"Perkenalkan, nama saya Desa Mahendra. Saya pemilik perusahaan ini sebenarnya. Rey hanyalah tangan kanan saya," sapa Desa pada Langit dan juga Senja.Senja sudah terpaku di tempatnya, baru kemarin Langit menjelaskan, sekarang orang yang di bicarakan sudah muncul di depannya. Apa keinginan om nya itu? Apakah sebenarnya lelaki paruh baya itu juga sudah tahu kalau dirinya adalah Cahaya? Senja tidak berkedip memandang wajah Desa. Wajah yang sangat tidak asing baginya "Wah om Desa, sudah lama tidak berjumpa. Masih ingat saya kan? Saya Langit. Anaknya Awan Dirgantara," balik sapa Langit.Desa tersenyum ramah pada Langit. Senyum yang membuat seorang wanita muda di depannya semakin terkesima."Hai, apakah kamu yang namanya Senja? Rey banyak bercerita tentang kamu. Dia sudah sangat nakal hingga rumah tangga kalian terpaksa kandas begitu saja," celetuk Desa. Rasanya Senja sangat ingin menyahut, tapi lidahnya sangat keluh untuk sekedar terangkat. "Dia pantas mendapatkannya. Biarkan saja dia de
Sejak pengukuhan Langit, jika dia dan juga Senja sudah menjadi sepasang kekasih. Langit tidak pernah melepas tangan Senja kemanapun mereka bersama. Tapi hari ini Senja merasakan kekosongan di bagian telapak tangannya karena Langit tidak ada bersamanya."Apaan sih? Lepasin gak?" marah Senja. Bisa-bisanya tidak ada Langit, Rey menarik tangannya agar bisa terpojok di sudut ruangan rapat."Murahan sekali kamu Senja. Rela menjadi budak wanita Langit. Hanya karena hartanya kan? Padahal sudah aku ingatkan. Jika hatinya tidak akan bisa dimiliki wanita lain selain kekasihnya dulu. Kau hanya akan menjadi pelampiasannya dan akhirnya kau akan sakit hati saat dia mencampakkanmu," ucap Rey, saat dia bisa mengambil waktu berdua dengan Senja."Sudah sejak dulu aku murahan kan? Bukannya kamu yang menjadikan aku murahan? Kamu juga yang menjadikan aku pelacurkan? Kenapa baru sekarang kau sok menjaga hatiku? Tidak masalah untukku jika harus menjadi budaknya. Dari pada aku kembali dengan lelaki munafik
"Sudah siap?" tanya Langit memastikan."Ya," jawab Senja, dibalik rasa gugupnya."Om, tangan mama kok dingin?" tanya polos Bumi. Dia kali ini diajak Langit untuk acara besar yang dibuatkan oleh Langit dalam perusahaan dimana mamanya berada. Tentu yang dilakukan Langit karena banyak alasan yang harus dia jawab nantinya disana."Ya, tangan mamamu sangat dingin. Sepertinya butuh kita genggam terus sampai di dalam sana. Bagaimana?" usul Langit."Om benar," jawab Bumi polos.Senja tidak merespon percakapan pemilik dua golongan darah yang sama itu. Pikirannya sekarang sedang melalang buana. Memikirkan apa yang akan terjadi disana nanti? Andai saja Langit sadar, bukannya tangannya saja yang dingin. Tapi Senja sedang menopang tubuhnya di meja kerja. Rasanya tulang belulang dia seakan lumpuh untuk bisa berdiri tegak."Mas..." lirih Senja. Sengaja dia pasang wajah memelas agar Langit mengerti apa yang dirasakannya saat ini.Mendengar panggilan Senja. Langit mengikis jarak antara mereka berdua.
Tian sebagai pengacara keluarga Wira yang sudah lama tersisih, menatap Desa dengan penuh arti. Bukan tanpa sebab dia melakukan itu. Semua diluar kendalinya. Dia sudah angkat tangan membantu Raina dan Desa untuk memuluskan impian mereka sejak dulu."Keluarkan buktinya sekarang om, atau..."Langit berbicara dengan nada pengancaman, membuat Tian tidak berkutik. Bangkai yang telah lama tersimpan akhirnya mulai terbongkar.Tidak bisa mengelak seperti biasanya. Tian mulai membuka bukti utuh jika Senja adalah Cahaya. Dimana berkas yang dia susun rapi untuk menutupi kejahatan Desa, ternyata bisa terbongkar juga. "Ini ada beberapa berkas dimana saat kejadian kecelakaan. Dan benar adanya Senja dan pengasuhnya bernama Ririn, tidak ditemukan di lokasi kecelakaan. Mereka berhasil selamat." jeda Tian. Dia kembali menatap pada Desa.Kepasrahan sudah jelas dari raut wajah Tian. Surat Ririn yang tertulis, sudah menjadi kepastian jika wanitanya itu hanya ingin keadilan buat Senja. Jika sudah seperti it
"Ahh!!" teriak histeris Raina.Kedatangan Desa ke rumah Rey membuatnya semakin emosi menggila."Kenapa kau datang kesini? Harusnya sejak awal kau tidak ada di dunia ini! Karena kau semua apa yang aku impikan hancur. Kau bukan hanya membawa sial keluargamu, tapi juga denganku dan Tania!" teriak marah Raina.Napas Raina sudah naik turun tidak terkontrol. Kabar dari Rey dan juga Desa seperti pukulan kematian untuk masa depannya."Dari awal aku bilang. Jangan percaya dengan pengacara itu! Lihatlah, dia sendiri yang membongkar semuanya. Jika saja kita bunuh anak itu sejak awal kita tahu dia masih hidup. Semua pasti tidak berbelit seperti ini!" berang Raina lagi.Rasa kecewanya Raina semakin memuncak. Itu karena Desa. Siapa sangka jika lelaki yang dia goda saat itu bukan lah Wira tapi Desa. Wajah keduanya yang sangat mirip membuat Raina tidak mengetahui jika Wira memiliki saudara kembar kala itu. Nasib sialnya yang terjebak bersama Desa. Kembaran miskin yang tidak memberikan keuntungan untu
"Kenapa tidak ada suara lagi?" tanya Senja lirih. Kakinya sudah ingin menjelly ke lantai karena rasa takutnya.Langit masih menajamkan pendengarannya. Memang benar, suara langkah kaki yang mendekat sudah hilang begitu saja."Kalian disini dulu. Biar aku saja yang keluar," sahut Langit. Dia tidak ingin ada yang terluka nantinya.Dengan hati-hati Langit membuka pintu berlahan. Sengaja dia melemparkan sendok untuk mengetahui respon yang terjadi di luar. Ternyata tidak ada terjadi apapun. Langit keluar dengan cepat bersamaan tangan yang tadi bersembunyi di balik jasnya, keluar bersama satu pistol dalam genggamannya. Matanya sangat awas melihat area sekitar. Bahkan dia sudah berjalan ke depan untuk mengecek keadaan lebih jauh. Ternyata tidak ada siapapun. Hanya kerumunan orang bersama beberapa polisi, sedang berada di dekat pintu masuk.Langit segera menyembunyikan pistolnya. Dia mendatangi kerumunan itu dengan langkah lebarnya. "Apa yang terjadi? Kenapa tadi saya mendengar ada suara temba
"Ada apa Gia?" tanya Senja. Dia benar-benar bertemu Gia seorang diri. Mengabaikan Langit yang khawatir padanya.."Duduklah Senja. Akan lebih nyaman bicara setelah duduk. Kau juga terlihat lelah setelah dari kantor kan?" sahut Gia.Senja menggeser tempat duduknya, agar mudah bokongnya duduk disana. "Aku sudah duduk, cerita kan sekarang. Ada apa ingin bertemu denganku. Katamu, ada hal penting yang ingin kau bicara kan," ucap Senja tida sabaran.Seulas senyum terbentuk di bibir Gia. Bukannya mulai bercerita. Gia meminta Senja untuk minum dan makan dulu tapi di tolak Senja. Dia ragu untuk menyentuh hidangan yang sudah hadir duluan sebelum kedatangannya."Apa kau tidak percaya padaku? Pasti kau masih berpikir aku teman yang jahat bukan? Dan aku pasti akan melakukan sesuatu, seperti meracunimu," celetuk Gia.Apa yang dikatakan Gia persis dengan apa yang dipikirkannya. Rasa awas dan curiga tentu menjadi tameng Senja saat ini."Jangan tersinggung seperti itu. Nanti juga kalau lapar atau hau
"Euhmm," lenguhan keluar dari bibir Senja. Baru saja terbangun dari tidurnya, Senja merasa hawa dingin menusuk-nusuk kulitnya. Mata Senja berlahan mulai terbuka, menapaki tiap ujung ruang yang asing di pandangannya. "Dimana aku?" tanya Senja sendiri. Dia mulai kebingungan dan terduduk dari baringannya. Senja baru menyadari, rasa dingin yang dia rasakan karena tubuhnya ternyata salam keadaan tidak berbusana. "Dimana pakaianku?" tanya Senja lagi mulai gelisah.Dia akhirnya mengingat dirinya yang terakhir jatuh pingsan saat bersama Gia. "Apa mungkin?" Senja mulai terisak. Dia kembali membodohi dirinya sendiri yang terlalu mudah masuk perangkap. Keadaan dirinya sekarang sudah menjadi bukti jika dia sudah menjadi korban pelecehan lagi. "Biadab, kau Gia!" histeris Senja.Di tinggal seorang diri di dalam kamar. Membuat Senja meratapi nasibnya. Kembali dia bisa di jual seseorang dengan sesuka hati mereka. Apakah memang dirinya tidak bisa menjadi barang berharga? Status yang berubah, tidak se