"Sudah siap?" tanya Langit memastikan."Ya," jawab Senja, dibalik rasa gugupnya."Om, tangan mama kok dingin?" tanya polos Bumi. Dia kali ini diajak Langit untuk acara besar yang dibuatkan oleh Langit dalam perusahaan dimana mamanya berada. Tentu yang dilakukan Langit karena banyak alasan yang harus dia jawab nantinya disana."Ya, tangan mamamu sangat dingin. Sepertinya butuh kita genggam terus sampai di dalam sana. Bagaimana?" usul Langit."Om benar," jawab Bumi polos.Senja tidak merespon percakapan pemilik dua golongan darah yang sama itu. Pikirannya sekarang sedang melalang buana. Memikirkan apa yang akan terjadi disana nanti? Andai saja Langit sadar, bukannya tangannya saja yang dingin. Tapi Senja sedang menopang tubuhnya di meja kerja. Rasanya tulang belulang dia seakan lumpuh untuk bisa berdiri tegak."Mas..." lirih Senja. Sengaja dia pasang wajah memelas agar Langit mengerti apa yang dirasakannya saat ini.Mendengar panggilan Senja. Langit mengikis jarak antara mereka berdua.
Tian sebagai pengacara keluarga Wira yang sudah lama tersisih, menatap Desa dengan penuh arti. Bukan tanpa sebab dia melakukan itu. Semua diluar kendalinya. Dia sudah angkat tangan membantu Raina dan Desa untuk memuluskan impian mereka sejak dulu."Keluarkan buktinya sekarang om, atau..."Langit berbicara dengan nada pengancaman, membuat Tian tidak berkutik. Bangkai yang telah lama tersimpan akhirnya mulai terbongkar.Tidak bisa mengelak seperti biasanya. Tian mulai membuka bukti utuh jika Senja adalah Cahaya. Dimana berkas yang dia susun rapi untuk menutupi kejahatan Desa, ternyata bisa terbongkar juga. "Ini ada beberapa berkas dimana saat kejadian kecelakaan. Dan benar adanya Senja dan pengasuhnya bernama Ririn, tidak ditemukan di lokasi kecelakaan. Mereka berhasil selamat." jeda Tian. Dia kembali menatap pada Desa.Kepasrahan sudah jelas dari raut wajah Tian. Surat Ririn yang tertulis, sudah menjadi kepastian jika wanitanya itu hanya ingin keadilan buat Senja. Jika sudah seperti it
"Ahh!!" teriak histeris Raina.Kedatangan Desa ke rumah Rey membuatnya semakin emosi menggila."Kenapa kau datang kesini? Harusnya sejak awal kau tidak ada di dunia ini! Karena kau semua apa yang aku impikan hancur. Kau bukan hanya membawa sial keluargamu, tapi juga denganku dan Tania!" teriak marah Raina.Napas Raina sudah naik turun tidak terkontrol. Kabar dari Rey dan juga Desa seperti pukulan kematian untuk masa depannya."Dari awal aku bilang. Jangan percaya dengan pengacara itu! Lihatlah, dia sendiri yang membongkar semuanya. Jika saja kita bunuh anak itu sejak awal kita tahu dia masih hidup. Semua pasti tidak berbelit seperti ini!" berang Raina lagi.Rasa kecewanya Raina semakin memuncak. Itu karena Desa. Siapa sangka jika lelaki yang dia goda saat itu bukan lah Wira tapi Desa. Wajah keduanya yang sangat mirip membuat Raina tidak mengetahui jika Wira memiliki saudara kembar kala itu. Nasib sialnya yang terjebak bersama Desa. Kembaran miskin yang tidak memberikan keuntungan untu
"Kenapa tidak ada suara lagi?" tanya Senja lirih. Kakinya sudah ingin menjelly ke lantai karena rasa takutnya.Langit masih menajamkan pendengarannya. Memang benar, suara langkah kaki yang mendekat sudah hilang begitu saja."Kalian disini dulu. Biar aku saja yang keluar," sahut Langit. Dia tidak ingin ada yang terluka nantinya.Dengan hati-hati Langit membuka pintu berlahan. Sengaja dia melemparkan sendok untuk mengetahui respon yang terjadi di luar. Ternyata tidak ada terjadi apapun. Langit keluar dengan cepat bersamaan tangan yang tadi bersembunyi di balik jasnya, keluar bersama satu pistol dalam genggamannya. Matanya sangat awas melihat area sekitar. Bahkan dia sudah berjalan ke depan untuk mengecek keadaan lebih jauh. Ternyata tidak ada siapapun. Hanya kerumunan orang bersama beberapa polisi, sedang berada di dekat pintu masuk.Langit segera menyembunyikan pistolnya. Dia mendatangi kerumunan itu dengan langkah lebarnya. "Apa yang terjadi? Kenapa tadi saya mendengar ada suara temba
"Ada apa Gia?" tanya Senja. Dia benar-benar bertemu Gia seorang diri. Mengabaikan Langit yang khawatir padanya.."Duduklah Senja. Akan lebih nyaman bicara setelah duduk. Kau juga terlihat lelah setelah dari kantor kan?" sahut Gia.Senja menggeser tempat duduknya, agar mudah bokongnya duduk disana. "Aku sudah duduk, cerita kan sekarang. Ada apa ingin bertemu denganku. Katamu, ada hal penting yang ingin kau bicara kan," ucap Senja tida sabaran.Seulas senyum terbentuk di bibir Gia. Bukannya mulai bercerita. Gia meminta Senja untuk minum dan makan dulu tapi di tolak Senja. Dia ragu untuk menyentuh hidangan yang sudah hadir duluan sebelum kedatangannya."Apa kau tidak percaya padaku? Pasti kau masih berpikir aku teman yang jahat bukan? Dan aku pasti akan melakukan sesuatu, seperti meracunimu," celetuk Gia.Apa yang dikatakan Gia persis dengan apa yang dipikirkannya. Rasa awas dan curiga tentu menjadi tameng Senja saat ini."Jangan tersinggung seperti itu. Nanti juga kalau lapar atau hau
"Euhmm," lenguhan keluar dari bibir Senja. Baru saja terbangun dari tidurnya, Senja merasa hawa dingin menusuk-nusuk kulitnya. Mata Senja berlahan mulai terbuka, menapaki tiap ujung ruang yang asing di pandangannya. "Dimana aku?" tanya Senja sendiri. Dia mulai kebingungan dan terduduk dari baringannya. Senja baru menyadari, rasa dingin yang dia rasakan karena tubuhnya ternyata salam keadaan tidak berbusana. "Dimana pakaianku?" tanya Senja lagi mulai gelisah.Dia akhirnya mengingat dirinya yang terakhir jatuh pingsan saat bersama Gia. "Apa mungkin?" Senja mulai terisak. Dia kembali membodohi dirinya sendiri yang terlalu mudah masuk perangkap. Keadaan dirinya sekarang sudah menjadi bukti jika dia sudah menjadi korban pelecehan lagi. "Biadab, kau Gia!" histeris Senja.Di tinggal seorang diri di dalam kamar. Membuat Senja meratapi nasibnya. Kembali dia bisa di jual seseorang dengan sesuka hati mereka. Apakah memang dirinya tidak bisa menjadi barang berharga? Status yang berubah, tidak se
"Kau gila, Gia! Kenapa kau berani melakukan hal bodoh seperti itu?!" geram Rey."Hei, tidak harusnya kau marah. Lagian, mereka tidak akan bisa membuktikan jika semua itu ulahku. Aku bermain sangat mulus. Aku juga melakukan itu agar dia tahu, jika dirinya tidak akan pernah pantas menjadi wanita berharga, dan wanita suci. Aku ingin menyadarkan dirinya, jika tempat yang pantas untuknya hanyalah kubangan kotoran," ungkap Gia."Kau pikir Langit sebodoh itu. Dia akan mencari tahu. Dan kau akan menerima akibatnya nanti," sahut Rey."Tugasmu membantu anakku Rey. Bukan menakutinya. Salahmu juga tidak memberikan nafkah yang layak seperti dulu. Dia juga butuh uang untuk kebutuhan pribadinya," sela Raina. "Kalian selalu melakukan apapun sesuka hati kalian saja. Kalian pikir aku akan tahan selamanya menjadi budak kalian? Jangan pikir aku hanya diam. Ingatlah, tidak ada lagi yang bisa aku harapkan dari kalian. Aku menyesal telah menceraikan Senja. Bersama kalian hidupku semakin berantakan dan han
"Apa-apaan kalian? Siapa yang mengizinkan kalian membawaku?" bentak Desa.Dua polisi menyambangi rumah Desa saat ini. Rumah bak istana mewah tapi terbengkalai, hingga seperti rumah yang sudah lama tidak berpenghuni."Ini perintah. Jika anda mau menolaknya, maka katakan nanti di kantor polisi," sahut polisi berbadan tegap dengan kulitnya berwarna hitam kilat.Desa berusaha lepas untuk kabur dari rumahnya sendiri. Tapi tangannya sudah terpelinting ke belakang ulah polisi satunya lagi."Sial! Berani sekali kalian menangkapku!" teriak Desa.Tanpa memperdulikan teriakan dan berontakan Desa. Polisi tetap menyeret Desa agar ikut masuk ke dalam mobil mereka. Mereka seakan menutup telinga dengan semua umpatan yang Desa berikan."Mas yakin, om Desa sudah di tangkap? Aku tidak tega mendengarnya," ucap Senja. Kabar penangkapan Desa langsung berhembus ke telinganya pagi ini."Ya, baru saja polisi menelpon mas. Kita di suruh kesana sekarang," sahut Langit.Sebagai lelaki yang harus menjaga wanitany