak Matthias punya banyak foto-foto ini?!" tanyanya.
"Anggap saja saya muak melihat kebejadan adik saya sendiri, padahal dia sudah punya istri tapi masih main dengan perempuan lain." Matthias lalu menegakkan duduknya, menyematkan kedua tangannya yang berada di atas pangkuan. "Kamu harus tahu kalau mereka sudah berhubungan cukup lama, saya pastikan itu," ucap nya serius.
Ingin sekali Lauren membantah itu dan tidak percaya, tapi sialnya foto-foto ini adalah bukti nyata perselingkuhan Matthew. Dengan perasaan kesal Lauren membuang foto di tangannya, melihat nya saja membuat perut nya bergejolak ingin muntah. Nafasnya mulai tidak teratur, rasanya sulit sekali untuk terlihat tegar.
Lauren lalu kembali bertanya pada Matthias. "Foto-foto itu pasti bukan Kakak yang ambil, kan? Jangan bilang Kakak suruh seseorang untuk mata-matai mereka, kenapa? Apa Kakak memang sudah merencanakan ini, mengadukan pada aku?"
Matthias terlihat menghembuskan nafas pelan saat mendapat pertanyaan itu. Ia lalu berdiri dari duduk nya dan berjalan mendekati Lauren, bisa melihat sorot mata perempuan itu yang was-was melihat nya. Matthias pun berusaha menahan senyuman, apa sebegitu menakutkannya dirinya?
"Kalau iya bagaimana? Saya pikir ini memang waktu yang tepat untuk memberi tahu kamu tentang suami kamu itu. Kamu harusnya berterima kasih pada saya karena tidak perlu capek mencari tahu sendiri, rasa penasaran kamu sekarang sudah terjawab," jawab Matthias dengan sorot mata dalam nya. Tangannya rasanya gatal sekali ingin merengkuh tubuh perempuan itu yang terlihat bergetar menahan gejolak emosi.
Lauren malah memalingkan wajah, tidak tahu harus menanggapi bagaimana sanking terlalu speechless. Bibir bawahnya Ia gigit pelan berusaha menahan diri untuk tidak meneteskan air mata. Lauren benar-benar tidak habis pikir saja kenapa suaminya itu sampai tega selingkuh di belakang nya. Apa kekurangannya? Padahal selama ini pernikahan mereka baik-baik saja.
Tanpa Lauren sadari, ke terdiaman nya itu terus di perhatikan oleh Matthias. Tatapannya mungkin terlihat biasa saja, tapi percayalah batin dan pikirannya saat ini sangat berisik mendeskripsikan kesempurnaan Iparnya ini. Sebelah tangan Matthias terulur begitu saja mengusap pipi Lauren, membuat pandangan mereka kembali bertemu,
"Jangan menangis, pria brengsek seperti dia tidak pantas ditangisi. Seharusnya dia yang menyesal karena sudah main-main dengan kamu, kamu harus bisa buktikan itu, Lauren," ucap Matthias dengan suara depp voice nya.
Merasa tidak nyaman dengan kontak fisik itu, Lauren memilih memundurkan langkahnya tanpa mengalihkan pandangan dari pria di depannya. Ia menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskan secara perlahan, berusaha mengurangi perasaan sesak di dada. Sekarang, ada hal lain yang lebih membuat Lauren penasaran, masih bersangkutan dengan Matthias.
"Lupakan dulu itu, ada yang ingin aku tanyakan pada Kakak. Mungkin pertanyaan ini akan terdengar konyol dan berani, tapi.. Aku pikir lebih baik tanyakan langsung supaya tidak curiga lagi." Lauren kembali menarik nafasnya bersiap untuk menanyakan hal penting itu. "Apa kemarin malam Kakak yang masuk ke kamar aku dan.. Dan kita melakukan seks?"
Rasanya Lauren malu sekali menanyakan ini, kedua matanya bahkan langsung terpejam enggan menatap lagi wajah Matthias yang dari tadi tidak menunjukkan ekspresi berlebih. Tetapi Lauren terlalu penasaran dan masih bingung, Satu-satunya yang Ia curigai pun hanya Kakak Ipar nya itu.
"Maaf Lauren, saya memang salah karena sudah menyentuh kamu."
Kedua mata Lauren kembali terbuka, tatapannya pun terlihat tidak percaya pada Matthias. Detak jantungnya kembali cepat, bahkan lebih cepat dibanding saat Ia mengetahui kenyataan jika suaminya selingkuh. Jadi benar dugaannya jika yang menyentuh nya malam itu bukanlah suaminya? Malahan Kakak Ipar nya.
Kaki Lauren terasa lemas, membuatnya hampir jatuh tapi untungnya Matthias dengan cepat menangkap tubuhnya dan memeluk pinggang nya. Kepala Lauren yang bersandar di dada pria itu bisa mencium wangi parfume Matthias yang maskulin dan segar. Benar tidak salah lagi, wangi Matthias lah yang melekat di tubuhnya keesokan hari setelah malam panjang itu.
Tanpa bisa ditahan setetes air mata pun jatuh di pipi Lauren, merasa tidak menyangka saja jika Ia sudah melewati kejadian memalukan. Lauren lalu memukul-mukul dada Matthias. "Dasar brengsek, beraninya kamu! Mati saja kamu, Matthias!" teriak Lauren melampiaskan kekesalannya.
Dengan sekuat tenaga Lauren melepaskan diri, setelah pinggang nya terlepas Ia pun sempat terhuyung namun untungnya tidak sampai jatuh. Tatapannya terlihat tajam, mengartikan perasaan kesal, marah dan benci pada Kakak Iparnya. Sekarang Lauren merasa jijik pada tubuhnya sendiri karena sudah dijamah oleh pria selain suaminya.
Dan sialnya Lauren sempat mengatakan jika malam panas itu adalah malam terbaik yang pernah Ia lalui. Keparat memang!
Dengan kaki gemetar nya Lauren pun berbalik berusaha menggapai pintu untuk segera keluar dari ruangan itu. Tidak sudi sekali berduaan dengan Matthias, ternyata bukan hanya suaminya yang brengsek, tapi Matthias juga. Dua saudara iblis, tidak ada yang waras.
Tetapi belum sempat Lauren membuka pintu, suara berat Matthias kembali terdengar. Pria itu mengancam nya. "Kalau kamu keluar, saya bersumpah akan mengatakan pada Matthew kalau kita sudah berhubungan badan. Saya bahkan punya foto telanjang kamu, kamu terlihat seksi Lauren."
Kurang ajar!
Lauren kembali menolehkan kepala ke belakang, menatap tidak percaya Kakak Ipar nya yang berani mengatakan itu. Senyuman sinis terukir di bibir nya, perlahan mulai merasa putus asa. "Apa sebenarnya mau Kakak?" tanyanya dengan suara serak karena menahan tangisan. Matthias memilih memasukan terlebih dahulu tangannya ke dalam saku celana, tatapannya terlihat terhunus pada wanita itu. "Saya tidak minta yang aneh-aneh Lauren, saya bukan orang jahat yang mau memanfaatkan kamu. Lagian saya sadar sikap saya kurang ajar karena sudah menyentuh adik Ipar sendiri. Jadi ayo duduk, masih banyak hal yang harus kita bicarakan," ujar nya dengan suara berat. Dengusan kasar keluar lewat celah bibir Lauren, tidak lama kekehan kecil terdengar dari nya. "Bukan orang jahat? Lalu kenapa Kakak malah masuk ke kamar aku dan menyentuh aku? Demi Tuhan aku kira malam itu adalah Matthew, jadi aku biarkan saja. Kalau aku tahu yang menyentuh malam itu adalah Kakak, sudah pasti aku tendang Kakak keluar," cerca nya be
Setelah turun dari lantai atas menuju lantai dua belas, langkah Lauren terlihat mantap menuju ruang kerja Matthew. Ia tetap pada tujuan utamanya untuk bertemu suaminya itu, sekaligus ingin melihat juga apakah pria itu masih bermesraan dengan sekertaris nya atau tidak. Tatapannya langsung tajam pada Anne, ternyata mereka sudah selesai. Anne pun terlihat terkejut melihat kedatangan istri dari Bos nya, segera Ia berdiri dan tersenyum canggung. "Selamat siang Bu Lauren, apa anda mau bertemu dengan Pak Matthew? Beliau belum keluar untuk makan siang, masih ada pekerjaan," sapa nya berusaha ramah. Padahal di dalam hati ogah-ogahan sekali, tapi Anne harus menjaga citra baik. Bukannya menjawab menanggapi perkataan wanita yang satu tahun lebih muda darinya itu, Lauren malah memperhatikan penampilan Anne dari bawah sampai ke wajah. Bibir Lauren terlihat mengernyit tidak suka dengan dandanan sekertaris itu. "Kamu tidak malu Anne pakai baju terbuka seperti ini ke kantor? Ini kantor loh, bukan Ba
Rumah menjadi tempat nyaman bagi Lauren untuk pulang, bisa menenangkan hati juga pikirannya yang sekarang sedang suntuk. Baru saja akan menaiki tangga menuju kamar nya, matanya tidak sengaja melihat mertuanya yang sedang bersantai di halaman belakang. Melihat itu, Lauren pun memutuskan menghampiri nya. "Mama jangan panas-panasan, nanti sakit lagi," tegur nya setelah dekat. Alisya menoleh dan langsung tersenyum melihat kedatangan menantunya itu. Sebelah tangannya terulur, dan Lauren yang mengerti pun langsung menggenggam nya. Bisa merasakan telapak tangan Alisya yang dingin. "Mama kenapa gak tidur siang? Biasanya jam segini suka tidur. Tadi sudah makan dan minum obat, belum?" Karena biasanya Lauren yang suapin, tapi kan hari ini Ia sudah dari kantor suaminya. "Sudah kok, tadi sama mbok Tati yang suapin. Kamu cepat juga pulang dari kantor nya, Mama kira akan lama. Gimana tadi sama Matthew, apa dia sedang sibuk?" Lauren tanpa sadar mendengus pelan saat mendengar satu nama itu. "Iya dia
Ditanyai seperti itu tentu saja Matthew gelagapan. Tengkuknya yang berkeringat pun Ia usap, tanda jika dirinya memang sedang gugup. "Kamu bicara apa sih, kok nuduh aku begitu? Aku pikir pakaian Anne biasa saja, maksudnya.. Aku gak terlalu sering perhatiin cara pakaian ataupun dandanan dia. Yang penting kan cara kerja dia yang bagus untuk perusahaan," ucap nya membela diri. Dengusan kasar keluar lewat celah bibir Lauren mendengar jawaban suaminya yang menurut nya tidak masuk akal. Dadanya terasa panas karena Matthew seperti sedang membela Anne sekarang. "Lain kali kalau kamu mau tegur dia jangan terlalu keras, tidak enak kalau ada karyawan lain lihat, nanti kan jadi bahan pembicaraan. Aku cuman gak mau mereka bicarain kamu aneh-aneh di belakang," kata Matthew mencari alasan lain. Setelah mengatakan itu, Matthew pun masuk ke kamar mandi. Tanpa sadar tangan Lauren sudah terkepal dari tadi, awas saja pikirnya si Anne itu, pasti akan Ia balas. Padahal Lauren merasa sikapnya ini benar, en
Melihat Matthias yang turun dari kursi Bar dan mendekati nya, membuat Lauren tanpa sadar meremas gelas di tangannya. Setelah pria itu berdiri di depannya dengan jarak satu langkah, baru lah Ia bisa melihat wajahnya dengan jelas. "Tidak, aku kebangun karena ingin minum. Kakak sendiri kenapa belum tidur?" tanyanya balik. Matthias terlihat mengedikkan bahu nya. "Saya gak bisa tidur, terus mikirin kamu," jawab nya lalu menyeringai kecil. "Ternyata kamu malah turun, apa tahu kalau saya sedang di sini?" Lauren langsung mencebikkan bibir tidak suka, sok percaya diri sekali pikir nya Kakak Ipar nya ini. Lauren memutuskan menjauh dan membuka lemari, mencari makanan ringan. Matthias yang merasa dicuekin hanya terkekeh kecil, Ia tahu sikapnya ini agak menyebalkan karena sudah menggoda Lauren. Tetapi jika menganggap nya bercanda, tidak, Ia serius beberapa hari ini memang terus memikirkan wanita cantik itu. Matanya terus memperhatikan setiap gerak-gerik nya. Karena Lauren merasa lapar, Ia memut
Lauren yang kesal karena dari tadi seperti di permainkan oleh Matthias memutuskan beranjak dari duduk nya dan akan pergi. Tetapi tangannya malah ditahan, bahkan Matthias menarik nya hingga membuat posisi berdiri mereka cukup dekat. "Mau apa? Jangan macam-macam ya!" ujar nya memperingati. Khawatir sekali ada yang melihat, tapi Ia malah diam saja. Matthias semakin menarik senyuman nya. Pria itu tahu jika saat ini Lauren sedang gugup. "Dengar dulu penjelasan saya, jangan dulu marah dan pergi," ucap nya ingin meluruskan, Ia sadar perkataannya tadi agak kurang ajar. "Saya cuman bercanda, gak mungkin minta tidur se-kamar dengan kamu kok."Sebelah alis Lauren terangkat, seolah meragukan penjelasan Matthias. Sialnya senyuman di bibir pria itu membuatnya selalu tidak bisa berpikir positif. Lauren sepertinya terlalu buruk hati sampai selalu berpikir jika isi pikiran Kakak Ipar nya ini selalu licik dan kotor. Lauren lalu berusaha melepaskan tangannya yang dari tadi di pegang, tapi ternyata tida
Setelah kejadian malam dimana Matthias kembali menggodanya, Lauren mulai menjaga jarak dan menghindari Kakak Iparnya itu. Hanya tidak mau saja orang lain curiga, selain itu Lauren juga masih kesal dengan sikap Matthias yang seperti tidak memberikan batasan padanya.“Kamu kenapa ngemas-ngemas baju begitu, mau kemana?” tanya Matthew yang baru selesai mandi, terlihat buliran udara di tubuh pria itu membuatnya semakin terlihat seksi. "Bukannya baju aku sudah kamu kemas ya?" lanjutnya kebingungan karena istrinya itu memasukkan juga pakaiannya ke dalam koper yang sama.Dengan senyuman penuh arti nya Lauren pun menjawab. "Siapin baju aku untuk di Labuan Bajo juga lah, aku satuin aja ya di koper kamu, soalnya muat." Melihat bola mata Matthew melebar setelah mendengar penuturannya tadi, membuat Lauren rasanya ingin tertawa. Pasti Matthew terkejut."Loh-loh kan yang pergi cuman aku, kenapa-" Sebelum Matthew melanjutkan kata nya, Lauren pun menyela dengan cepat,"Aku juga mau ikut dong, lagian k
Hotel yang mereka tempati termasuk hotel bintang kelas atas, semua karyawan pun langsung di layani dengan baik dan di antar ke kamar istirahat nya masing-masing, begitu pun Lauren dan Matthew. Sepanjang perjalanan sampai tiba di kamar, Lauren menyadari ekspresi suaminya itu tampak masam. Seperti sedang bad mood."Matthew, kamu kenapa sih dari pas berangkat kaya gak semangat gitu. Kamu gak senang ya aku ikut liburan kesini?" tanya Lauren sensi. Muak sekali melihat wajah masam Matthew, membuatnya tersinggung.Matthew yang dituduh begitu pun segera menormalkan ekspresi wajahnya dan berusaha tersenyum. Ia lalu membawa sebelah tangan istrinya dan mengecup nya. "Kok bilangnya gitu sih sayang? Aku senang kok kamu ikut, kan kita bisa senang-senang di sini. Aku cuman kelelahan, ya itu benar aku kecapekan," jawab nya berusaha meyakinkan, namun tetap saja Lauren tidak percaya.Lauren yang jadi ikut bad mood menghempaskan tangan Matthew lalu memilih berjalan menuju balkon kamar hotel. Angin yang