Zio akui semalam dia egois dengan setengah memaksa Lea untuk melayaninya, hingga perempuan itu tidur sampai lewat tengah hari. Zio tak mempermasalahkan hal itu. Pun dengan keputusan lelaki itu mengenai anak. Dia sadar dengan perlakuannya semalam, kehamilan bisa saja terjadi. Walau dia sangat menginginkan putra dari benihnya sendiri, sekali lagi dia tidak mau hanya memikirkan diri sendiri.Dia tidak mau memaksa Lea untuk mengandung anaknya, andai perempuan itu belum siap. Karenanya dia meminta sang istri untuk meminum pil pencegah kehamilan. Zio paham betul kondisi hubungannya dengan Lea masih berantakan. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan jika ingin memiliki anak. Terutama dari pihak perempuan, sebab mereka yang akan menanggung kehamilan dan melalui proses melahirkan. Zio sangat tahu semua itu tidak mudah. Karenanya Zio akan menunggu sampai Lea bersedia menanggungnya.Sementara Lea masih tidur, Zio berada di ruang kerja. Pria itu tampak mengerutkan dahi, saat menelaah kembal
Tidak! Tidak! Nancy perlahan turun dari kasur, sangat pelan berharap si pria yang setelah ditelisik ternyata punya rupa tampan dengan tubuh kekar, atletis. Oh, apa semalam mereka melakukan hal panas itu. Nancy menggigit bibir sambil memakai pakaiannya. Dia tidak ingat sama sekali. Sekarang saja kepalanya pusing tujuh keliling.Dia menenteng heels juga tasnya. Sampai di luar kamar dia sempat memindai ruangan yang kali sungguh menunjukkan seberapa mahal harga yang harus dibayar untuk memiliki tempat ini."Dia siapa?" gumam Nancy sebelum memutuskan pergi dari sana. Pada akhirnya Nancy hanya bisa menghela napas. Siapapun dia, Nancy tidak punya urusan. Dia hanya mau Zio, tidak mau yang lain. Anggap saja kejadian tadi adalah kesalahan.Sepeninggal Nancy, sang pria terbangun. Dia tersenyum melihat partner gelutnya sudah pergi. "Seksi dan hot. Aku menyukainya." Seringai tercetak di bibir tipis sang pria. Saat itulah ponselnya berdering. Satu nama tertera di layar ponselnya. "Apa?""Eh, mot
"Kok begitu?" Nancy protes ketika dia ditinggal begitu."Kau baru pulang, dan lihatlah dirimu. Bau alkohol!" Desis Zio sebelum masuk ke dalam mobil. Pria itu menyetir sendiri dengan Zico duduk di sampingnya.Arch sejak tadi menempel pada Lea dan Inez yang sesekali mengulas senyum tipis, nyaris tak terlihat, melihat interaksi keduanya.Perjalanan tak berlangsung lama. Mereka tiba di sebuah restoran dengan konsep prasmanan dan semi outdoor. Ini adalah momen pertama kali Lea mengikuti acara semacam ini. Dulu dia tidak tahu sama sekali tentang hal berbau pesta. Dia hanya akan mengurung diri di dalam kamar jika ada kemeriahan di rumah Rian. Namun kali ini, Zio dengan berani mengajaknya keluar. Meski hanya mau disebut sebagai pengasuh Arch. Namun hal ini, satu hal yang tidak pernah Rian lakukan.Awalnya Zico ingin menggendong Arch tapi bocah itu tidak mau, dia mau digandeng Lea. Sebuah kejadian yang tak luput dari perhatian Inez. Saat bersama Nancy, Arch lebih suka bersama Zico."Wah, Nyon
Revo terus memandang Zio yang sejak tadi hanya diam, mengawasi sang putra bermain, ditemani Lea. Wanita itu masih sesekali meringis tapi dia tetap ikut aktif mengikuti Arch yang lincah ke mana saja."Aku tidak tahu kalau kau sudah menikah lagi," komen Revo pada akhirnya.Zio kembali tak merespon. Matanya sesekali mengarahkan pandangannya ke arah Inez yang masih dikerubuti ibu-ibu rempong yang ujung-ujungnya bakal berimbas padanya dan Zico. Maklum saja, pernikahannya belum terpublikasikan secara resmi. Selentingan kabar dia punya istri memang sudah beredar tapi dia sama sekali belum mengkonfirmasinya. Jadi selama Zio belum bicara, kebanyakan orang akan menganggap dirinya duda, belum menikah lagi. Satu scene yang membuat Zio tidak suka adalah Dita yang sejak tadi terus menempel pada ibunya. Wanita itu juga sesekali melempar pandang tidak suka pada Lea.Lea sendiri awalnya terkejut saat tahu keluarga Rian ada di sini. Namun sejak tadi dia tidak berinteraksi dengan tamu undangan lain,
"Kamu kenal dengan keluarga Mahendra?" Revo bertanya seraya mengiringi langkah Lea meninggalkan Vika dan Rian yang sepertinya bakal ribut besar."Dia mantan suamiku," balas Lea tanpa ingin menutupi apapun dari Revo. Baginya masa lalu tetap tidak akan berubah, walau dia menutupinya sekuat tenaga. Jadi lebih baik jujur saja dari pada pusing memikirkan cara untuk menyembunyikannya."Ha? Serius? Setahuku perempuan tadi sudah jadi pacarnya sejak lama. Atau ... dia selingkuh selama kalian berumah tangga. Upss, sorry. Kepo." Revo nyengir penuh rasa bersalah melihat mimik wajah Lea berubah.Setelahnya keduanya berjalan tanpa bicara kembali ke tempat Arch dan yang lainnya. Membiarkan Rian dan Vika meneruskan pertengkaran mereka. "Jadi benar kamu sekarang ingin kembali sama dia?" Vika bertanya dengan wajah merah padam menahan amarah."Aku hanya ingin minta maaf, tidak lebih." Rian menjawab lirih. Tidak mungkin dia meladeni kemarahan Vika di tempat ini.Maka setelahnya Rian menarik tangan Vika
Lea menyelesaikan dua putaran mengelilingi The Mirror dengan cepat pagi itu. Ada banyak hal yang harus dia lakukan setelah ini. Untungnya dia bisa melepaskan diri dari Zio pagi tadi. Kalau tidak bisa kacau semua jadwalnya.Zio juga tidak protes ketika dia dorong sampai jatuh kembali ke kasur. Setelahnya Lea kabur ke kamar mandi, mencuci muka lalu bersiap untuk joging.Saat dia ingin masuk ke rumah, dia tidak sengaja melihat bayangan Nancy di balik pintu sepertinya perempuan itu ingin mengerjainya lagi. Lea berjalan pelan, lalu sengaja berteriak keras hingga balik Nancy yang terkejut. Air yang ingin dia gunakan untuk menyiram Lea malah mengguyurnya sendiri. Lea tersenyum mengejek melihat Nancy basah kuyup. Perempuan itu menggeram marah. Dia ingin mengejar Lea, membalas perempuan tersebut, tapi Nancy justru tergelincir karena lantai licin.Suara berdebam terdengar seiring sumpah serapah Nancy mengudara. Sementara Lea tampak tak peduli. Dia melenggang pergi tanpa ingin membantu Nancy."
"Zi! Zio! Aku bisa jelaskan!"Zio langsung menatap nyalang pada Lea yang seketika diam. Dia salah panggil."Katakan lagi!" Zio memiringkan kepala. Dia menyudutkan Lea di dinding di balik pintu kamarnya."Tu-Tuan, aku bisa jelaskan." Lea memejamkan mata saat Zio meninju tembok di sebelah telinga Lea."Panggil yang benar, lalu jelaskan. Lakukan sebelum aku habis kesabaran!"Lea menciut di bawah tatapan tajam Zio. Perempuan itu menelan ludah susah payah. Sulit sekali melawan aura kemarahan Zio."Tu-tu ...."Lea berhenti bicara saat Zio menggeram kesal."Zi-Zio."Kali ini seluruh atensi Zio terpusat pada Lea."Jelaskan!" titah sang suami."Aku menyiapkan sarapan untuk Arch. Aku sendiri yang membuat sandwich itu, tapi sungguh aku tidak menambahkan selai kacang di dalamnya."Lea berkaca-kaca saat menjelaskan. "Kamu tahu dia alergi kacang dan segala produk turunannya?"Lea mengangguk sebagai jawaban. "Zico memberitahu."Zio terdiam saat menyadari kenapa chef dan staf dapur hanya diam saat t
Lea mendengus geram melihat siapa pemilik mobil yang baru dia tubruk, hingga baret lumayan dalam dan panjang. Lebih kesal lagi ketika dia terpaksa menurut saat Agra mengobati lukanya.Lututnya yang sudah berapa kali luka kini cidera lagi. Agaknya bagian itu senang sekali minta diperhatikan."Pelan-pelan, woi. Kagak ada lembut-lembutnya jadi cowok," Lea protes kala Agra menekan lukanya lumayan kuat."Mana ada kuat. Situ aja yang lembek. Begitu doang teriak-teriak!" Entah sejak kapan keduanya jadi lebih akrab hingga tak menggunakan bahasa formal saat bicara satu sama lain."Sudah, ayok ke bengkel. Biar kamu tahu harus bayar berapa.""Gak ah, kamu kirim aja tagihannya ke aku. Aku mau ke toko. Sudah telat ini," tolak Lea.Perempuan itu berdiri, sudah mau naik ke sepeda yang untungnya tidak apa-apa. Ketika Agra mengulurkan tangannya. "Apa?""Nomor telepon, katanya suruh kirim tagihannya."Lea mendesah malas dengan dia balik mengulurkan tangan. "Hape!"Agra buru-buru mengambil ponsel dari
Lea menoleh ke arah Zio yang setengah terpejam di kursi penumpang. Lea menghembuskan napas, kemudian kembali fokus pada kemudi yang sedang dia kendalikan.Berusaha memusatkan perhatian, nyatanya Lea tak mampu mengalihkan pikiran dari ucapan Zio beberapa waktu yang lalu. Cinta? Lelaki itu bilang cinta padanya. Lea tidak salah dengar kan?Semudah itukah Zio melupakan Nika? Setahun lalu, pria yang ada di samping Lea terlihat sangat mencintai Nika, tapi sekarang. Zio dengan gamblang menyebut mencintainya."Aku tidak tahu sejak kapan, tapi sejak aku tidak bisa melihatmu hari itu. Aku sadar kalau kehilanganmu efeknya sangat besar bagiku. Please, aku tidak bisa hidup dengan baik tanpamu.""Tidak semudah itu Zi, sikapmu masih seperti enigma, teka teki untukku. Aku masih bingung harus menanggapi hubungan kita bagaimana. Terus terang, aku masih trauma dengan apa yang terjadi malam itu. Aku takut, semua akan terulang kembali."Lea berucap ketika lampu merah menghadang jalan mereka. Dipandanginya
"Zio ...." Dua jam kemudian, dan itu cukup membuat Lea sesak napas serta kebas merata di sekujur tubuh. Bagaimana dia tidak kesulitan bernapas ketika dada bidang penuh otot Zio menekan dadanya. Dekapan pria itu juga erat, melingkari tubuh Lea dengan sempurna. Belum lagi posisi kaki Zio yang seketika membuat Lea tak berani bergerak. Dia takut salah sentuh dan berakibat fatal, bisa bahaya kan kalau sang suami memaksanya. Bukannya tidak mau, tapi ... entahlah. Lea agaknya perlu waktu untuk kembali membiasakan diri akan kehadiran Zio di sekitarnya. "Zio ...." Lea memanggil lagi, tangan Lea bergerak sepelan mungkin, mengecek dahi Zio. Lumayan, tidak sepanas tadi. Dia tak punya termometer atau apapun yang behubungan dengan P3K. Hidupnya terlalu sibuk untuk mengurusi hal remeh berhubungan dengan kesehatan. Dan untungnya tubuh Lea bisa diajak bekerjasama. Walau diawal kepergiannya dari The Mirror, Lea sempat mengalami susah tidur. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Beruntung dia be
Lea nyaris ambruk, saat harus menopang sesosok tubuh, yang tiba-tiba terhuyung ke arahnya waktu dia membuka pintu apart-nya.Makian yang tadi siap dia layangkan mengudara entah ke mana. Berganti rasa heran melihat Zio bersandar sepenuhnya padanya. "Kau kenapa?""Pusing," balas Zio lirih. "Kau sakit?" Lea merasakan panas saat kulit Zio bersentuhan dengannya, juga napas lelaki itu yang memberi kesan terbakar.Zio tak menjawab, alhasil Lea harus bersusah payah setengah menyeret tubuh tinggi besar sang suami ke sofa terdekat."Tuan kulkas bisa sakit juga to." Kata Lea nyaris melempar raga Zio.Pria itu hanya mendengus kecil mendengar ucapan Lea. Zio berbaring telentang tanpa daya, mengabaikan Lea yang berkacak pinggang sambil menghubungi seseorang.Zio ingin mengumpat melihat Lea hanya memakai tank top dengan rok span selutut yang membalut bokong dan paha mulusnya.Istrinya kini benar-benar full perawatan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Siapa yang tahan untuk tidak menerkamnya kala
"Bagus, jika kamu mau pergi."Nancy melotot mendengar ucapan Zio yang sama sekali tak ingin menahannya. "Kamu mengusirku?""Kau dengar aku menyuruhmu pindah. Kau sendiri yang ingin pergi." Zio benar-benar acuh pada Nancy yang berdiri gamang di depannya.Perempuan itu sepertinya memang tak punya posisi lebih dari sekedar mantan adik ipar."Dulu Nika yang memintaku untuk mengizinkanmu tinggal. Sekarang dia sudah tidak ada. Semua terserah padamu. Kau bisa tinggal, dengan catatan kau tidak boleh mengusik kehidupanku dan Lea."Zio menegaskan batasan tegas yang harus Nancy patuhi jika ingin tinggal. Perempuan itu menggeram rendah. Itu sama artinya dengan dia yang tak lagi dipandang juga dihargai di rumah itu. "Pergilah, aku sedang tidak mood bicara denganmu." Kali ini Zio mengusir Nancy terang-terangan dari ruangan.Lelaki itu mendadak pusing dengan tubuh terasa tak nyaman. Zio pikir kondisinya menurun beberapa hari ini. Sejak bertemu Lea, Zio justru tak bisa tidur. Kepalanya hanya diisi
"Sebentar saja, Le. Bantuin aku kalau gak mau dimasukin."Lea melotot melihat Zio berada di atas tubuhnya. Semalam Lea memilih tidur di sofa bed, sebab si empunya kamar tidak Lea jumpai sehabis dia mandi. Lea tidur sudah mengenakan piyama panjang, menghindari Zio yang sekarang Lea sadari seringkali memandangnya penuh nafsu. Lea pikir bakal tidur sendiri. Siapa sangka jika Zio justru menyusulnya tidur.Rupanya itu tujuan Zio mengganti sofanya dengan sofa bed. Supaya pria itu bisa tidur berdua. Kali ini, mentari baru menampakkan sinar oranye di ufuk timur ketika Lea sudah dibuat spot jantung karena aksi Zio sedang menindihnya. Lelaki itu memang tidur topless, tanpa pakai baju. Sekedar ditindih masih mending, ini Lea juga dihadapkan pada aksi Zio yang sedang menggesekkan monsternya pada area pribadinya yang masih tertutup celana piyama.Badan Lea panas dingin dengan rasa merinding. Napas Zio terdengar berat dengan geraman sesekali terdengar."Zio, engap!""Sebentar, Sayang. Dikit lagi
"Nancy!" Teriakan Zio lantang terdengar. Pria itu marah sekaligus kaget dengan tindakan Nancy yang menyiram Lea dengan seember air.Lea sempat terbatuk, sebelum memberikan tatapan nyalang pada Nancy. Detik setelahnya perempuan itu mendorong Nancy sampai jatuh tersungkur di lantai basement.Nancy tentu terkejut dengan tindakan Lea. Wanita itu tak pernah bertindak kasar sebelumnya, tapi hari ini, dia melihat Lea yang berubah bar-bar setelah pergi delapan bulan lalu."Perempuan kampung! Beraninya kau mendorongku. Zio kau lihat ini, dia menyerangku!" "Kau yang mulai, bukan Lea!" Balas Zio telak.Nancy melotot, dia pikir Zio akan membelanya, nyatanya tidak. Lea masih ingin memberi pelajaran pada Nancy tapi Zio lekas menariknya pergi. "Lepaskan aku! Aku ingin menghajarnya!"Lea tidak sudi lagi ditindas oleh perempuan yang dia pikir adalah kekasih suaminya."Tidak sekarang! Ganti bajumu! Basah semua." Nancy memandang geram Zio dan Lea yang melangkah pergi darinya. Mereka tidak masuk melal
Lea yang hampir membalikkan badan, urung melakukannya. Ketika bisik-bisik penuh kekaguman muncul. Perempuan itu hanya bisa menutup mulut sebagai respon atas apa yang tengah Zio lakukan.Lelaki tersebut mewujudkan ucapannya soal berlutut. Sejatinya bukan itu yang membuat kaget, tapi aksi Zio yang dilakukan di hadapan banyak orang.Zio pandai sekali memanfaatkan keadaan. Memanipulasi perasaan Lea melalui situasi yang membuat perempuan itu tersudut. Zio memang bertekad akan melakukan apa saja untuk membawa Lea pulang. Termasuk hal yang satu ini.Lea terkesiap melihat Zio menekuk satu kaki sambil mengulurkan sebuket bunga mawar merah kali ini."Kamu ....""Maafkan aku, Le. Sungguh, aku menyesal untuk kejadian hari itu. Aku tidak akan membela diri. Kamu bisa menyalahkan aku, tapi aku minta satu hal. Maafkan aku, beri aku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku."Lea dan semua orang terpaku mendengar ucapan Zio yang terasa tulus dari dalam hati. Semua orang bisa merasakan kesungguhan Zio s
"Dia mengizinkanmu bekerja, syaratnya tidak lebih dari jam enam. Setelah itu kau dilarang berada di kantor. Le, dia pengertian. Terlepas dari apa yang membuatmu memilih pergi darinya delapan bulan lalu.""Tak banyak lelaki yang mau memahami apa yang pasangannya mau. Tapi suamimu mau melakukannya. Pertimbangkan lagi. Aku bisa lihat dia pria baik, juga mencintaimu."Lea mendengkus kesal, "Cinta? Kalau dia cinta gak mungkin dia ngusir aku."Masalahnya cintanya baru numbuh sekarang, oneng!Lea lantas mendorong kasar napasnya. Gara-gara Zio membuka statusnya, kini semua orang tahu siapa dirinya. Untung saja tidak ada paparazzi yang mengejarnya sampai ke kantor seperti yang Irene yang katakan.Dia tidak tahu saja, di luar gedung banyak kamera tersembunyi siap membidik dirinya. Zio sendiri sudah memberikan ancaman, barang siapa berani mengganggu kenyamanan Lea di luar sana. Zio tak segan untuk membuatnya jadi pengangguran selamanya. Hal itu cukup membuat para pemburu berita menciut nyalinya
Dan itu terjadi, Zio mengepalkan tangan waktu kembali ke apart Lea. Dengan amarah mencapai ubun-ubun. Lea sedang happy sebab sedang mengobrol via video call dengan Agni sontak menoleh kaget melihat Zio kembali bisa masuk ke unitnya."Aku hubungi lagi nanti." Lea pamit secepat kilat pada Agni. "Kamu bobol password aku lagi, aakhh. Apaan lepas!"Lea meronta saat Zio langsung mendorongnya hingga jatuh telentang ke sofa di belakangnya. Pria itu juga menjerat tangan Lea, dia kumpulkan di atas kepala sang istri."Apa lagi sekarang?" Lea meronta tapi tak bisa bergerak sama sekali. Zio totally mengunci pergerakannya."Katakan! Apa kamu bilang pada Arch kalau suamimu Agra?"Lea terdiam, coba mencerna pertanyaan Zio. Apa tadi Zio bilang? Arch? Kapan lelaki itu bertemu Arch."Enggak!""Bohong! Kamu tahu aku tidak suka pembohong!" Lea kembali tak berkata apa-apa. Dipandangnya lelaki yang kini merah padam menatapnya."Lihat, Anda lagi-lagi lebih percaya orang lain dibanding saya ....""Jangan pa