"Mama bilang, Poligami itu kuncinya ikhlas. Aku udah ikhlas kok. Yang penting kamu dapat keturunan."
Elshad coba untuk tidak mendengarkannya. " Kalau kamu pergi ke kantor seharian kan, aku kesepian. Soalnya Bi Kokom pasti ada di dapur. kalau nggak di taman. Kalau ada istri baru kamu di sini, 'kan bisa nemenin aku juga El. Terus anak kalian bisa main deh di ranjang ini. Ranjangnya luas, El. Aku janji kok, nggak akan kaya istri-istri di sinetron atau di novel-novel poligami yang jahat sama istri muda. Aku akan jadi ..." "Sampai kapanpun aku nggak akan menikah lagi." El bicara serius. Zoya terdiam dalam posisi tidurnya itu. "Jangan ajari suamimu untuk poligami Zoya. Jangan dengarkan apa kata Mama karena Mama itu istri kedua dan sudut pandangnya akan lain dengan kamu nantinya. Buat aku kamu tetap Istriku selamanya." " kamu punya istri. Tapi untuk sekedar ngambilin baju ganti aja, aku nggak bisa. Istri ini, malah jadi beban kamu." Elshad berbalik setelah berhasil mendapatkan kaos abu-abu yang dipilihnya dia melihat wajah Zoya yang tersenyum pilu. "Bohong kalau aku bilang aku nggak akan cemburu kalau kamu nikah lagi. Tapi ... sebagai istri yang sudah tidak bisa melayani suaminya dan tidak bisa memberikan kebaikan pada suaminya, aku harus menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri yang memberikan hak pada suamiku untuk memiliki keturunan." "Zoya ..." "Aku akan mati dalam perasaan bersalah kalau kamu begitu El." "TIDAK ADA YANG MATI! Kamu akan sehat, aku cinta sama kamu dan itu sudah lebih dari cukup buat aku!" Elshad segera menuju kamar mandinya sambil membuka kaosnya dan Meninggalkan Zoya yang perlahan menghapus bulir bening yang turun dari netra indahnya. Sebagai seorang istri yang sangat mencintai suaminya, Zoya tentu tak mau jika berbagi suaminya dengan wanita manapun. Ia tidak sanggup melihat suaminya bersanding dengan perempuan lain bahkan memiliki anak dengannya. Wanita mana yang rela, kan? Namun, ada banyak pertimbangan dalam benak Zoya. Bagaimana ia dengan keukeuhnya meminta Elshad untuk menikah lagi. Penyakit yang ia derita ... Desakan mertua... Pewaris ... Masa depan Elshad di perusahaan. Semua itu jadi bahan pikiran untuk Zoya yang justru membuat kondisinya semakin parah. Zoya terkena penyakit diabetes yang mulai menyebar ke seluruh anggota tubuhnya. Luka di organ luar di mana ia sendiri jijik melihatnya dan menyebabkannya tidak bisa melayani Elshad. Ia malu saat Elshad melihat tubuhnya yang penuh luka mengerikan yang harus selalu di bersihkan setiap hari. Rasa ketidak percayaan dirinya, terkikis setiap hari. Bahkan Zoya kerap marah saat Elshad ingin merawat luka dan mengganti perbannya. Ia malu dan jatuh pada titik terendah dalam hidup ketika mendapati tubuhnya sudah tidak menarik lagi. Bahkan menjijikan dengan luka-luka yang tak pernah Ia pikirkan berada di tubuhnya. Dulu, Zoya sangat membanggakan kecantikannya. Wanita tercantik di kampus yang akhirnya berhasil mendapatkan pria tampan paling populer di kampusnya. Elshad dan Zoya membuat siapapun iri dengan pernikahan mereka. Mereka terlalu sempurna. Begitu kata orang-orang. Tapi tidak begitu di mata nasib. Keindahan fisik semata hanya bertahan beberapa tahun. Zoya di dera penyakit yang meluluh lantahkan seluruh hidupnya. Awalnya, pernikahan mereka dibangun atas dasar saling mencintai dan tidak pernah berharap mau diberikan keturunan atau tidak. Siapa sangka kini keturunan adalah hal yang paling utama dibicarakan ketika raga Zoya sudah berada di ambang kehancuran. Ibu mertuanya datang dan bilang ia agar membujuk Elshad untuk menikah lagi dengan wanita pilihan ibunya. Yang cantik dan menarik Ulangi : cantik dan menarik. Elshad pantas mendapatkan istri seperti itu. Namun, di hati kecilnya Zoya tidak rela. Dia menangis tersedu-sedu. Meski di bibirnya berkata kalau ia rela, namun di hatinya ia berat. Bagaimana kalau nanti madunya jauh lebih cantik dan dia yang penyakitan serta tidak berguna akan sendirian di saat seperti ini? Elshad ... Batinnya meronta lirih tidak rela. Tapi mau tidak mau dia harus memaksakan dirinya mencari istri kedua untuk sang suami. "Aku harus rela, aku harus kuat." "Bayangin dong Zoya ... Elshad itu masih sangat muda dan dia anak laki-laki satu-satunya. Dia yang pantas memimpin perusahaan dan pabrik-pabrik perkebunan Orangtuanya. Coba kamu itu sekali-sekali jangan egois mikirin kamu aja. Mama tahu ... Rasanya di madu kayak apa. Tapi yakin deh cintanya Elshad nggak akan pudar sama kamu. Apalagi kamunya ikhlas buat dimadu. Ingettt... dimadu juga demi kelangsungan hidup kalian. Kalian mau Jatuh Miskin? terus kamu yang ngobatin nanti siapa?" Demi Tuhan kata-kata dari mertuanya itu begitu menyakitkan. Zoya terpikir terus Apakah memang dia yang egois? Apa jadinya nanti kalau Elshad benar-benar tidak bisa mendapatkan haknya? Padahal selama ini dialah yang memajukan perusahaan, hanya karena mencintai dirinya? "El harus bahagia ... Dia harus bahagia." Zoya meratap dengan tubuhnya yang ringkih dan entah sampai kapan bisa bertahan. Dokter bilang penyakitnya sudah sampai ke lambung dan merusak jantung. Akan ada satu waktu sampai jantungnya benar-benar berhenti dan jika itu terjadi, Zoya ingin sekali Pergi dengan tenang melihat suaminya mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya. 🌺🌺🌺 "Bagusan juga pake baju kuning kemarin, Nda. Pake baju item kayak gitu, kamu teh malah kayak banteng." Maura baru saja masuk ke dalam rumah setelah membeli mika kue di warung tapi langsung mendapat ejekan dari Aji. Suami kakaknya yang sedang minum kopi di bale bambu di dalam rumah. Seperti biasa, walau mengejek tapi mata Aji fokus pada body Maura yang semok aduhay. "Colok nih matanya!!" Sentak Maura. Aji terkejut mendapat hardikan dari Maura. "Galak-galak amat sih mulutnya. Pantesan gak laku." "Biarin gak laku. Daripada kawin sama laki-laki gatel!" "Eh? Apa kamu bilang? Sembarangan kamu teh, Nda. Enak aja gatel. Akang mah ngeliatin Body kamu udah persis banteng, bukan Panda lagi." " Biarin atuh kayak Banteng, ge. Ribet amat sama hidup orang. Urusin aja tuh mata lama-lama bisa loncat, buta nanti." Aji melotot mendengarnya. "Apa kamu?" "Apa?" Maura menentang. Tak pernah takut dengan kakak iparnya yang selalu mengajak gelut dengan kata-katanya itu. Maura tak mau kalah. Ia tetap ladeni. Sampai keduanya begitu terdengar keluar ruangan. "Aya naon siiiiiiihhhhh?" Adu mulut antara Maura dengan Abang iparnya itu terjeda. Debby, Kakaknya Maura datang dari arah dapur ketika dia mendengar keributan di ruang tengah. Dia melihat suaminya yang sedang mengopi dan merokok itu duduk di balai bambu sedangkan adiknya berdiri tak jauh dari sana dengan wajah yang merah." Ditungguin dari tadi mika-nya, mau dipakai buat dianterin ke ibu Zoya. Malah nangkring di sini Bukannya cepet-cepet ke dapur!" Omel Debby yang merampas plastik berisi Mika bolu berbentuk bulat itu dari tangan Maura.Aji membuang bekas rokoknya ke asbak. Kemudian menggedikkan bahu.Debby memperhatikan adik dan suaminya yang masih saling melotot itu."Maura! Aya naon sih?"Maura tidak menjawab saking kesalnya malah Aji lah yang bicara."Tuh, adik kamu. Kenapa lagi atuh? Dia pulang-pulang dari warung marah gara-gara ngelihat Akang lagi ngopi sama ngudud (ngerokok). Padahal cuma ngopi sama ngerokok. Biasalah kalau pengangguran mah, pasti diomelin terus." Aji mulai playing victim.Debby membulatkan matanya. ''Gustii... Maura. Berani-beraninya kamu teh sama Akang kamu!!" Omel Debby. ''Mulut kamu teh berani pisan. Gak ada Phormat-hormatnya sama orang tua. Baru ge nganggur setahun atuh. Da tadinya kang Aji yang kerja buat menghidupi kita. Songong pisan mulut kamu teh."Aji menarik sudut bi
Elshad bermaksud mengambil ponsel khusus pekerjaan yang sengaja ia letakkan di dashboard mobil. Biasanya, di hari Jumat, ia akan menyimpan semua peralatan kerjanya di mobil demi menghindari terbawa saat bersantai di rumah bersama istri tercinta pada Sabtu dan Minggu pagi. Di Minggu siang, Elshad akan mengambil kembali ponsel tersebut untuk mengecek pesan-pesan penting yang masuk.Dengan langkah pasti, ia menuju garasi. Begitu berhasil menemukan ponselnya, ia segera menyelipkannya ke dalam saku celana. Namun, ketika hendak keluar dari mobil, matanya terhenti pada sebuah handuk putih yang tergeletak di sana. "Handuk?" Ingatan Elshad tiba-tiba terpanggil kembali ke masa kemarin, pada sebuah peristiwa ketika ia terpaksa kabur dan tanpa sengaja membawa handuk milik seorang wanita yang ia temui.Hatinya berdebar, Elshad mendengkus kasar, berharap tak ada orang yang mengetahui dia pernah membawa handuk tersebut. "Ah, lebih baik buang aja," gumamnya pelan, seakan ingin menyingkirkan bukti ma
Elshad lagi-lagi menyembunyikan handuk yang dia pegang ke belakang punggungnya. Lalu berdiri agak menjauh. Sementara Maura datang dan dipersilakan duduk oleh Zoya. Elshad masih memantau gadis itu dan berharap agar Maura tidak bicara macam-macam pada istrinya. Zoya yang memang terkenal ramah itu, membiarkan Maura menyajikan kuenya di dekat minuman teh herbal diabetes khusus baginya "Wah kuenya harum." Zoya memuji. "Iya ... Kata Teh Debby gak terlalu manis.Pakai gula jagung juga.""Gak pernah kecewa kalau saya pesan dari Debby.""Makasih banyak ya, Bu."Zoya tersenyum lagi sementara Maura merapikan kue, tak sengaja, Zoya melihat suaminya tak berkedip melihat Maura. Zoya merasa aneh sendiri. Mungkinkah El merasa aneh dengan penampilan gadis gendut di depannya? Maura mengenal Elshad dengan baik. Pasti suaminya itu sedang Body shaming dalam pikirannya. Mengata-ngatai fisik Maura."Mangga kue nya Bu. Semoga suka ya, saya pamit dulu." Maura undur diri dengan sangat sopan."Eh ... seben
Betis Maura serasa mau copot ketika sudah sampai rumah Elshad dan Zoya yang megah ini. Sampai di sana, dengan napas yang kebat-kebit dan rasanya sudah ingin rebahan saja, Maura di persilakan oleh Bik Kokom untuk duduk di sofa. “Tunggu di sini, ya. Euceu kasih tahu Bapak sama Ibu.” “Iya Ceu.” Kokom pergi ke dalam. Sebelumnya, Maura di suguhi es jeruk yang segar dan sekali tandas masuk ke perutnya. “Akkh … Gelas orang kaya kecil amat sih? Kalau di kampung mah, di sediainnya sama teko-nya,” kekeh Maura karena masih merasa haus. Ia menunggu Zoya datang dan tak lama, wanita cantik itu terlihat duduk di atas kursi roda dan didorong oleh suaminya di belakang. Senyum Maura berkembang ketika melihat Zoya namun surut kembali ketika melihat El. Demi apapun ya, semalaman Maura tidak bisa tidur karena dia penasaran, mau melihat bagian tengah handuk putih yang kemarin dipegang oleh Bos pabrik itu untuk membuktikan kalau dialah ia mengintip Maura. “Maura … Udah lama?” Maura bangun dari d
BrughhhhJeruk di dalam keranjang itu berjatuhan ke lantai saat di bawa oleh Maura dan gadis itu tak sengaja menjatuhkannya."Duh, hati-hati atuh ..."Danar, sang sepupu yang kebetulan berada di sana dan bertugas untuk mempacking jeruk, kemudian membantu Maura memunguti jeruk-jeruk tersebut dimasukkan lagi ke dalam keranjang untuk disortir."Udah, jangan ikutan mungutin. Sesak napas nanti kamu kalau jongkok," cegah Danar yang di patuhi Maura.Para buruh yang sedang menyortir jeruk-jeruk tak jauh dari mereka hanya terkekeh melihat Maura. Namun, tak berani banyak meledek seperti biasanya karena mereka sedang dikejar target. Lagipula ada Danar di sini. Mandor packing yang juga adalah saudara Maura. Dia sering mengejek Maura. Tapi, kalau terdengar ada orang lain yang ikut-ikutan mengejek, maka dia akan marah.Agak lain memang sepupunya yang satu."Hayuk di bawain. Kamu mah badan doang gede. Tapi cuman bawa jeruk lima kilo aja sampai jatuh-jatuh."Danar menggerutu sambil membawakan keranja
Zoya mengatakan pada Elshad untuk mencari Maura dan membujuknya lagi. Zoya begitu menggantungkan besar harapannya pada gadis itu. Elshad tentu menuruti Zoya. Apapun yang di inginkan istrinya pasti akan ia ikuti. Apalagi saat Zoya menangis ingin Maura agar jadi madunya ketika gadis gemoy itu tadi beranjak dari rumah mereka.Seharian hujan.El mendapat kabar, jika buruh yang tadinya bertugas untuk memanen jeruk, kini di pindahkan ke bagian penyortiran. Elshad memang tidak pernah mengenal Maura sebelumnya. Kecuali, Ekhem, waktu mengintip sore itu.Dia tidak tahu di mana gadis itu ditempatkan bekerja. Mau bertanya pada asistennya, tapi Elshad enggan. Dia tidak mau membuat pertanyaan di benak siapapun karena menanyakan Maura. Jadilah, dengan dalih memantau ke bagian penyortiran, Elshad memantau dimana Maura bekerja.Tapi nihil.Di gudang pun tak ada.Dia hampir frustasi jadinya. Sebegitu susahnya sih? Mencari gadis sebesar itu? Akhirnya, dengan terpaksa, Elshad pun menanyakan Maura pada m
Satu hal yang paling gila yang pernah di lakukan oleh Maura, mungkin adalah dengan menyetujui menjadi istri kedua Elshad Nataprawira. Mungkin ia gila karena sudah sangat frustasi dengan kelakuan Aji dan Debby. Mungkin dia gila. Tapi setidaknya ia bisa mendapat tempat tinggal yang aman. Mungkin dia gila dengan menyerahkan anaknya nanti pada Elshad dan juga Zoya.Tapi setidaknya, kegilaannya ini bisa memberi kebahagiaan untuk orang lain.Lihatlah betapa Elshad dengan bahagia membawa Maura pulang lalu dengan antusias menemui istrinya yang berada di ruang tamu seolah menunggu mereka pulang dan mengatakan jika Maura bersedia menikah dengannya."Ya Tuhan, terimakasih ... terimakasih,'' ucapnya seraya menangis dan membuka tangannya lebar agar Maura masuk dalam pelukannya. Elshad ikut terharu melihatnya karena Zoya yang begitu sangat bersemangat kini.Tubuh Maura yang basah, tidak membuat Zoya merasa risih justru dengan sangat erat memeluknya. "Makasih sayang, terimakasih banyak. Kamu luar
Nanti Kang, kita cari siapa pelakunya. Kita cari!" Tangis Debby tak bisa di tahan seraya ia mengelap darah yang berada di wajah Aji yang terus menerus keluar dari sejak semalam dari hidungnya."Pokoknya Debby mah gak terima. Debby mau lapor polisi aja karena Akang udah ada yang ngegebukin.""Eh ... jangan-jangan!"Aji yang sedang tiduran di balai bambu di depan rumahnya itu lalu bangun dari duduknya Ketika sang istri berencana mengadukan kepada polisi."Eh? Kenapa jangan? Biarin aja kita lapor ke polisi biar ditangkap itu maling, teh."Saat Debby pulang dari rumah saudaranya, pada saat subuh hari, dia terkejut karena melihat Aji suaminya terkapar di kebun belakang rumah di dekat dapur. Untung kedua anaknya menginap di rumah paman dan bibi mereka sehingga tidak mengetahui ayahnya seperti ini. Debby saja histeris. Bagaimana dengan kedua anak mereka? Debby membawa Aji ke dalam rumah kemudian bertanya Setelah membersihkan badannya dari darah dan juga noda Lumpur.Aji menjawab kalau dia ha