Hari ini adalah hari terakhir Senja bekerja sebagai sekertaris suaminya. Dia sangat sibuk membereskan berkas-berkas serta tugasnya, dimana semua akan dia serah terima pada Gia."Hai Gia, sudah siap bekerja?" tanya Senja.Pagi ini Senja sudah terbiasa melihat Gia datang bersama Rey. Suaminya beralasan jika Gia masih tidak biasa untuk naik taksi dan berinteraksi dengan orang lain. Sebagai istri sahabatnya, Rey merasa bermasalah jika menyuruh Gia bekerja di kantor mereka, tapi lepas tangan begitu saja.Senja tetap memasang kepolosannya, dia menyetujui apa yang dijelaskan suaminya. Padahal dia sudah sangat tahu kebenaran yang ada. Hanya tinggal mengumpulkan bukti dan juga bagaimana sejarah persilungkuhan keduanya."Sudah. Aku sedikit gugup. Tapi kau dan Rey sangat baik sekali. Kau pasti sangat bersyukur memiliki suami seperti Rey," ungkap Gia."Ya, aku sangat bersyukur, " jawab Senja mengambang.Padahal hatinya sekarang bertanya. Apa yang hendak dia syukurin. Dirinya yang diperjual belikan
Tidak terasa sudah lebih dari seminggu Senja bekerja dengan Langit. Tapi sampai saat ini, dia tidak kunjung tahu apa pekerjaannya.Senja mulai merasa kantuk sudah menghantuinya. Matanya sangat berat untuk terbuka berulang kali dia terus menguap. Apakah ini yang di namakan makan gaji buta? Dia sudah mengibaratkan dirinya hanya menjadi patung pajangan saja. "Tuan, bolehkah saya pulang saja? Saya mengantuk berat sekali. Toh, kerjaan saya tidak ada kan?" Bendera putih mulai di kibarkan Senja. Dia sudah tidak bisa menahan kantuknya lagi. Padahal berbagai cara sudah dia lakukan. Dari makan permen, cuci muka, sampai mencari kegiatan absurd lainnya.Langit yang tadi sangat fokus mengecek berkas dari finance, kini memberikan perhatiannya pada Senja. Wajah wanita itu sangat memelas sekali. Langit bisa melihat mata sayu yang tidak bergairah."Ngantuk? Ini belum jam pulang kantor, Senja. Jika kamu memang ngantuk. Pakai saja ruangan saya untuk tidur," usul Langit.Senja menggeleng tidak setuju,
Senja mendengar suara seseorang memanggil dirinya terus menerus. Panggilan itu sangat mengusik dirinya."Senja, Senja bangun. Kamu kenapa?" Panggilan itu kembali masuk ke rongga telinga dan menggetarkan gendang telinganya. Senja mulai membuka matanya berlahan. Dia bisa melihat sesosok wajah yang masih kabur di rekam retina matanya."Leo?" panggil Senja."Hei, bangun. Saya Langit," Jawab Langit membenarkan panggilan Senja.Kepala Senja terasa sangat berat. Apa yang terjadi padanya? "Kenapa saya?" tanya Senja pada Langit.Senha menggerakkan kepalanya kanan kiri. Dia ingin pandangannya kembali terlihat normal.Langit menatap sendu. "Maafkan saya, saya tadi membentakmu. Dan, kamu jatuh pingsan," jujur Langit.Langit tadi tidak bisa mengendalikan emosinya. Saat Senja menyentuh figuran foto Aurora. Hingga dirinya kelepasan membentak Senja. Dia langsung di landa ke khawatiran. Saat Senja jatuh pingsan dengan bentakannya, lalu menjerit-jerit minta tolong, dan memohon ampun. Karena itu Langi
"Senja, mas mau bicara."Tidak biasanya pagi ini Rey masih berada di rumah. Biasanya di pagi buta, dia sudah pergi untuk menjemput Gia. Seperti seorang lelaki yang menjemput istri atau pacarnya.Senja yang sudah selesai mematut dirinya, segera membalikkan badannya."Ada apa mas? Kok tumben belum pergi? Emang Gia sudah bisa pergi sendiri?" tanya balik Senja.Bahkan dia sudah berada sangat dekat dengan Rey. ke sepuluh jari lentiknya membenarkan dasi Rey yang sedikit berantakan.Rey menatap mata Senja dalam, sebelum dia mengangkat suara. "Seminggu ini dia mengambil cuti. Katanya, mamanya sakit. Mungkin dia akan membawa mamanya pindah kemari," jawab Rey.Ada perasaan tidak enak yang menyerbu Senja secara berutal. Dia merasa ada sesuatu yang diinginkan Rey lagi darinya. Tidak tahu apa itu. Tapi firasatnya tidak mungkin salah."Kenapa mas? Mas bisakan nyelesai semua di kantor? Apa perlu aku ambil cuti sama teman mas itu?" tanya Senja lagi.Rey menggelenglan kepalanya. "Bukan itu. Kasian Gia,
Senja terus saja memalingkan wajahnya. Dia tidak mau tatapannya dengan Langit bertemu. Bibirnya juga sudah sengaja dia kunci rapat, tanpa ada celah renggang untuk menjawab lirih.Lirikan mata Langit berulang kali, membuat dia harus membuang napas panjang. Dia tahu, dia salah. Harusnya dia tidak berkata demikian semalam. Tapi ada rasa berkhianat menyergapnya. Membuat dia spontan mengatakan demikian. Hatinya masih tidak bisa terbuka untuk wanita lain.Melihat Senja yang sejak tadi memilih diam. Menjadikan Langit serba salah. Niat awalnya datang ingin meminta maaf. Tapi kenapa gengsinya terlalu tinggi hanya untuk mengatakan dua hal itu. Padahal dia sudah bersusah payah menyusun rangkaian cerita, agar terlihat natural datang ke rumah Rey.Kebingungan melanda Langit. Harus cara apa lagi untuk membuat Senja bicara?Langit yang dasarnya tidak bisa membujuk wanita. Akhirnya membiarkan Senja yang memilih diam. Kesunyian tanpa ada peneman obrolan membuat suasana terasa agak memanas.Blam!!Senj
Tidak terasa seminggu dengan cepat berlalu. Senja dan Langit masih melakukan perang dingin. Bukan Senja saja yang ternyata bisa diam. Langit juga sangat jago menutup mulutnya. "Saya pulang," ketus Senja.Dia terpaksa berbicara, karena hari ini mau lebih awal kembali. Rey tadi malam sudah cerita jika hari ini Gia, anaknya, dan juga mamanya akan tinggal di rumah mereka Langit tidak menjawab, bahkan dia masih sibuk berkutat dengan berkasnya dan tidak memperdulikan Senja."Tuan Langit. Saya mau pulang. Ada tamu yang mau datang ke rumah saya," terang Senja.Senja jadi merasa geram sendiri dengan Langit, awalnya kan dia yang marah. Langit yang salah, kenapa sekarang seolah dia yang salah?Apa karena masalah kopi seminggu yang lalu? Senja sudah capek dengan Langit yang mengerjainya hari itu. Hingga dengan sengaja Senja menggantikan gula dengan campuran garam.Senja masih mengingat jelas, saat Langit menyemburkan seisi kopi dalam dalam mulutnya, sampai lantai yang tadi berkilau bening, terke
Raina belum membuka suaranya, disaat Gia mengamuk di kamar yang di berikan Senja untuk mereka. Belum lagi Laura yang menangis karena menginginkan kamarnya sendiri."Senja sudah merendahkan kita ma. Andai dia tahu jika rumah ini milik papa. Tidak mungkin kita hanya mendapat kamar seperti ini. Aku lelah berpura-pura,"Raina menarik napasnya panjang. Dia juga sangat tidak sabar. Tapi mereka tidak memiliki hak apapun sama sekali. Hubungan gelapnya bersama Wira, menghasilkan anak yang tidak memiliki status apapun di mata hukum."Harusnya mama jangan biarkan dia mati dahulu kemarin, sebelum menandatangani semua surat kuasa agar berpindah pada kita. Kayak gini jadinya kan?" kesal Gia."Sabarlah Tania. Kita juga kesini untuk melancarkan misi kita kan? Jangan semua gagal karena emosimu yang tidak bisa dikendalikan itu. Jangan suka menghasut Laura. Lihat anakmu, dia sampai ketiduran karena menangis," terang Raina."Berhenti manggil nama kecilku ma. Jangan sampai Senja curiga," peringat Gia.Ked
prank!!Semua yang berada di meja makan kaget dengan suara hentakan kasar sendok di atas meja makan."Bumi gak mau makan. Bumi mau sekolah sekarang," emosi Bumi.Bumi sangat tidak suka dengan kehadiran orang lain di rumahnya. Apalagi semalam dia sudah berusaha untuk mogok tidak keluar kamar. Tapi ternyata mereka tetap berdiam di rumahnya "Bumi, jaga sopan santunmu. Mereka juga keluarga kita sekarang," tegas Rey.Bumi sempat mencuri lirik ke arah Laura yang tersenyum mengejek ke arahnya, membuat Bumi semakin memanas.Dalam meja makan, keduanya tanpa terlihat sudah mengibarkan bendera perang."Saya bukan anak kecil yang mudah anda atur. Sejak kapan ada orang lain dianggap keluarga, sedangkan seseorang yang sangat dekat dianggap orang lain," lawan Bumi.Senja melihat Rey akan mengangkat tangannya untuk memukul Bumi. Dia tidak akan tinggal diam begitu saja."Mas, kenapa marah sama Bumi? Bagaimana pun dia saudaramu, tidak seperti mereka yang ada disini. Wajar dia marah. Harusnya mas bicar