Jam di dinding menunjukkan pukul 21.00 sebelum Pak Deden tertidur di sofa ruang keluarga, dan terbangun pukul 24.20, karena mendengar suara mesin mobil isterinya masuk ke garasi. Dia sengaja mematikan lampu ruang tengah. Ketika isterinya masuk, Pak Deden langsung menegurnya,
“Mamah darimana sih? hari gini baru pulang?”
Bu Amilia terkejut, ia tak menyangka suaminya menunggu di ruang tengah, tapi ia berusaha tenang, dan menjawabnya dengan jujur.
“Tadi mampir ke rumah Satria,”
“Oh, ya ga apa-apa.. tapi kenapa ga kabarin papah dulu. Mamah curhat lagi yah ke Satria.. ?”“Iya pah.. soalnya papah udah ga punya waktu buat dengerin curhatan mamah, pagi-pagi sudah pergi, pulang malam langsung tidur. Udah gitu gak tidur di dalam, malah tidur di paviliun. Kapan waktu buat mamah ngobrol sama papah?”“Ya kalau papah masuk ke kamar, nanti mamah malah keganggu tidurnya. Jadi ceritanya mamah masih mau ngobrol sama papah,”“Iya dong, mamah kan masih isteri papah”Pak Deden diam,
“Trus sekarang mamah mau curhat apa ke papah? Mumpung ada waktu nih..”“Itu Rosita sudah punya bayi dari papah ya?”“Iya.”Bu Amilia berusaha tidak kaget, ia hanya memastikan saja, lagipula tadi sudah mendapat nasehat dari adiknya, Satria Irawan. Akan tetapi, ia tetap menegur kesalahan pak Deden yang tidak menghormatinya sebagai isteri.
“Itu artinya papah sudah berzina karena papah ga minta ijin dulu dari mamah; dan anak itu juga anak haram jadinya. Papah kan sudah haji, masa ga tahu aturan agama ?” "Trus kalau papah minta ijin ke mamah, apa mamah bakal ijinin?""Kenapa sih pah, harus selalu ada perempuan lain ?. Apa kekurangan mamah, ngomong dong.. biar bisa kita diskusikan, supaya mamah punya kesempatan untuk berubah..?"Pak Deden hanya mendengarkan ucapan isterinya, karena dia tahu persis kalau memotong pembicaraannya, justru masalahnya jadi melebar kemana-mana."Jawab dong pah..""Sudah ngomongnya?""Yaa.. awalnya sih karena mamah juga. Maunya papah, mamah tuh ga perlu curiga sama papah, kalau jalan sama perempuan lain, belum tentu papah ada hubungan sama dia..""Laah.. itu siRosita gendong anak, katanya tadi bener anak papah..?""Iya, bener anak papah,"Bu Amilia mulai terasa sakit yang menyesak didadanya, tapi ia sudah tak mau lagi meneteskan airmatanya didepan pak Deden, ia tidak mau dianggap lemah oleh suaminya."Trus maunya papah gimana?""Kok tanya papah.. mamah yang maunya gimana?. Mau terus kita bertengkar setiap malam, untuk hal-hal yang sepele?""Papah bilang ini hal sepele?. Ga pah, ini bukan hal sepele. Bagaimana kalau teman-teman mamah atau konsumen salon, yang lihat papah berduaan sama perempuan lain? Itu merusak kehormatan mamah,""Oh bilang aja kita sudah cerai begitu kan beres..""Jadi papah maunya cerai sama mamah?""Terserah mamah saja, papah ngikutin maunya mamah,""Ya sudah, mungkin cerai lebih baik buat hubungan kita pah.. Mamah sudah cape lihat papah selalu belain perempuan lain,""Papah juga cape, tiap malam ribut terus sama mamah. Lagipula perempuan itu ga salah mah.. yang salah ituh papah... dan papah selalu mengakuinya,""Dua-duanya salah, titik."Bu Amilia langsung berdiri dan jalan ke arah kamar meninggalkan pak Deden."Trus gimana nih mah...? Kita cerai saja gitu?"Bu Amilia tidak menjawab, ia membanting pintu kamarnya hingga tertutup dengan keras.Sementara itu, Ricky di dalam kamarnya hanya mendengarkan suara pertengkaran antara papah dan mamahnya, yang hampir disetiap malam terjadi diantara mereka. Tiba-tiba, pak Deden mengetuk pintu kamar Ricky,"Rick, kamu sudah tidur belum..""Belum pah, " sahut Ricky sambil jalan membukakan pintu.Pak Deden masuk ke dalam kamar Ricky,"Kamu tadi dengar omongan mamah kan Rick..?""Iya pah.""Besok kamu beresin barang-barang kamu, kita pindah saja dari sini ya Rick,""Bener pah...?""Iya, udah papah cuma mau kasih tau itu aja..""Iya, terimakasih pah..."**Pagi hari saat sinar matahari menyapa, Rosita tampak masih tertidur pulas. ia terlihat lelah, karena semalaman tidurnya terganggu oleh rengekan Maya dengan segala tuntutannya. Pipislah, nenenlah, pup lah.. Rosita mulai terbiasa, dan baby blues yang sering menekan rasa emosinya, perlahan mulai menghilang. Ia menyadari bahwa semua yang ada dalam kenyataan hidupnya, adalah menjalani kodrat sebagai seorang wanita, dan hal itu tak dapat ditolak oleh wanita manapun di dunia ini.Jam 7 pagi bu Lastri sudah datang. Di depan pintu rumah Gerry, ia mengetuknya berulang-ulang, tetapi tidak ada yang membukakan pintu. Barangkali karena berisik suara kran air dari arah kamar mandi; disitu terlihat Rosita baru saja selesai memandikan Maya di kamar mandi yang berada dekat dapur.
Bu Lastri mencoba membuka pintu yang tidak terkunci, lalu langsung masuk ke dalam. Diruang makan ia bertemu dengan bu Minah, serta adik-adik Rosita yang baru saja selesai sarapan di ruang makan. Bu Minah kaget, tiba-tiba melihat bu Lastri muncul dari arah ruang tamu."eeh.. Ibu siapa? nyelonong masuk ke rumah orang?" tanya bu Minah dengan nada tinggi.Bu Lastri terkejut, "Saya Lastri bu.. pengasuh bayinya non Rosita,"Bu MInah menatapnya dari atas ke bawah tubuh bu Lastri."Iya tapi ga nyelonong aja masuk begitu... bisa ketuk pintu kan?""Iya maaf bu.. tadi saya sudah ketuk-ketuk, dan ternyata pintunya ga terkunci, jadi saya langsung masuk saja,"Bu Minah kesal, ia tak peduli dengan alasan bu Lastri, kemudian ia membereskan piring-piring bekas sarapan adiknya Rosita, dan tidak peduli lagi pada bu Lastri. Ia tidak suka cara bu Lastri yang tidak tahu tata krama. Dino, Doni, dan Dini menghampiri bu Minah, lalu mencium punggung telapak tangannya."Dino berangkat ya bu, Asalammu'alaikum," Doni dan Dini juga mencium punggung telapak tangan bu Minah."Iya.. wa alaikum salam" sahut bu Minah sambil jalan menuju ke dapur membawa piring kotor, dan memberitahukan Rosita."Ros, itu ada pengasuh bayimu sudah datang,""Iya bu sebentar,"Tak lama kemudian, Rosita keluar dari kamar mandi sambil menggendong Maya yang baru saja dimandikannya."Kamu gak bilang ke ibu, ada pengasuh bayi yang mau datang,""Iya, lupa bu... maaf ya.."Rosita melihat bu Lastri masih berdiri di pintu masuk ruang makan. "Ayoo bu Lastri,"Rosita mengajak bu Lastri masuk ke kamarnya, bu Lastri mengikutinya."Bu Lastri sudah kenalan sama ibu saya?""Sudah non,""ayo bantu saya," Rosita menunjukkan tempat perlengkapan bayinya, sambil menidurkan Maya diatas kasur,"Itu tempat baju Maya, oya bayi ini namanya Maya. Bedak, minyak telon, dan lainnya disitu."Bu Lastri mengangguk-angguk."Ya sudah, ini terusin kerjaannya, saya mau mandi dulu,"Bu Lastri tampak menyiapkan baju Maya, sedangkan Rosita mengambil baju ganti dari dalam lemari pakaiannya, lalu keluar dari kamar. Rosita keluar dari kamar menuju ke kamar mandi, bu Minah mencegatnya di dapur,"Kamu dapat darimana pengasuh bayi itu Ros?""Dari bapak, katanya adik teman bapak yang satpam juga di perumahan,""Ooh.""Bu hari ini Ros terusin kerja yang kemarin, gantiin kasir yang lama. Ternyata pak Deden yang punya kafetaria itu bu,""Ooh gitu Ros, alhamdulillah.. Bayi dan pengasuhnya gak ikut kan?""Untuk hari ini, ikut bu.. soalnya Ros belum beli kulkas yang baru, lagipula, belum beli pompa untuk air susunya,"Bu Minah terlihat sambil membereskan dapur, mencuci piring dan perabot lain."Oya bu, kemarin pak Deden sudah bayar uang muka untuk kontrak rumah buat Ros, supaya dekat dengan kantornya. Kan nanti Ros bakal kerja di kantornya, kalau jadi kasir sih cuma sementara aja bu,""Alhamdulillah.. tapi kamu ga serumah dengan pak Deden kan?""Ga lah bu, dia sudah punya isteri kok..""Kirain duda" ucap bu MInah pelan."Hush, ibu aah.. hehehe"Rosita terkekeh lalu masuk ke kamar mandi.***Matahari mulai naik memancarkan panas teriknya ke halaman sempit rumah Jerry. Dari kejauhan, suara adzan mulai berkumandang. Pintu ruang tamu terbuka lebar, disitu Rosita terlihat duduk memeluk Maya yang tidur pulas dalam dekapannya. Rosita gelisah, sesekali menoleh kearah jalan di depan rumah itu. Ia tak yakin kalau pak Deden tidak datang, karena tadi malam dia janji bakal menjemputnya.Bu Lastri duduk di depannya. Ia hanya menatap kearah Rosita, entah apa yang ada dalam pikirannya, Rosita tak ambil pusing."Bu Lastri mau sholat..? Di kamar saya ada keranjang merah, ada sajadah dan mukena disitu, cari aja""Iya non.."Bu Lastri lalu jalan menuju ke kamar mandi untuk berwudhu. Sementara itu, Rosita makin gelisah menunggu pak Deden datang menjemput. Didalam benaknya, "apakah tadi malam pak Deden bertengkar dengan isterinya, lalu bu Amilia melarangnya untuk menemui Rosita?. Kalau saja memang seperti itu yang terjadi, Rosita berniat, hanya akan menunggunya hari ini sampai sore hari nanti
Kehangatan suasana baru di rumah baru, meski hanya sebuah rumah kontrakan; membuat seluruh persoalan hidup sebelumnya, nyaris hilang dalam sekejap. "Mang Ujang, kalau mau istirahat, silakan.. nanti selesai shalat ashar kita jalan,""Iya pak..""Bu Lastri juga boleh istirahat dulu,"Mang Ujang jalan menuju ke tangga, dan bu Lastri menggendong Maya masuk ke kamarnya.Tiba-tiba handphone pak Deden berdering.."Naah, naah.." ucap Ricky senyum-senyum."Ssssttt.." seru pak Deden sambil menaruh telunjuknya didepan bibir.Rosita tersenyum kecil, karena kurang paham pada situasi saat itu."Assalammu'alaikum kang Satria,""wa alaikum salam kang Den, Bisa ketemu saya hari ini ?""Besok ajalah kang.. saya masih sibuk disini,"Tiba-tiba Maya menangis, Rosita masuk ke kamar lalu membawanya keluar rumah, tapi suara tangisannya terdengar oleh Satria Irawan."Itu bayi kang Den..?""Iya kang.. siteteh udah curhat semua kemaren kan..?""iya sudah kang Den, besok jam sepuluh pagi saya tunggu di kantor ya
Pak Deden membawa Rosita ke ruang kerja admin di lantai bawah. Ruang kerja yang terbuka, dengan sekat-sekat pembatas bagi setiap pegawai yang terlihat serius sedang mengerjakan tugasnya masing-masing. Pak Deden mengenalkan Rosita pada mbak Nenny, lalu meninggalkan mereka berdua saling berbicara.Beberapa saat kemudian, bu Amilia tampak masuk ke lobby kantor itu. Ketika melewati ruang admin, bu Amilia melihat Rosita disitu sedang berdiri mengobrol dengan mbak Nenny. Hatinya langsung panas, mendidih, dorongan emosinya yang menggelegak, membuat bu Amilia menghampiri Rosita,"Heh! ngapain kamu disini?. Perempuan gak tau malu.. Keluar kamu !!" bu Amilia dengan suara lantang.Para pegawai spontan menoleh semuanya berbarengan kearah Rosita dan bu Amilia.Baju Rosita diseret kasar oleh Bu Amilia kearah ruang lobby, diikuti tatapan mata seluruh pegawai disitu. Melihat hal itu, mbak Nenny panik, langsung telpon ke ruang Satria Irawan."Pak, itu.. ituuu.. ibu Amilia marah-marah ke perempuan yang
Kaki Rosita melangkah memasuki pagar, lalu menutupnya kembali. Di teras rumah itu, ia melihat pak Deden sudah menunggu. Rosita bingung, harus bersikap bagaimana kepada lelaki itu?. Pertemuan dengannya seperi sebuah pelarian yang tidak diduga sebelumnya, akan berbuah pahit seperti ini.Bagaimanapun pak Deden adalah orang baik dimata Rosita. Ia lalu duduk disampingnya."Bu Lastri sudah pulang?""Sudah, tadi diantar mang Ujang, Maya juga sudah tidur."Ekspresi wajah pak Deden pun tampak bingung, dia tak tahu bagaimana perasaan Rosita terhadapnya saat ini. Namun dia berusaha menutupi dengan senyum pada Rosita. Meski pak Deden tahu suara mesin mobil yang berhenti di pinggir jalan yang mengantar Rosita tadi, adalah mobil adik iparnya, Satria Irawan. Dan bukan hal yang tidak mungkin, pembicaraan antara Rosita dengan adik iparnya itu tidak membicarakan masalah tentang dirinya."Ros diantar pak Satria ya..""Iya pak Den...""Kemana aja tadi, sampai berapa jam saya tunggu kamu disini,""Apa pert
Setiba di rumah, Jerry langsung mengantar bu Lastri dengan motor bututnya. "Bapak antar bu Lastri dulu Ros,""Iya pak.." sahut Rosita malas.Jerry berubah sikap serta tutur katanya terhadap Rosita, karena sekarang sudah makin jelas terlihat didepan matanya, bahwa Rosita bisa dijadikan modal untuk membantu tambahan keuangan keluarga. Mestinya Jerry tidak boleh berpikir seperti itu, karena Rosita adalah putrinya, perempuan yang harus dijaga kehormatannya. Karena kalau sampai Rosita berbuat dosa zina, maka Jerry juga harus mempertanggung jawabkan perbuatan dosa tersebut, di dunia dan di akhirat nanti.Seharian ini Rosita merasa lelah sekali. Masalah yang tiba-tiba melibatkan dirinya seolah-olah tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Namun Rosita yang sudah terbiasa memperhatikan sikap dan cara bicara orang lain, membuat sikap dirinya jadi terbentuk dengan sendiri. Rosita sudah dibekali sifat penyabar, tapi ia harus punya sikap tegas, karena dalam menghadapi orang lain dalam aksi dan reaksi
Pak Deden menutup pintu pagar, melangkah menuju teras, mengunci pintu depan, lalu kembali ke dalam kamarnya. Dia merebahkan tubuhnya diatas sofa bed, yang masih meninggalkan bau harum yang tertinggal dari bekas tubuhnya Rosita. Pak Deden salah satu laki-laki yang paling suka pada bau khas dari tubuh wanita. Akan tetapi dengan hadirnya Rosita, mungkin, dia harus siap bersaing dengan adik iparnya, Satria Irawan.Pak Deden teringat kembali pada bu Amilia, istri yang belum diceraikannya. Benarkah berita yang baru saja disampaikan oleh Satria Irawan, bahwa istrinya sudah hamil?. Dengan siapa istrinya berselingkuh? Apakah ini perbuatan balas dendam dari Amilia kepada dirinya, karena sering ketahuan berselingkuh?. Padahal tujuan pak Deden selingkuh itu justru ingin agar istrinya sadar dan berubah perilakunya, tidak cerewet dan arogan lagi, eeh malah semakin menjadi-jadi. Dia berusaha melupakan semua, tapi tentu saja tidak bisa. Semua itu ada dalam kenyataan hidupnya yang sekarang, saat ini.
Bu Minah sedih, airmatanya bercucuran tak mampu ia bendung lagi. Ia melepaskan rasa kecewanya sendirian, di rumah majikannya, ibu Sugih.Rumah besar tetangganya ini kosong, siang hari mereka keluar rumah, dengan kesibukannya masing-masing. Bu Sugih mempunyai putra satu-satunya, Gilang, wajahnya biasa saja, tapi dia baik hati dan pekerja keras. Pak Sugih buka kantor ekspedisi yang berupa paket pengiriman barang ke antar pulau. Kantor itulah yang saat ini dilanjutkan pekerjaannya oleh Gilang, karena pak Sugih telah meninggal dunia akibat kecelakaan beberapa tahun silam.Dulu, Gilang satu gedung sekolah dengan Rosita, hanya beda kelas. Mereka berdua bersahabat, akrab, pergi dan pulang sekolah selalu jalan bersama, itu sebabnya bu Sugih tidak menganggap bu Minah sebagai pembantu, tapi lebih kepada saudaranya sendiri saja.Tiba-tiba bu Minah mencium bau gosong,"Astaghfirullah.." bu Minah spontan.Ia tersentak, kaget melihat apa yang terjadi.Kemeja Gilang yang sedang disetrikanya gosong, a
Matahari memerah di ufuk barat. Sebentar lagi mentari kembali ke peraduannya, setelah seharian setia menemani bu Minah di halaman belakang di rumah bu Sugih. Dari dapur bu Minah melongok ke arah jam dinding di ruang keluarga, pukul 17.20. Bu Minah lalu menekan tombol lampu dapur, teras halaman belakang dan kamar mandi."Kok tumben bu Sugih dan den Gilang belum pulang?" ucapnya dalam hati. Bu MInah jalan menuju ke ruang keluarga, menyalakan lampu teras dan lampu ruang tamu, menutup jendela-jendela ruang tamu, , lalu jalan menuju ke kamar depan, kamar Gilang, ia menekan tombol lampu, dan menutup jendela kamar itu.Setelah menyalakan semua lampu di dalam rumah majikannya, bu MInah tampak keluar dari halaman rumah bu Sugih, berjalan menuju ke arah rumahnya. Ia belum sempat bertemu Gilang untuk menyampaikan kemejanya yang gosong, tapi ia sudah menyelesaikan seluruh tugas rutinnya. Bu Minah merasa kuatir pada anak-anaknya, ia harus menyiapkan masakan untuk makan malam..Akan tetapi, baru s