Share

ISTRI SIRI TENTARA  ALIM
ISTRI SIRI TENTARA ALIM
Penulis: HaniHadi_LTF

Bab 01. Aku Membencimu.

Di luar begitu gelap. Tak ada bintang yang terlihat. Dengan mengendap Lani berjalan melewati belakang rumah , menyusuri belukar hinggah jatuh berkali-kali. Pedih dan perih tak lagi dia rasakan.

"Ya, Allah, beri aku kekuatan untuk keluar dari semua ini," untaian do'a terus dipanjatkan Lani. Kakinya sudah banyak mengeluarkan darah saat dia menyusuri semak-semak.

"Aww!" Lani meringis saat duri menancap di kakinya. Segera dia lepaskan duri itu dan dia kembali berlari dengan tertatih.

"Ini ke mana ujungnya, ya Allah?" Lani merasa tidak kuat lagi, terlebih dengan kerongkongannya yang terasa kering. Dia lalu menggapai air di aliran air yang kini terhampar di depannya. Meminumnya untuk mengeluarkan dahaga yang menyerangnya.

"Hey, wanita sialan, mau lari ke mana kamu?"

Lani sontak menoleh dengan teriakan dari kejauhan. Dua lelaki itu kini bahkan mengejarnya.

"Ya, Allah, tolong aku! Tolong aku! Izinkan aku keluar dari kejaran mereka." Dengan bingung Lani segera menceburkan diri ke aliran air yang karena musim hujan, begitu deras alirannya. Pedih dan perih dia tahan dengan terus merapalkan do'a, menghanyutkan dirinya di aliran air dengan memegang sebuah batang pisang yang dia tak tau ke mana ujung dari semua itu. Dengan sisa kekuatan yang tak lagi ada, hinggah dia tak ingat lagi.

"Bos, ini bagaimana, kita telah menghilangkannya, Bos," ucap Sam, penculik itu.

"Wah, kita ghak akan dapat sisa pembayarannya kalau gini," sesal Pram juga. " kamu juga sih yang memiliki ide ini, jadi kalau udah begini, gimana kita?"

"Kenapa Bos sekarang malah marah, bukankah bos yang mau menyekap dia dengan bermaksud menikmatinya terlebih duluh, padahal Mbak e sudah bilang suruh masukkan rumah bordir."

"Kamu jangan makin bikin aku bingung. Ayo kita cari!"

Pagi-pagi.

Seorang pemuda tengah berjongkok mengambil air di depannya. Rasa segar dia rasakan setelah diusapnya air yang mengalir deras itu ke mukanya. Alzam, pemuda tinggi putih dengan rambut pendek rapi itu hampir saja berbalik, namun dia melihat ada sesuatu yang tersangkut di akar pohon tembesi.

Alzam berusaha menghampirinya. Karena tak bisa dengan mudah, dia pun menjeburkan dirinya. Diangkatnya tubuh lemah tak berdaya itu dari sana. Kecantikan wajah dan rambutnya yang tergerai panjang , sejenak membuat Alzam terpana dan berdebar. Diangkatnya tubuh itu, lalu dibaringkannya. Nafas buatan pun dia berikan dengan ragu saat kembali dia menatap wajah di depannya.

"Bismillah! Astaghfirllah, ampuni aku ya Allah!"

Agak lama, wanita  itu kemudian terbatuk, memuntahkan isi perutnya. Dia menatap Alzam. Mata indahnya yang mengerjab, makin membuat jantung Alzam berdetak. Namun tak lama, mata itu kembali terpejam, dan tubuhnya luruh, lemas.

Alzam  segera membopongnya dengan berlari kecil, ke tempat tinggalnya lewat jalan pavin yang dia bangun untuk menghubngkan sungai dengan rumahnya. Di sisi jalan, jeruk nipis yang merupakan ikon desa itu, tumbuh terawat.

"Mbok, cepat, bantu aku!"

"Mas, ada apa ini? Siapa dia?" tanya Mbok Sarem, pembantu Alzam.

"Nanti saja ceritanya. Cepat carikan dia baju punya Mbok!"

Masih dengan menutup mata, wanita itu tersadar kembali dengan meringis kesakitan. Kakinya penuh dengan luka duri. Segera Alzam mengambil ponselnya, dan menelpon seseorang.

Tak lama, Dandi, dokter sekaligus teman kerjanya, datang. Rumah dia memang tak jauh dari rumah Alzam yang memilih membangun rumah di tanah yang dia beli karena melihat keindahan tanah itu. Dandi pulalah yang mengatakan kalau tanah itu dijual, dan Alzam membelinya beberapa tahun yang lalu. Lalu dia membudidayakan tanaman jeruk nipis yang menjadi ikon desa yang mereka tempati di samping bangunan rumahnya yang berlantai dua.

"Buset, cantik betul dia, Zam. Ranting dari mana yang katamu nyangkut di akar pohon?"

Alzam menyikut sahabatnya itu. "Cepat periksa, ghak lihat apa dia mengeram kesakitan."

"Bukannya kita sudah terbiasa melihat orang kesakitan. Kenapa dengan dia kesakitan saja kamu jadi bingung kayak gini?" Dandi segera memeriksa. Tubuh di depannya yang kini mulai demam. Tangan dan kakinya penuh luka. Dia lalu menyuntiknya.

"Makasih, ya."

"Nanti kalau ada apa-apa, hubungi aku."

***

Alzam terus menunggui Lani. Hinggah malam dia melihat gadis itu membuka matanya.

"Kamu lapar? " tanya Alzam saat Lani terbangun. Dia lalu memberi air putih lewat sedotan

"Menjauh dariku. Siapa kamu?"

"Aku?" Alzam keget dengan reaksi wanita yang kini tengah dirawatnya.

"Matamu dan tatapanmu mengingatkanku pada seseorang. Menjauh dariku!" ucap Lani dengan berusaha bangun dan menggapai dinding untuk ke kamar mandi.

Belum sampai, Lani tersungkur karena sempoyongan. Alzam segera membopongnya walau Lani berontak.

"Kamu ingin ke kamar mandi, kan?" tanya Alzam diantara jengkel dan kasihan. Lalu mendudukkan Lani di closet dan berbalik meninggalkannya.

Alzam hampir meninggalkannya, namun karena tak tega, dia kembali. Dilihatnya Lani sudah terduduk lemas kembali di lantai kamar mandi dengan memegangi kepalanya. Kembali Alzam membopongnya dengan rasa bingung, terlebih setelah itu tubuh Lani menggigil kedinginan.

Bolak balik ke kamarnya Alzam berusaha mencari selimut dan baju hangat, namun Lani tetap kedinginanna.  Dalam bingung, Alzam beristighfar dan membaringkan tubuhnya di samping Lani. Ampuni aku ya, Allah! Ampuni aku. Dia bukalah muhrim untukku tapi aku memeluknya.

"Kamu jangan GR. Aku hanya tak tega melihatmu kedinginan!" bentak Alzam saat Lani memberontak dengan mengatakan dia membencinya.

"Menikahlah denganku. Aku tak bisa terus mendekapmu atau membopongmu ke kamar mandi jika kita tidak muhrim," ajak Alzam suatu hari saat Lani belum ada perkembangan.

Lani membelalakkan matanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status