Share

Bab 12

Setelah makan malam, Stella duduk di sofa sambil memikirkan kejadian tadi sore. Sedangkan Brian sedang melukis sendiri di atas meja.

Saat Stella sedang melamun, ponselnya tiba-tiba berdering, membuyarkan lamunannya.

Ternyata itu Annie.

"Ada apa denganmu? Tadi, Brian mengirimkan pesan padaku, katanya kamu pulang dengan kotor," kata Annie dengan suara yang sangat keras, sehingga Brian yang berada di satu sisi pun mendengarnya.

Anak kecil ini seketika menegang, lalu diam-diam melirik Stella sekilas.

Mendengar ucapan Annie, Stella menatap orang yang mengadu itu dan menyadari bahwa anak kecil ini sedang mengedipkan matanya pada Stella dengan sangat tenang.

Ekspresinya tidak berubah, seakan-akan dia tidak ketahuan.

Huh!

Brian berpikir, 'Akulah yang diam-diam memberi tahu hal ini pada Bibi Annie. Ibu sangat bodoh! Tanpa aku, Ibu bahkan bisa ditindas hingga seperti ini di luar!'

Stella mengabaikan putranya yang menguping percakapan ini dan menceritakan kejadian tadi pada Annie.

Mendengar tentang Cedric, Annie pun berkata, "Stella, semuanya sudah berlalu selama ini, kamu juga seharusnya memikirkan dirimu. Di dunia ini, ada banyak sekali pria yang baik, mana mungkin kamu nggak mendapatkan satu saja? Bahkan kalau kamu nggak perlu, Brian juga memerlukan seorang ayah."

Mendengar ucapan Annie, Stella tercengang sesaat, lalu berkata, "Aku sendiri baik-baik saja. Lagi pula, hanya dengan aku pun Brian sudah merasa cukup. Dia nggak memerlukan seorang ayah."

Sambil mengucapkan kata-kata ini, Stella melihat ke arah putranya, tetapi putranya sedang melukis seorang pria ....

Dasar anak usil.

Brian tidak memedulikan tatapan ibunya yang tajam, dia langsung merebut ponsel itu dan berkata pada Annie, "Tenang saja, Bibi Annie. Serahkan saja hal ini padaku."

Kemudian, dia mengakhiri panggilan ini dan langsung pergi ke kamar, lalu mengunci pintu kamar.

Stella pun terdiam.

Dia berjalan ke arah kamar itu dan mengetuk pintunya.

"Brian, buka pintunya."

"Brian Norris, cepat buka pintunya. Kalau nggak, aku akan marah."

Brian yang berada di atas ranjang tidak memedulikan Stella yang mengetuk pintu dari luar.

Dia sedang memilih foto yang dikirimkan Annie barusan dengan penuh perhatian. Dia sedang melihat foto begitu banyak pria dengan saksama.

Bagaimanapun, dia sangat imut, jadi walaupun Stella ingin memarahinya pun Stella tidak tega melakukannya.

Sambil melihat foto-foto ini, Brian mengernyit. 'Ck, meskipun paman-paman ini lumayan tampan, mereka masih kalah jauh dariku.'

Brian sangat pemilih. Oleh karena itu, tidak ada yang dia minati.

Pada saat ini, Annie mengirimkan sebuah pesan suara untuknya. "Brian, bagaimana menurutmu?" tanya Annie.

"Nggak bagus, semuanya jelek sekali, nggak ada yang layak untuk Ibu," jawab Brian.

"Bagaimana dengan orang terakhir itu? Dulu, dia teman sekelasnya Stella, dia bahkan mendekati Stella," kata Annie.

"Emm ... meskipun dia masih kalah jauh dari si paman cantik, sepertinya dia masih bisa diterima. Dia saja, deh," kata Brian.

"Paman cantik?" Annie mengira bahwa dia salah dengar, tetapi dia tidak memedulikan hal itu. Dia hanya berkata, "Oke, paman yang ini saja, ya. Tenang saja, pilihan Bibi pasti bagus!"

"Baiklah," kata Brian.

Sedangkan Stella tidak bisa berkata-kata.

Stella yang mendengar semuanya dari luar ruangan hampir muntah darah. Apakah mereka sudah mendapatkan persetujuannya untuk mengaturkan kencan buta untuknya?

Selain itu, dia bahkan tidak melihat kandidatnya?

Dia benar-benar merasa frustrasi!

Brian benar-benar makin menjadi-jadi!

...

Secara bersamaan, di Kediaman Ford.

Saat jamuan makan.

Joshua tidak pernah menyukai acara seperti ini. Dia berdiri di depan jendela sendirian, membentuk perbedaan yang kontras dengan tempat jamuan yang ramai.

Begitu Shawn berjalan masuk, dia langsung melihat sosok bosnya yang tinggi.

Dia berjalan menghampiri Joshua dan berkata dengan suara rendah, "Tuan, saya sudah mengantarkan Nona Stella pulang."

"Ya."

Joshua mengangguk dan hendak mengucapkan sesuatu. Namun, tiba-tiba, terdengar suara sepatu hak tinggi menginjak lantai. Seorang wanita yang cantik dan tampak mewah berjalan maju. Wanita ini adalah Jasmine Ford, nona muda pertama di Keluarga Ford.

"Nona? Aku nggak salah dengar, 'kan? Nona yang mana?"

"Nona Jasmine." Shawn bergegas membungkuk sambil menyapa Jasmine.

Jasmine menatap adiknya dengan tatapan senang dan bertanya dengan penasaran, "Siapa itu? Aku kenal, nggak? Nggak benar ... jangan-jangan sudah ada orang dalam hatimu, ya?"

Mendengar pertanyaan ini, ekspresi Joshua menjadi kaku, tetapi ekspresi ini langsung menghilang. "Kamu berpikir terlalu jauh," kata Joshua dengan dingin.

Mendengar jawaban ini, Jasmine merasa agak kecewa.

"Bukan .... Kamu ini, kalau kamu sudah yakin itu dia, kalau memang sudah cocok, sebaiknya kamu ...."

Sebelum Jasmine bisa menyelesaikan ucapannya, Joshua langsung berkata, "Jangan asal bicara, nggak ada yang aku suka."

"Serius?" tanya Jasmine.

"Nggak ada!" seru Joshua.

"Eh, bukannya dulu kamu ...."

Jasmine masih ingin mengucapkan sesuatu, tetapi pria ini mengerutkan bibirnya sambil menatap Jasmine dengan tatapan dingin.

Apakah ada orang yang Joshua sukai?

Joshua selalu bersikap tersendiri. Sejak kecil, dialah yang selalu didekati orang lain. Harga dirinya juga tentu saja sangat tinggi. Bagaimana mungkin dia masih menyukai wanita dengan selera buruk itu?

Sambil memikirkan hal ini, Joshua mengalihkan tatapannya dan berkata dengan cuek, "Aku masih ada urusan, aku pulang dulu."

"Kamu sudah mau pergi? Jarang-jarang kamu pulang, kenapa kamu nggak tinggal lebih lama di sini? Nggak apa-apa kalau nggak ada yang kamu sukai. Aku bisa membantumu ...." Sebelum Jasmine bisa menyelesaikan keluhannya, adiknya sudah pergi.

Melihat Joshua pergi, Shawn juga bergegas berpamitan dengan Jasmine dan mengikuti Joshua ke luar.

Kalaupun orang lain tidak mengetahuinya, tentu saja Shawn mengetahuinya.

Jangankan tinggal di rumah lama, sekarang, Joshua bahkan jarang tinggal di perusahaan. Adapun alasannya ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status