"Ahh!!" teriak histeris Raina.Kedatangan Desa ke rumah Rey membuatnya semakin emosi menggila."Kenapa kau datang kesini? Harusnya sejak awal kau tidak ada di dunia ini! Karena kau semua apa yang aku impikan hancur. Kau bukan hanya membawa sial keluargamu, tapi juga denganku dan Tania!" teriak marah Raina.Napas Raina sudah naik turun tidak terkontrol. Kabar dari Rey dan juga Desa seperti pukulan kematian untuk masa depannya."Dari awal aku bilang. Jangan percaya dengan pengacara itu! Lihatlah, dia sendiri yang membongkar semuanya. Jika saja kita bunuh anak itu sejak awal kita tahu dia masih hidup. Semua pasti tidak berbelit seperti ini!" berang Raina lagi.Rasa kecewanya Raina semakin memuncak. Itu karena Desa. Siapa sangka jika lelaki yang dia goda saat itu bukan lah Wira tapi Desa. Wajah keduanya yang sangat mirip membuat Raina tidak mengetahui jika Wira memiliki saudara kembar kala itu. Nasib sialnya yang terjebak bersama Desa. Kembaran miskin yang tidak memberikan keuntungan untu
"Kenapa tidak ada suara lagi?" tanya Senja lirih. Kakinya sudah ingin menjelly ke lantai karena rasa takutnya.Langit masih menajamkan pendengarannya. Memang benar, suara langkah kaki yang mendekat sudah hilang begitu saja."Kalian disini dulu. Biar aku saja yang keluar," sahut Langit. Dia tidak ingin ada yang terluka nantinya.Dengan hati-hati Langit membuka pintu berlahan. Sengaja dia melemparkan sendok untuk mengetahui respon yang terjadi di luar. Ternyata tidak ada terjadi apapun. Langit keluar dengan cepat bersamaan tangan yang tadi bersembunyi di balik jasnya, keluar bersama satu pistol dalam genggamannya. Matanya sangat awas melihat area sekitar. Bahkan dia sudah berjalan ke depan untuk mengecek keadaan lebih jauh. Ternyata tidak ada siapapun. Hanya kerumunan orang bersama beberapa polisi, sedang berada di dekat pintu masuk.Langit segera menyembunyikan pistolnya. Dia mendatangi kerumunan itu dengan langkah lebarnya. "Apa yang terjadi? Kenapa tadi saya mendengar ada suara temba
"Ada apa Gia?" tanya Senja. Dia benar-benar bertemu Gia seorang diri. Mengabaikan Langit yang khawatir padanya.."Duduklah Senja. Akan lebih nyaman bicara setelah duduk. Kau juga terlihat lelah setelah dari kantor kan?" sahut Gia.Senja menggeser tempat duduknya, agar mudah bokongnya duduk disana. "Aku sudah duduk, cerita kan sekarang. Ada apa ingin bertemu denganku. Katamu, ada hal penting yang ingin kau bicara kan," ucap Senja tida sabaran.Seulas senyum terbentuk di bibir Gia. Bukannya mulai bercerita. Gia meminta Senja untuk minum dan makan dulu tapi di tolak Senja. Dia ragu untuk menyentuh hidangan yang sudah hadir duluan sebelum kedatangannya."Apa kau tidak percaya padaku? Pasti kau masih berpikir aku teman yang jahat bukan? Dan aku pasti akan melakukan sesuatu, seperti meracunimu," celetuk Gia.Apa yang dikatakan Gia persis dengan apa yang dipikirkannya. Rasa awas dan curiga tentu menjadi tameng Senja saat ini."Jangan tersinggung seperti itu. Nanti juga kalau lapar atau hau
"Euhmm," lenguhan keluar dari bibir Senja. Baru saja terbangun dari tidurnya, Senja merasa hawa dingin menusuk-nusuk kulitnya. Mata Senja berlahan mulai terbuka, menapaki tiap ujung ruang yang asing di pandangannya. "Dimana aku?" tanya Senja sendiri. Dia mulai kebingungan dan terduduk dari baringannya. Senja baru menyadari, rasa dingin yang dia rasakan karena tubuhnya ternyata salam keadaan tidak berbusana. "Dimana pakaianku?" tanya Senja lagi mulai gelisah.Dia akhirnya mengingat dirinya yang terakhir jatuh pingsan saat bersama Gia. "Apa mungkin?" Senja mulai terisak. Dia kembali membodohi dirinya sendiri yang terlalu mudah masuk perangkap. Keadaan dirinya sekarang sudah menjadi bukti jika dia sudah menjadi korban pelecehan lagi. "Biadab, kau Gia!" histeris Senja.Di tinggal seorang diri di dalam kamar. Membuat Senja meratapi nasibnya. Kembali dia bisa di jual seseorang dengan sesuka hati mereka. Apakah memang dirinya tidak bisa menjadi barang berharga? Status yang berubah, tidak se
"Kau gila, Gia! Kenapa kau berani melakukan hal bodoh seperti itu?!" geram Rey."Hei, tidak harusnya kau marah. Lagian, mereka tidak akan bisa membuktikan jika semua itu ulahku. Aku bermain sangat mulus. Aku juga melakukan itu agar dia tahu, jika dirinya tidak akan pernah pantas menjadi wanita berharga, dan wanita suci. Aku ingin menyadarkan dirinya, jika tempat yang pantas untuknya hanyalah kubangan kotoran," ungkap Gia."Kau pikir Langit sebodoh itu. Dia akan mencari tahu. Dan kau akan menerima akibatnya nanti," sahut Rey."Tugasmu membantu anakku Rey. Bukan menakutinya. Salahmu juga tidak memberikan nafkah yang layak seperti dulu. Dia juga butuh uang untuk kebutuhan pribadinya," sela Raina. "Kalian selalu melakukan apapun sesuka hati kalian saja. Kalian pikir aku akan tahan selamanya menjadi budak kalian? Jangan pikir aku hanya diam. Ingatlah, tidak ada lagi yang bisa aku harapkan dari kalian. Aku menyesal telah menceraikan Senja. Bersama kalian hidupku semakin berantakan dan han
"Apa-apaan kalian? Siapa yang mengizinkan kalian membawaku?" bentak Desa.Dua polisi menyambangi rumah Desa saat ini. Rumah bak istana mewah tapi terbengkalai, hingga seperti rumah yang sudah lama tidak berpenghuni."Ini perintah. Jika anda mau menolaknya, maka katakan nanti di kantor polisi," sahut polisi berbadan tegap dengan kulitnya berwarna hitam kilat.Desa berusaha lepas untuk kabur dari rumahnya sendiri. Tapi tangannya sudah terpelinting ke belakang ulah polisi satunya lagi."Sial! Berani sekali kalian menangkapku!" teriak Desa.Tanpa memperdulikan teriakan dan berontakan Desa. Polisi tetap menyeret Desa agar ikut masuk ke dalam mobil mereka. Mereka seakan menutup telinga dengan semua umpatan yang Desa berikan."Mas yakin, om Desa sudah di tangkap? Aku tidak tega mendengarnya," ucap Senja. Kabar penangkapan Desa langsung berhembus ke telinganya pagi ini."Ya, baru saja polisi menelpon mas. Kita di suruh kesana sekarang," sahut Langit.Sebagai lelaki yang harus menjaga wanitany
"Bu, ini Senja bu. Ibu gimana kabarnya? Ibu gak kangen sama Senja? Sampai kapan ibu tidur nyenyak seperti ini? Apa ibu tidak ingin melihat Senja lagi, mendengar curhatan Senja?" ucap Senja.Tidak ada jawaban yang di terima Senja. Ririn masih terbuai dalam dunia mimpinya yang sangat panjang. Entah kapan dia sadar."Dia tidak akan bisa menyahutmu. Apa yang kalian harapkan dari mayat hidup sepertinya? Dia hanya seonggok mummy yang berharap masih bisa di hidup kan lagi. Coba saja alat yang ada pada tubuhnya di buka. Dia juga sudah mati. Jangan ikut gila seperti suamiku yang masih berharap dia sadar, dan rela menceraikanku demi mummy tersebut," celetuk Vanya.Semua yang dikatakan Vanya benar. Harapan hidup Ririn sangat lah tipis. Bahkan dokter sudah menyarankan untuk melepas semua peralatan yang memacu bagian dalam tubuhnya agar tetap beroperasi.Senja hanya membalas ucapan Vanya dengan senyum tipisnya, tapi tidak dengan Tian. "Kapan kau pergi dari sini? Jangan selalu membuat masalah. Cukup
"Bagaimana bisa terjadi? Jadi om Desa kabur dari penjara?" teriak Langit.Kabar mengejutkan telah mengganggu tidur Langit. Leo memberikan kabar di tengah malam buta. Langit mendapat kabar, jika kantor polisi dimana Desa di tahan mengalami kebakaran. Padahal baru beberapa hari Desa mendekam di balik jeruji besi, dan akhir bulan ini akan melakukan sidang pertamanya. Mustahil semua terjadi karena suatu yang tidak sengaja. Pasti ada seseorang yang memantik api disana."Senja.." Langit baru ingat jika Senja malam ini tengah tidur di rumah sakit. Dia sangat ingin menemani Ririn dan tidak sabar untuk membuat Ririn segera sadar.Panggilan telpon yang belum terputus, membuat Langit tidak perlu menghubungi Leo kembali. Dia segera meminta Leo dan beberapa pengawalnya menjaga ketat rumah sakit secepat mungkin. Dilihat dari posisi, Leo lebih dekat untuk bisa sampai ke rumah sakit di banding Langit.Hati Langit tetap tidak bisa diam tenang. Dia juga mengganti pakaian dan menuju rumah sakit. Langit