Share

Bab 08. Hamil?

Penulis: HaniHadi_LTF
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-04 03:26:26

Dengan canggung Lani membiarkan Alzam tidur di sampingnya. Tidak lama sudah terdengar dengkuran halusnya. Lani hanya tersenyum melihat betapa cepatnya dia tertidur. Dengan tidur meringkung Lani membelakangi Alzam. Tak lupa, selimut pun dipakainya. Kalau kemarin dia tak merasa canggung karena dia sakit, tak bisa berfikir logis. Tapi entah kenapa kini dia merasa tidak enak hati. Dia bahkan meletakkan bantal guling di tengah-tengah mereka.

Namun saat Lani terbangun di akhir malam, dia sudah mendapati tangan Alzam di pinggangnya. Bantal yang tadi dia letakkan di sebelahnya, malah pindah di belakang Alzam. Dengan pelan walau agak kaget, tahu semua itu, Lani meletakkan tangan Alzam. Dia lalu duduk sebentar, hendak ke kamar mandi. Sejenak Lani merasa kepalanya sudah enteng. Namun saat dia melangkah, mau berjalan, dia kembali terhuyung.

Alzam segera menangkapnya. Lalu membawa Lani ke kamar mandi. Dan menurunkan Lani di dekat closet.

"Apa kamu hanya pura-pura tidurnya, Mas?"

"Aku sudah biasa
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 09. Rasa Ini.

    "Lani, aku ini masih bujang. Aku saja belum pernah menyentuh perempuan. Mana aku ngerti beginian?" kelunya dengan bingung, membolak-balik benda itu.Lani yang awalnya cemas kini tersenyum lega. "Negatif.""Benarkah?" Alzam tampak lega, begitu senangnya sampai dia tak sadar langsung memeluk Lani erat-erat.Lani sedikit terkejut, kebingungan dengan tindakan Alzam yang mendadak."Syukurlah, apa yang aku takutkan tidak terjadi," seru Alzam melepaskan pelukannya dengan rasa canggung. "Maaf, saking gembiranya aku sampai memelukmu."Lani mengerling, lalu menyindir, "Bukannya kamu udah bisa peluk aku, Mas?"Alzam garuk-garuk tengkuk, salah tingkah. "Iya juga sih," gumamnya malu. Dia pun berjalan ke arah tempat tidur, siap untuk tidur.Lani yang melihatnya hanya bisa mendesah, "Ei, ngapain ke situ lagi?""Mau tidur lah. Masak buang air di tempat tidur?" jawab Alzam sambil tersenyum lebar."Aku udah baikan, Mas. Tadi aku minum susu yang kamu bawa, perutku udah nggak mual lagi. Jadi, kamu nggak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 10. Siapa Dia?

    "Saya seolah mayat berjalan sejak pria itu merenggut apa yang saya banggakan. Hidup saya tak pernah punya tujuan, apalagi memikirkan perasaan untuk orang lain. Hati saya telah mati, terlebih dengan kejadian yang baru saja saya alami. Siapa yang akan mencintai wanita menjijikkan yang telah dijamah begitu pria tanpa pernikahan seperti saya, Mbok?" Setetes air mata telah menetes di pipi Lani. Dia menggigit bibir bawahnya untuk menahan kepedihannya."Menangislah, Dhuk, kalau kamu ingin menangis," ucap Mbok Sarem saat melihat Lani seolah menahan tangisnya.Lani pun terisak, "Hidup saya telah hancur. Saya tak punya tujuan lain selain membesarkan Senja dengan baik." Lani sudah tergugu, saat Mbok Sarem sudah memeluknya."Kamu yang sabar ya, Dhuk," hibur Sarem, "suatu saat nanti kamu pasti menemukan orang yang benar-benar mencintai kamu dengan tulu," ucapnya sambil mengusap air mata Lani dengan tangan tuanya. Hinggah pandangannya berhenti dengan menatap lelaki tinggi atletis datang dengan paka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 11. Wajahku.

    "Bu,.." Lani menahan tangan ibunya yang dengan tak sabar hendak keluar dan bertanya pada Alzam, apa dia ada hubungannya dengan Madan, pria yang telah menodai Lani delapan tahun yang lalu."Itulah yang dari awal membuat saya benci padanya, Bu, padahal dia telah menolong saya dan dengan baik merawat saya.""Kamu kenapa, Dhuk, sampai dia menolongmu?"Lani tergagap dengan ucapannya yang keceplosan. Dia lalu terdiam sesaat, mengambil nafas, lalu duduk sebentar di dipan tempat tidur Senja."Saya dikejar penjahat saat pulang kemari duluh itu, Bu.""Tapi kamu tidak apa-apa, Dhuk?" Towirah menelisik anaknya itu. Perempuan berrambut campur putih hitam dengan disanggul ke atas karena lebatnya rambutnya itu menelisik Lani dengan memindai wajah dan tubuhnya."Tidak apa-apa, Bu," bohong Lani. Bagaimana bisa ibunya itu menelisik dirinya. Karena yang luka bukan yang tampak di luar sekarang. Lecet-lecet di kakinya juga sudah sembuh dengan salep yang diberikan Dandi. Hanya hati dan jiwanya yang kini ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 12. Wajah Itu.

    Sejenak Lani menatap Alzam yang terpaku dengan menyebut sebuah nama yang sama sekali dia tak mengenalnya. Elma. Siapa Elma? tanya Lani dalam hatinya."Mbak, kapan pulang? Senja kangen!" Senja sudah memeluk Lani. Gadis berumur tujuh tahun itu sudah tinggi, walau badannya agak kurus. Dia lalu memandang Alzam yang masih terpaku menatapnya. Disunggingkanya senyumnya walau Alzam membalasnya dengan kaku."Kamu jam segini kok sudah pulang? " tanya Lani akhirnya. "bolos ya?" "Enak aja bolos. Mana aku pernah bolos, Mbak? Ini, ada rapat guru, mau ujian.""Mau ujian, ya?" sejenak Lani bingung karena dia belum membawa uang untuk ujian Senja. "apa kamu sudah ditagih bayar spp?" Gadis itu tersenyum, "Ghak usah dipikir, Mbak. Nanti kalau belum bisa bayar, tinggal minta keringanan saja. Kata Ibu, Mbak habis kena musibah.""Maafkan Mbak Lani, ya." Dipeluknya Senja dengan rasa tak karuan.Sementara Alzam yang masih memperhatikan kedua orang di depannya itu, bergulat dengan pikirannya sendiri. Kenapa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 13. Pergi.

    "Salah, Mas. Kamu salah besar. Kamu sudah tau kan siapa aku, siapa kamu? Aku bukanlah orang yang pantas untuk dicintai siapapun, terlebih orang seperti kamu, Mas..""O, jadi itu pikiranmu sampai kamu tak memakai uang pemberianku, dan hanya kamu taruh di lacimu?""Mas, bukan tak sudi, Mas. Itu tidaklah hakku.""Lani!" ditariknya Lani dan direngkuhnya dalam pelukannya. "aku sudah tak dapat menahan diriku mengatakan ini. Aku mencintaimu. Sejak kamu aku temukan itu, aku telah jatuh hati padamu."Lani melepaskan dirinya dari pelukan Alzam. "Tidak, Mas. Lupakan semua pikiranmu itu. Kalau saja aku punya tempat lain selain di tempatmu, aku akan pergi, Mas. Tapi aku bisa ke mana lagi. Perlakukan aku seperti pekerja lainnya yang juga bekerja di tempatmu."Alzam menarik tatap Lani dengan sedih."Kamu berhak mendapatkan lebih baik dari aku. Aku saja jijik dengan diriku yang telah dijamah pria dengan paksa. Setiap jengkal tubuhku rasanya hanya seonggok daging yang menjijikkan mengingat kejadian i

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 14. Tidak Pamitan.

    "Ini pembukuan yang harus kamu pelajari. Katanya kamu pingin kerja. Lupakan kalau aku pernah mengatakan sesuatu padamu," ucap Alzam setelah menarik tangan lani dan menyerahkan buku tebal. Namun saat dia menyadari Lani membawa sesuatu di tangannya, dia lalu menatap Lani dengan sekilas melihat kresek besar yang dibawanya."Kamu? Kamu mau ke mana?" tanya Alzam bingung. Lalu ditariknya kresek itu. Dan dibukanya. "Pakaian? Kamu mau pergi dari sini? Mau tinggalkan aku, hanya karena aku mengutarakan isi hati aku?""Saya,..""Balikin pakaian kamu. Setelah ini sarapan, kita segera ke gudang."Dengan pelan, Lani hanya diam sambil menuju ke kamarnya. Mengembalikan pakaiannya. Dan makan."Sudah selesai makannya?" tanya Alzam kemudian dengan menelisik jemari Lani. Cincin itu ada mata berliannya hinggah pasti nampak berkilau jika dipakai.Lani yang merasa Alzam melihat jarinya, jadi tak enak hati. Dia memang telah menaruh cincin itu di dekat alat make upnya."Iya, sudah, Mas." Ditariknya tangannya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 15. Kedatangan Tamu.

    Setiap hari Lani melingkari kalender duduk yang berada di depan meja riasnya.. Lima belas hari sudah kepergian Alzam. Selama itu tidak ada khabar tentangnya. Lani kembali beraktifitas. Ke Gudang seperti biasa. Bahkan sekarang dia sudah memegang pembayaran dengan membawanya ke bank untuk sekedar di print. Untunglah ada sepeda matic Alzam yang bisa dibawa Lani ke manapun, hinggah dia tak perlu repot untuk minta antar siapapun yang di sana. Termasuk hari ini."Assalamualaikum!"Mbok Sarem terkejut dengan rombongan yang datang agak siang."Waalaikumussalam, Pak.""Ini Alzam ke mana, Mbok, kok aku telpon ghak bisa-bisa dalam beberapa hari terakhir?" Salma, ummi Alzam bertanya pada Mbok Sarem."Anu, Bu,.. Mas Alzam dinas ke Papua.""Pantas tidak bisa dihubungi, Mi," sahut Elma, adiknya Alzam yang sudah berkeliling mengitari rumah Alzam. Dia selalu bilang, senang dengan rumah Alzam yang berada di pedesaan. Tidak seperti rumah mereka yang di kota dan selalu penuh kesibukan."Wah, bunga Mas A

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 16. Kamu Mencintaiku.

    Lani terdiam. Dia berusaha menghalau perasaan rindunya yang selama ini mengganggunya. Dia bahkan memeluk bantal yang sering dipakai Alzam saat bersamanya tidur. Perasaan ini salah. Aku harus bisa menjauhkannya. Aku tak pantas untuknya. "Dhuk,.."Lani terkesiap. Dia kemudian berdiri dan meninggalkan meja makan itu. Hatinya teramat suntuk memikirkan perasaannya akhir-akhir ini yang kerap merindukan Alzam.Tidak, aku tak boleh memikirkannya lebih dalam lagi. Pernikahan ini harus segera berakhir, tekat Lani.Namun tekat hanya tinggal di bibirnya walau kala itu dia mengucapkannya dengan mantap.Saat malam sudah larut, dan Lani mendengar ada ramai yang berhenti di depan rumah, dia segera keluar kamarnya, menyongsong siapa yang kini tengah datang dan memandangnya dengan tatapan kerinduan yang sangat. Saat lelaki itu membuka pintu rumah dan menampakkan tubuh tinggi tegapnya di depan pintu yang sudah terbuka.Pantulan rembulan juga lampu temaram teras, menampakkan kulitnya yang tampak lebih g

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04

Bab terbaru

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 293. Ketuban

    :Lani duduk di kursi ruang istirahat pabrik, tubuhnya gemetar. Dita berjongkok di sampingnya, menggenggam tangan yang mulai dingin."Kamu yakin ini bukan air biasa?" suara Dita penuh kecemasan.Lani mengangguk lemah. "Bukan. Rasanya aneh. Kemarin memng pernah keluar, tap hanya sekali, kok ini malah sering."Budi bergegas mencari tisu, tetapi Dita lebih dulu berinisiatif menarik Lani berdiri. "Kita ke rumah sakit sekarang!"Lani meraba perutnya yang mengeras. Bayinya masih bergerak, tetapi ada perasaan tidak enak yang menjalar dari ujung kaki ke kepala.Dita dan Budi nyaris menyeretnya ke parkiran. Lani merogoh ponsel, mencoba menghubungi Alzam.Satu kali... tidak diangkat.Dua kali... masih tidak tersambung.Naparnya makin memburu."Kenapa nggak diangkat?!"Budi menyalakan mobil, Dita membantu Lani naik ke belakang."Aku yang bawa, biar babti Alzam nusul.!" ujar Budi, lalu mobil melaju membelah jalanan yang mulai ramai.Lani masih terus mencoba menelepon Alzam, tapi hasilnya sama."T

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 292. Tamu istimewa

    Lani memandangi ibunya yang tengah melipat baju. "Bu, nanti aku pulangnya agak telat. Aku dan Mas Alzam mungkin buka bersama di rumah sana," ujar Lani pelan. Namun ternyata cukup membuat Towirah terhentak.Towirah menghentikan tangannya, lalu menatap putrinya dengan mata sayu. "Serius mau pindah?"Lani menelan ludah. Ia tahu pertanyaan itu lebih dari sekadar konfirmasi. Ada ketidakrelaan yang jelas dalam nada suara ibunya."Habis lebaran, Bu. Setelah anak kami lahir," jawabnya akhirnya. "nggak sekarang. Cuma nanti kita mau diam di sana sebentar. Mungkin habis Isya' baru pulang. Jadi, jangan masakbanyak seperti biasanya."Wagimin, yang sejak tadi duduk di sudut ruangan, menghela napas panjang. "Kenapa harus buru-buru? Rumah ini besar, cukup buat kalian bertiga."Lani menunduk, memainkan ujung kain bajunya. "Jauh, Pak. Aku masih kerja. Pasti repot kalau harus bolak-balik sambil momong bayi nanti."Alzam yang sejak tadi diam, akhirnya ikut bicara. "Rumah sana lebih dekat dengan pabrik.

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 291. Ustaz Besar

    .Rere membuka pintu dengan wajah penasaran. Mobil hitam yang berhenti di depan rumah bukan mobil sembarangan. Bukan milik tetangga, bukan juga taksi online.Rere melirik ke dalam. "Kak Rey! Gurumu datang!"Rey segera keluar, berdiri di teras dengan ekspresi penuh harapan. Ini pertama kalinya belajar dengan Ustaz Tahmid. Pasti akan lebih nyaman dibanding mendengar bentakan Atmajaya setiap malam.Tapi begitu pintu mobil terbuka, harapan itu runtuh seketika.Rey menatap sosok mungil yang melompat turun.Seorang anak laki-laki, tidak lebih dari sepuluh tahun.Pakai celana juga kaos santai, wajah berseri-seri seperti seseorang yang baru saja menang lotre.Bocah itu melangkah ringan ke arahnya, tersenyum lebar, lalu berkata dengan suara jernih, "Saya yang akan mengajari Mas Rey."Rey terbelalak. "Nggak salah?"Anak itu justru mengangguk penuh percaya diri. "Kata Abi Tahmid, saya lebih cocok buat ngajari Mas Rey."Dada Rey naik turun. "Ustaz Tahmid sendiri yang bilang?""Iya, Abi bilang beg

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 290. Buber

    Mira menarik napas dalam-dalam. Hawa sore terasa berat di dadanya. Sudah setengah bulan sejak terakhir kali melihat Rey, dan selama itu, ia berusaha keras menekan kerinduan yang terus muncul.Dulu, dia selalu bisa menelepon Rey kapan saja, mendengar suaranya, bercanda, atau sekadar berbagi cerita tentang hari yang melelahkan. Tapi setelah pertengkaran mereka terakhir kali, dia lebih banyak memilih diam. Bahkan saat Rey menelpon, dia seolah enggan menjawab, hinggah akhirnya, Rey tak menelpon sama sekali.Bukan karena sudah tidak peduli.Justru karena terlalu peduli.Dan sekarang, Rey tiba-tiba muncul di depan rumah, berdiri dengan ekspresi canggung, seperti seseorang yang sudah lama menunggu tetapi takut ditolak."Kamu..." Mira menatapnya, berusaha menutupi getaran yang terasa di suaranya. "Ngapain ke sini?"Rey tersenyum kecil. "Emang ada nyang glarang aku ke sini? Aku ngajak buka puasa bareng."Mira melipat tangan, mencoba terlihat acuh. "Kenapa harus ngajak aku?""Karena aku kangen,"

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 289. Aku suaminya

    Seorang pria berdiri di depan pintu, tubuhnya tegap, tetapi sorot matanya penuh keraguan.Arya menatapnya tajam. Ada kemarahan, tetapi juga kelelahan yang tak bisa disembunyikan."Akhirnya kamu datang juga." Suaranya datar, tapi menusuk.Arhand mengangguk pelan. "Aku harus datang."Hening sejenak. Arhand menggenggam erat kedua tangannya, mencoba menahan emosi yang bergejolak."Agna bagaimana?" Suaranya bergetar.Arya tidak langsung menjawab. Ia menatap lelaki itu lekat-lekat, mencoba membaca ketulusan di sana. Akhirnya, ia melangkah mundur, memberi jalan."Masuklah," katanya singkat.Arhand meneguk ludah. Langkahnya berat saat memasuki kamar Agna. Ruangan terasa dingin, bukan karena suhu, melainkan suasana yang mencekam. Hatinya berdegup tak karuan saat melihat sosok yang selama ini menghantui pikirannya.Di atas ranjang, Agna tergolek lemah. Wajahnya pucat, mata sayu, tubuhnya terlihat lebih kurus dari terakhir kali mereka bertemu.Sandra duduk di tepi ranjang, menggenggam tangan putr

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 288. Pengantin pengganti

    "Assalamualaikum!"Matahari mulai meredup ketika suara ketukan terdengar dari pintu depan. Jamilah meletakkan gelas tehnya, melirik ke arah jam dinding. Sore. Siapa yang datang tanpa pemberitahuan?Dari balik tirai, terlihat dua sosok berdiri ragu. Manda, dengan wajah cemas, sementara suaminya, Armand, tampak berat saat hendak mengetuk lagi.Jamilah buru-buru membukakan pintu. "Manda?"Manda tersenyum kaku. "Maaf, mendadak. Boleh masuk sebentar?"Jamilah memberi isyarat agar mereka duduk. Tatapannya tak lepas dari wajah Manda yang terlihat tegang. "Ada apa?"Armand menarik napas. "Kami datang untuk meminta maaf."Jamilah mengerutkan dahi. "Minta maaf?"Manda menggenggam jemari suaminya, lalu menatap Jamilah lekat-lekat. "Putra kami, Arhand... tidak bisa meneruskan pernikahan ini."Jamilah tercekat. "Apa maksudmu?"Armand menundukkan kepala. "Arhand harus bertanggung jawab. Dia telah menghamili seorang wanita."Hening.Jamilah merasakan darahnya berdesir. Tenggorokannya tercekat. "Apa?"

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 287. Menebus dosa

    Agna terbaring lemah di tempat tidur. Wajahnya pucat, keringat membasahi pelipisnya. Tangan menggenggam perut, napas tersengal. Sebuah baskom tergeletak di samping ranjang, bekas muntahannya yang baru saja, masih terlihat.Arya berdiri di ujung tempat tidur, tatapannya penuh kebingungan.Seorang suster mendekat, lalu mengambil basom itu dan membawanya ke amar mandi di kamar Agna."Agna, mau minum sedikit?" suara Sandra bergetar, tangannya menyodorkan segelas air putih.Agna hanya menggeleng lemah. "Enggak, Bu... enggak masuk..." bisiknya.Sandra menelan ludah. Matanya berkaca-kaca. "Kamu harus makan, Nak. Ini sudah berkali-kali muntah. Badanmu lemas begini..."Arya meremas jemarinya, mencoba menahan diri. "Agna, setidaknya makan roti sedikit. Minum jus? Biar enggak makin drop," bujuknya.Agna terisak. "Mungkin... ini balasan buat aku, Pi. Tuhan menghukum aku atas dosa-dosa yang sudah aku buat.""Agna, jangan berali-ali mengatakan itu, Nak." Sandra mengusap air matanya."Aku memang ja

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 294. Belajar jadi imam

    Siang itu, udara panas menyengat. Rey baru saja selesai tugas ketika Kapten Brian menghampirinya dengan senyum khasnya."Ayo makan siang," ajaknya.Rey melirik jam tangan. "Lagi puasa."Brian terkekeh. "Oh iya, lupa. Baru hari pertama, ya?"Rey mengangguk."Kalau gitu, nanti kalau puasamu udah jalan beberapa hari, aku ajak makan. Mungkin waktu itu udah nggak kuat, kan?"Rey terdiam.Brian tidak bermaksud meremehkan. Baginya, itu hanya candaan. Tapi di telinga Rey, ada benarnya. Selama ini, puasanya memang sering bolong. Bukan karena fisik tidak kuat—di hutan, ia bisa bertahan berhari-hari hanya makan seadanya. Masalahnya bukan tubuh, tapi hati.Sebelum ini, Rey tidak terlalu memikirkan. Puasa setengah bulan pun sudah cukup baginya. Tapi sejak Mira berkata akan mengikuti imamnya, sesuatu terasa berbeda.Rey menegakkan punggung. "Nggak, tahun ini aku puasa penuh."Brian menatapnya, sedikit heran. "Serius?"Rey mengangguk mantap. "Serius."Brian tersenyum kecil. "Oke, kita lihat nanti."

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 293. Layakkah?

    Rey keluar kamar dengan langkah mantap. Seragam hijau tua itu melekat rapi di tubuhnya, menunjukkan kedisiplinan seorang tentara. Pangkat Mayor di bahunya memberi kesan berwibawa. Sepatu hitam mengkilap, semirnya sempurna, mencerminkan kebiasaan hidup yang tertata.Di meja makan, Marni yang tengah merapikan piring setelah dipakai sahur tadi, menoleh. Matanya berbinar melihat calon menantunyanya dalam balutan seragam resmi."MasyaAllah..." gumamnya, tersenyum bangga. "Kamu tampak gagah, Le."Rey tertawa kecil. "Bu, biasa saja. Jangan berlebihan. Rey jadi malu." Dia memang malu teringat apa yang terjadi semalam.Marni menggeleng. "Nggak bisa biasa. Kamu ini kebanggaan keluarga ini sekarang. "Tukiran yang duduk di ruang depan, sedang membaca Al Qur'an, menoleh pelan. Wajahnya memancarkan kebanggaan yang tak bisa disembunyikan."Tadi malam orang-orang di serambi sudah ribut soal kita yang bakal mantu habis Lebaran," katanya dengan suara berat. "Mereka semua kagum calon mantuku tentara,

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status