"Namanya Laura. Lulusan oxford university. Jago masak, masakan chinese jago banget. Makanan favorit kamu. Terus satu lagi nih, yang bikin Mama takjub. hobinya sama kayak kamu, Laura suka Snorkling. Cocok banget deh udah. Iya kan? Duh ... Nggak kebayang kan anaknya kayak apa orang tuanya pada aktif udah gitu ganteng sama cantik pula berprestasi lagi. Mama setuju banget deh kalau kamu lamar Laura sekarang juga. Mama sama Mamanya Laura waktu muda pengen banget besanan kalau anak-anak kita udah pada gede. Ya ampuuun ... akhirnya kesampaian juga lewat jalur kamu sama Laura."
Marina terkikik geli ketika menawarkan seorang anak gadis pada anak laki-laki satu-satunya yang jujur saja merasa Jengah setiap kali ibunya memperkenalkannya dengan seorang gadis. Entah ini gadis yang ke berapa dan jawabannya tetap sama. "No!" Tawa Marina berangsur meredup ketika mendapatkan jawaban yang lagi-lagi sama, dari putranya. "Belum juga di lihat fotonya." "Buat apa? Mama mungkin lupa kalau aku udah punya istri, Ma." "Dan istri yang kamu nikahin selama 8 tahun itu belum bisa ngasih kamu keturunan, Elshad." Ah, perihal keturunan lagi. Pembicaraan akan menjadi serius ketika keturunan lah yang dibahas. Elshad Nataprawira, telah menikah dengan gadis yang dia cintai bernama Zoya. 8 tahun pernikahan mereka cinta itu tidak pernah luntur meskipun Zoya sakit dan tak bisa memberikannya keturunan. Diabetes. Usia Zoya memang masih sangat muda 29 tahun namun penyakit tidak mengenal usia. Faktor keturunan menyebabkan wanita cantik itu menderita diabetes sehingga selama 3 tahun belakangan ini dia harus dirawat intensif di rumah apalagi luka-luka yang menyebar di sekitar bagian kakinya. Ia sudah tidak bisa melayani sang suami. Elshad tidak pernah merasa jika Zoya telah gagal menjadi seorang istri. Hubungan mereka baik-baik saja bahkan rasa cinta Elshad, bertambah kadarnya setiap hari. Mereka baik-baik saja. Yang tidak baik justru keluarga dan posisi Elshad saat ini. Elshad lahir sebagai anak dari istri kedua. Istri pertama dari Bagja Nataprawira hanya memiliki dua orang anak perempuan sehingga Bagja membutuhkan anak laki-laki sebagai penerus perusahaannya. Maka bahagia pun menikah lagi dengan Marina dan lahirlah Elshad Nataprawira. Namun, saat di akhir hayatnya, saat akan membagikan harta warisannya, Bagja mendapatkan protes besar-besaran dari istri pertama serta dua anak perempuannya yang melarang agar Elshad mendapatkan harta yang lebih banyak daripada mereka. Harta itu di bagi 50% untuk Elshad, 5 % untuk Marina , 15 % untuk Istri pertama serta sisanya dua anak perempuan Bagja yang lain. Meskipun bahagia mengatakan bahwa selama ini Elshad lah yang berjasa untuk memajukan perkebunan mereka sampai bisa ekspor ke luar negeri, namun tetap saja anak-anak dari istri pertama tidak terima. Bagja yang sedang sakit itu semakin ditekan agar memberikan sedikit saja hartanya untuk Elshad. "Lagipula, Si Zoya nya juga sakit-sakitan. Mandul. Itu harta mau dibagiin ke mana? Mau dimakan sendiri sama si Elshad? " "Ayah kalau pilih kasih, nanti matinya susah. Terombang-ambing gak di terima bumi." "Udah jelas aku sama Teh Diyah, punya anak banyak. Kenapa gak ke kita-in aja?" "Gak setuju kalau si Elshad dapet lebih banyak dari kita." "Ayah gak adil." Itulah protes yang seringkali dilakukan oleh istri pertama Bagja. Wini Prameswari dan dua anaknya, Dyah dan Hesty. Pokoknya mereka memprovokasi Bagja agar tidak memberikan banyak hartanya kepada Elshad. Bagja yang gamang pun akhirnya membuat keputusan. Elshad boleh memiliki 50% perusahaannya dan aset-aset yang di Sebutkan jika sudah memiliki keturunan. Lucunya, setelah mengeluarkan surat wasiat tersebut, Bagja pun akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya sebelum Marina serta Elshad berhasil tawar-menawar. Jadilah, setelah suaminya meninggal dunia, kesibukan Marina pun bertambah yaitu dengan membujuk putranya untuk menikah kembali. Alias poligami dan hasilnya akan memiliki anak. ''Kamu tuh cuma disuruh nikah lagi, bukannya suruh pisah sama Zoya." "Aku gak suka poligami. Aku gak mau khianatin Zoya." Sungguh, Marina sudah mengeluarkan semua kemampuannya untuk membujuk Sang putra dan selama setahun ini setelah suaminya meninggal, Elshad belum juga tergugah untuk menikah lagi. Marina merasa sangat geram dengan putranya ini. Dia melipat tangan di atas perutnya. Sengaja Marina mengajak pertemuan di ruangan kerja Elshad di pabrik ini. Agar lebih leluasa untuk bicara sedangkan Sang putra sama sekali tidak mau menerima tawaran ibunya. "Zoya Kayaknya nggak pernah mempersulit rencana Mama," ujar Marina. Ya, memang benar. Zoya bahkan seperti ibunya. Yang selalu berpikir tentang uang dan uang. "Zoya membutuhkan banyak perawatan dan itu dibelinya pakai duit bukan pakai daun. Realistis dong, El. Kalau kamu bangkrut dengan apa kamu itu bisa membiayai perawatannya Zoya." " Jangan berpikir kejauhan,Ma. Aku masih sanggup membiayai Zoya 20 tahun ke depan." "Apa dia masih hidup?" Elshad terdiam di buatnya. "Zoya sakit karena dari pikiran juga. Dia merasa nggak pantas jadi istri kamu karena nggak bisa melayani kamu lahir dan batin apalagi ngasih anak. Dengan kamu selalu menolak keinginannya menikah lagi dan ngasih kalian anak, kamu udah merusak kesehatannya." "Merusak kesehatan Zoya atau merusak mimpi indah mama yang ingin menguasai seluruh harta Nataprawira?" Marina membola dengan jawaban putranya. "Kok jadi Mama? Mama lagi ngomongin Zoya!" "Dan aku gak akan pernah ninggalin Zoya untuk nikah lagi." Tanpa mengurangi rasa hormatnya, Elshad bangun dari duduknya dan membiarkan sang Mama berada di ruang kerjanya dia lebih baik memantau perkebunan jeruknya saja hari ini. Namun, Baru beberapa langkah, ia di hentikan oleh Marina dengan ucapannya. "Dan siap-siap aja jatuh miskin."Elshad memutuskan untuk melihat perkebunan jeruk miliknya saja. Daripada harus berdebat dengan ibunya yang ujung-ujungnya akan menyuruhnya untuk menikah lagi. Elshad mencintai istrinya, sungguh. Ia tidak tahu kenapa ibunya tidak bisa menerima itu. Apakah hidup hanya seputar harta dan harta? Elshad mengedarkan pandangannya. Kini ia berada di perkebunan jeruk miliknya. Iya, miliknya. Seharusnya miliknya. Dia yang memajukan perkebunan dan PT. MENCARI CINTA SEJATI ini sehingga bisa bangkit saat terpuruk setelah hampir tiga puluh tahun sejak krisis moneter. Awalnya Perkebunan ini hanya berpusat di Garut saja. Tapi semenjak Elshad bergabung, ketika ia baru lulus S1, produksi semakin membaik. Expor sudah mulai bisa di lakukan sedikit demi sedikit. Produksi jeruk melimpah dengan berani mempekerjakan Insinyur pertanian untuk mengelola perkebunan. Pohon jeruk yang berusia 2 tahun sudah bisa dipanen dan tidak ada musimnya. Jika sudah berbunga dan berbuah maka bisa dipanen sekitar setiap dua p
Udara sejuk sore hari perkebunan, membawa langkah kaki Elshad menuju sungai yang mengalir alami dari pegunungan. Elshad tersenyum, aliran sungai ini begitu jernih dengan pohon-pohon jeruk yang berpagar mengelilinginya. Tidak ada para petani jeruk di sini Mereka sepertinya sudah pulang karena waktu menunjukkan pukul lima sore lebih 10 menit. Dulu, ia sering kemari saat pertama kali memimpin perusahaan bersama dengan istrinya. Untuk sekedar menikmati udara sore garut yang dingin dan air sungai yang jernih. Duduk-duduk di tepian batu dengan kaki yang dicelupkan di sungai.Sangat romantis. Ia dan Zoya menyukai air, semua yang berbau air. Namun semenjak Zoya dinyatakan sakit dan diabetesnya sudah menembus angka 600, Zoya tidak pernah lagi menemaninya bepergian. "Di sini indah sekali Zoya ... Aku kapan-kapan akan mengajakmu kemari lagi. Ingatkan saat itu kamu sudah sehat dan kita akan menciptakan keromantisan yang tertunda selama beberapa tahun ini selama kamu sakit," ucapnya lirih. Dud
Beberapa saat sebelumnya ... "Nda, mau kemana? Udah sore. Hayu balik.""Mau mandi dulu. Gerah ah. Sekalian cuci sepatu boot. Kena lumpur.""Maaandi? Di sungai? Jangan Nda," ujar si pemuda yang nampak khawatir itu. Si Gadis mengulum senyumnya mendapat protes dari pemuda itu. "Em .., Aa' cemburu ya? takut aku di intipin?"Sebuah toyoran di terima di kening sang dara. "Ngapain cemburu? Aa' cuma kasihan sama yang ngintip nanti pada sawan. Kirain bidadari mandi. Tahunya kuda nil lagi berendam."Tawa si pemuda itu langsung tercipta, membuat si gadis gemoy merengut kesal. "Jangan cemberut dong Nda .., makin jelek ih," bujuk pemuda itu melihat si gemoy merajuk dengan wajah merengutnya. Sebuah cubitan pelan di terima pada pipi lebar si gadis yang dengan cekatan ia tepis. "Nda ... Jangan marah ih. Nanti makin ngembang loh!""Idih!!!"Si pemuda tertawa lagi tanpa rasa bersalah. Menggoda Nda-nya, adalah salah satu penghiburan diri. Nda, Namanya bukan Manda. Bukan pula panggilan sayang, Bund
Terkejut sekaligus takut, Maura gemetaran. Ia edarkan pandangan ke sekeliling. "SIAPA ITU?"' Lagi Maura bertanya dan menyilangkan tangan di depan dadanya. Namun tak ada yang menyahut."Gustiii .., tadi siapa?'' lirihnya yakin karena tadi ada orang di sana. Pasti yang mengintip. Tapi melihat suasana perkebunan yang sore dan juga sangat sepi, Maura bergidik sendiri. "Jangan-jangan ..." Maura merinding di buatnya. Segera saja, karena takutnya, Maura langsung naik dan keluar dari sungai. Berjalan cepat, menuju tadi ia menyimpan handuk bersihnya di dekat batu."Eh? kemana handuknya?''Ia tak salah kan? bukankah tadi Maura menaruh handuknya di sana? Dia yakin Sebelum mandi menaruhnya di sini. Tapi sekarang kemana? gadis itu mencari, mungkin jatuh di belakang pohon jeruk yang berada di samping batu besar tersebut.Begitu ia sampai di belakang pohon jeruk, tak ada juga. "Kemana handuknya? Perasaan tadi disimpan di sini," tanya Maura mulai panik. Tapi karena sudah takut duluan, dia pun segera
"Mama bilang, Poligami itu kuncinya ikhlas. Aku udah ikhlas kok. Yang penting kamu dapat keturunan."Elshad coba untuk tidak mendengarkannya." Kalau kamu pergi ke kantor seharian kan, aku kesepian. Soalnya Bi Kokom pasti ada di dapur. kalau nggak di taman. Kalau ada istri baru kamu di sini, 'kan bisa nemenin aku juga El. Terus anak kalian bisa main deh di ranjang ini. Ranjangnya luas, El. Aku janji kok, nggak akan kaya istri-istri di sinetron atau di novel-novel poligami yang jahat sama istri muda. Aku akan jadi ...""Sampai kapanpun aku nggak akan menikah lagi." El bicara serius.Zoya terdiam dalam posisi tidurnya itu."Jangan ajari suamimu untuk poligami Zoya. Jangan dengarkan apa kata Mama karena Mama itu istri kedua dan sudut pandangnya akan lain dengan kamu nantinya. Buat aku kamu tetap Istriku selamanya."" kamu punya istri. Tapi untuk sekedar ngambilin baju ganti aja, aku nggak bisa. Istri ini, malah jadi beban kamu."Elshad berbalik setelah berhasil mendapatkan kaos abu-ab
" Ditungguin dari tadi mika-nya, mau dipakai buat dianterin ke ibu Zoya. Malah nangkring di sini Bukannya cepet-cepet ke dapur!" Omel Debby yang merampas plastik berisi Mika bolu berbentuk bulat itu dari tangan Maura.Aji membuang bekas rokoknya ke asbak. Kemudian menggedikkan bahu.Debby memperhatikan adik dan suaminya yang masih saling melotot itu."Maura! Aya naon sih?"Maura tidak menjawab saking kesalnya malah Aji lah yang bicara."Tuh, adik kamu. Kenapa lagi atuh? Dia pulang-pulang dari warung marah gara-gara ngelihat Akang lagi ngopi sama ngudud (ngerokok). Padahal cuma ngopi sama ngerokok. Biasalah kalau pengangguran mah, pasti diomelin terus." Aji mulai playing victim.Debby membulatkan matanya. ''Gustii... Maura. Berani-beraninya kamu teh sama Akang kamu!!" Omel Debby. ''Mulut kamu teh berani pisan. Gak ada Phormat-hormatnya sama orang tua. Baru ge nganggur setahun atuh. Da tadinya kang Aji yang kerja buat menghidupi kita. Songong pisan mulut kamu teh."Aji menarik sudut bi
Elshad bermaksud mengambil ponsel khusus pekerjaan yang sengaja ia letakkan di dashboard mobil. Biasanya, di hari Jumat, ia akan menyimpan semua peralatan kerjanya di mobil demi menghindari terbawa saat bersantai di rumah bersama istri tercinta pada Sabtu dan Minggu pagi. Di Minggu siang, Elshad akan mengambil kembali ponsel tersebut untuk mengecek pesan-pesan penting yang masuk.Dengan langkah pasti, ia menuju garasi. Begitu berhasil menemukan ponselnya, ia segera menyelipkannya ke dalam saku celana. Namun, ketika hendak keluar dari mobil, matanya terhenti pada sebuah handuk putih yang tergeletak di sana. "Handuk?" Ingatan Elshad tiba-tiba terpanggil kembali ke masa kemarin, pada sebuah peristiwa ketika ia terpaksa kabur dan tanpa sengaja membawa handuk milik seorang wanita yang ia temui.Hatinya berdebar, Elshad mendengkus kasar, berharap tak ada orang yang mengetahui dia pernah membawa handuk tersebut. "Ah, lebih baik buang aja," gumamnya pelan, seakan ingin menyingkirkan bukti ma
Elshad lagi-lagi menyembunyikan handuk yang dia pegang ke belakang punggungnya. Lalu berdiri agak menjauh. Sementara Maura datang dan dipersilakan duduk oleh Zoya. Elshad masih memantau gadis itu dan berharap agar Maura tidak bicara macam-macam pada istrinya. Zoya yang memang terkenal ramah itu, membiarkan Maura menyajikan kuenya di dekat minuman teh herbal diabetes khusus baginya "Wah kuenya harum." Zoya memuji. "Iya ... Kata Teh Debby gak terlalu manis.Pakai gula jagung juga.""Gak pernah kecewa kalau saya pesan dari Debby.""Makasih banyak ya, Bu."Zoya tersenyum lagi sementara Maura merapikan kue, tak sengaja, Zoya melihat suaminya tak berkedip melihat Maura. Zoya merasa aneh sendiri. Mungkinkah El merasa aneh dengan penampilan gadis gendut di depannya? Maura mengenal Elshad dengan baik. Pasti suaminya itu sedang Body shaming dalam pikirannya. Mengata-ngatai fisik Maura."Mangga kue nya Bu. Semoga suka ya, saya pamit dulu." Maura undur diri dengan sangat sopan."Eh ... seben