"Ah!" Kepala pelayan tua itu berteriak terkejut, matanya terbelalak melihat situasi di hadapannya. Setelah bertahun-tahun merawat Alicia Moore dan putrinya, dia sangat memahami bahaya yang selalu mengintai keluarga ini. Bagaimana mungkin nyonyanya membiarkan pria asing masuk dan bahkan mempercayakan pengawasan Lena selama 24 jam penuh?Berbeda dengan sang kepala pelayan yang dipenuhi keraguan, Sherly justru tersenyum dari tempatnya berdiri di tangga. Kedatangan Ryan Drake jelas telah meringankan setengah bebannya. Dia sadar tidak memiliki kemampuan untuk melindungi ibu dan anak itu sepenuhnya. Dengan kehadiran pria ini, dia bisa lebih tenang.Namun kelegaan Sherly tidak bertahan lama. Ryan yang tadinya tersenyum hangat pada Lena, tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke arah Sherly. Senyumnya masih ada, tapi berbeda–ada kilat dingin yang membuat bulu kuduk Sherly meremang. Seketika itu juga, hawa dingin menyelimuti tubuhnya hingga dia nyaris lupa bernapas."Ini kepala pelayan rumah t
Sekitar empat-lima kuburan di belakang makam ibu Ryan, seorang pria tua duduk di depan sebuah makam menjatuhkan botol minuman keras. Ryan sudah menyadari keberadaan pria itu sejak awal, tapi tidak menghiraukannya. Pria itu berusia sekitar lima puluh tahun, wajahnya muram dan tampak setengah mabuk. Meski begitu, di balik ekspresi sedihnya, tersembunyi aura yang tak biasa. Pakaiannya kasual namun rapi, dan Ryan dapat langsung mengenali–pria ini bukan orang biasa, melainkan seorang prajurit senior dengan kemampuan bela diri tinggi. Namun bagi Ryan Drake, dia tetaplah tidak lebih dari orang tua biasa. Setelah melirik sekilas ke arah pria tua itu, Ryan kembali memfokuskan perhatiannya pada makam ibunya. Dengan gerakan penuh hormat, dia berlutut dan membenturkan kepalanya sembilan kali ke tanah. Setiap benturan membuat embun pagi yang membasahi rumput meresap ke pakaiannya, namun Ryan tak peduli. Dahinya menyentuh nisan marmer yang dingin, merasakan kesedihan yang begitu dalam men
Lena masih bergelayut manja di kaki Ryan saat Alicia berjalan menuruni tangga. Dia bisa mendengar dengan jelas percakapan antara keduanya tentang rencana pergi ke taman bermain.'Tidak, ini terlalu berbahaya,' pikir Alicia sambil mengerutkan kening. Tempat ramai selalu menjadi ancaman bagi keselamatan putrinya.Tepat ketika dia hendak melangkah maju untuk melarang rencana itu, sebuah batuk pelan terdengar dari belakangnya. Alicia menoleh dan mendapati Sherly menatapnya penuh arti.Lima tahun bekerja bersama telah membuat mereka saling memahami tanpa perlu banyak kata. Dari tatapan dan anggukan kecil Sherly, Alicia bisa menangkap maksudnya—Ryan Drake lebih dari mampu untuk melindungi Lena."Sebenarnya kau percaya padanya," Sherly berkata dengan suara lembut. "Kau tidur nyenyak tadi malam."Komentar sederhana itu membuat Alicia tertegun. Memang benar, semalam adalah tidur paling lelap yang dia dapatkan sejak Ryan menghilang. Biasanya, meski ada Sherly yang selalu siaga, Alicia tetap
Ryan Drake tidak bisa menahan senyumnya saat melihat Lena berlari-lari kecil menuju mobil Jeep Wrangler hitam yang terparkir di garasi belakang vila Moore. Sejak mendapat izin dari Alicia untuk membawa putrinya ke taman bermain, perasaan hangat terus menyelimuti hatinya. "Paman! Ayo cepat!" seru Lena sambil melompat-lompat tak sabar di samping mobil. Ryan mengusap lembut kepala gadis kecil itu. "Sabarlah sedikit, Puti Kecil. Kita punya banyak waktu untuk bersenang-senang hari ini." Setelah memastikan Lena duduk dengan aman di kursi belakang, Ryan menyalakan mesin mobil. Alunan musik lembut mengisi kabin kendaraan, diiringi tawa riang Lena yang tak henti-hentinya berceloteh tentang wahana apa saja yang ingin dia coba nanti. Melalui kaca spion, Ryan mengamati wajah ceria putrinya. Ada kehangatan yang tak terlukiskan setiap kali melihat senyum polos itu. Bahkan setelah ribuan tahun menjadi Iblis Surgawi yang ditakuti di seluruh jagat raya, dia tidak pernah merasakan kebahagiaan
Setelah mencoba hampir semua wahana, waktu sudah menunjukkan lewat tengah hari. Namun semangat Lena masih membara, seolah energinya tak ada habisnya. "Sayang, ayo istirahat dulu untuk makan siang," ajak Ryan sambil menggendong Lena turun dari komidi putar. "Setelah itu kita bisa bermain lagi." Lena mengangguk antusias. "Baik, Paman! Nanti aku mau naik roller coaster, tapi..." Dia menggigit bibirnya ragu. "Aku takut naik sendiri. Paman mau menemaniku?" Ryan tersenyum lembut. "Tentu saja. Paman akan selalu menemanimu." Mereka berjalan menyusuri area kuliner taman bermain yang sepi. Hanya beberapa restoran yang buka, dan pengunjungnya bisa dihitung dengan jari. 'Sepertinya tidak akan ada makanan yang layak di sini,' pikir Ryan sambil mengerutkan kening. Dia baru akan mengusulkan untuk makan di kota ketika sebuah suara familiar memanggil mereka. "Lena! Ayo makan sushi bersama!" Cindy Grey berlari menghampiri mereka dengan semangat. Di belakangnya, seorang pengawal mengawasi Ryan den
Sekelompok pengawal bergegas menghampiri pelaku penculikan yang tergeletak lemas di lantai. Mereka berusaha membangunkannya, namun pria itu tetap tak sadarkan diri. Seluruh tubuhnya bermandikan keringat dingin, sesekali tersentak karena rasa sakit yang masih mendera bahkan dalam ketidaksadarannya. Ryan mengabaikan keributan di sekitarnya. Perhatiannya terpusat pada Lena yang masih mencengkeram bajunya erat. Dengan lembut, dia membungkuk dan meraih putrinya ke dalam pelukan. "Takut, sayang?" tanyanya dengan nada penuh kasih sayang. Lena menggeleng tegas meski tubuh mungilnya masih sedikit gemetar. "Aku tidak takut! Kalau ada Paman, aku tidak takut apa pun!" Kata-kata polos itu membuat hati Ryan menghangat. Selama ribuan tahun menjadi Iblis Surgawi yang ditakuti di seluruh jagat raya, dia telah menerima berbagai pujian dan sanjungan dari para penguasa dan praktisi seni bela diri. Namun tidak ada yang mampu menggetarkan hatinya seperti ucapan sederhana putrinya ini. Insiden
Ryan Drake mengamati dengan seksama saat Nyonya Grey perlahan melepaskan kacamata hitam dan maskernya. Seketika, ia terpaku melihat wajah yang tersembunyi di balik penyamaran itu. Awalnya ia mengira wanita itu menyembunyikan bekas luka atau kecacatan, namun kenyataannya sangat berbeda.Di hadapannya kini duduk seorang wanita dengan paras yang luar biasa cantik. Kulitnya putih bersih tanpa cela, matanya besar dengan bulu mata lentik, hidungnya mancung sempurna, dan bibirnya mungil semerah ceri. Fitur wajahnya menunjukkan perpaduan ras yang menghasilkan kecantikan eksotis. Yang lebih mengejutkan, wanita ini tampak sangat muda, seperti baru berusia awal dua puluhan–terlalu muda untuk menjadi ibu dari anak berusia lima tahun."Saya Jessica Grey," ucapnya dengan suara merdu yang tidak lagi teredam pengubah suara. "Dan Anda adalah?""Ryan Drake," jawab Ryan singkat, masih berusaha mengingat di mana ia pernah melihat wajah ini.Jessica tampak sedikit terkejut, bahkan kecewa, melihat rea
Langit telah menggelap ketika Ryan Drake dan Lena kembali ke vila Moore setelah seharian bermain di taman hiburan. Ryan mengira Alicia sudah pulang, namun ternyata hanya ada Sebastian yang menyambut mereka."Selamat datang, Tuan Ryan, Nona Kecil," sapa Sebastian ramah. "Mari, saya sudah menyiapkan makan malam yang hangat untuk kalian."Aroma lezat menguar dari ruang makan. Sebastian telah menyiapkan hidangan mewah yang membuat perut Ryan terasa lapar. Namun ia mengernyit menyadari ketidakhadiran Alicia."Nona masih di kantor?" tanya Ryan.Sebastian mengangguk dengan ekspresi prihatin. "Ya, belakangan ini Nona selalu pulang larut. Sejak awal mendirikan perusahaan sendiri, dia memang selalu bekerja sangat keras," jelasnya. "Tidak mudah bagi seorang ibu tunggal membangun karier seperti ini."Mendengar itu, Ryan merasakan sesak di dadanya. Seharusnya ia ada di sisi Alicia, melindunginya dari segala kesulitan. Namun saat wanita itu paling membutuhkannya, ia justru menghilang. Pantas saja
Sherly mengendap memasuki kamar Ryan dengan langkah ragu. Setelah menutup pintu perlahan, ia tetap berdiri di tempat yang sama, seolah takut mendekat. Bayangan tubuhnya yang ramping terlihat jelas di bawah sinar rembulan yang menembus jendela.Ryan nyaris tersenyum geli melihat tingkah pengawal itu. 'Praktisi bela diri ini sepertinya menganggapku monster pemakan manusia,' pikirnya. 'Setiap bertemu denganku, dia selalu gemetar ketakutan. Padahal aku tidak pernah berniat menakutinya.'"Perusahaan Nona Alicia sedang dalam masalah," ujar Sherly dengan suara lembut namun terdengar jelas di telinga Ryan.Ryan mengernyitkan dahi, membuat tubuh Sherly langsung menegang. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya."Ma-maafkan saya," Sherly buru-buru menjelaskan, suaranya bergetar. "Saya tidak bermaksud menguping. Kebetulan saya berada di dekat pintu saat Anda berbicara dengan Nona Alicia tadi."Ryan tersadar bahwa kerutan di dahinya telah membuat Sherly salah paham. Ia sebenarnya hanya khawa
Langit telah menggelap ketika Ryan Drake dan Lena kembali ke vila Moore setelah seharian bermain di taman hiburan. Ryan mengira Alicia sudah pulang, namun ternyata hanya ada Sebastian yang menyambut mereka."Selamat datang, Tuan Ryan, Nona Kecil," sapa Sebastian ramah. "Mari, saya sudah menyiapkan makan malam yang hangat untuk kalian."Aroma lezat menguar dari ruang makan. Sebastian telah menyiapkan hidangan mewah yang membuat perut Ryan terasa lapar. Namun ia mengernyit menyadari ketidakhadiran Alicia."Nona masih di kantor?" tanya Ryan.Sebastian mengangguk dengan ekspresi prihatin. "Ya, belakangan ini Nona selalu pulang larut. Sejak awal mendirikan perusahaan sendiri, dia memang selalu bekerja sangat keras," jelasnya. "Tidak mudah bagi seorang ibu tunggal membangun karier seperti ini."Mendengar itu, Ryan merasakan sesak di dadanya. Seharusnya ia ada di sisi Alicia, melindunginya dari segala kesulitan. Namun saat wanita itu paling membutuhkannya, ia justru menghilang. Pantas saja
Ryan Drake mengamati dengan seksama saat Nyonya Grey perlahan melepaskan kacamata hitam dan maskernya. Seketika, ia terpaku melihat wajah yang tersembunyi di balik penyamaran itu. Awalnya ia mengira wanita itu menyembunyikan bekas luka atau kecacatan, namun kenyataannya sangat berbeda.Di hadapannya kini duduk seorang wanita dengan paras yang luar biasa cantik. Kulitnya putih bersih tanpa cela, matanya besar dengan bulu mata lentik, hidungnya mancung sempurna, dan bibirnya mungil semerah ceri. Fitur wajahnya menunjukkan perpaduan ras yang menghasilkan kecantikan eksotis. Yang lebih mengejutkan, wanita ini tampak sangat muda, seperti baru berusia awal dua puluhan–terlalu muda untuk menjadi ibu dari anak berusia lima tahun."Saya Jessica Grey," ucapnya dengan suara merdu yang tidak lagi teredam pengubah suara. "Dan Anda adalah?""Ryan Drake," jawab Ryan singkat, masih berusaha mengingat di mana ia pernah melihat wajah ini.Jessica tampak sedikit terkejut, bahkan kecewa, melihat rea
Sekelompok pengawal bergegas menghampiri pelaku penculikan yang tergeletak lemas di lantai. Mereka berusaha membangunkannya, namun pria itu tetap tak sadarkan diri. Seluruh tubuhnya bermandikan keringat dingin, sesekali tersentak karena rasa sakit yang masih mendera bahkan dalam ketidaksadarannya. Ryan mengabaikan keributan di sekitarnya. Perhatiannya terpusat pada Lena yang masih mencengkeram bajunya erat. Dengan lembut, dia membungkuk dan meraih putrinya ke dalam pelukan. "Takut, sayang?" tanyanya dengan nada penuh kasih sayang. Lena menggeleng tegas meski tubuh mungilnya masih sedikit gemetar. "Aku tidak takut! Kalau ada Paman, aku tidak takut apa pun!" Kata-kata polos itu membuat hati Ryan menghangat. Selama ribuan tahun menjadi Iblis Surgawi yang ditakuti di seluruh jagat raya, dia telah menerima berbagai pujian dan sanjungan dari para penguasa dan praktisi seni bela diri. Namun tidak ada yang mampu menggetarkan hatinya seperti ucapan sederhana putrinya ini. Insiden
Setelah mencoba hampir semua wahana, waktu sudah menunjukkan lewat tengah hari. Namun semangat Lena masih membara, seolah energinya tak ada habisnya. "Sayang, ayo istirahat dulu untuk makan siang," ajak Ryan sambil menggendong Lena turun dari komidi putar. "Setelah itu kita bisa bermain lagi." Lena mengangguk antusias. "Baik, Paman! Nanti aku mau naik roller coaster, tapi..." Dia menggigit bibirnya ragu. "Aku takut naik sendiri. Paman mau menemaniku?" Ryan tersenyum lembut. "Tentu saja. Paman akan selalu menemanimu." Mereka berjalan menyusuri area kuliner taman bermain yang sepi. Hanya beberapa restoran yang buka, dan pengunjungnya bisa dihitung dengan jari. 'Sepertinya tidak akan ada makanan yang layak di sini,' pikir Ryan sambil mengerutkan kening. Dia baru akan mengusulkan untuk makan di kota ketika sebuah suara familiar memanggil mereka. "Lena! Ayo makan sushi bersama!" Cindy Grey berlari menghampiri mereka dengan semangat. Di belakangnya, seorang pengawal mengawasi Ryan den
Ryan Drake tidak bisa menahan senyumnya saat melihat Lena berlari-lari kecil menuju mobil Jeep Wrangler hitam yang terparkir di garasi belakang vila Moore. Sejak mendapat izin dari Alicia untuk membawa putrinya ke taman bermain, perasaan hangat terus menyelimuti hatinya. "Paman! Ayo cepat!" seru Lena sambil melompat-lompat tak sabar di samping mobil. Ryan mengusap lembut kepala gadis kecil itu. "Sabarlah sedikit, Puti Kecil. Kita punya banyak waktu untuk bersenang-senang hari ini." Setelah memastikan Lena duduk dengan aman di kursi belakang, Ryan menyalakan mesin mobil. Alunan musik lembut mengisi kabin kendaraan, diiringi tawa riang Lena yang tak henti-hentinya berceloteh tentang wahana apa saja yang ingin dia coba nanti. Melalui kaca spion, Ryan mengamati wajah ceria putrinya. Ada kehangatan yang tak terlukiskan setiap kali melihat senyum polos itu. Bahkan setelah ribuan tahun menjadi Iblis Surgawi yang ditakuti di seluruh jagat raya, dia tidak pernah merasakan kebahagiaan
Lena masih bergelayut manja di kaki Ryan saat Alicia berjalan menuruni tangga. Dia bisa mendengar dengan jelas percakapan antara keduanya tentang rencana pergi ke taman bermain.'Tidak, ini terlalu berbahaya,' pikir Alicia sambil mengerutkan kening. Tempat ramai selalu menjadi ancaman bagi keselamatan putrinya.Tepat ketika dia hendak melangkah maju untuk melarang rencana itu, sebuah batuk pelan terdengar dari belakangnya. Alicia menoleh dan mendapati Sherly menatapnya penuh arti.Lima tahun bekerja bersama telah membuat mereka saling memahami tanpa perlu banyak kata. Dari tatapan dan anggukan kecil Sherly, Alicia bisa menangkap maksudnya—Ryan Drake lebih dari mampu untuk melindungi Lena."Sebenarnya kau percaya padanya," Sherly berkata dengan suara lembut. "Kau tidur nyenyak tadi malam."Komentar sederhana itu membuat Alicia tertegun. Memang benar, semalam adalah tidur paling lelap yang dia dapatkan sejak Ryan menghilang. Biasanya, meski ada Sherly yang selalu siaga, Alicia tetap
Sekitar empat-lima kuburan di belakang makam ibu Ryan, seorang pria tua duduk di depan sebuah makam menjatuhkan botol minuman keras. Ryan sudah menyadari keberadaan pria itu sejak awal, tapi tidak menghiraukannya. Pria itu berusia sekitar lima puluh tahun, wajahnya muram dan tampak setengah mabuk. Meski begitu, di balik ekspresi sedihnya, tersembunyi aura yang tak biasa. Pakaiannya kasual namun rapi, dan Ryan dapat langsung mengenali–pria ini bukan orang biasa, melainkan seorang prajurit senior dengan kemampuan bela diri tinggi. Namun bagi Ryan Drake, dia tetaplah tidak lebih dari orang tua biasa. Setelah melirik sekilas ke arah pria tua itu, Ryan kembali memfokuskan perhatiannya pada makam ibunya. Dengan gerakan penuh hormat, dia berlutut dan membenturkan kepalanya sembilan kali ke tanah. Setiap benturan membuat embun pagi yang membasahi rumput meresap ke pakaiannya, namun Ryan tak peduli. Dahinya menyentuh nisan marmer yang dingin, merasakan kesedihan yang begitu dalam men
"Ah!" Kepala pelayan tua itu berteriak terkejut, matanya terbelalak melihat situasi di hadapannya. Setelah bertahun-tahun merawat Alicia Moore dan putrinya, dia sangat memahami bahaya yang selalu mengintai keluarga ini. Bagaimana mungkin nyonyanya membiarkan pria asing masuk dan bahkan mempercayakan pengawasan Lena selama 24 jam penuh?Berbeda dengan sang kepala pelayan yang dipenuhi keraguan, Sherly justru tersenyum dari tempatnya berdiri di tangga. Kedatangan Ryan Drake jelas telah meringankan setengah bebannya. Dia sadar tidak memiliki kemampuan untuk melindungi ibu dan anak itu sepenuhnya. Dengan kehadiran pria ini, dia bisa lebih tenang.Namun kelegaan Sherly tidak bertahan lama. Ryan yang tadinya tersenyum hangat pada Lena, tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke arah Sherly. Senyumnya masih ada, tapi berbeda–ada kilat dingin yang membuat bulu kuduk Sherly meremang. Seketika itu juga, hawa dingin menyelimuti tubuhnya hingga dia nyaris lupa bernapas."Ini kepala pelayan rumah t