Share

Maura vs Aji

" Ditungguin dari tadi mika-nya,  mau dipakai buat dianterin ke ibu Zoya. Malah nangkring di sini Bukannya cepet-cepet ke dapur!" Omel Debby yang merampas plastik berisi Mika bolu berbentuk bulat itu dari tangan Maura.

Aji membuang bekas rokoknya ke asbak. Kemudian menggedikkan bahu.

Debby memperhatikan adik dan suaminya yang masih saling melotot itu.

"Maura! Aya naon sih?"

Maura tidak menjawab saking kesalnya malah Aji lah yang bicara.

"Tuh, adik kamu. Kenapa lagi atuh? Dia pulang-pulang dari warung marah gara-gara ngelihat Akang lagi ngopi sama ngudud (ngerokok). Padahal cuma ngopi sama ngerokok. Biasalah kalau pengangguran mah, pasti diomelin terus." Aji mulai playing victim.

Debby membulatkan matanya. ''Gustii... Maura. Berani-beraninya kamu teh sama Akang kamu!!" Omel Debby. ''Mulut kamu teh berani pisan. Gak ada Phormat-hormatnya sama orang tua. Baru ge nganggur setahun atuh. Da tadinya kang Aji yang kerja buat menghidupi kita. Songong pisan mulut kamu teh."

Aji menarik sudut bibirnya melihat Maura dimarahi oleh Debby.

Rasakan, kan?

Maura tak akan berkutik kalau Debby sudah memberi ulti. 

Sedangkan Maura sudah tidak aneh lagi. Tiap hari, Aji selalu playing victim di depan istrinya padahal sudah jelas-jelas dia sering menggoda dan menghina Maura. Tapi, jika kepergok oleh istrinya, dia akan mengatakan Mauralah yang menghina dia perihal dia yang pengangguran dan kerjaannya hanya Romantis saja. Roko makan gratis.

Setiap orang yang Maura adukan tentang kelakuan Aji yang suka genit padanya pun,  tidak ada yang percaya.

Hanya karena Maura gadis gendut yang tidak menarik jauh dari Debby yang sangat cantik.

Mana mau Kang Aji sama kamu. Kegeeran kamu ih. Kayak buntelan kentut gitu. Jauh cantikan Teteh kemana-mana.

Begitulah.

Debby selalu membanggakan kecantikannya dan juga tubuhnya yang langsing serta seksi. Berbeda dengan sang adik yang berisi padahal wajah mereka sama-sama cantik. Debby terlalu bucin sehingga tidak bisa melihat jika suaminya selalu bertingkah kurang ajar pada adiknya tersebut. Dia selalu menganggap jika Maura itu jelek dan siapapun tidak akan tertarik padanya.

Padahal Maura tidak jelek.

Tidak terlalu gendut.

Dia Debby versi gemoy.

Itu saja.

Tapi kan dunia memang tidak seadil itu. Wanita yang memiliki tubuh berbeda dengan yang lain akan masuk dalam kategori JELEK.

"Minta maaf sama Kang Aji, sana," ujar Ibu dari dua anak itu.

Seriiing sekali. 

Tiap kali Aji playing victim dan membuat Maura dimarahi, pasti Maura akan disuruh untuk minta maaf padanya.

"Mauraaa ..." Debby saking geramnya sampai mengeratkan gigi.

Maura menarik nafas panjang kemudian menoleh kepada Abang iparnya itu.

"Hampura ya Akang Aji nu bageur, nu kasèp, ( mohon maaf ya Akang Aji yang baik yang ganteng) Jangan marah ya, Semoga nggak marah semoga Akang Aji bertambah pahalanya udah maafin Maura, dihapuskan dosa-dosanya, di terima amal ibadahnya dan diringankan Azab kuburnya."

Aji dan Debby melotot mendengar ucapan dari Maura sedangkan Gadis itu langsung berlari menuju dapur.

"Pandaaaaaaa!!" Teriak Debby yang matanya masih memancarkan Aura permusuhan lalu mengejar adiknya sampai dapur. Sedangkan Aji mengancam akan memberi pelajaran kepada adik iparnya yang songong itu. 

🌺🌺🌺

Meski sebal dengan perlakuan kakak dan juga kakak iparnya, Maura tetap mau saja disuruh untuk mengantarkan bolu karamel pesanan Ibu Zoya.

Bukan untuknya, katanya untuk suaminya yang suka sekali dengan bolu tersebut. Berawal dari Debby yang mengantarkan hampers saat lebaran tahun kemarin, sebagai buruh, Zoya beberapa kali memesan bolu tersebut.

Ini pesanan ke Lima. 

Biasanya, Aji lah yang mengantarkannya ke rumah Zoya. Tapi berhubung kali ini Maura sedang libur dan juga Debby sedang kesal padanya,  maka Maura lah yang mengantarkannya.

Awas, Ibu Zoya itu baik. Selalu nyuruh karyawannya yang datang ke rumah buat makan. Tapi kamu jangan mau ya, Nda. Malu ... bisa-bisa Kamu abisin nasi sama lauk di rumahnya Bu Zoya. Abis di bayar kuenya, udah aja pulang.

Begitu pesan dari Debby.

"Mau Kemana, Nda?"

Maura menghentikan langkahnya ketika Danar sepupunya yang datang menaiki motor,  berhenti di sampingnya. Danar melihat plastik berwarna putih besar yang sedang dibawa oleh Maura.

"Itu apa? Kuenya si Debby ya? Mau dianterin ke mana?"

Maura diam saja di tempatnya saat melihat Danar. Ia mundur satu langkah. Membuat sepupunya itu merasa aneh dengan sikapnya Maura.

"Kunaon sih? Kamu kok Saya takut gitu ngeliatnya?"

Jelas Maura takut. Ia masih penasaran Siapakah orang yang mengintipnya mandi di sungai kemarin sore? Dan entah kenapa, kecurigaannya justru menjurus ke sang sepupu.

"Hey! Nda! Ngalamun ih. Mau kemana? Hayuk di anterin."

Mau menuduh tapi tidak punya bukti. Bisa-bisa nanti dia dibilang fitnah.

"Hayuk di anterin. Mau kemana?"

Maura menimbang-nimbang. Sebenarnya curiga pada Danar tapi mau menuduh Dia tidak punya bukti. Mau bersikap biasa saja, tapi sudah terlanjur curiga. Mau mengabaikan ajakan Danar naik motornya, rasanya sayang juga. Jarak antara rumahnya dengan rumah Ibu Zoya itu cukup jauh. Meski tidak pernah berkunjung ke rumahnya Tapi Maura tahu letak rumah dari pemilik perkebunan jeruk tempat dia bekerja itu.

"Hayuk atuh, di anterin. Gak mau nih?"

Baru saja Danar bertanya demikian Maura tanpa banyak basa-basi kemudian langsung naik ke motornya ala penumpang ojek.

"Eh, eh, eh ... jangan nyamping atuh duduknya berat sebelah."

Sambil cemberut Maura pun kemudian turun lagi dari motor dan membetulkan letak duduknya. Marah boleh, tapi harus berpikir positif demi kelangsungan betis indahnya yang tidak boleh gendut lagi gara-gara berjalan kaki hampir 2 km ke rumahnya ibu Zoya.

Danar hanya bisa menggelengkan kepalanya. Entah kenapa Maura tiba-tiba saja cemberut seperti ini.

"Lagi kesel sama si Aji ya,  Nda?"

Maura hanya diam.

"Beliin Sianida yuk, Nda. Kita racun dia."

Danar tertawa sendiri dengan idenya tapi Maura  masih tetap cemberut. Danar pun menyudahi candaannya dan fokus untuk membawa motor.

"Iyeu ... ngomong-ngomong kita teh mau ke mana, Nda? Jangan bilang kamu teh ngajakin aku mojok ya? Jangan ah, Nda. Gak selera. Tapi kalau mau, ya ... boleh deh, jarang-jarang kan, mojok sama yang gemoy."

"Ihhhhhhh! Geuleuh!!!" ( jijik)

Danar akhirnya tertawa dibuatnya. ''Nah ... Kitu atuh. Ngomong, ketawa," ujar Danar lagi.  ''Mau kemana? Bilang atuh jangan sampai nanti dibawa terus ini motor, boros bensinnya."

Lama-lama, Maura Yang kesel pun kemudian akhirnya memberitahu bahwa dia disuruh Untuk mengantarkan kue ke rumahnya ibu Zoya.

"Ke rumahnya Bu Zoya."

"Bu Zoya? Bu Zoya yang punya perkebunan?"

"Iyaaa ..."

"Hebat euy, kuenya si Debby. Nyampe juga di lidahnya orang kaya."

"Udah sering mesan ini teh, cuman biasanya si Aji yang nganterin."

Danar menganggukkan kepalanya. Dia paham. " Ya udah atuh pegangan. Soalnya Aa' bawa motornya mau rada kenceng ini,  biar cepat sampai. Kalau bawa motornya kekencengan takut jatuh , Peluk aja Aa' dari belakang."

"Idih!"

Danar terkekeh di buatnya. Sedangkan Maura cemberut. Makin curiga lah Maura kalau sepupu punya inilah yang mengintipnya kemarin karena Danar sudah berani mengeluarkan kata-kata nakal seperti si Aji. Kakak ipar laknatnya itu.

"Kalau nggak Kepaksa mah, nggak mau naik motor sama dia teh. Yakin aku mah dia yang ngintip kemarin. Pura-pura polos!" Sungut Maura di dalam hatinya.

Tidak berapa lama kemudian,  motor itu pun sampai di depan gerbang rumah mewah tersebut. Udara Garut yang dingin pada hari ini membuat cuaca sejuk padahal waktu menunjukkan jam dua siang.

Maura segera turun dari motornya setelah berusaha menjaga jarak mati-matian ketika di jalan tadi meskipun sangat sulit. 

Danar mendongak melihat pagar rumah yang begitu tinggi. "Euleuh, gerbangnya tinggi pisan euy. Setinggi harapan Maura yang mau diet tapi tidak kesampaian."

Maura melirik pada sepupunya itu yang tertawa di atas motor.

"Sok atuh sana anterin ke dalam. Aa' tungguin di sini nanti kita pulang bareng lagi.''

Lagi, sebenarnya Maura itu enggan berdekatan dan diantar pulang. Tapi ya mau bagaimana lagi? Terlalu capek untuk jalan kaki sampai ke rumah. Sedangkan di sini tidak ada ojek ataupun angkot. Memang si Debby itu rada-rada. Tidak ada Kasihannya menyuruh adik kandungnya untuk mengirimkan kue.

"Ya udah, tunggu sini," ujar Maura.

Maura berjalan menuju pintu gerbang.

" Punten Mang ...."

Mang Anin mendekat ketika ada orang yang datang di depan gerbang.

"Iya Ceu ..."

Maura berdecak. ''Jangan panggil Euceu atuh. Belum tua, ih," protes Maura yang memang kerap kali kesal ketika orang memanggilnya dengan sebutan Euceu (Tante)  atau  ibu.

"Eh ... Maaf, maaf Neng. Ada apa Neng?" Mang Anin merevisi. Sedangkan Danar yang duduk di motor tidak jauh dari tempat Maura berdiri sampai menggelengkan kepala dan tertawa mendengar kelucuan Maura itu.

"Ini Mang, Ada pesanan kue dari Teh Debby. Katanya pesanan Ibu Zoya."

"Oh ... Iya. Iya. Tadi ibu juga bilang kalau pesan kue. Sok atuh, masuk."

Maura tersenyum ketika diizinkan untuk masuk ke pintu gerbang itu.

"Biasanya Mamang Aji yang kesini."

"Oh ... Lagi sakit dia Mang."

"Sakit apa Neng?" Tanya Mang Anin khawatir.

"Komplikasi Mang. Semua penyakit kumpul di badannya."

"Gustiii ... Parah ya?"

"Yah .. begitulah Mang. Minta do'anya aja. keluarga mah udah ikhlas.   Kalau dia mau diambil kapan aja. Gimana atuh namanya juga umur."

Danar tidak bisa menyembunyikan tawanya ada-ada saja memang Maura ini kelakuannya.

"Kasihan ya, mana masih muda."

"Iya Mang."

Keduanya lalu sampai di halaman yang membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk sampai di gerbang pintu utama rumah.

"Itu masuk aja ya Neng. Nanti ada Bi Kokom yang nganterin ke kamarnya Bu Zoya.''

"Oh ... Iya. Nuhun ya, Mang."

"Sami-sami."

Mang Anin kembali ke pos jaga sedangkan Maura lalu berjalan menuju pintu rumah yang harus melewati garasi terlebih dahulu.

Nampak mobil-mobil mewah berjajar rapi di sana dan tak lama, Maura melihat seorang pria keluar dari rumah.

Dia pemilik pabrik. 

Elshad Nataprwira atau Pak El. 

Tampan

Gagah

Kerap jadi pembicaraan para buruh dan Karyawati di Pabrik dan kebun jeruk tempatnya bekerja.

Maura sering melihatnya tapi tentu saja tidak akan pernah dilirik balik.

Ternyata dari jarak dekat seperti ini, Elshad terlihat sangat tampan. Tapi lagi-lagi, Elshad tidak ngeuh padanya.

Saking gugupnya bertemu dengan Bos pabrik yang dia yakin tidak akan kenal dengannya, Maura sampai mematung di tempat dan memperhatikan ketika Elshad membuka pintu mobil.

Maura pikir, dia akan mengendarai mobilnya dan pergi dari rumah.  Tapi ternyata,  tidak. Elshad  mengambil sesuatu dari dalam mobil tersebut dan menutup pintunya kembali. Maura bersiap tersenyum dan menyapa kepada Bosnya itu Seraya mendekat.

Dan saat itulah, El baru menyadari ada orang di dekat garasi mobilnya.

Mata bertemu mata.

Mata Elshad melebar melihat Siapa yang berdiri di depannya dan Mata Maura juga hampir melotot keluar melihat sesuatu yang berada di tangan Elshad.

Itu Handuknya.

Itu Handuknya.

Itu berarti ... 

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status