" Ditungguin dari tadi mika-nya, mau dipakai buat dianterin ke ibu Zoya. Malah nangkring di sini Bukannya cepet-cepet ke dapur!" Omel Debby yang merampas plastik berisi Mika bolu berbentuk bulat itu dari tangan Maura.
Aji membuang bekas rokoknya ke asbak. Kemudian menggedikkan bahu. Debby memperhatikan adik dan suaminya yang masih saling melotot itu. "Maura! Aya naon sih?" Maura tidak menjawab saking kesalnya malah Aji lah yang bicara. "Tuh, adik kamu. Kenapa lagi atuh? Dia pulang-pulang dari warung marah gara-gara ngelihat Akang lagi ngopi sama ngudud (ngerokok). Padahal cuma ngopi sama ngerokok. Biasalah kalau pengangguran mah, pasti diomelin terus." Aji mulai playing victim. Debby membulatkan matanya. ''Gustii... Maura. Berani-beraninya kamu teh sama Akang kamu!!" Omel Debby. ''Mulut kamu teh berani pisan. Gak ada Phormat-hormatnya sama orang tua. Baru ge nganggur setahun atuh. Da tadinya kang Aji yang kerja buat menghidupi kita. Songong pisan mulut kamu teh." Aji menarik sudut bibirnya melihat Maura dimarahi oleh Debby. Rasakan, kan? Maura tak akan berkutik kalau Debby sudah memberi ulti. Sedangkan Maura sudah tidak aneh lagi. Tiap hari, Aji selalu playing victim di depan istrinya padahal sudah jelas-jelas dia sering menggoda dan menghina Maura. Tapi, jika kepergok oleh istrinya, dia akan mengatakan Mauralah yang menghina dia perihal dia yang pengangguran dan kerjaannya hanya Romantis saja. Roko makan gratis. Setiap orang yang Maura adukan tentang kelakuan Aji yang suka genit padanya pun, tidak ada yang percaya. Hanya karena Maura gadis gendut yang tidak menarik jauh dari Debby yang sangat cantik. Mana mau Kang Aji sama kamu. Kegeeran kamu ih. Kayak buntelan kentut gitu. Jauh cantikan Teteh kemana-mana. Begitulah. Debby selalu membanggakan kecantikannya dan juga tubuhnya yang langsing serta seksi. Berbeda dengan sang adik yang berisi padahal wajah mereka sama-sama cantik. Debby terlalu bucin sehingga tidak bisa melihat jika suaminya selalu bertingkah kurang ajar pada adiknya tersebut. Dia selalu menganggap jika Maura itu jelek dan siapapun tidak akan tertarik padanya. Padahal Maura tidak jelek. Tidak terlalu gendut. Dia Debby versi gemoy. Itu saja. Tapi kan dunia memang tidak seadil itu. Wanita yang memiliki tubuh berbeda dengan yang lain akan masuk dalam kategori JELEK. "Minta maaf sama Kang Aji, sana," ujar Ibu dari dua anak itu. Seriiing sekali. Tiap kali Aji playing victim dan membuat Maura dimarahi, pasti Maura akan disuruh untuk minta maaf padanya. "Mauraaa ..." Debby saking geramnya sampai mengeratkan gigi. Maura menarik nafas panjang kemudian menoleh kepada Abang iparnya itu. "Hampura ya Akang Aji nu bageur, nu kasèp, ( mohon maaf ya Akang Aji yang baik yang ganteng) Jangan marah ya, Semoga nggak marah semoga Akang Aji bertambah pahalanya udah maafin Maura, dihapuskan dosa-dosanya, di terima amal ibadahnya dan diringankan Azab kuburnya." Aji dan Debby melotot mendengar ucapan dari Maura sedangkan Gadis itu langsung berlari menuju dapur. "Pandaaaaaaa!!" Teriak Debby yang matanya masih memancarkan Aura permusuhan lalu mengejar adiknya sampai dapur. Sedangkan Aji mengancam akan memberi pelajaran kepada adik iparnya yang songong itu. 🌺🌺🌺 Meski sebal dengan perlakuan kakak dan juga kakak iparnya, Maura tetap mau saja disuruh untuk mengantarkan bolu karamel pesanan Ibu Zoya. Bukan untuknya, katanya untuk suaminya yang suka sekali dengan bolu tersebut. Berawal dari Debby yang mengantarkan hampers saat lebaran tahun kemarin, sebagai buruh, Zoya beberapa kali memesan bolu tersebut. Ini pesanan ke Lima. Biasanya, Aji lah yang mengantarkannya ke rumah Zoya. Tapi berhubung kali ini Maura sedang libur dan juga Debby sedang kesal padanya, maka Maura lah yang mengantarkannya. Awas, Ibu Zoya itu baik. Selalu nyuruh karyawannya yang datang ke rumah buat makan. Tapi kamu jangan mau ya, Nda. Malu ... bisa-bisa Kamu abisin nasi sama lauk di rumahnya Bu Zoya. Abis di bayar kuenya, udah aja pulang. Begitu pesan dari Debby. "Mau Kemana, Nda?" Maura menghentikan langkahnya ketika Danar sepupunya yang datang menaiki motor, berhenti di sampingnya. Danar melihat plastik berwarna putih besar yang sedang dibawa oleh Maura. "Itu apa? Kuenya si Debby ya? Mau dianterin ke mana?" Maura diam saja di tempatnya saat melihat Danar. Ia mundur satu langkah. Membuat sepupunya itu merasa aneh dengan sikapnya Maura. "Kunaon sih? Kamu kok Saya takut gitu ngeliatnya?" Jelas Maura takut. Ia masih penasaran Siapakah orang yang mengintipnya mandi di sungai kemarin sore? Dan entah kenapa, kecurigaannya justru menjurus ke sang sepupu. "Hey! Nda! Ngalamun ih. Mau kemana? Hayuk di anterin." Mau menuduh tapi tidak punya bukti. Bisa-bisa nanti dia dibilang fitnah. "Hayuk di anterin. Mau kemana?" Maura menimbang-nimbang. Sebenarnya curiga pada Danar tapi mau menuduh Dia tidak punya bukti. Mau bersikap biasa saja, tapi sudah terlanjur curiga. Mau mengabaikan ajakan Danar naik motornya, rasanya sayang juga. Jarak antara rumahnya dengan rumah Ibu Zoya itu cukup jauh. Meski tidak pernah berkunjung ke rumahnya Tapi Maura tahu letak rumah dari pemilik perkebunan jeruk tempat dia bekerja itu. "Hayuk atuh, di anterin. Gak mau nih?" Baru saja Danar bertanya demikian Maura tanpa banyak basa-basi kemudian langsung naik ke motornya ala penumpang ojek. "Eh, eh, eh ... jangan nyamping atuh duduknya berat sebelah." Sambil cemberut Maura pun kemudian turun lagi dari motor dan membetulkan letak duduknya. Marah boleh, tapi harus berpikir positif demi kelangsungan betis indahnya yang tidak boleh gendut lagi gara-gara berjalan kaki hampir 2 km ke rumahnya ibu Zoya. Danar hanya bisa menggelengkan kepalanya. Entah kenapa Maura tiba-tiba saja cemberut seperti ini. "Lagi kesel sama si Aji ya, Nda?" Maura hanya diam. "Beliin Sianida yuk, Nda. Kita racun dia." Danar tertawa sendiri dengan idenya tapi Maura masih tetap cemberut. Danar pun menyudahi candaannya dan fokus untuk membawa motor. "Iyeu ... ngomong-ngomong kita teh mau ke mana, Nda? Jangan bilang kamu teh ngajakin aku mojok ya? Jangan ah, Nda. Gak selera. Tapi kalau mau, ya ... boleh deh, jarang-jarang kan, mojok sama yang gemoy." "Ihhhhhhh! Geuleuh!!!" ( jijik) Danar akhirnya tertawa dibuatnya. ''Nah ... Kitu atuh. Ngomong, ketawa," ujar Danar lagi. ''Mau kemana? Bilang atuh jangan sampai nanti dibawa terus ini motor, boros bensinnya." Lama-lama, Maura Yang kesel pun kemudian akhirnya memberitahu bahwa dia disuruh Untuk mengantarkan kue ke rumahnya ibu Zoya. "Ke rumahnya Bu Zoya." "Bu Zoya? Bu Zoya yang punya perkebunan?" "Iyaaa ..." "Hebat euy, kuenya si Debby. Nyampe juga di lidahnya orang kaya." "Udah sering mesan ini teh, cuman biasanya si Aji yang nganterin." Danar menganggukkan kepalanya. Dia paham. " Ya udah atuh pegangan. Soalnya Aa' bawa motornya mau rada kenceng ini, biar cepat sampai. Kalau bawa motornya kekencengan takut jatuh , Peluk aja Aa' dari belakang." "Idih!" Danar terkekeh di buatnya. Sedangkan Maura cemberut. Makin curiga lah Maura kalau sepupu punya inilah yang mengintipnya kemarin karena Danar sudah berani mengeluarkan kata-kata nakal seperti si Aji. Kakak ipar laknatnya itu. "Kalau nggak Kepaksa mah, nggak mau naik motor sama dia teh. Yakin aku mah dia yang ngintip kemarin. Pura-pura polos!" Sungut Maura di dalam hatinya. Tidak berapa lama kemudian, motor itu pun sampai di depan gerbang rumah mewah tersebut. Udara Garut yang dingin pada hari ini membuat cuaca sejuk padahal waktu menunjukkan jam dua siang. Maura segera turun dari motornya setelah berusaha menjaga jarak mati-matian ketika di jalan tadi meskipun sangat sulit. Danar mendongak melihat pagar rumah yang begitu tinggi. "Euleuh, gerbangnya tinggi pisan euy. Setinggi harapan Maura yang mau diet tapi tidak kesampaian." Maura melirik pada sepupunya itu yang tertawa di atas motor. "Sok atuh sana anterin ke dalam. Aa' tungguin di sini nanti kita pulang bareng lagi.'' Lagi, sebenarnya Maura itu enggan berdekatan dan diantar pulang. Tapi ya mau bagaimana lagi? Terlalu capek untuk jalan kaki sampai ke rumah. Sedangkan di sini tidak ada ojek ataupun angkot. Memang si Debby itu rada-rada. Tidak ada Kasihannya menyuruh adik kandungnya untuk mengirimkan kue. "Ya udah, tunggu sini," ujar Maura. Maura berjalan menuju pintu gerbang. " Punten Mang ...." Mang Anin mendekat ketika ada orang yang datang di depan gerbang. "Iya Ceu ..." Maura berdecak. ''Jangan panggil Euceu atuh. Belum tua, ih," protes Maura yang memang kerap kali kesal ketika orang memanggilnya dengan sebutan Euceu (Tante) atau ibu. "Eh ... Maaf, maaf Neng. Ada apa Neng?" Mang Anin merevisi. Sedangkan Danar yang duduk di motor tidak jauh dari tempat Maura berdiri sampai menggelengkan kepala dan tertawa mendengar kelucuan Maura itu. "Ini Mang, Ada pesanan kue dari Teh Debby. Katanya pesanan Ibu Zoya." "Oh ... Iya. Iya. Tadi ibu juga bilang kalau pesan kue. Sok atuh, masuk." Maura tersenyum ketika diizinkan untuk masuk ke pintu gerbang itu. "Biasanya Mamang Aji yang kesini." "Oh ... Lagi sakit dia Mang." "Sakit apa Neng?" Tanya Mang Anin khawatir. "Komplikasi Mang. Semua penyakit kumpul di badannya." "Gustiii ... Parah ya?" "Yah .. begitulah Mang. Minta do'anya aja. keluarga mah udah ikhlas. Kalau dia mau diambil kapan aja. Gimana atuh namanya juga umur." Danar tidak bisa menyembunyikan tawanya ada-ada saja memang Maura ini kelakuannya. "Kasihan ya, mana masih muda." "Iya Mang." Keduanya lalu sampai di halaman yang membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk sampai di gerbang pintu utama rumah. "Itu masuk aja ya Neng. Nanti ada Bi Kokom yang nganterin ke kamarnya Bu Zoya.'' "Oh ... Iya. Nuhun ya, Mang." "Sami-sami." Mang Anin kembali ke pos jaga sedangkan Maura lalu berjalan menuju pintu rumah yang harus melewati garasi terlebih dahulu. Nampak mobil-mobil mewah berjajar rapi di sana dan tak lama, Maura melihat seorang pria keluar dari rumah. Dia pemilik pabrik. Elshad Nataprwira atau Pak El. Tampan Gagah Kerap jadi pembicaraan para buruh dan Karyawati di Pabrik dan kebun jeruk tempatnya bekerja. Maura sering melihatnya tapi tentu saja tidak akan pernah dilirik balik. Ternyata dari jarak dekat seperti ini, Elshad terlihat sangat tampan. Tapi lagi-lagi, Elshad tidak ngeuh padanya. Saking gugupnya bertemu dengan Bos pabrik yang dia yakin tidak akan kenal dengannya, Maura sampai mematung di tempat dan memperhatikan ketika Elshad membuka pintu mobil. Maura pikir, dia akan mengendarai mobilnya dan pergi dari rumah. Tapi ternyata, tidak. Elshad mengambil sesuatu dari dalam mobil tersebut dan menutup pintunya kembali. Maura bersiap tersenyum dan menyapa kepada Bosnya itu Seraya mendekat. Dan saat itulah, El baru menyadari ada orang di dekat garasi mobilnya. Mata bertemu mata. Mata Elshad melebar melihat Siapa yang berdiri di depannya dan Mata Maura juga hampir melotot keluar melihat sesuatu yang berada di tangan Elshad. Itu Handuknya. Itu Handuknya. Itu berarti ...Elshad bermaksud mengambil ponsel khusus pekerjaan yang sengaja ia letakkan di dashboard mobil. Biasanya, di hari Jumat, ia akan menyimpan semua peralatan kerjanya di mobil demi menghindari terbawa saat bersantai di rumah bersama istri tercinta pada Sabtu dan Minggu pagi. Di Minggu siang, Elshad akan mengambil kembali ponsel tersebut untuk mengecek pesan-pesan penting yang masuk.Dengan langkah pasti, ia menuju garasi. Begitu berhasil menemukan ponselnya, ia segera menyelipkannya ke dalam saku celana. Namun, ketika hendak keluar dari mobil, matanya terhenti pada sebuah handuk putih yang tergeletak di sana. "Handuk?" Ingatan Elshad tiba-tiba terpanggil kembali ke masa kemarin, pada sebuah peristiwa ketika ia terpaksa kabur dan tanpa sengaja membawa handuk milik seorang wanita yang ia temui.Hatinya berdebar, Elshad mendengkus kasar, berharap tak ada orang yang mengetahui dia pernah membawa handuk tersebut. "Ah, lebih baik buang aja," gumamnya pelan, seakan ingin menyingkirkan bukti ma
Elshad lagi-lagi menyembunyikan handuk yang dia pegang ke belakang punggungnya. Lalu berdiri agak menjauh. Sementara Maura datang dan dipersilakan duduk oleh Zoya. Elshad masih memantau gadis itu dan berharap agar Maura tidak bicara macam-macam pada istrinya. Zoya yang memang terkenal ramah itu, membiarkan Maura menyajikan kuenya di dekat minuman teh herbal diabetes khusus baginya "Wah kuenya harum." Zoya memuji. "Iya ... Kata Teh Debby gak terlalu manis.Pakai gula jagung juga.""Gak pernah kecewa kalau saya pesan dari Debby.""Makasih banyak ya, Bu."Zoya tersenyum lagi sementara Maura merapikan kue, tak sengaja, Zoya melihat suaminya tak berkedip melihat Maura. Zoya merasa aneh sendiri. Mungkinkah El merasa aneh dengan penampilan gadis gendut di depannya? Maura mengenal Elshad dengan baik. Pasti suaminya itu sedang Body shaming dalam pikirannya. Mengata-ngatai fisik Maura."Mangga kue nya Bu. Semoga suka ya, saya pamit dulu." Maura undur diri dengan sangat sopan."Eh ... seben
Betis Maura serasa mau copot ketika sudah sampai rumah Elshad dan Zoya yang megah ini. Sampai di sana, dengan napas yang kebat-kebit dan rasanya sudah ingin rebahan saja, Maura di persilakan oleh Bik Kokom untuk duduk di sofa. “Tunggu di sini, ya. Euceu kasih tahu Bapak sama Ibu.” “Iya Ceu.” Kokom pergi ke dalam. Sebelumnya, Maura di suguhi es jeruk yang segar dan sekali tandas masuk ke perutnya. “Akkh … Gelas orang kaya kecil amat sih? Kalau di kampung mah, di sediainnya sama teko-nya,” kekeh Maura karena masih merasa haus. Ia menunggu Zoya datang dan tak lama, wanita cantik itu terlihat duduk di atas kursi roda dan didorong oleh suaminya di belakang. Senyum Maura berkembang ketika melihat Zoya namun surut kembali ketika melihat El. Demi apapun ya, semalaman Maura tidak bisa tidur karena dia penasaran, mau melihat bagian tengah handuk putih yang kemarin dipegang oleh Bos pabrik itu untuk membuktikan kalau dialah ia mengintip Maura. “Maura … Udah lama?” Maura bangun dari d
BrughhhhJeruk di dalam keranjang itu berjatuhan ke lantai saat di bawa oleh Maura dan gadis itu tak sengaja menjatuhkannya."Duh, hati-hati atuh ..."Danar, sang sepupu yang kebetulan berada di sana dan bertugas untuk mempacking jeruk, kemudian membantu Maura memunguti jeruk-jeruk tersebut dimasukkan lagi ke dalam keranjang untuk disortir."Udah, jangan ikutan mungutin. Sesak napas nanti kamu kalau jongkok," cegah Danar yang di patuhi Maura.Para buruh yang sedang menyortir jeruk-jeruk tak jauh dari mereka hanya terkekeh melihat Maura. Namun, tak berani banyak meledek seperti biasanya karena mereka sedang dikejar target. Lagipula ada Danar di sini. Mandor packing yang juga adalah saudara Maura. Dia sering mengejek Maura. Tapi, kalau terdengar ada orang lain yang ikut-ikutan mengejek, maka dia akan marah.Agak lain memang sepupunya yang satu."Hayuk di bawain. Kamu mah badan doang gede. Tapi cuman bawa jeruk lima kilo aja sampai jatuh-jatuh."Danar menggerutu sambil membawakan keranja
Zoya mengatakan pada Elshad untuk mencari Maura dan membujuknya lagi. Zoya begitu menggantungkan besar harapannya pada gadis itu. Elshad tentu menuruti Zoya. Apapun yang di inginkan istrinya pasti akan ia ikuti. Apalagi saat Zoya menangis ingin Maura agar jadi madunya ketika gadis gemoy itu tadi beranjak dari rumah mereka.Seharian hujan.El mendapat kabar, jika buruh yang tadinya bertugas untuk memanen jeruk, kini di pindahkan ke bagian penyortiran. Elshad memang tidak pernah mengenal Maura sebelumnya. Kecuali, Ekhem, waktu mengintip sore itu.Dia tidak tahu di mana gadis itu ditempatkan bekerja. Mau bertanya pada asistennya, tapi Elshad enggan. Dia tidak mau membuat pertanyaan di benak siapapun karena menanyakan Maura. Jadilah, dengan dalih memantau ke bagian penyortiran, Elshad memantau dimana Maura bekerja.Tapi nihil.Di gudang pun tak ada.Dia hampir frustasi jadinya. Sebegitu susahnya sih? Mencari gadis sebesar itu? Akhirnya, dengan terpaksa, Elshad pun menanyakan Maura pada m
Satu hal yang paling gila yang pernah di lakukan oleh Maura, mungkin adalah dengan menyetujui menjadi istri kedua Elshad Nataprawira. Mungkin ia gila karena sudah sangat frustasi dengan kelakuan Aji dan Debby. Mungkin dia gila. Tapi setidaknya ia bisa mendapat tempat tinggal yang aman. Mungkin dia gila dengan menyerahkan anaknya nanti pada Elshad dan juga Zoya.Tapi setidaknya, kegilaannya ini bisa memberi kebahagiaan untuk orang lain.Lihatlah betapa Elshad dengan bahagia membawa Maura pulang lalu dengan antusias menemui istrinya yang berada di ruang tamu seolah menunggu mereka pulang dan mengatakan jika Maura bersedia menikah dengannya."Ya Tuhan, terimakasih ... terimakasih,'' ucapnya seraya menangis dan membuka tangannya lebar agar Maura masuk dalam pelukannya. Elshad ikut terharu melihatnya karena Zoya yang begitu sangat bersemangat kini.Tubuh Maura yang basah, tidak membuat Zoya merasa risih justru dengan sangat erat memeluknya. "Makasih sayang, terimakasih banyak. Kamu luar
Nanti Kang, kita cari siapa pelakunya. Kita cari!" Tangis Debby tak bisa di tahan seraya ia mengelap darah yang berada di wajah Aji yang terus menerus keluar dari sejak semalam dari hidungnya."Pokoknya Debby mah gak terima. Debby mau lapor polisi aja karena Akang udah ada yang ngegebukin.""Eh ... jangan-jangan!"Aji yang sedang tiduran di balai bambu di depan rumahnya itu lalu bangun dari duduknya Ketika sang istri berencana mengadukan kepada polisi."Eh? Kenapa jangan? Biarin aja kita lapor ke polisi biar ditangkap itu maling, teh."Saat Debby pulang dari rumah saudaranya, pada saat subuh hari, dia terkejut karena melihat Aji suaminya terkapar di kebun belakang rumah di dekat dapur. Untung kedua anaknya menginap di rumah paman dan bibi mereka sehingga tidak mengetahui ayahnya seperti ini. Debby saja histeris. Bagaimana dengan kedua anak mereka? Debby membawa Aji ke dalam rumah kemudian bertanya Setelah membersihkan badannya dari darah dan juga noda Lumpur.Aji menjawab kalau dia ha
"Saya terima nikah dan kawinnya Maura Elviana binti Gino Macgiver dengan mas kawin uang sebesar 2024 dolar Amerika dibayar tuunai.""Bagaimana saksi? Sah?''"Sah!""Sah!""Sah!" 🍁🍁🍁Di hadiri oleh saksi Aji dan Debby dari pihak keluarga, asisten rumah tangga dan penjaga kebun, Elshad resmi menikahi Maura."Selamat ya ... Neng Maura,'' ucap Bik Kokom. Karena hanya dia yang duduknya dekat dengan gadis itu Sedangkan Debby juga Aji agak jauh darinya."Hatur nuhun, Bi."Acara akad nikah ini di selenggarakan di rumah Elshad dan hanya di sah kan oleh penghulu saja bersama dengan perangkat desa. Dengan catatan tak boleh ada yang memberi tahu pernikahan ini. Yang terpenting adalah hubungan Elshad dan Maura tercipta secara halal dan SAH.Ada yang unik dari pernikahan ini. Selain dari mahar yang berbentuk buket dollar. Yaitu Elshad hanya mengenakan kemeja putih serta celana hitam biasa sedangkan Maura mengenakan pakaian pengantin warna putih. Gaun yang extrasize itu terbuka pada bagian dad
"Saya terima nikah dan kawinnya Maura Elviana binti Gino Macgiver dengan mas kawin uang sebesar 2024 dolar Amerika dibayar tuunai.""Bagaimana saksi? Sah?''"Sah!""Sah!""Sah!" 🍁🍁🍁Di hadiri oleh saksi Aji dan Debby dari pihak keluarga, asisten rumah tangga dan penjaga kebun, Elshad resmi menikahi Maura."Selamat ya ... Neng Maura,'' ucap Bik Kokom. Karena hanya dia yang duduknya dekat dengan gadis itu Sedangkan Debby juga Aji agak jauh darinya."Hatur nuhun, Bi."Acara akad nikah ini di selenggarakan di rumah Elshad dan hanya di sah kan oleh penghulu saja bersama dengan perangkat desa. Dengan catatan tak boleh ada yang memberi tahu pernikahan ini. Yang terpenting adalah hubungan Elshad dan Maura tercipta secara halal dan SAH.Ada yang unik dari pernikahan ini. Selain dari mahar yang berbentuk buket dollar. Yaitu Elshad hanya mengenakan kemeja putih serta celana hitam biasa sedangkan Maura mengenakan pakaian pengantin warna putih. Gaun yang extrasize itu terbuka pada bagian dad
Nanti Kang, kita cari siapa pelakunya. Kita cari!" Tangis Debby tak bisa di tahan seraya ia mengelap darah yang berada di wajah Aji yang terus menerus keluar dari sejak semalam dari hidungnya."Pokoknya Debby mah gak terima. Debby mau lapor polisi aja karena Akang udah ada yang ngegebukin.""Eh ... jangan-jangan!"Aji yang sedang tiduran di balai bambu di depan rumahnya itu lalu bangun dari duduknya Ketika sang istri berencana mengadukan kepada polisi."Eh? Kenapa jangan? Biarin aja kita lapor ke polisi biar ditangkap itu maling, teh."Saat Debby pulang dari rumah saudaranya, pada saat subuh hari, dia terkejut karena melihat Aji suaminya terkapar di kebun belakang rumah di dekat dapur. Untung kedua anaknya menginap di rumah paman dan bibi mereka sehingga tidak mengetahui ayahnya seperti ini. Debby saja histeris. Bagaimana dengan kedua anak mereka? Debby membawa Aji ke dalam rumah kemudian bertanya Setelah membersihkan badannya dari darah dan juga noda Lumpur.Aji menjawab kalau dia ha
Satu hal yang paling gila yang pernah di lakukan oleh Maura, mungkin adalah dengan menyetujui menjadi istri kedua Elshad Nataprawira. Mungkin ia gila karena sudah sangat frustasi dengan kelakuan Aji dan Debby. Mungkin dia gila. Tapi setidaknya ia bisa mendapat tempat tinggal yang aman. Mungkin dia gila dengan menyerahkan anaknya nanti pada Elshad dan juga Zoya.Tapi setidaknya, kegilaannya ini bisa memberi kebahagiaan untuk orang lain.Lihatlah betapa Elshad dengan bahagia membawa Maura pulang lalu dengan antusias menemui istrinya yang berada di ruang tamu seolah menunggu mereka pulang dan mengatakan jika Maura bersedia menikah dengannya."Ya Tuhan, terimakasih ... terimakasih,'' ucapnya seraya menangis dan membuka tangannya lebar agar Maura masuk dalam pelukannya. Elshad ikut terharu melihatnya karena Zoya yang begitu sangat bersemangat kini.Tubuh Maura yang basah, tidak membuat Zoya merasa risih justru dengan sangat erat memeluknya. "Makasih sayang, terimakasih banyak. Kamu luar
Zoya mengatakan pada Elshad untuk mencari Maura dan membujuknya lagi. Zoya begitu menggantungkan besar harapannya pada gadis itu. Elshad tentu menuruti Zoya. Apapun yang di inginkan istrinya pasti akan ia ikuti. Apalagi saat Zoya menangis ingin Maura agar jadi madunya ketika gadis gemoy itu tadi beranjak dari rumah mereka.Seharian hujan.El mendapat kabar, jika buruh yang tadinya bertugas untuk memanen jeruk, kini di pindahkan ke bagian penyortiran. Elshad memang tidak pernah mengenal Maura sebelumnya. Kecuali, Ekhem, waktu mengintip sore itu.Dia tidak tahu di mana gadis itu ditempatkan bekerja. Mau bertanya pada asistennya, tapi Elshad enggan. Dia tidak mau membuat pertanyaan di benak siapapun karena menanyakan Maura. Jadilah, dengan dalih memantau ke bagian penyortiran, Elshad memantau dimana Maura bekerja.Tapi nihil.Di gudang pun tak ada.Dia hampir frustasi jadinya. Sebegitu susahnya sih? Mencari gadis sebesar itu? Akhirnya, dengan terpaksa, Elshad pun menanyakan Maura pada m
BrughhhhJeruk di dalam keranjang itu berjatuhan ke lantai saat di bawa oleh Maura dan gadis itu tak sengaja menjatuhkannya."Duh, hati-hati atuh ..."Danar, sang sepupu yang kebetulan berada di sana dan bertugas untuk mempacking jeruk, kemudian membantu Maura memunguti jeruk-jeruk tersebut dimasukkan lagi ke dalam keranjang untuk disortir."Udah, jangan ikutan mungutin. Sesak napas nanti kamu kalau jongkok," cegah Danar yang di patuhi Maura.Para buruh yang sedang menyortir jeruk-jeruk tak jauh dari mereka hanya terkekeh melihat Maura. Namun, tak berani banyak meledek seperti biasanya karena mereka sedang dikejar target. Lagipula ada Danar di sini. Mandor packing yang juga adalah saudara Maura. Dia sering mengejek Maura. Tapi, kalau terdengar ada orang lain yang ikut-ikutan mengejek, maka dia akan marah.Agak lain memang sepupunya yang satu."Hayuk di bawain. Kamu mah badan doang gede. Tapi cuman bawa jeruk lima kilo aja sampai jatuh-jatuh."Danar menggerutu sambil membawakan keranja
Betis Maura serasa mau copot ketika sudah sampai rumah Elshad dan Zoya yang megah ini. Sampai di sana, dengan napas yang kebat-kebit dan rasanya sudah ingin rebahan saja, Maura di persilakan oleh Bik Kokom untuk duduk di sofa. “Tunggu di sini, ya. Euceu kasih tahu Bapak sama Ibu.” “Iya Ceu.” Kokom pergi ke dalam. Sebelumnya, Maura di suguhi es jeruk yang segar dan sekali tandas masuk ke perutnya. “Akkh … Gelas orang kaya kecil amat sih? Kalau di kampung mah, di sediainnya sama teko-nya,” kekeh Maura karena masih merasa haus. Ia menunggu Zoya datang dan tak lama, wanita cantik itu terlihat duduk di atas kursi roda dan didorong oleh suaminya di belakang. Senyum Maura berkembang ketika melihat Zoya namun surut kembali ketika melihat El. Demi apapun ya, semalaman Maura tidak bisa tidur karena dia penasaran, mau melihat bagian tengah handuk putih yang kemarin dipegang oleh Bos pabrik itu untuk membuktikan kalau dialah ia mengintip Maura. “Maura … Udah lama?” Maura bangun dari d
Elshad lagi-lagi menyembunyikan handuk yang dia pegang ke belakang punggungnya. Lalu berdiri agak menjauh. Sementara Maura datang dan dipersilakan duduk oleh Zoya. Elshad masih memantau gadis itu dan berharap agar Maura tidak bicara macam-macam pada istrinya. Zoya yang memang terkenal ramah itu, membiarkan Maura menyajikan kuenya di dekat minuman teh herbal diabetes khusus baginya "Wah kuenya harum." Zoya memuji. "Iya ... Kata Teh Debby gak terlalu manis.Pakai gula jagung juga.""Gak pernah kecewa kalau saya pesan dari Debby.""Makasih banyak ya, Bu."Zoya tersenyum lagi sementara Maura merapikan kue, tak sengaja, Zoya melihat suaminya tak berkedip melihat Maura. Zoya merasa aneh sendiri. Mungkinkah El merasa aneh dengan penampilan gadis gendut di depannya? Maura mengenal Elshad dengan baik. Pasti suaminya itu sedang Body shaming dalam pikirannya. Mengata-ngatai fisik Maura."Mangga kue nya Bu. Semoga suka ya, saya pamit dulu." Maura undur diri dengan sangat sopan."Eh ... seben
Elshad bermaksud mengambil ponsel khusus pekerjaan yang sengaja ia letakkan di dashboard mobil. Biasanya, di hari Jumat, ia akan menyimpan semua peralatan kerjanya di mobil demi menghindari terbawa saat bersantai di rumah bersama istri tercinta pada Sabtu dan Minggu pagi. Di Minggu siang, Elshad akan mengambil kembali ponsel tersebut untuk mengecek pesan-pesan penting yang masuk.Dengan langkah pasti, ia menuju garasi. Begitu berhasil menemukan ponselnya, ia segera menyelipkannya ke dalam saku celana. Namun, ketika hendak keluar dari mobil, matanya terhenti pada sebuah handuk putih yang tergeletak di sana. "Handuk?" Ingatan Elshad tiba-tiba terpanggil kembali ke masa kemarin, pada sebuah peristiwa ketika ia terpaksa kabur dan tanpa sengaja membawa handuk milik seorang wanita yang ia temui.Hatinya berdebar, Elshad mendengkus kasar, berharap tak ada orang yang mengetahui dia pernah membawa handuk tersebut. "Ah, lebih baik buang aja," gumamnya pelan, seakan ingin menyingkirkan bukti ma
" Ditungguin dari tadi mika-nya, mau dipakai buat dianterin ke ibu Zoya. Malah nangkring di sini Bukannya cepet-cepet ke dapur!" Omel Debby yang merampas plastik berisi Mika bolu berbentuk bulat itu dari tangan Maura.Aji membuang bekas rokoknya ke asbak. Kemudian menggedikkan bahu.Debby memperhatikan adik dan suaminya yang masih saling melotot itu."Maura! Aya naon sih?"Maura tidak menjawab saking kesalnya malah Aji lah yang bicara."Tuh, adik kamu. Kenapa lagi atuh? Dia pulang-pulang dari warung marah gara-gara ngelihat Akang lagi ngopi sama ngudud (ngerokok). Padahal cuma ngopi sama ngerokok. Biasalah kalau pengangguran mah, pasti diomelin terus." Aji mulai playing victim.Debby membulatkan matanya. ''Gustii... Maura. Berani-beraninya kamu teh sama Akang kamu!!" Omel Debby. ''Mulut kamu teh berani pisan. Gak ada Phormat-hormatnya sama orang tua. Baru ge nganggur setahun atuh. Da tadinya kang Aji yang kerja buat menghidupi kita. Songong pisan mulut kamu teh."Aji menarik sudut bi