Pasangan suami itu naik ke lantai dua, Lauren harus menyiapkan pakaian untuk Matthew yang akan berangkat kerja lagi. Kasihan sekali pikirnya suaminya itu sangat sibuk, padahal baru pulang dari luar kota. Walaupun perusahaan milik keluarga, tapi tidak bisa bekerja leha-leha. Apalagi Matthias sekarang yang menjadi Direktur Utama, dikenal sebagai Bos yang tegas dan kompeten.
Melihat Matthew yang akan masuk ke kamar mandi, Lauren terlebih dahulu bertanya, "Kamu mau pakai jas warna apa hari ini? Biar aku siapin."
Matthew pun menoleh dan terlihat mengusap dagunya seperti sedang berpikir keras. "Apa saja deh, selera kamu kan bagus, pasti aku pakai kok. Aku mandi dulu ya, gerah banget badan aku, lengket." Setelah mengatakan itu, Matthew pun baru masuk ke kamar mandi.
Lauren sendiri masuk ke ruangan ward drobe mulai mencari setelan jas dan juga dasi warna senada yang menurut nya cocok. Memang selera nya tentang fashion cukup bagus, ya karena dulu saat kuliah pun mengambil jurusan desainer. Sayangnya sekarang hanya jadi Ibu rumah tangga, suaminya tidak mengijinkan Lauren bekerja.
Seperti kebanyakan pria lainnya, Mathhew pun tidak lama selesai mandi. Terlihat di tubuhnya buliran air, ternyata keramas juga, terbukti dari rambut nya yang basah. Lauren yang dari tadi duduk di ranjang pun beranjak dan memberikan pakaian pada suaminya itu. "Nih aku sudah pilihan warna navy, kesukaan kamu."
"Makasih sayang, tapi aku pengen kamu bantu aku pakai baju nya hehe." Matthew terlihat sekali ingin bermanja dengan istrinya itu, tidak apa kan?
Lauren hanya menggeleng pelan dan mengatai Matthew seperti anak kecil saja, namun tetap Ia lakukan sebagai bukti istri yang berbakti. Mathhew bahkan tidak malu membuka handuk yang menutupi bagian bawahnya, hingga mrmbuat nya telanjang bulat. Tidak usah malu, keduanya kan suami istri.
Di saat Lauren akan mengancingkan kemeja, matanya tidak sengaja menangkap sesuatu di dada bidang Mathhew. Jari telunjuk nya lalu terulur mengusap tanda merah yang sangat familiar itu. Namun Lauren tersentak saat tangannya ditangkap, membuat nya mengangkat kepala dan langsung bertatapan dengan suaminya.
"Sayang ini masih pagi, aku juga mau berangkat kerja. Kamu jangan goda aku dong," rengek Matthew sambil mengerucutkan bibir nya. Padahal hanya sentuhan ringan, tapi Mathhew yang memang mudah tergoda langsung terangsang.
Lauren memilih memendam rasa penasaran nya, lalu menanyakan hal lain. "Kamu kemarin malam gak pulang dan bilang keluar kota, kamu pergi dengan siapa? Apa dengan sekertaris kamu itu lagi?" Nada suara Lauren terdengar agak berat, begitu pun tatapannya menjadi tajam.
Matthew yang melihat perubahan ekspresi istrinya itu tentu saja dibuat bingung. Ia berdehem pelan berusaha menghilangkan perasaan gugup nya, lalu menjawab, "Iya aku pergi dengan Anne, dia kan sekertaris aku dan harus selalu ada di samping aku. Lagian kalau aku sendiri yang kerja bakal kerepotan, bukannya tugas sekertaris handle pekerjaan bos nya ya?"
Bahu Lauren terlihat melemas, Ia lalu melepaskan tangannya yang dari tadi dipegang Mathhew. Berusaha menutupi perasaan kecewanya, Ia memilih memberikan jas di ranjang pada pria itu dan menyuruh nya memakai baju sendiri. Sedangkan Lauren keluar kamar lebih dulu, untuk menyiapkan sarapan. Mungkin saja Mathhew belum sarapan.
Sebenarnya Lauren tidak mau berpikir negatif dan menduga jika suaminya itu ada main dengan perempuan lain di luar setelah melihat tanda merah di dada Mathhew. Itu adalah kiss mark, wanita dewasa sepertinya yang sangat berpengalaman dalam urusan ranjang tentu saja tahu tanda itu. Tadinya Lauren ingin tanyakan, tapi takut sakit hati sendiri.
Lamunan Lauren lalu terhenti saat mendapatkan pelukan tiba-tiba dari belakang. Sudah dapat dipastikan jika itu adalah Mathhew. "Sayang makasih sudah siapin sarapan, tapi kayanya aku gak akan makan di rumah, sudah telat banget," kata Matthew tidak enak.
"Hm ya sudah, tapi nanti di kantor jangan lupa sarapan. Jangan tinggalin, nanti kamu sakit lagi," sahut Lauren sambil mengusap tangan pria itu yang bertengger di perut nya.
Sempat Lauren tawarkan untuk membuat bekal, tapi Matthew menolak dan memilih akan membeli di kantor saja. Keduanya lalu keluar dari rumah, seperti kebiasan Lauren mengantar suaminya itu hanya sampai ke depan. Lambaian tangan Lauren pun baru turun setelah mobil Mercedes-Benz itu keluar dari gerbang rumah.
Senyuman di bibir Lauren pun luntur, berganti dengan tatapannya yang tajam. "Sepertinya aku harus mencari tahu sesuatu, ini bukan pertama kali aku lihat tanda merah itu di tubuh Matthew. Tapi.. Bagaimana kalau semisal dugaan aku itu benar?" Batin Lauren bergemelut.
***
Siang ini Lauren sudah dandan cantik, Ia akan ke kantor tempat bekerja suaminya dengan alasan membawakan makan siang. Jarang sekali Ia melakukan ini, Lauren pun sengaja tidak memberitahu Matthew terlebih dahulu karena memang di balik niat nya ada sesuatu. Apalagi kalau mencari bukti tentang kecurigaan perselingkuhan suaminya.
Dengan menaiki mobil pribadi nya, Lauren entah kenapa merasa berdebar, tidak seperti biasanya. Namun Ia berusaha menguatkan hati nya, sambil di hati terkecil berharap jika dugaannya salah dan tidak terbukti. Hah bukankah pemikirannya ini sangat naif? Padahal sudah ada bukti.
Setengah jam kemudian Lauren sampai juga di kantor itu, saat Ia masuk sempat menjadi pusat perhatian dari beberapa karyawan. Dengan senyuman ramah nya, Lauren membalas sapaan mereka. Lauren pun langsung menuju lantai dua belas, tepat nya ruangan pribadi tempat bekerja Matthew. Namun aneh nya, meja di depan ruang kerja yang biasanya di tempati sekertaris kosong. Kemana Anne?
"Ahh tunggu dulu, pintunya belum ditutup rapat!" Pekikan suara perempuan di dalam ruangan, sontak saja membuat Lauren berdebar dengan kedua matanya yang berkedip perlahan.
Dengan kaki gemetar nya, Lauren berjalan berusaha untuk menggapai pintu yang memang tidak tertutup rapat, menyisakan celah sedikit. Namun belum sempat tangannya menggapai pegangan dan membuka nya, sebuah tangan di belakang terulur dan menahan nya. Lauren pun menoleh dan sedikit terkejut melihat kehadiran Kakak Ipar nya, sejak kapan?
"Kak Matthias, a-ada apa?" tanya Lauren dengan suara gagap nya. Percayalah posisi mereka saat ini cukup dekat, bahkan pinggang ramping nya bersentuhan dengan sisi tubuh pria jangkung itu.
Tetapi Matthias tidak menjawab dan malah menarik tangannya pergi dari sana. Lauren terlihat berjalan agak sempoyongan karena tarikan pria itu yang cukup kencang, mereka lalu masuk ke dalam lift dan Matthias segera menekan tombol lantai paling atas. Melihat itu membuat Lauren bingung. "Kita mau kemana? Kak Matthias kenapa narik-narik tangan aku?" tanyanya agak protes.
Saat Matthias menoleh ke belakang, Lauren langsung mengatupkan bibir nya melihat tatapan dalam pria itu. "Ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu, kamu juga sepertinya terus memikirkan nya dari kemarin malam."
Kemarin malam? Bukankah kejadian kemarin malam itu.. Lauren yang berhubungan badan dengan sosok yang yang dianggap nya suaminya?
Ternyata Matthias membawa Lauren ke ruang kerja nya. Perasaan Lauren mulai tidak enak, Ia lalu memperhatikan pria itu yang duduk di sofa sambil memperhatikannya dalam. Tanpa sadar Lauren menelan ludah kasar, tidak bohong jika Matthias terlihat sangat gagah dengan gaya duduk nya yang seperti bos itu.Lauren berdehem pelan dan berucap memecah keheningan. "Ekhem sebenarnya Kak Matthias mau bicara apa? Bisa langsung saja? Aku tidak bisa lama-lama karena ada urusan lain." Lauren berusaha tidak terlihat gugup, berdiri di depan meja yang berhadapan dengan Matthias. "Urusan apa memangnya?" tanya Matthias balik, sebelah sudut bibir pria itu terlihat tertarik. "Seharusnya kamu berterima kasih pada saya karena sudah nyelamatin kamu tadi," lanjut nya. Kernyitan dalam terlihat di kening Lauren mendengar itu, membuatnya bingung. "Menyelamatkan apa?""Menurut kamu? Saya tahu kamu pintar, pasti bisa langsung menduga sendiri maksud saya. Kamu pasti curiga kan pada Matthew? Ya kecurigaan kamu itu ben
Lauren kembali menolehkan kepala ke belakang, menatap tidak percaya Kakak Ipar nya yang berani mengatakan itu. Senyuman sinis terukir di bibir nya, perlahan mulai merasa putus asa. "Apa sebenarnya mau Kakak?" tanyanya dengan suara serak karena menahan tangisan. Matthias memilih memasukan terlebih dahulu tangannya ke dalam saku celana, tatapannya terlihat terhunus pada wanita itu. "Saya tidak minta yang aneh-aneh Lauren, saya bukan orang jahat yang mau memanfaatkan kamu. Lagian saya sadar sikap saya kurang ajar karena sudah menyentuh adik Ipar sendiri. Jadi ayo duduk, masih banyak hal yang harus kita bicarakan," ujar nya dengan suara berat. Dengusan kasar keluar lewat celah bibir Lauren, tidak lama kekehan kecil terdengar dari nya. "Bukan orang jahat? Lalu kenapa Kakak malah masuk ke kamar aku dan menyentuh aku? Demi Tuhan aku kira malam itu adalah Matthew, jadi aku biarkan saja. Kalau aku tahu yang menyentuh malam itu adalah Kakak, sudah pasti aku tendang Kakak keluar," cerca nya be
Setelah turun dari lantai atas menuju lantai dua belas, langkah Lauren terlihat mantap menuju ruang kerja Matthew. Ia tetap pada tujuan utamanya untuk bertemu suaminya itu, sekaligus ingin melihat juga apakah pria itu masih bermesraan dengan sekertaris nya atau tidak. Tatapannya langsung tajam pada Anne, ternyata mereka sudah selesai. Anne pun terlihat terkejut melihat kedatangan istri dari Bos nya, segera Ia berdiri dan tersenyum canggung. "Selamat siang Bu Lauren, apa anda mau bertemu dengan Pak Matthew? Beliau belum keluar untuk makan siang, masih ada pekerjaan," sapa nya berusaha ramah. Padahal di dalam hati ogah-ogahan sekali, tapi Anne harus menjaga citra baik. Bukannya menjawab menanggapi perkataan wanita yang satu tahun lebih muda darinya itu, Lauren malah memperhatikan penampilan Anne dari bawah sampai ke wajah. Bibir Lauren terlihat mengernyit tidak suka dengan dandanan sekertaris itu. "Kamu tidak malu Anne pakai baju terbuka seperti ini ke kantor? Ini kantor loh, bukan Ba
Rumah menjadi tempat nyaman bagi Lauren untuk pulang, bisa menenangkan hati juga pikirannya yang sekarang sedang suntuk. Baru saja akan menaiki tangga menuju kamar nya, matanya tidak sengaja melihat mertuanya yang sedang bersantai di halaman belakang. Melihat itu, Lauren pun memutuskan menghampiri nya. "Mama jangan panas-panasan, nanti sakit lagi," tegur nya setelah dekat. Alisya menoleh dan langsung tersenyum melihat kedatangan menantunya itu. Sebelah tangannya terulur, dan Lauren yang mengerti pun langsung menggenggam nya. Bisa merasakan telapak tangan Alisya yang dingin. "Mama kenapa gak tidur siang? Biasanya jam segini suka tidur. Tadi sudah makan dan minum obat, belum?" Karena biasanya Lauren yang suapin, tapi kan hari ini Ia sudah dari kantor suaminya. "Sudah kok, tadi sama mbok Tati yang suapin. Kamu cepat juga pulang dari kantor nya, Mama kira akan lama. Gimana tadi sama Matthew, apa dia sedang sibuk?" Lauren tanpa sadar mendengus pelan saat mendengar satu nama itu. "Iya dia
Ditanyai seperti itu tentu saja Matthew gelagapan. Tengkuknya yang berkeringat pun Ia usap, tanda jika dirinya memang sedang gugup. "Kamu bicara apa sih, kok nuduh aku begitu? Aku pikir pakaian Anne biasa saja, maksudnya.. Aku gak terlalu sering perhatiin cara pakaian ataupun dandanan dia. Yang penting kan cara kerja dia yang bagus untuk perusahaan," ucap nya membela diri. Dengusan kasar keluar lewat celah bibir Lauren mendengar jawaban suaminya yang menurut nya tidak masuk akal. Dadanya terasa panas karena Matthew seperti sedang membela Anne sekarang. "Lain kali kalau kamu mau tegur dia jangan terlalu keras, tidak enak kalau ada karyawan lain lihat, nanti kan jadi bahan pembicaraan. Aku cuman gak mau mereka bicarain kamu aneh-aneh di belakang," kata Matthew mencari alasan lain. Setelah mengatakan itu, Matthew pun masuk ke kamar mandi. Tanpa sadar tangan Lauren sudah terkepal dari tadi, awas saja pikirnya si Anne itu, pasti akan Ia balas. Padahal Lauren merasa sikapnya ini benar, en
Melihat Matthias yang turun dari kursi Bar dan mendekati nya, membuat Lauren tanpa sadar meremas gelas di tangannya. Setelah pria itu berdiri di depannya dengan jarak satu langkah, baru lah Ia bisa melihat wajahnya dengan jelas. "Tidak, aku kebangun karena ingin minum. Kakak sendiri kenapa belum tidur?" tanyanya balik. Matthias terlihat mengedikkan bahu nya. "Saya gak bisa tidur, terus mikirin kamu," jawab nya lalu menyeringai kecil. "Ternyata kamu malah turun, apa tahu kalau saya sedang di sini?" Lauren langsung mencebikkan bibir tidak suka, sok percaya diri sekali pikir nya Kakak Ipar nya ini. Lauren memutuskan menjauh dan membuka lemari, mencari makanan ringan. Matthias yang merasa dicuekin hanya terkekeh kecil, Ia tahu sikapnya ini agak menyebalkan karena sudah menggoda Lauren. Tetapi jika menganggap nya bercanda, tidak, Ia serius beberapa hari ini memang terus memikirkan wanita cantik itu. Matanya terus memperhatikan setiap gerak-gerik nya. Karena Lauren merasa lapar, Ia memut
Lauren yang kesal karena dari tadi seperti di permainkan oleh Matthias memutuskan beranjak dari duduk nya dan akan pergi. Tetapi tangannya malah ditahan, bahkan Matthias menarik nya hingga membuat posisi berdiri mereka cukup dekat. "Mau apa? Jangan macam-macam ya!" ujar nya memperingati. Khawatir sekali ada yang melihat, tapi Ia malah diam saja. Matthias semakin menarik senyuman nya. Pria itu tahu jika saat ini Lauren sedang gugup. "Dengar dulu penjelasan saya, jangan dulu marah dan pergi," ucap nya ingin meluruskan, Ia sadar perkataannya tadi agak kurang ajar. "Saya cuman bercanda, gak mungkin minta tidur se-kamar dengan kamu kok."Sebelah alis Lauren terangkat, seolah meragukan penjelasan Matthias. Sialnya senyuman di bibir pria itu membuatnya selalu tidak bisa berpikir positif. Lauren sepertinya terlalu buruk hati sampai selalu berpikir jika isi pikiran Kakak Ipar nya ini selalu licik dan kotor. Lauren lalu berusaha melepaskan tangannya yang dari tadi di pegang, tapi ternyata tida
Setelah kejadian malam dimana Matthias kembali menggodanya, Lauren mulai menjaga jarak dan menghindari Kakak Iparnya itu. Hanya tidak mau saja orang lain curiga, selain itu Lauren juga masih kesal dengan sikap Matthias yang seperti tidak memberikan batasan padanya.“Kamu kenapa ngemas-ngemas baju begitu, mau kemana?” tanya Matthew yang baru selesai mandi, terlihat buliran udara di tubuh pria itu membuatnya semakin terlihat seksi. "Bukannya baju aku sudah kamu kemas ya?" lanjutnya kebingungan karena istrinya itu memasukkan juga pakaiannya ke dalam koper yang sama.Dengan senyuman penuh arti nya Lauren pun menjawab. "Siapin baju aku untuk di Labuan Bajo juga lah, aku satuin aja ya di koper kamu, soalnya muat." Melihat bola mata Matthew melebar setelah mendengar penuturannya tadi, membuat Lauren rasanya ingin tertawa. Pasti Matthew terkejut."Loh-loh kan yang pergi cuman aku, kenapa-" Sebelum Matthew melanjutkan kata nya, Lauren pun menyela dengan cepat,"Aku juga mau ikut dong, lagian k