Revo terus memandang Zio yang sejak tadi hanya diam, mengawasi sang putra bermain, ditemani Lea. Wanita itu masih sesekali meringis tapi dia tetap ikut aktif mengikuti Arch yang lincah ke mana saja."Aku tidak tahu kalau kau sudah menikah lagi," komen Revo pada akhirnya.Zio kembali tak merespon. Matanya sesekali mengarahkan pandangannya ke arah Inez yang masih dikerubuti ibu-ibu rempong yang ujung-ujungnya bakal berimbas padanya dan Zico. Maklum saja, pernikahannya belum terpublikasikan secara resmi. Selentingan kabar dia punya istri memang sudah beredar tapi dia sama sekali belum mengkonfirmasinya. Jadi selama Zio belum bicara, kebanyakan orang akan menganggap dirinya duda, belum menikah lagi. Satu scene yang membuat Zio tidak suka adalah Dita yang sejak tadi terus menempel pada ibunya. Wanita itu juga sesekali melempar pandang tidak suka pada Lea.Lea sendiri awalnya terkejut saat tahu keluarga Rian ada di sini. Namun sejak tadi dia tidak berinteraksi dengan tamu undangan lain,
"Kamu kenal dengan keluarga Mahendra?" Revo bertanya seraya mengiringi langkah Lea meninggalkan Vika dan Rian yang sepertinya bakal ribut besar."Dia mantan suamiku," balas Lea tanpa ingin menutupi apapun dari Revo. Baginya masa lalu tetap tidak akan berubah, walau dia menutupinya sekuat tenaga. Jadi lebih baik jujur saja dari pada pusing memikirkan cara untuk menyembunyikannya."Ha? Serius? Setahuku perempuan tadi sudah jadi pacarnya sejak lama. Atau ... dia selingkuh selama kalian berumah tangga. Upss, sorry. Kepo." Revo nyengir penuh rasa bersalah melihat mimik wajah Lea berubah.Setelahnya keduanya berjalan tanpa bicara kembali ke tempat Arch dan yang lainnya. Membiarkan Rian dan Vika meneruskan pertengkaran mereka. "Jadi benar kamu sekarang ingin kembali sama dia?" Vika bertanya dengan wajah merah padam menahan amarah."Aku hanya ingin minta maaf, tidak lebih." Rian menjawab lirih. Tidak mungkin dia meladeni kemarahan Vika di tempat ini.Maka setelahnya Rian menarik tangan Vika
Lea menyelesaikan dua putaran mengelilingi The Mirror dengan cepat pagi itu. Ada banyak hal yang harus dia lakukan setelah ini. Untungnya dia bisa melepaskan diri dari Zio pagi tadi. Kalau tidak bisa kacau semua jadwalnya.Zio juga tidak protes ketika dia dorong sampai jatuh kembali ke kasur. Setelahnya Lea kabur ke kamar mandi, mencuci muka lalu bersiap untuk joging.Saat dia ingin masuk ke rumah, dia tidak sengaja melihat bayangan Nancy di balik pintu sepertinya perempuan itu ingin mengerjainya lagi. Lea berjalan pelan, lalu sengaja berteriak keras hingga balik Nancy yang terkejut. Air yang ingin dia gunakan untuk menyiram Lea malah mengguyurnya sendiri. Lea tersenyum mengejek melihat Nancy basah kuyup. Perempuan itu menggeram marah. Dia ingin mengejar Lea, membalas perempuan tersebut, tapi Nancy justru tergelincir karena lantai licin.Suara berdebam terdengar seiring sumpah serapah Nancy mengudara. Sementara Lea tampak tak peduli. Dia melenggang pergi tanpa ingin membantu Nancy."
"Zi! Zio! Aku bisa jelaskan!"Zio langsung menatap nyalang pada Lea yang seketika diam. Dia salah panggil."Katakan lagi!" Zio memiringkan kepala. Dia menyudutkan Lea di dinding di balik pintu kamarnya."Tu-Tuan, aku bisa jelaskan." Lea memejamkan mata saat Zio meninju tembok di sebelah telinga Lea."Panggil yang benar, lalu jelaskan. Lakukan sebelum aku habis kesabaran!"Lea menciut di bawah tatapan tajam Zio. Perempuan itu menelan ludah susah payah. Sulit sekali melawan aura kemarahan Zio."Tu-tu ...."Lea berhenti bicara saat Zio menggeram kesal."Zi-Zio."Kali ini seluruh atensi Zio terpusat pada Lea."Jelaskan!" titah sang suami."Aku menyiapkan sarapan untuk Arch. Aku sendiri yang membuat sandwich itu, tapi sungguh aku tidak menambahkan selai kacang di dalamnya."Lea berkaca-kaca saat menjelaskan. "Kamu tahu dia alergi kacang dan segala produk turunannya?"Lea mengangguk sebagai jawaban. "Zico memberitahu."Zio terdiam saat menyadari kenapa chef dan staf dapur hanya diam saat t
Lea mendengus geram melihat siapa pemilik mobil yang baru dia tubruk, hingga baret lumayan dalam dan panjang. Lebih kesal lagi ketika dia terpaksa menurut saat Agra mengobati lukanya.Lututnya yang sudah berapa kali luka kini cidera lagi. Agaknya bagian itu senang sekali minta diperhatikan."Pelan-pelan, woi. Kagak ada lembut-lembutnya jadi cowok," Lea protes kala Agra menekan lukanya lumayan kuat."Mana ada kuat. Situ aja yang lembek. Begitu doang teriak-teriak!" Entah sejak kapan keduanya jadi lebih akrab hingga tak menggunakan bahasa formal saat bicara satu sama lain."Sudah, ayok ke bengkel. Biar kamu tahu harus bayar berapa.""Gak ah, kamu kirim aja tagihannya ke aku. Aku mau ke toko. Sudah telat ini," tolak Lea.Perempuan itu berdiri, sudah mau naik ke sepeda yang untungnya tidak apa-apa. Ketika Agra mengulurkan tangannya. "Apa?""Nomor telepon, katanya suruh kirim tagihannya."Lea mendesah malas dengan dia balik mengulurkan tangan. "Hape!"Agra buru-buru mengambil ponsel dari
Lea serasa tak punya muka saat dia melangkah memasuki The Mirror. Namun dia juga tidak mau kalah dengan Nancy. Lea yakin kalau Nancy pasti ada hubungannya dengan kejadian kumatnya alergi Arch.Istri Zio sengaja melewati ruang makan, tidak ingin bertemu siapapun. Namun kakinya baru menginjak ruang tamu ketika suara Arch menyapanya."Aunty pergi kenapa tidak bilang." Bocah itu berada dalam gendongan papanya. Baru saja menuruni tangga sepertinya."Aunty takut Arch marah."Bukannya menjawab, tangan Arch justru terulur minta gendong. "Aunty yang masakin Arch ya?""Emm itu.""Rasanya sama kayak masakan mama. Arch jadi merasa kalau mama masih hidup."Lea terkesiap, bocah sekecil itu sudah tahu makna hidup dan mati. Istri Zio diam tanpa menjawab. Dia hanya mencium pipi Arch yang langsung mengulas senyum."Aunty ke toko kembang?"Lea mengangguk sambil membawa Arch ke sofa. Nancy yang melihatnya tidak suka."Arch, Tante bawakan makanan buat kamu, tenang ini aman dari kacang," ucap Nancy, jelas
Sejak perdebatan malam itu, Lea lebih banyak diam. Ah, tapi Lea memang tidak banyak bicara dari dulu. Jadi tidak terlalu terasa perbedaannya. Zio yang memang keras kepala memang tidak berpikir kalau larangannya berteman dengan Agra akan berdampak begitu besar pada sikap sang istri.Mereka yang baru melangkah menuju sebuah hubungan yang lebih serius agaknya harus menghadapi cobaan lebih dulu.Zio suka Lea yang cerewet, yang memberontak kalau dia tidak suka akan suatu hal bukan yang menurut macam boneka. Lama-lama didiamkan, Zio akhirnya kesal sendiri."Lea," panggil Zio suatu pagi.Lea yang pagi itu baru saja gelut dengan Nancy perihal hal sepele yang tidak jelas, hanya menjawab sekenanya. Dia tidak tahu Zio sudah mulai menunjukkan amarahnya."Lea," panggil Zio lagi."Iya, sebentar."Sebentar, dan Lea langsung dibuat jantungan ketika Zio sudah berdiri di belakangnya yang sedang memilih baju."Gak dengar?"Lea menegang mendengar Zio berbisik di telinganya. Terhitung tiga hari Lea lebih
Zio sampai ke kantor dengan wajah sumringah. Semua tentu heran dengan perubahan sikap sang big bos. Biasanya mereka akan mendapati paras dingin membekukan. Kutub utara serasa pindah kata Revo.Namun hari ini meski aura kutub itu tetap ada tapi hawa yang terasa adalah hangat. Seolah kebekuan itu mencair meski hanya tersirat. Nancy yang melihat perubahan sikap Zio makin meradang marah. Dia yakin sedikit banyak pasti ada peran Lea di dalamnya.Nancy tidak bisa berbuat apa-apa jika Zio tetap menjaga jarak darinya. Meski rumor yang menyebut Nancy adalah istri Zio masih kuat merebak. Dan keasingan mereka saat di kantor hanyalah kamuflase agar hubungan mereka tak terendus publik.Tak sedikit yang percaya gosip itu tapi banyak juga yang menganggap itu hanya hasil halu Nancy belaka."Sumringah amat lu, baru dapat jatah?"Zio mengeplak lengan Revo yang dengan enteng menyebut hubungan seks tanpa basa basi di kantor. "Kalaupun gue dapat jatah, elu mau apa? Gue punya istri. Gak kayak elu. Jomblo."