Share

05. Bertemu ibu Amilia

Rosita mulai mengerti perasaan pak Deden terhadapnya, dia hanya menjaga mood Rosita saja; akan tetapi tiba-tiba handphone pak Deden berbunyi. Rosita mengalihkan pandangan ke arah luar jendela mobil, namun ia membuka telinganya lebar-lebar menguping pembicaraan pak Deden disampingnya. 

Pak Deden melambatkan gas mobilnya, tapi tetap fokus pada jalan di depan, sambil menyelipkan handphone ditelinga kanan yang ditunjang oleh bahunya.

”Pah..”

”Iya Rick, ada apa?”

”Mbak Diyah melahirkan, jadi ga masuk hari ini, papah bisa cariin gantinya ga?”

”Bisa, ya udah.. sekarang papah jemput orangnya, langsung kesitu ya,”

Pak Deden langsung mematikan handphone, dan menoleh ke arah Rosita,

”Ros, kita gak jadi ke hotel, tapi ke kafetaria, kebetulan kasirnya ga masuk,”

Rosita menoleh ke pak Deden, 

”Maksudnya gimana pak Den?”

”Sementara kamu kerja disitu, mau kan? Cuma duduk saja. Kita titip Maya ke tempat penitipan bayi.. ga apa-apa.. aman kok,”

”ya boleh pak Den, yang penting kerja, lagipula Ros belum punya pengalaman,”

”Kamu pelajari sebentar mesin kasirnya, nanti dikasih tau Ricky anak saya ,”

”Baik pak Den,”

Setelah menitipkan Maya ke tempat penitipan bayi, mobil pak Deden lalu menuju ke kafe. Rosita heran mengapa langsung masuk ke mall yang kemarin. Terus jalan kearah kafe yang kemarin juga?.

”Ooh… jadi sebenarnya pak Den yang punya kafe ini ya?”

”Iya Ros, tapi kalau makan, ya mesti bayar juga, hehehe..”

Pak Deden dan Rosita berjalan menuju kafetaria, Lalu Rosita dikenalkan kepada Ricky. Dia adalah anak adopsi pak Deden. Matanya buta karena sebuah kecelakaan. Bentuk matanya masih normal seperti orang biasa, beda dengan orang yang buta sejak dilahirkan. Meski begitu, ia masih bisa melihat warna samar-samar dari jarak dekat.

”Rick, ini mbak Rosita yang mau gantikan mbak Diyah. Tolong kamu kasih tau cara mesin kasirnya ya,”

”Baik pah.. ayo mbak Rosita,”

Ricky langsung mengajak Rosita ke kursi kasir, dan menunjukkan cara penggunaan mesinnya.

”Papah ke kantor dulu Rick..”

”Iya pah,”

”Ros, kerja baik-baik ya,”

”Iya pak Den,”

Pak Deden jalan meninggalkan kafe.

**

 

Ricky pemuda yang tampan, dengan tubuh tinggi besar, dan kekar. Penampilannya, tidak sesuai dengan usianya, orang menyebutnya bongsor. Karena dia tidak bisa melihat dengan jelas, maka sikapnya seolah-olah dingin, acuh, meski kadang tersenyum bila mendengar lawan bicaranya melucu. Senyumnya sangat menawan.

Ricky selalu berdiri di samping kursi kasir, kadang duduk di dekat pintu masuk ke dapur, ngobrol-ngobrol dengan chef Wawan, atau menikmati aroma masakan yang terbawa angin dari exhaust fan diatas pintu masuk dapur. Aroma khas bumbu rempah-rempah memancing air liurnya untuk segera mencicipi. Yups, memang Ricky yang selalu dimintai pendapat oleh chef Wawan, soal rasa masakannya.

Rosita memperhatikan wajah Ricky,

”mas Ricky, kamu bisa lihat uang ga?”

”Bisa dong mbak,”

”Coba.. ini berapa?” kata Rosita memperlihatkan lembaran uang kepadanya.

”kalau jarak segitu ga kelihatan mbak Ros.. tapi baju mbak kelihatan warnanya saja.”

”Kamu kecelakaan apa mas?”

”Jatuh dari tangga lantai atas mbak,”

”Umur berapa waktu itu?”

”Iih mbaknya kepo banget sih.. hahaha,” Ricky mentertawakan Rosita.

Tiba-tiba bu Amilia, isterinya pak Deden masuk dari arah luar kafe.

”Ricky.. kamu gak sekolah ya?” tanya bu Amilia yang mengejutkan Rosita.

”Iya mah.. tadi sudah ijin,”

”Mamah tadi ditelpon sama mbak Diyah katanya dia baru melahirkan,”

”Ini mbak Rosita, yang menggantikannya mah.. Kenalin mbak Ros, ini mamah saya,”

Rosita menjulurkan tangannya, tapi diacuhkan oleh bu Amilia, ia pun lalu menarik kembali tangannya.

”Siapa yang bawa mbak Rosita kesini Rick,”

”Papah mah..”

”Oh ya sudah ga apa-apa… kirain kenalan kamu. Padahal tadi mbak Diyah telpon ke mamah, katanya adiknya yang baru lulus SMEA mau kesini, buat gantiin posisi mbak Diyah.”

”Tapi belum ada yang datang mah..”

”Ya sudah, itu sudah ada tamu, baik-baik kerjanya ya mbak Rosita,”

”Iya bu,”

”Mamah ke salon dulu ya Rick,”

”Iya mah..”

**

Bu Amilia, jalan kearah luar kafe, ia mengeluarkan handphone dari dalam tasnya, lalu menelpon mbak Diyah.

”mbak Diyah, maaf ya.. posisi kasirnya sudah ada pengganti, suamiku yang bawa, maaf ya mbak Diyah...”

”Aduuh bu, gimana, adik saya sudah berangkat kesitu, kasian lho.. jauh-jauh dari bogor,”

”Ya tapi gimana… mbak Diyah juga gak bicarakan jauh hari sebelumnya sih, kalau suamiku orangnya gercep, gak mungkin kan Ricky yang jaga kas kasir,”

“Ya udah bu, ga apa-apa deh..” sahut mbak Diyah dengan nada kesal langsung menutup sambungan handphonenya.

**

Sementara itu, Rosita dan Ricky masih asyik mengobrol. Sebenarnya Ricky sudah tahu tentang Rosita dari laporan Pelayan yang melihat Rosita duduk bersama pak Deden kemarin pagi. Tapi Ricky sikapnya netral, dia tidak memihak ke mamah atau papahnya, meski diantara mereka saat ini sedang terjadi perang dingin, alias saling acuh.

Rosita terlihat mulai gelisah. Air susunya membasahi kaos yang dipakainya, itu pertanda bahwa sudah waktunya ia menyusui bayinya; untung saja Ricky tidak bisa melihat. Ia harus bersabar menunggu sampai jam delapan malam, waktu kafe tutup.

Sebelum tiba waktunya kafe tutup, Ricky mengambil uang yang ada di kasir dan menyisakan uang receh untuk kembalian pada konsumen saja.

”mbak Ros, maaf, aku mau ambil uang di kas, biasa, ini tugas dari papah. Nanti aku tinggalin sebagian untuk uang kembalian ya,”

Rosita lalu turun dari kursi kasir,

”Iya mas Ricky.. silahkan.”

"Sebentar lagi aku dijemput sama sopir, jadi aku pulang duluan ya mbak,"

”Iya mas Rick.. gak apa-apa, silakan,”

Ricky pun tampak jalan menuju ke arah pintu keluar Mall. Matahari sore sudah memerah condong ke barat, tak lama kemudian terlihat mobil yang menjemput Ricky yang sudah menunggunya di pintu masuk Mall. Baru saja mobil yang menjemput Ricky keluar dari mall, mobil pak Deden tampak masuk dan parkir disitu. 

Pak Deden turun dari mobil sambil menggendong Maya. Dia tampak terburu-buru, karena tangisan Maya yang belum berhenti sejak dijemput dari tempat penitipan bayi..

”Ya Allah pak Den, Maya kenapa..?”

”Ga tau Ros.. tadi tempat penitipan itu telpon saya, katanya mereka tutup jam lima, makanya saya jemput dan bawa kesini Ros..”

”Oh ya sudah pak Den ga apa-apa, mungkin dia mau menyusu..”

Rosita lalu mengambil Maya dari gendongan pak Deden,

”Dia mau mimi pak Den, dimana aku bisa kasih miminya?” tanya Rosita.

Pak Deden kebingungan, lalu menuju ke dapur menemui chef Wawan,

'Chef Wawan, ada ruangan yang bersih ga?"

"Buat apa pak?"

"Itu mbak Rosita mau menyusui bayinya.."

"Ooh ada pak,"

Chef Wawan pun jalan keluar dari dapur, dan memberitahukan gudang khusus untuk peralatan yang bersih,

”ayoo mbak.. disitu saja…”

Rosita menuju tempat yang ditunjuk chef Wawan, lalu masuk dan langsung menyusui Maya.

“Duuuh, kamu haus ya May… maafin ibu ya,”

Pada saat yang bersamaan, beberapa tamu sudah mengantri didepan kasir untuk pesan makanan, pak Deden melihatnya, lalu menuju ke dapur lagi dan meminta chef Wawan untuk menggantikan Rosita sebentar.

”Chef Wawan, bisa tolong lagi... itu tamu sudah ngantri, pegang kas sebentar ya,” kata pak Deden.

”Baik pak,”

”Ohya, Ricky sudah dijemput ya ?”

”Sudah sama mang Ujang baru saja tadi..” chef Wawan sambil jalan ke kursi kasir.

Chef Wawan duduk di kursi kasir, melayani konsumen yang sudah antri. Sedangkan Pak Deden duduk di kursi tidak jauh dari kasir.

Semakin malam, kafe itu justru makin ramai. Rosita tampak sibuk, dan Maya terlihat tidur dalam pelukan pak Deden. 

Dia memang merindukan seorang bayi, setelah lima belas tahun menikah dengan isterinya, belum juga dapat momongan; itu sebabnya dia mengadopsi Ricky, maksudnya untuk pancingan, kalau isteri belum bisa hamil bertahun-tahun. Begitulah tradisi orang-orang tua zaman dulu.

Tiba saatnya kafe itu tutup, pak Deden lalu mengecek uang masuk ke kasir,

”Tumben malam ini rame, maaf aku cek uangnya Ros.. eh, uang yang dari pagi sudah diambil Ricky ya?”

”Sudah pak Den,”

Rosita lalu mengendong bayinya, dan duduk di satu kursi. Ruangan kafe sudah kosong, disitu terlihat Pelayan sibuk membersihkan meja-meja dan membawa piring serta beberapa gelas kotor ke arah dapur.

Beberapa saat kemudian, pak Deden mengajak Rosita keluar dari kafe,

”Ayoo Ros kita pulang, ini kunci laci kasir, saya sudah sisakan uang kembalian disitu buat besok,”

”Baik pak Den,”

Baru saja mereka hendak masuk ke dalam mobil, tiba-tiba bu Amilia keluar dari mobilnya,. yang diparkir persis disamping mobil pak Deden,

”Ooh, jadi ini isteri yang baru ya pah..?”

Rosita kaget,

”Ibu..?”

”Ga usah panggil ibu, aku bukan ibumu !” sahut bu Amilia ketus.

Lampu diseputar Mall tampak mulai mati satu persatu. Pegawai-pegawai yang keluar hendak pulang dan lewat disitu menoleh kearah Rosita. Mereka sempat perhatikan sejenak, tapi kemudian jalan lagi.

"Sebentar Ros, kamu masuk dulu ke mobil."

Pak Deden menghampiri isterinya.

Rosita tidak menggubris perintah pak Deden, ia hanya memperhatikan ibu Amilia.

Pak Deden mendekati tubuh isterinya, menyuruhnya masuk kedalam mobil, sambil merangkul pundaknya,

”Sudahlah mah.. ga baik ribut disini, malu tuh dilihat orang banyak," 

"Papah sudah punya bayi dari perempuan itu? Bagus ya permainan papah.. sampai gak ketahuan sama mamah"

"Sudah mah, sudaaah.... Nanti kita bicarakan di rumah aja ya,”

Pak Deden menyuruh isterinya masuk ke dalam mobil sambil mendorong tubuh bu Amilia supaya duduk.

Rosita yang masih berdiri disamping mobil pak Deden, tampak mematung melihatnya. Ia merasa tidak enak, seolah-olah telah merebut suami orang lain yang baru saja dikenalnya.

”iya tapi papah kenapa pake pamer didepan Ricky segala..”

”Sudah sudah.. papah bisa jelasin nanti, “

Bu Amilia sebenarnya type ibu-ibu yang arogan, tapi ia tidak berani melawan suaminya. Akhirnya bu Amilia pun masuk kedalam mobilnya, lalu mobilnya pergi situ.

Pak Deden jalan kembali kearah mobilnya,

"Kamu kenapa gak masuk ke mobil Ros ?"

Rosita tak berani mengucapkan apa-apa, selain ingin mendengar rencana selanjutnya dari pak Deden. Ia pun lalu masuk kedalam mobil.

”Kita kemana lagi nih pak Den?”

”Pulang dulu ya Ros.. kamu kan cape. Oya, tadi saya udah pesan perabot rumah yang dibutuhkan rumah tadi, jadi besok, kamu sudah bisa masuk kesitu. Tapi baby sitter masih belum dapat, gimana ya Ros..?”

”Ya sudah, nanti Ros yang cari baby sitternya. Terimakasih ya pak Den,”

Mobil pak Deden pun lalu melaju meninggalkan halaman parkir Mall.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status