Ryan membiarkan para polisi memborgol pergelangan tangannya tanpa perlawanan. Borgol besi itu terasa dingin di kulitnya, tapi dia hanya tersenyum tipis.
Meski seluruh basis kultivasinya telah hilang, tubuh fisiknya yang telah digembleng selama ribuan tahun tetap jauh melampaui batasan manusia biasa.
Borgol seperti ini tidak lebih dari mainan anak-anak baginya—bisa dipatahkan hanya dengan sedikit tenaga.
Namun Ryan memilih untuk tidak melakukannya.
Menambah masalah dengan pihak berwenang hanya akan mempersulit tujuannya mencari Alicia.
Lagipula, putrinya masih dalam pengawasan polisi wanita bernama Yuri Snyder itu.
Dengan patuh, Ryan mengikuti prosedur. Para polisi mengawal dirinya dan putrinya, serta para penjahat yang telah dia lumpuhkan, menuju kantor polisi kota.
Perjalanan berlangsung dalam keheningan yang mencekam.
Para petugas masih trauma melihat demonstrasi kekuatannya di gudang tadi.
Di ruang interogasi yang sempit dan pengap, Ryan duduk dengan tenang di kursi metal yang dingin.
Tangannya yang terborgol diletakkan di atas meja.
Di hadapannya, Yuri Snyder duduk dengan ekspresi profesional, sebuah berkas tebal terbuka di hadapannya.
Ryan mengamati ruangan itu dengan seksama. Dinding abu-abu polos, cermin satu arah, kamera pengawas di sudut—semua hal standar yang biasa ditemukan di ruang interogasi.
Dia mendengus pelan, ada ironi yang menggelitik dalam situasi ini.
'Sungguh menarik,' batinnya. 'Iblis Surgawi yang pernah menguasai ribuan planet, kini duduk diborgol seperti penjahat kelas teri. Jika para musuhku di alam kultivasi melihat ini, mereka pasti akan tertawa terpingkal-pingkal.'
"Nama Anda Ryan Drake?" Yuri membuka interogasi, matanya yang tajam mengamati pria di hadapannya dengan seksama.
Ryan hanya duduk diam, membalas tatapan polisi wanita itu dengan sorot mata acuh tak acuh.
Baginya, interogasi ini hanya membuang waktu berharga yang seharusnya bisa dia gunakan untuk mencari Alicia.
Sikap dingin Ryan membuat Yuri merasa kesal.
Selama karirnya sebagai polisi, dia telah menginterogasi berbagai macam tersangka—dari pencuri kelas teri hingga pembunuh berantai.
Tapi belum pernah dia bertemu seseorang yang begitu... arogan.
Bukan arogansi yang dibuat-buat, melainkan sikap acuh yang seolah telah mendarah daging, seakan-akan semua hal di dunia ini—termasuk dirinya—tidak layak mendapat perhatian.
Tentu saja, di masa kejayaan Ryan sebagai Iblis Surgawi, bahkan penguasa planet pun tidak berani menatap matanya langsung.
"Nona," Ryan akhirnya berbicara, suaranya tenang namun mengandung otoritas, "Aku rasa Anda hanya membuang-buang waktu. Jika Aku tidak melanggar hukum, sebaiknya biarkan saya pergi. Masih banyak hal penting yang harus aku selesaikan."
Yuri membuka berkas di hadapannya. "Menurut catatan ini, Anda mendaki Gunung Ergo enam tahun lalu dan tidak kembali. Sejak saat itu, tidak ada informasi apapun tentang keberadaan Anda. Bisa jelaskan ke mana Anda pergi selama enam tahun terakhir?"
Ryan terdiam. Bagaimana mungkin dia menjelaskan bahwa dia telah menghabiskan 6000 tahun di dimensi lain sebagai Iblis Surgawi?
Di era dengan teknologi secanggih ini, kebohongan apapun tentang keberadaannya selama enam tahun terakhir akan mudah terbongkar.
Melihat Ryan kembali membisu, amarah Yuri semakin memuncak.
Ada sesuatu dalam diri pria ini yang membuatnya kehilangan kendali—sesuatu yang belum pernah dia alami sebelumnya.
"Jangan pikir dengan diam saja Anda bisa lolos," Yuri mengepalkan tangannya di atas meja. "Hanya berdasar fakta bahwa Anda telah melumpuhkan para penjahat itu, saya bisa memenjarakan Anda."
Ryan mengangkat wajahnya, matanya yang dingin menatap langsung ke mata Yuri.
Selama sekejap, Yuri merasa seolah berhadapan dengan predator kuno—makhluk yang telah hidup ribuan tahun dan menyaksikan banyak kehancuran.
Ketakutan primitif yang belum pernah dia rasakan sebelumnya menjalari tulang belakangnya.
Ruang interogasi itu mendadak terasa beku.
Setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, Yuri bangkit dari kursinya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia mengambil berkasnya dan bergegas keluar dari ruangan, seolah melarikan diri dari tatapan menusuk Ryan.
Di luar ruang interogasi, Yuri menghela napas panjang. Jantungnya masih berdebar kencang.
"Kapten Yuri, silakan minum kopi ini," seorang polisi muda menyodorkan secangkir kopi hangat.
Yuri menerima kopi itu dengan tangan sedikit gemetar. "Terima kasih."
"Orang itu beruntung sekali," si polisi muda berkomentar. "Dia telah menyelamatkan putri kesayangan Alicia Moore, CEO Moore Group. Dia pasti akan mendapat imbalan besar."
Mendengar nama Alicia Moore disebut, beberapa polisi yang berada di sekitar situ langsung mendekat dengan penuh minat.
"Alicia Moore... Si Ratu Es," gumam seorang polisi paruh baya. "Tak ada satu pun pria muda di Windhaven yang berhasil menarik perhatiannya. Aku penasaran, siapa sebenarnya ayah dari gadis kecil itu."
"Identitas pria itu mungkin hanya diketahui Alicia sendiri," polisi lain menimpali. "Dia kan putri tertua James Moore dari Kota York. Saat hamil di luar nikah dulu, Keluarga Moore menangani semuanya dengan sangat rahasia."
Yuri, yang sedang bersandar di pintu sambil memegang kopi, langsung melotot tajam. "Jaga ucapanmu. Ini kantor polisi, dan kita adalah penegak hukum. Bukan tempat untuk bergosip."
Polisi muda yang ditatap Yuri hanya menyengir, menggaruk lehernya dengan canggung.
"Soal Alicia Moore," Yuri melanjutkan dengan nada dingin, "sebaiknya kalian tidak usah terlalu banyak bicara. Jika sampai ke telinga Keluarga Moore, kalian yang akan menderita."
Di dalam ruang interogasi, Ryan mendengarkan semua percakapan itu dengan jelas meski terhalang dinding tebal. Pikirannya melayang ke enam tahun silam.
Hari itu, dia mengajak Alicia mendaki Gunung Ergo untuk berlibur. Namun Alicia mendadak ada urusan penting hingga tidak bisa ikut. Ryan tetap melanjutkan pendakian sendirian, hingga menemukan gua misterius. Sesuatu—atau seseorang—mendorongnya masuk, dan gua itu langsung runtuh. Bukannya mati tertimbun, dia malah terdampar di Alam Kultivasi.
Ryan tidak pernah tahu latar belakang Alicia sebelumnya.
Kekasihnya itu selalu mengelak ketika ditanya soal keluarga. Kini dia paham mengapa—Alicia ternyata putri tertua dari keluarga terpandang di Kota York.
'Si Ratu Es?' Ryan tersenyum tipis mengingat julukan yang disematkan pada Alicia oleh para polisi itu.
Sungguh berbeda dengan sosok yang dia kenal—wanita ceria dan penuh kehangatan yang selalu ingin berada di dekatnya.
Dia bertanya-tanya, apa yang terjadi selama enam tahun ini hingga mengubah Alicia yang dia cintai menjadi sosok sedingin es?
"Kapten Yuri, Nona Alicia sudah tiba."
Suara itu menembus dinding tebal ruang interogasi, membuat jantung Ryan yang telah ribuan tahun tenang mendadak berdebar kencang.
Dia mengangkat kepalanya, matanya berkilat penuh emosi.
Enam ribu tahun penantian. Setiap hari memikirkannya.
Melintasi alam semesta, menaklukkan beberapa galaksi dan mencari jalan pulang.
Semua itu dia lalui hanya untuk satu tujuan—bertemu kembali dengan wanita yang telah mencuri hatinya, bahkan setelah dia menjadi Iblis Surgawi yang ditakuti di seluruh jagat raya.
Suara langkah anggun bergema di lorong kantor polisi. Alicia Moore berjalan dengan langkah tergesa namun tetap menjaga posturnya. Atasan putihnya dipadukan dengan rok kotak-kotak selutut, membingkai sosoknya yang sempurna dengan tinggi 180 centimeter. Penampilannya sederhana namun elegan, jenis yang mampu menarik perhatian tanpa perlu berusaha.Di balik wajah cantiknya yang nyaris sempurna, hampir tidak ada emosi yang terbaca. Yang tampak hanyalah kesan dingin dan tak acuh, meski ada secercah kecemasan yang tersembunyi di balik topeng es itu."Nona Alicia, Anda sudah tiba!" dua orang polisi menyambut dengan antusias."Di mana putriku?" tanyanya langsung, mengabaikan sambutan mereka. Matanya menyapu area sekitar dengan tak sabar.Yuri yang baru keluar dari ruang interogasi segera menghampiri. "Nona Alicia," sapanya menenangkan, "jangan khawatir. Putri Anda baik-baik saja, tidak terluka sedikitpun.""Tolong antarkan saya ke tempat putri saya sekarang," Alicia meminta, nada suaranya t
Air mata kembali mengalir di pipi Alicia Moore meski dia telah berulang kali memperingatkan dirinya untuk tidak lagi menangis demi pria ini. Enam tahun berlalu dengan begitu menyakitkan, dan semua penderitaan itu bermula dari sosok yang kini duduk dengan tenang di hadapannya.Tanpa menatap Ryan lebih lama, Alicia berbalik menuju pintu. Begitu berada di luar, dia segera mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan tangan gemetar.Ryan hanya menampilkan sedikit keterkejutan di wajahnya, itupun hanya sekilas. Dia telah menduga ada sesuatu yang terjadi selama enam tahun ini hingga mengubah Alicia menjadi sosok yang begitu berbeda. Namun saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menanyakan hal itu.Yuri yang masih berdiri di sana memperhatikan dengan heran. Si Ratu Es Crockhark yang terkenal dengan sikapnya yang dingin terhadap semua pria, kini justru kehilangan kendali karena seorang pria berpenampilan lusuh.Tiba-tiba Ryan bangkit dari kursinya dan melangkah keluar, meninggalkan b
Ryan mengalihkan pandangannya ke arah Sherly yang baru saja terpental. Setelah ribuan tahun berada di puncak kultivasi, dia bisa dengan mudah merasakan aliran qi yang sangat tipis mengalir dalam tubuh wanita itu. Meski lemah, keberadaan praktisi bela diri tradisional di era modern seperti ini cukup mengejutkan."Menarik," gumam Ryan dalam hati. "Masih ada yang mempertahankan jalan seni bela diri di dunia yang energi qi-nya telah menipis inii."Sherly berusaha bangkit, namun kakinya gemetar hebat. Selama bertahun-tahun berkarir sebagai pengawal elit, ini pertama kalinya dia merasakan tekanan yang begitu mencekam. Bahkan di bawah terik matahari sore, keringat dingin mengalir di punggungnya."Kau tidak perlu setakut itu," ujar Ryan dengan nada tenang. "Aku tidak berniat menyakiti siapapun."Meski berusaha menekan auranya, hawa membunuh yang telah meresap ke dalam setiap sel tubuhnya selama ribuan tahun tidak mudah dihilangkan. Bahkan tanpa basis kultivasinya, kehadirannya tetap meng
Ryan Drake berdiri di tepi jalan, menatap mobil Alicia yang menjauh membawa putrinya. Di genggamannya masih terasa kehangatan tangan mungil Lena yang berusaha menggapainya. Setelah ribuan tahun di Alam Kultivasi, ini pertama kalinya dia merasakan dorongan kuat untuk melindungi seseorang.Sementara itu, Alicia duduk tegang di balik kemudi. Sherly yang duduk di kursi belakang masih tampak gemetar, teringat aura mengerikan yang terpancar dari Ryan Drake."Sebagai praktisi bela diri," Sherly membuka pembicaraan dengan hati-hati, "saya bisa merasakan ada sesuatu yang sangat tidak biasa dari pria itu."Alicia mengangkat alisnya sedikit, memilih untuk tidak menanggapi."Meski saya tidak tahu banyak tentangnya," Sherly melanjutkan, "tapi insting saya sebagai praktisi bela diri bisa merasakan ada sesuatu yang... mengerikan dalam dirinya.""Kau pasti salah," Alicia mencibir. "Di dunia ini tidak ada yang mengenal Ryan Drake lebih baik dariku. Dia hanya orang biasa, tidak lebih."'Ryan Drake?' She
Dalam kegelapan malam, Zhuo Ming–pembunuh bayaran kelas atas yang terkenal di dunia bawah tanah, menyeringai dalam hati. Targetnya begitu dekat, tak menyadari bahaya yang mengintai. Namun sebelum tangannya menyentuh membuka jendela lebih lebar, Lena tiba-tiba bangun dan bangkit dari tempat tidurnya. Air mata masih membekas di pipinya—sisa-sisa kesedihan karena Ryan tidak diizinkan ikut pulang. Dengan langkah pelan, gadis kecil itu berjalan menuju jendela. "Aku yakin Paman masih di sekitar sini," gumamnya pada diri sendiri. Tanpa ragu, dia membuka jendela kamarnya dan memandang ke arah pohon besar yang tumbuh di dekat dinding. Zhuo Ming mundur ke dalam bayangan, terkejut dengan tindakan tak terduga targetnya. Namun seringai kejam segera menghiasi wajahnya—ini justru membuat pekerjaannya lebih mudah. Tidak perlu repot-repot menyusup masuk. Dengan kelincahan yang mengejutkan, Lena mulai memanjat turun menggunakan dahan-dahan pohon. Darah Iblis Surgawi dalam tubuhnya secara nalur
"Biar saya bantu—" Sherly mencoba menawarkan bantuan, tapi Ryan memotongnya."Kau bawa saja mereka kembali," ujar Ryan dengan nada yang membuat bulu kuduk Sherly meremang. "Aku akan mengurusnya di sini."Sherly mengangguk pelan mendengar perintah Ryan, lalu menggiring Alicia dan Lena kembali ke vila. Dia tidak berani membantah pria yang selalu membuatnya takut itu."Paman! Aku mau sama Paman!" Lena masih meronta dalam gendongan Sherly."Lena, sudah malam. Kita harus tidur," Alicia berusaha membujuk putrinya dengan suara lembut, meski tangannya masih gemetar akibat kejadian tadi.Malam ini Alicia memutuskan Lena akan tidur di kamarnya. Dia tidak berani membiarkan putrinya sendirian setelah apa yang terjadi."Mama... aku mau Paman..." Lena terus terisak sambil mencengkeram selimut."Sssh, tidurlah sayang." Alicia mengusap rambut putrinya dengan lembut, berusaha menyembunyikan kekhawatiran dalam suaranya.Setelah Lena terlelap, Alicia menoleh pada Sherly yang berdiri di dekat pintu. "Sia
Suasana di dalam mobil terasa mencekam setelah Alicia menyelesaikan tiga syarat kerasnya. Dia melirik ke arah Ryan, menunggu reaksi pria yang pernah mengisi seluruh ruang di hatinya itu. Dalam benaknya, Ryan pasti akan membantah atau setidaknya mencoba bernegosiasi—bagaimanapun, syarat-syarat itu sangat membatasi.Namun yang mengejutkan, Ryan hanya mengangguk ringan, seolah persyaratan yang baru didengarnya tak lebih penting dari debu di jalanan. Wajahnya tetap tenang, tanpa sedikitpun tanda keberatan."Gajimu..." Alicia hendak melanjutkan, namun Ryan segera memotong."Sediakan saja tempat tinggal dan makan," ujarnya dengan nada ringan.Alicia menatapnya dengan pandangan menyelidik. Kemarahan dan kebencian yang terpendam selama enam tahun kembali bergolak dalam dadanya.Dalam benaknya ia teringat kabar tentang uang yang Ryan ambil dari ayahnua sebelum menghilang. Namun kenapa sekarang, ketika ditawari gaji untuk pekerjaan pengawal 24 jam, dia justru menolak?'Apa sebenarnya yang ka
"Ah!" Kepala pelayan tua itu berteriak terkejut, matanya terbelalak melihat situasi di hadapannya. Setelah bertahun-tahun merawat Alicia Moore dan putrinya, dia sangat memahami bahaya yang selalu mengintai keluarga ini. Bagaimana mungkin nyonyanya membiarkan pria asing masuk dan bahkan mempercayakan pengawasan Lena selama 24 jam penuh?Berbeda dengan sang kepala pelayan yang dipenuhi keraguan, Sherly justru tersenyum dari tempatnya berdiri di tangga. Kedatangan Ryan Drake jelas telah meringankan setengah bebannya. Dia sadar tidak memiliki kemampuan untuk melindungi ibu dan anak itu sepenuhnya. Dengan kehadiran pria ini, dia bisa lebih tenang.Namun kelegaan Sherly tidak bertahan lama. Ryan yang tadinya tersenyum hangat pada Lena, tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke arah Sherly. Senyumnya masih ada, tapi berbeda–ada kilat dingin yang membuat bulu kuduk Sherly meremang. Seketika itu juga, hawa dingin menyelimuti tubuhnya hingga dia nyaris lupa bernapas."Ini kepala pelayan rumah t
Ryan merenungkan permintaan itu sejenak. Tentu saja, dia tidak ingin Luke mengetahui bahwa saat ini dia tinggal di vila Alicia. Hal itu hanya akan mempersulit situasi. Mata tajamnya menatap Luke dengan tenang, namun tersirat ketegasan di dalamnya."Aku tidak perlu permintaan maaf darinya," jawab Ryan. "Cukup minta dia meminta maaf pada Alicia Moore."Mendengar nama Alicia, Luke tampak sedikit terkejut. "Tuan Ryan, jika Anda tidak memberi tahu saya alamat Anda, saya tetap akan memintanya menebus kesalahannya pada Nona Alicia," Luke menegaskan dengan serius. "Anak sialan itu selalu membuat masalah, dan saya tidak mengetahui sebagian besar kekacauan yang dia buat. Jangan khawatir, Tuan Ryan, saya akan membawanya sendiri untuk meminta maaf kepada Nona Alicia."Luke melirik Ryan dengan hati-hati sebelum melanjutkan, "Tuan Ryan, apakah Anda dan Nona Alicia berteman?"Mendengar pertanyaan tersebut, Cheryl segera memusatkan perhatiannya pada Ryan. Matanya berbinar penuh rasa ingin tahu, jela
Wangi yang menyegarkan namun juga mendalam keluar, membuat siapapun yang menciumnya merasa lebih bertenaga dan bersemangat. Berdiri di belakang Luke, Simon dan Cheryl tidak bisa menahan diri untuk tidak mendekat. Meskipun keduanya bukan praktisi bela diri dan tidak dapat melihat keajaiban sesungguhnya dari Pil Origin Tingkat Rendah, mereka tetap terpesona oleh aromanya yang menggoda. Keduanya tanpa sadar menghirup lebih dalam, seolah ingin menyerap setiap molekul wangi yang menguar dari pil ajaib itu. Luke Zachary, yang telah melihat berbagai keajaiban dunia dalam kehidupannya, berdiri terpaku. Tangannya gemetar, matanya terfokus pada pil yang berkilau itu dengan tatapan takjub yang hampir kekanakan. Bibirnya bergetar karena emosi, namun tidak ada kata yang mampu keluar. "Jika Anda ingin melanjutkan latihan bela diri setelah ini, tidak masalah," Ryan melanjutkan penjelasannya. "Selain menyembuhkan luka lama Anda, pil origin tingkat rendah ini juga dapat membantu membuka meri
Saat pil hijau zamrud jatuh ke tangan Ryan Drake, cahaya keemasan yang mengelilinginya menghilang dalam sekejap. Bahan-bahan obat yang tersusun dalam formasi lingkaran juga lenyap tanpa jejak, seolah-olah tidak pernah ada di tempat itu sebelumnya. Ryan menatap 15 pil kecil di telapak tangannya dengan kagum. Permukaan pil itu halus dan berkilau seperti permata mahal, memancarkan aura kehidupan yang subtil namun kuat. Tak dapat menahan senyum getir, dia bergumam pelan pada dirinya sendiri. "Sebelumnya, aku tidak pernah menganggap serius Pil Origin Tingkat Rendah. Tak kusangka, sekarang pil ini menjadi obat mujarab di Bumi." Dia menggelengkan kepala perlahan. "Sungguh, roda takdir memang selalu berputar." Selama menjadi Iblis Surgawi di Alam Kultivasi, Ryan mampu menciptakan pil-pil dengan kekuatan yang jauh lebih dahsyat. Pil Origin Tingkat Rendah bahkan tidak layak mendapat perhatiannya dulu. Namun situasi kini berbeda—di Bumi yang miskin energi spiritual, pil sederhana ini
"Tempatnya tidak penting," Ryan menyela dengan tenang. "Letakkan saja semuanya di sini dan kalian bisa pergi." Mendengar perkataan itu, mata Cheryl langsung berbinar. Dia bergegas mendekati panel kontrol di dinding kaca dan menekan beberapa tombol. Secara perlahan, tirai di sekeliling rumah kaca mulai bergerak turun, menghalangi pandangan dari luar. Bahkan kubah bagian atas tertutup oleh langit-langit berwarna merah muda pucat. Ryan mengamati ruangan dengan penuh penghargaan. Kombinasi antara nuansa klasik abad pertengahan dengan teknologi modern terasa menarik. Meskipun interiornya bergaya antik, semua fungsi dan kontrol menggunakan sistem otomatis terbaru. "Aku yang merancang semua ini. Bagus, bukan?" Cheryl bertanya dengan penuh kebanggaan, senyumnya kembali merekah. Melihat Cheryl mulai membanggakan diri, Luke melotot padanya sekali lagi sebelum berpaling ke Ryan. "Tuan Ryan, apakah Anda membutuhkan sesuatu yang lain? Seperti kompor, atau peralatan meracik obat..." "
Cheryl membawa Ryan Drake sampai ke bagian terdalam taman. Pepohonan dan semak-semak rindang menciptakan lorong alami yang semakin gelap seiring langkah mereka menjauh dari rumah utama. Aroma bunga mawar dan melati bercampur dengan wangi tanah basah yang khas, menciptakan atmosfer yang menenangkan. Berkat kemampuannya sebagai mantan Iblis Surgawi, kegelapan bukanlah halangan bagi Ryan. Penglihatannya tetap tajam, menembus bayang-bayang gelap dengan mudah. Sekitar 30 meter di depan, dia melihat rumah kaca berkubah transparan yang menjulang dengan anggun. Struktur itu memantulkan cahaya bulan, menciptakan siluet berkilau di tengah kegelapan taman. Di dalam rumah kaca, terdapat pot-pot bunga yang tertata rapi dalam formasi yang harmonis. Berbagai macam tanaman hijau menyebar di seluruh area, beberapa sedang berbunga meskipun kelopaknya tertutup karena malam. Ryan membayangkan betapa indahnya pemandangan ini di siang hari, saat bunga-bunga mekar sempurna dalam keindahannya.
'Rumput Pemurni Tulang?' pikir Ryan tak percaya. 'Bukankah ini ramuan yang hanya bisa ditemukan di Alam Kultivasi? Bagaimana mungkin ada di Bumi?' Rumput Pemurni Tulang adalah bahan yang sangat diperlukan untuk membuat Pil Wanyuan, ramuan yang bisa meningkatkan kekuatan tulang kultivator secara drastis. Di Alam Kultivasi, tanaman ini sangat langka dan berharga. Sayang sekali rumput pemurni tulang yang dia lihat tampaknya belum matang sempurna—membutuhkan waktu setidaknya tiga hingga lima tahun lagi sebelum bisa digunakan sebagai obat. Namun, menemukan tanaman ini di Bumi tetap merupakan kejutan besar bagi Ryan. Dia tidak pernah menyangka akan menemukan bahan langka seperti ini di dunia yang miskin energi spiritual. Meski terkejut, Ryan tetap mempertahankan ekspresi tenangnya. Wajahnya tak menampakkan emosi sedikitpun. Simon Zachary melihat tatapan Ryan berhenti sejenak pada kotak itu. Dia cepat-cepat berkata, "Tuan Ryan, tanaman ini diberikan kepada ayah saya beberapa waktu
Ketika semua orang di vila sudah beristirahat, dan ketika semuanya sudah sunyi, Ryan Drake sendirian lagi dan diam-diam meninggalkan vila. Cahaya bulan samar-samar menerangi halaman belakang yang luas, menciptakan bayangan panjang dari pepohonan dan semak-semak. Ryan melangkah tanpa suara, menapaki jalan setapak menuju gerbang belakang. Teknik gerakan yang telah dia kuasai selama ribuan tahun membuatnya bergerak seolah-olah menyatu dengan angin malam. Saat sudah berada di luar kompleks perumahan, Ryan berhenti sejenak. Perasaan aneh menelusup dalam dadanya—sebuah sensasi yang hampir terlupakan selama masa kejayaannya sebagai Iblis Surgawi. "Aku mulai terbiasa dengan kehidupan seperti ini," gumamnya pelan. Ketenangan kota di malam hari, angin sepoi-sepoi yang membelai wajahnya, dan rutinitas sederhana mengurus Lena—semua itu memberikan perasaan rileks yang tidak pernah dia rasakan selama ribuan tahun di Alam Kultivasi. Tanpa James Carrey yang menemaninya seperti malam sebelumn
Tepat ketika Ryan Drake tengah berpikir diam-diam, Sandra Ann telah terdiam cukup lama sebelum mengirim kalimat lain yang hanya berisi empat kata: "Syukurlah kau telah kembali."Setelah membaca empat kata ini, Ryan Drake tidak dapat menahan senyum. Dia tidak terlalu bersemangat untuk terus mengobrol dengan teman sekelasnya. Dia hanya berjanji sekali lagi bahwa dia akan berpartisipasi dalam pertemuan teman sekelas tepat waktu, dan mengatakan masih ada pekerjaan yang harus dilakukan sehingga tidak ada waktu untuk mengobrol lebih lanjut, lalu meletakkan ponselnya, memejamkan mata dan beristirahat.Walaupun Ryan Drake terlihat sedang beristirahat, pikirannya terus menerus aktif, memikirkan langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya.Jika Ganoderma lucidum berusia seribu tahun di Brookwood tidak ditempatkan di lokasi yang tepat, Ryan Drake akan terus merasa tidak tenang. Saat ini, dia masih tinggal di vila Alicia Moore. Meskipun halaman vilanya cukup luas, dia tidak dapat memindahkan
Melihat tak seorang pun dalam grup chat itu yang berbicara, Ryan Drake merasa geli, tetapi kemudian perasaan getir perlahan menyelinap dalam benaknya. Keheningan virtual ini terasa begitu kuat, hampir nyata—seperti denting waktu yang terhenti di antara dua dunia. Jika bukan karena kebetulan yang membawanya ke dunia lain dan kembali dari kultivasi abadi, mungkin dia benar-benar sudah meninggal. Teman-teman sekelasnya akan tetap menganggapnya hanya kenangan yang perlahan pudar, seperti ukiran di batu nisan yang terkikis oleh hujan dan waktu. Setelah keheningan yang terasa mencekik, satu per satu pesan mulai bermunculan: [Tom Jerry: Ryan Drake, benarkah itu kamu?] [Sauran Grid: Sialan, sobat, kau masih hidup? Aku sudah meneteskan air mata dengan sia-sia untukmu!] [Sean: Frank, cepat keluar dan jelaskan apa yang terjadi!] [Sandra Ann: Kau siapa? Sudah kubilang, jangan bercanda soal hal seperti ini.] Ryan berdeham, jemarinya bergerak lincah di atas layar ponsel. "Terima kasih ata