Share

Bab 6

Saat dia teringat akan tatapan pria itu padanya, jantungnya seketika seperti berhenti berdetak.

Dia bukan orang yang tergila-gila pada pria tampan, tetapi dia malah tersipu malu dan jantungnya berdebar kencang karena satu tatapan dari bosnya sendiri. Stella melihat sekilas ke putranya yang berada di sebelahnya.

Dia pun bergegas menahan perasaan yang tidak bisa dijelaskan itu.

Dia berpikir, 'Cukup! Jangan pikirkan lagi.'

Dia menepuk-nepuk wajahnya yang memerah, lalu bergegas membawa putranya pergi tidur.

...

Keesokan harinya, setibanya di Kediaman Ford, setelah memasuki vila tersebut, Stella langsung pergi bersih-bersih, seperti biasanya.

Dia juga tidak tahu apakah ini ilusinya atau bukan.

Namun, begitu dia berjalan masuk, dia melihat beberapa pembantu yang menatapnya sambil tersenyum sinis.

Stella sangat familier dengan orang-orang ini.

Mereka adalah orang-orang yang kemarin bertanya pada Jamila mengapa Stella diperbolehkan untuk bekerja di lantai atas.

Kemarin, mereka jelas-jelas masih tampak iri. Sedangkan sekarang, sikap mereka sudah berubah ....

Stella mengernyit tanpa menghiraukan mereka.

Dia langsung pergi ke lantai atas dan bertemu dengan Shawn. Begitu Shawn melihatnya, Shawn langsung berhenti berjalan. Dia menatap Stella dengan sikap seperti ragu-ragu untuk mengucapkan sesuatu ....

"Ada apa, Tuan Shawn?" tanya Stella.

Stella merasakan firasat buruk dalam hatinya.

Shawn ragu-ragu sejenak, lalu bertanya, "Kamu ...."

Namun, dia mengganti ucapannya. "Sudahlah ... ikuti aku saja."

Kemudian, dia berbalik dan berjalan ke ruang makan.

Stella tidak mengetahui apa yang terjadi, tetapi dia merasa agak gugup karena sikapnya Shawn. Apa yang sebenarnya terjadi?

Sebelum Stella bisa memikirkan hal ini, dia sudah dibawa ke ruang makan oleh Shawn.

Stella mengangkat kepalanya dan melihat Joshua yang mengenakan jas hitam, yang sedang duduk di dalam dengan ekspresi dingin.

Jamila dan beberapa pembantu yang bekerja di lantai atas juga berada di samping pria itu, mereka tampak ketakutan.

Stella merasa bahwa begitu dia berjalan masuk, tatapan orang-orang itu jelas-jelas terlihat seakan-akan mereka akhirnya terselamatkan.

"Tuan ...."

Dia tidak mengetahui apa yang terjadi, jadi dia memberanikan dirinya dan menyapa bosnya.

Mendengar suara ini, Joshua mengangkat tatapannya dan meliriknya sekilas dengan tatapan yang tidak jelas artinya.

"Kemarin, kamu bertugas di lantai atas, ya?" tanya Joshua.

"Iya ..." jawab Stella.

"Setelah itu, kamu ke mana?" tanya pria ini. Tidak ada emosi yang terdengar dari suaranya, tetapi entah mengapa, auranya sangat agresif.

"Setelah itu ... saya pulang ..." jawab Stella dengan suara rendah.

Kemudian, Stella melirik Jamila dan yang lainnya. Dia teringat akan sesuatu, jadi dia bertanya dengan canggung, "Tuan, apakah semalam Anda mencari saya? Saya ... pulang karena ada urusan."

Sambil mengucapkan kata-kata ini, Stella merasa agak malu.

Meskipun dia pulang pada waktunya, bagi Joshua, apakah ini termasuk bolos kerja?

Joshua menatapnya lekat-lekat untuk sesaat, lalu bertanya, "Kamu buru-buru pulang karena ada kencan, ya?"

Sebelum Stella bisa mencerna arti pertanyaan ini, dia langsung mengangguk secara refleks.

Namun ....

Tatapan pria ini malah seketika menggelap dan menjadi sangat dingin.

Stella pun merasa agak ketakutan.

Bibirnya bergetar. Dia benar-benar tidak tahu apa yang sudah dia lakukan, sehingga Joshua semarah ini. Dia mengangkat kepalanya dan menatap wajah dingin pria ini. Entah mengapa, Stella merasa agak bersalah ....

Apa yang membuat pria ini marah ....

Jangan-jangan orang yang bekerja sebagai pembantu di tempat ini harus lajang?

Canggung sekali ....

Stella ingin bertanya, tetapi di bawah tatapan pria ini, dia sama sekali tidak berani bersuara.

Joshua menatapnya lekat-lekat, seakan-akan tatapannya bisa menembus pikiran Stella. Stella tidak berani bernapas dengan keras, dia hanya bisa menunduk.

Suasana di sekitar juga hening.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status