Elshad memutuskan untuk melihat perkebunan jeruk miliknya saja. Daripada harus berdebat dengan ibunya yang ujung-ujungnya akan menyuruhnya untuk menikah lagi.
Elshad mencintai istrinya, sungguh. Ia tidak tahu kenapa ibunya tidak bisa menerima itu. Apakah hidup hanya seputar harta dan harta? Elshad mengedarkan pandangannya. Kini ia berada di perkebunan jeruk miliknya. Iya, miliknya. Seharusnya miliknya. Dia yang memajukan perkebunan dan PT. MENCARI CINTA SEJATI ini sehingga bisa bangkit saat terpuruk setelah hampir tiga puluh tahun sejak krisis moneter. Awalnya Perkebunan ini hanya berpusat di Garut saja. Tapi semenjak Elshad bergabung, ketika ia baru lulus S1, produksi semakin membaik. Expor sudah mulai bisa di lakukan sedikit demi sedikit. Produksi jeruk melimpah dengan berani mempekerjakan Insinyur pertanian untuk mengelola perkebunan. Pohon jeruk yang berusia 2 tahun sudah bisa dipanen dan tidak ada musimnya. Jika sudah berbunga dan berbuah maka bisa dipanen sekitar setiap dua puluh hari. Inilah yang menyebabkan produksi lancar. Elshad mempraktekkan ini pada beberapa perkebunan lain yang masih berada di Jawa Barat. Kondisi keuangan pun stabil. Elshad di kenal bertangan dingin. Hanya dalam waktu sepuluh tahun, Elshad sudah bisa membangkitkan kembali bisnis yang sudah hampir bangkrut. Hingga Bagja bisa hidup bahagia dengaan dua istrinya di masa pensiunnya. Namun, iri hati tak bisa di obati. Tidak peduli Siapa yang berjasa akan kemajuan pabrik ini, warisan tetaplah warisan. Sebuah kata sakral yang mengandung darah di sekelilingnya. Elshad yang seharusnya bisa dengan mudah mendapatkan 50% bagiannya dari seluruh total kekayaan Bagja, masih digugat baru bisa mendapatkan warisan tersebut Setelah dia memiliki anak. Kondisi Zoya yang sakit parah dan tidak bisa memberikan keturunan, membuat siapapun bahagia dengan keputusan ini. Terutama ibu tiri dan juga dua saudara perempuannya. Ibunya juga. Kehidupan pribadinya pun mulai diusik oleh ibunya saking inginnya Elshad menikah lagi. "Berapa tahun kamu puasa? Emang tahan? Kamu itu laki-laki dewasa yang normal loh. Masa gak butuh cewek!" Elshad butuh wanita. Tapi fokusnya jelas bukan itu sekarang. Dia harus memprioritaskan kesehatan istrinya. Itu yang jauh lebih penting dibandingkan dengan kebutuhan seksualnya. Andai Elshad hanya mendapatkan sekian persen dari pabrik ini memangnya kenapa? Yang penting ada Zoya di sisinya itu sudah jauh lebih cukup. Ah, Tapi sayangnya, Zoya juga berada di pihak mereka yang setiap hari menginginkan agar Elshad menikah lagi. Pria itu mendesah kasar. Ia pusing. Elshad pun tidak perlu repot-repot untuk menyapa kembali para petani yang berpapasan dengannya di kebun ini. Dia hanya perlu berjalan-jalan karena udara di sini sejuk Ditambah lagi dengan buah-buah jeruknya yang siap panen. Sedikit bisa menyejukkan pikirannya. "Selamat sore, Pak El.'' Namun, Elshad tidak mengindahkan sapaan tersebut. Dia tetap melangkah meninggalkan para petaninya yang barusan berpapasan dengannya. "Pak Elshad kunaon nya? Meuni sombong pisan." "Emang baru kenal? Dari dulu sombong. Lagian saya mah nggak pernah mau ingat negur duluan, udah tahu gak bakalan di sapa balas. Saya mah di sini butuh duit, bukannya cari muka." "Iya ya, haseum pisan (asem)" Begitulah El di mata mereka. Angkuh dan sombong. Yang lebih menyakitkan adalah ketika ada yang bilang kalau Elshad kena karma dari kesombongannya dengan tidak memiliki anak dan istrinya yang cantik itu pun sakit-sakitan. Elshad mendengar gosip tersebut tapi dia tidak mau ambil pusing. Dia lebih suka menutup kedua telinganya. ***Udara sejuk sore hari perkebunan, membawa langkah kaki Elshad menuju sungai yang mengalir alami dari pegunungan. Elshad tersenyum, aliran sungai ini begitu jernih dengan pohon-pohon jeruk yang berpagar mengelilinginya. Tidak ada para petani jeruk di sini Mereka sepertinya sudah pulang karena waktu menunjukkan pukul lima sore lebih 10 menit. Dulu, ia sering kemari saat pertama kali memimpin perusahaan bersama dengan istrinya. Untuk sekedar menikmati udara sore garut yang dingin dan air sungai yang jernih. Duduk-duduk di tepian batu dengan kaki yang dicelupkan di sungai.Sangat romantis. Ia dan Zoya menyukai air, semua yang berbau air. Namun semenjak Zoya dinyatakan sakit dan diabetesnya sudah menembus angka 600, Zoya tidak pernah lagi menemaninya bepergian. "Di sini indah sekali Zoya ... Aku kapan-kapan akan mengajakmu kemari lagi. Ingatkan saat itu kamu sudah sehat dan kita akan menciptakan keromantisan yang tertunda selama beberapa tahun ini selama kamu sakit," ucapnya lirih. Dud
Beberapa saat sebelumnya ... "Nda, mau kemana? Udah sore. Hayu balik.""Mau mandi dulu. Gerah ah. Sekalian cuci sepatu boot. Kena lumpur.""Maaandi? Di sungai? Jangan Nda," ujar si pemuda yang nampak khawatir itu. Si Gadis mengulum senyumnya mendapat protes dari pemuda itu. "Em .., Aa' cemburu ya? takut aku di intipin?"Sebuah toyoran di terima di kening sang dara. "Ngapain cemburu? Aa' cuma kasihan sama yang ngintip nanti pada sawan. Kirain bidadari mandi. Tahunya kuda nil lagi berendam."Tawa si pemuda itu langsung tercipta, membuat si gadis gemoy merengut kesal. "Jangan cemberut dong Nda .., makin jelek ih," bujuk pemuda itu melihat si gemoy merajuk dengan wajah merengutnya. Sebuah cubitan pelan di terima pada pipi lebar si gadis yang dengan cekatan ia tepis. "Nda ... Jangan marah ih. Nanti makin ngembang loh!""Idih!!!"Si pemuda tertawa lagi tanpa rasa bersalah. Menggoda Nda-nya, adalah salah satu penghiburan diri. Nda, Namanya bukan Manda. Bukan pula panggilan sayang, Bund
Terkejut sekaligus takut, Maura gemetaran. Ia edarkan pandangan ke sekeliling. "SIAPA ITU?"' Lagi Maura bertanya dan menyilangkan tangan di depan dadanya. Namun tak ada yang menyahut."Gustiii .., tadi siapa?'' lirihnya yakin karena tadi ada orang di sana. Pasti yang mengintip. Tapi melihat suasana perkebunan yang sore dan juga sangat sepi, Maura bergidik sendiri. "Jangan-jangan ..." Maura merinding di buatnya. Segera saja, karena takutnya, Maura langsung naik dan keluar dari sungai. Berjalan cepat, menuju tadi ia menyimpan handuk bersihnya di dekat batu."Eh? kemana handuknya?''Ia tak salah kan? bukankah tadi Maura menaruh handuknya di sana? Dia yakin Sebelum mandi menaruhnya di sini. Tapi sekarang kemana? gadis itu mencari, mungkin jatuh di belakang pohon jeruk yang berada di samping batu besar tersebut.Begitu ia sampai di belakang pohon jeruk, tak ada juga. "Kemana handuknya? Perasaan tadi disimpan di sini," tanya Maura mulai panik. Tapi karena sudah takut duluan, dia pun segera
"Mama bilang, Poligami itu kuncinya ikhlas. Aku udah ikhlas kok. Yang penting kamu dapat keturunan."Elshad coba untuk tidak mendengarkannya." Kalau kamu pergi ke kantor seharian kan, aku kesepian. Soalnya Bi Kokom pasti ada di dapur. kalau nggak di taman. Kalau ada istri baru kamu di sini, 'kan bisa nemenin aku juga El. Terus anak kalian bisa main deh di ranjang ini. Ranjangnya luas, El. Aku janji kok, nggak akan kaya istri-istri di sinetron atau di novel-novel poligami yang jahat sama istri muda. Aku akan jadi ...""Sampai kapanpun aku nggak akan menikah lagi." El bicara serius.Zoya terdiam dalam posisi tidurnya itu."Jangan ajari suamimu untuk poligami Zoya. Jangan dengarkan apa kata Mama karena Mama itu istri kedua dan sudut pandangnya akan lain dengan kamu nantinya. Buat aku kamu tetap Istriku selamanya."" kamu punya istri. Tapi untuk sekedar ngambilin baju ganti aja, aku nggak bisa. Istri ini, malah jadi beban kamu."Elshad berbalik setelah berhasil mendapatkan kaos abu-ab
" Ditungguin dari tadi mika-nya, mau dipakai buat dianterin ke ibu Zoya. Malah nangkring di sini Bukannya cepet-cepet ke dapur!" Omel Debby yang merampas plastik berisi Mika bolu berbentuk bulat itu dari tangan Maura.Aji membuang bekas rokoknya ke asbak. Kemudian menggedikkan bahu.Debby memperhatikan adik dan suaminya yang masih saling melotot itu."Maura! Aya naon sih?"Maura tidak menjawab saking kesalnya malah Aji lah yang bicara."Tuh, adik kamu. Kenapa lagi atuh? Dia pulang-pulang dari warung marah gara-gara ngelihat Akang lagi ngopi sama ngudud (ngerokok). Padahal cuma ngopi sama ngerokok. Biasalah kalau pengangguran mah, pasti diomelin terus." Aji mulai playing victim.Debby membulatkan matanya. ''Gustii... Maura. Berani-beraninya kamu teh sama Akang kamu!!" Omel Debby. ''Mulut kamu teh berani pisan. Gak ada Phormat-hormatnya sama orang tua. Baru ge nganggur setahun atuh. Da tadinya kang Aji yang kerja buat menghidupi kita. Songong pisan mulut kamu teh."Aji menarik sudut bi
Elshad bermaksud mengambil ponsel khusus pekerjaan yang sengaja ia letakkan di dashboard mobil. Biasanya, di hari Jumat, ia akan menyimpan semua peralatan kerjanya di mobil demi menghindari terbawa saat bersantai di rumah bersama istri tercinta pada Sabtu dan Minggu pagi. Di Minggu siang, Elshad akan mengambil kembali ponsel tersebut untuk mengecek pesan-pesan penting yang masuk.Dengan langkah pasti, ia menuju garasi. Begitu berhasil menemukan ponselnya, ia segera menyelipkannya ke dalam saku celana. Namun, ketika hendak keluar dari mobil, matanya terhenti pada sebuah handuk putih yang tergeletak di sana. "Handuk?" Ingatan Elshad tiba-tiba terpanggil kembali ke masa kemarin, pada sebuah peristiwa ketika ia terpaksa kabur dan tanpa sengaja membawa handuk milik seorang wanita yang ia temui.Hatinya berdebar, Elshad mendengkus kasar, berharap tak ada orang yang mengetahui dia pernah membawa handuk tersebut. "Ah, lebih baik buang aja," gumamnya pelan, seakan ingin menyingkirkan bukti ma
Elshad lagi-lagi menyembunyikan handuk yang dia pegang ke belakang punggungnya. Lalu berdiri agak menjauh. Sementara Maura datang dan dipersilakan duduk oleh Zoya. Elshad masih memantau gadis itu dan berharap agar Maura tidak bicara macam-macam pada istrinya. Zoya yang memang terkenal ramah itu, membiarkan Maura menyajikan kuenya di dekat minuman teh herbal diabetes khusus baginya "Wah kuenya harum." Zoya memuji. "Iya ... Kata Teh Debby gak terlalu manis.Pakai gula jagung juga.""Gak pernah kecewa kalau saya pesan dari Debby.""Makasih banyak ya, Bu."Zoya tersenyum lagi sementara Maura merapikan kue, tak sengaja, Zoya melihat suaminya tak berkedip melihat Maura. Zoya merasa aneh sendiri. Mungkinkah El merasa aneh dengan penampilan gadis gendut di depannya? Maura mengenal Elshad dengan baik. Pasti suaminya itu sedang Body shaming dalam pikirannya. Mengata-ngatai fisik Maura."Mangga kue nya Bu. Semoga suka ya, saya pamit dulu." Maura undur diri dengan sangat sopan."Eh ... seben
Betis Maura serasa mau copot ketika sudah sampai rumah Elshad dan Zoya yang megah ini. Sampai di sana, dengan napas yang kebat-kebit dan rasanya sudah ingin rebahan saja, Maura di persilakan oleh Bik Kokom untuk duduk di sofa. “Tunggu di sini, ya. Euceu kasih tahu Bapak sama Ibu.” “Iya Ceu.” Kokom pergi ke dalam. Sebelumnya, Maura di suguhi es jeruk yang segar dan sekali tandas masuk ke perutnya. “Akkh … Gelas orang kaya kecil amat sih? Kalau di kampung mah, di sediainnya sama teko-nya,” kekeh Maura karena masih merasa haus. Ia menunggu Zoya datang dan tak lama, wanita cantik itu terlihat duduk di atas kursi roda dan didorong oleh suaminya di belakang. Senyum Maura berkembang ketika melihat Zoya namun surut kembali ketika melihat El. Demi apapun ya, semalaman Maura tidak bisa tidur karena dia penasaran, mau melihat bagian tengah handuk putih yang kemarin dipegang oleh Bos pabrik itu untuk membuktikan kalau dialah ia mengintip Maura. “Maura … Udah lama?” Maura bangun dari d