Lea serasa tak punya muka saat dia melangkah memasuki The Mirror. Namun dia juga tidak mau kalah dengan Nancy. Lea yakin kalau Nancy pasti ada hubungannya dengan kejadian kumatnya alergi Arch.Istri Zio sengaja melewati ruang makan, tidak ingin bertemu siapapun. Namun kakinya baru menginjak ruang tamu ketika suara Arch menyapanya."Aunty pergi kenapa tidak bilang." Bocah itu berada dalam gendongan papanya. Baru saja menuruni tangga sepertinya."Aunty takut Arch marah."Bukannya menjawab, tangan Arch justru terulur minta gendong. "Aunty yang masakin Arch ya?""Emm itu.""Rasanya sama kayak masakan mama. Arch jadi merasa kalau mama masih hidup."Lea terkesiap, bocah sekecil itu sudah tahu makna hidup dan mati. Istri Zio diam tanpa menjawab. Dia hanya mencium pipi Arch yang langsung mengulas senyum."Aunty ke toko kembang?"Lea mengangguk sambil membawa Arch ke sofa. Nancy yang melihatnya tidak suka."Arch, Tante bawakan makanan buat kamu, tenang ini aman dari kacang," ucap Nancy, jelas
Sejak perdebatan malam itu, Lea lebih banyak diam. Ah, tapi Lea memang tidak banyak bicara dari dulu. Jadi tidak terlalu terasa perbedaannya. Zio yang memang keras kepala memang tidak berpikir kalau larangannya berteman dengan Agra akan berdampak begitu besar pada sikap sang istri.Mereka yang baru melangkah menuju sebuah hubungan yang lebih serius agaknya harus menghadapi cobaan lebih dulu.Zio suka Lea yang cerewet, yang memberontak kalau dia tidak suka akan suatu hal bukan yang menurut macam boneka. Lama-lama didiamkan, Zio akhirnya kesal sendiri."Lea," panggil Zio suatu pagi.Lea yang pagi itu baru saja gelut dengan Nancy perihal hal sepele yang tidak jelas, hanya menjawab sekenanya. Dia tidak tahu Zio sudah mulai menunjukkan amarahnya."Lea," panggil Zio lagi."Iya, sebentar."Sebentar, dan Lea langsung dibuat jantungan ketika Zio sudah berdiri di belakangnya yang sedang memilih baju."Gak dengar?"Lea menegang mendengar Zio berbisik di telinganya. Terhitung tiga hari Lea lebih
Zio sampai ke kantor dengan wajah sumringah. Semua tentu heran dengan perubahan sikap sang big bos. Biasanya mereka akan mendapati paras dingin membekukan. Kutub utara serasa pindah kata Revo.Namun hari ini meski aura kutub itu tetap ada tapi hawa yang terasa adalah hangat. Seolah kebekuan itu mencair meski hanya tersirat. Nancy yang melihat perubahan sikap Zio makin meradang marah. Dia yakin sedikit banyak pasti ada peran Lea di dalamnya.Nancy tidak bisa berbuat apa-apa jika Zio tetap menjaga jarak darinya. Meski rumor yang menyebut Nancy adalah istri Zio masih kuat merebak. Dan keasingan mereka saat di kantor hanyalah kamuflase agar hubungan mereka tak terendus publik.Tak sedikit yang percaya gosip itu tapi banyak juga yang menganggap itu hanya hasil halu Nancy belaka."Sumringah amat lu, baru dapat jatah?"Zio mengeplak lengan Revo yang dengan enteng menyebut hubungan seks tanpa basa basi di kantor. "Kalaupun gue dapat jatah, elu mau apa? Gue punya istri. Gak kayak elu. Jomblo."
Lea seketika memandang ke arah Rina dan Aldo yang berdiri di depannya. "Mantan kakak ipar? Kamu pernah menganggapku kakak ipar? Dan tadi apa katamu? Liar? Liar yang bagimana?"Balasan dari Lea telak membungkam Rina. Sementara Agra tampak memicing mengamati Rina. Adik Rian Mahendra rupanya. Agra menarik sudut bibirnya. "Tuan, apa Anda tahu kalau perempuan ini sangat suka menggoda lelaki, pacarnya banyak," cetus Rina tiba-tiba."Benarkah? Tapi kenapa aku susah sekali membawanya keluar. Untuk sekedar makan siang saja, aku harus putar otak untuk membujuknya," balas Agra yang seketika membuat Lea melotot.Ternyata pria ini pun sama saja, kesal Lea dalam hati. "Pergilah, aku dan kamu tidak punya urusan lagi. Kalian kalau mau kencan jauh-jauh sana. Ganggu saja!"Rina mengepalkan tangan, jengkel sekali pada Lea yang kini dia anggap sombong. "Awas saja, akan kuberitahu Mas Rian kelakuanmu yang murahan ini!"Rina berlalu pergi sambil menggandeng paksa Aldo yang sepertinya enggan beranjak dar
"Aduh, Ma. Sakit. Aduuhh!"Dari rengekan manja, teriakan Zico berubah jadi jerit maskulin saat Lea menoyor kepala sang adik ipar, yang makin menjadi memanggilnya mama."Kapan hamilnya, anaknya sudah bisa jadi pacar berondong gitu." Agni menggelengkan kepala melihat interaksi Lea dan Zico yang kelewat harmonis untuk ukuran kakak dan adik ipar."Awas kalau manggil mama lagi!" Ancam Lea dengan tatapan sadis dan keji."Dia yang mulai kenapa yang aku disalahkan. Gentle kakak, ni muka aku asuransikan," oceh Zio asal."Serius, Dek?" Serobot Puspa yang baru keluar dari pintu toko."Ya gaklah, Kak. Bercanda. Peace." Zico nyengir lebar sambil mengangkat dua jari membentuk kode damai."Kalian lihat, perlu sabar setebal dompetnya buat ngadepin dia.""Sa ae, Kakak," komen Zio manis.Lea kembali mengompres memar di wajah Zio. Setidaknya sampai bisa dia tutupi dengan foundy atau bedak. Cara yang sama digunakan Edo dan teman-temannya untuk memojokkan Zico. Untungnya Lea cermat mengamati hingga dia t
"Jika mereka pasangan kekasih, berarti Zio merebut Nika. Begitu?" gumam Lea lirih. Seharusnya dia tidak ikut campur masa lalu Zio, Agra dan Nika. Namun sudah jadi kodrat manusia untuk kepo dengan urusan orang lain. Dan Lea mengalaminya. Lea harusnya tutup mata, tutup telinga. Toh, yang mereka perebutkan sudah meninggal, tidak bisa ditanyai lagi kebenarannya. Fokus ke masa depan adalah hal yang sepatutnya Lea lakukan. Tapi semakin dia memikirkannya semakin dia ingin tahu apa yang sesungguhnya terjadi. "Melamun?" Tubuh Lea seketika terbaring ke sofa kala Zio muncul lantas mendorongnya. Pria itu tanpa aba-aba langsung melumat bibir sang istri. Perlu beberapa waktu bagi Lea bisa meminta jeda. Zio seolah ingin menelannya hidup-hidup tiap kali mereka beradu bibir. "Belum mandi," kata Lea sambil menahan dada bidang Zio yang kembali ingin menindihnya. "Kamu wangi, rasamu selalu manis. Aku menyukainya." Tubuh Lea melenting cantik saat Zio menyentuh puncak dada di balik kaos yan
"Inez Alkanders sudah tahu soal status Ibu Lea yang seorang janda."Pesan terkirim. Tak berapa lama balasan pun datang."Bagus, lanjutkan tugasmu. Jangan sampai ada orang yang tahu atau ayahmu akan segera menjadi mayat."Si penerima pesan langsung mengepalkan tangan, jelas sekali beban yang sedang dia tanggung.Perlahan sosok itu menutup pintu yang menjadi partisi antara balkon dan tangga. Pelan dia menyeret langkahnya menjauh dari tempat itu. Sempat dia mendengar suara tamparan. Diam-diam dia menarik sudut bibirnya, agaknya dia sangat puas saat tahu Inez menampar Lea.Sementara di balkon lantai dua.Janda? Jadi status ini yang dipermasalahkan oleh Inez. Zio tentu tak memberitahu sang mama soal Lea. Pria itu langsung membawa Lea pulang begitu mereka menikah.Asal usul Lea pun Inez tak diberitahu. Wajar saja jika perempuan itu langsung meledak waktu tahu status Lea adalah janda. Lea hanya diam waktu Inez menamparnya. Apa yang salah dengan status janda? Apakah hina dengan menyandang ge
Zio sejenak terdiam setelah mendengar kalimat Lea. Bahkan ditempat ini Lea merasa lebih baik, lantas kehidupan macam apa yang sudah dua tahun ini Lea jalani. Apakah sangat mengerikan, hingga mendengar nama keluarga Mahendra saja Lea rasanya enggan.Perempuan seperti apa sebenarnya yang telah Nika pilihkan untuknya? Istimewa sekali kah dia? Sampai Nika berulang kali menyebut kalau dia akan lebih baik darinya.Tiba-tiba saja debar jantung Zio meningkat drastis kala aroma tubuh Lea melewati dirinya begitu saja.Lea, perempuan ini terkadang menunjukkan sisi kepatuhan luar biasa padanya, tapi terkadang ada bagian dari Lea yang menunjukkan kalau dia juga bisa memberontak.Namun sekali waktu dia juga merasa Lea terasa sangat sulit didekati hatinya. Karakter sebenar perempuan ini belum terbaca oleh Zio. Dan hal ini membuat Zio makin kacau tiap kali berada di dekat Lea.Seperti saat ini, ketika tiba-tiba Zio melakukan sebuah aksi impulsive yang tergolong tak pernah dia lakukan. Lelaki itu ber
Lea menarik Arch ke belakang tubuhnya. Menyembunyikan si anak dari amarah yang mungkin saja Zio tunjukkan. Awalnya Lea pikir begitu, tapi ketika lebih dari lima menit Zio hanya diam. Lea hanya bisa menghela napas."Sebenarnya apa yang mau kamu katakan. Kalau tidak, aku mau pulang. Mau tidur."Lea maju, dengan Zio sigap menghalangi. Lea ke kiri, Zio ke kiri. Lea ke kanan, Zio ikut ke kanan. Lea jelas kesal dibuatnya. "Minggir, gak? Maunya apa sih?" Bentak Lea turut emosi."Bisa gak kita bicara baik-baik.""Kamu yang mulai," sewot Lea."Sayang," bujuk Zio. Lelaki itu maju, Lea mundur."Aku minta maaf, aku salah." Kata Zio lagi. Mukanya memelas, penuh permohonan. "Minta maafnya bukan sama aku."Lea menatap tajam Zio yang menggulirkan pandangannya pada Arch yang sama sekali tak berani melihat ke arahnya. Anak itu sejak tadi menjadikan Lea tameng seolah hanya Lea yang bisa melindunginya.Zio bungkam untuk beberapa waktu, hal itu membuat Lea jengah. Hingga dia memutuskan pergi saat itu j
"Mama!"Lirikan tajam dari Zio membuat Arch mengkeret. Bocah itu merangsek mundur, bersembunyi di belakang tubuh Sari, yang juga ketakutan. Perempuan itu teramat takut ketika melihat dua tuannya harus masuk rumah sakit bersamaan.Lea nyaris pingsan ketika Zio menemukan sang istri dalam pelukan Arch yang menjerit panik. Pria itu tanpa kata membawa Lea ke rumah sakit. Walau Arch turut serta tapi anak itu jelas gentar melihat paras murka sang papa. Arch hafal benar karakter Zio. "Kau diam saja di situ." Zio menunjuk kursi tunggu di depan ruangan tempat Lea dirawat.Walau Zio menampilkan kemarahan, tapi entah kenapa bocah itu bisa melihat kelegaan luar biasa terpancar dalam netra sekelam jelaga milik sang papa."Zio! Kau marahi putraku, aku hajar kamu!"Teriakan Lea membuat Zio menoleh. Sudah hampir pingsan pun masih bisa dengar Zio memarahi Arch."Enggak kok." Zio ikut masuk ruangan setelah Heri memberi izin.Lea tampak pucat, beberapa lembar selimut melilit tubuh sang wanita. Lea masi
Lukisan seorang pria dan wanita sedang menggandeng seorang bocah laki-laki. Satu yang Lea kenali adalah rambut si wanita berwarna brunette, miliknya. Sementara di pria dengan tato bintang di pergelangan tangan. Zio memang memiliki tato di pergelangan tangan, tapi selalu tertutup jam. Lea tak pernah menyangka kalau ada orang lain yang tahu. Lea mulai menggila di tempat itu. Ini sudah hampir satu jam sejak hujan turun. Dia saja sudah dingin pol-polan. Bagaimana dengan Arch. "Arch! Di mana kamu! Ini Mama!" Teriak Lea dengan suara gemetar. Dalam hati sibuk berdoa, berharap menemukan Arch di sana. Jika tidak, Lea tak tahu harus mencari ke mana lagi. Tempat ini sudah lokasi paling ujung dari komplek tempat sekolah Arch berada. Setelah kawasan ini, ada area hutan lindung yang tertutup bagi masyarakat umum. "Arch, jawab! Kalau kamu dengar Mama." Bunyi ranting patah terdengar dari arah kiri. Lea lekas menoleh, dilihatnya samar seseorang sedang duduk di ayunan yang letaknya di sisi gedung
Kepala Zio bak dihantam batu, kehilangan Arch? Big no! Hatinya lekas menyahut. Bagi Zio Arch punya arti yang sangat besar."Aku pernah bilang, anak adopsi memang tidak lahir dari benih kita, tapi dia lahir dari hati. Cinta dan kasih kita yang melahirkannya."Zio diam, membiarkan kata-kata Lea menyiramnya. "Aku tidak tahu persis seperti apa perasaan Arch sekarang, yang aku takutkan, berkali-kali ditolak akan membuatnya terluka. Ingat, dia pernah dibuli karena statusnya yang tidak jelas. Arch pasti trauma dengan hal itu.""Ditambah sekarang kamu bersikap begini. Kamu mendiamkannya, mengabaikannya. Salah dia apa? Dia tidak tahu akan lahir dari rahim siapa. Dia tidak bisa memilih dari orang tua mana dia dilahirkan.""Percayalah, dalam hal ini dia yang paling menderita. Dibuang ke panti sejak lahir, lalu diambil lagi oleh mbak Nika, konon diadopsi, tidak tahunya anak sendiri.""Bagaimana anak sekecil itu bisa menghadapinya?"Zio terpekur. Kemarahannya mereda, tapi belum hilang. Zio sepenu
Sejak beberapa hari terakhir, Zio tak bisa fokus pada pekerjaannya. Lelaki itu lebih banyak melamun, pikirannya kosong. Dengan hati terasa sesak tiap kali dia teringat Arch.Putranya, oh bukan. Anak itu putra Miguel dan Nika. Setiap fakta itu muncul di kepalanya, Zio hanya bisa menitikkan air mata dengan tangan terkepal.Dia rindu dengan Arch, tapi mengingat perbuatan Nika, amarah itu kembali hadir. Zio sama sekali tak bisa memaafkan Nika. Perempuan itu bukan saja sudah menelantarkan Arch di panti asuhan, Nika juga Zio duga memanfaatkan Arch."Aku bingung, apa yang harus aku lakukan padamu," ratap Zio penuh kebimbangan.Saat Zio tengah dirundung kesedihan pasal sang putra. Suara ribut terdengar dari arah depan.Lea dan Rina terlibat pertengkaran. "Siapa kau berani melarangku menemui suamiku?" Lea bertanya pada Rina yang tampak mengangkat dagunya, seolah menantang Lea."Tuan Alkanders tadi memberi perintah begitu," balas Rina merasa mendapat mandat dari Zio.Padahal yang diberi perinta
Miguel melotot melihat Melani mendatanginya, dengan selembar kertas yang seketika membuat lelaki itu merutuki kebodohannya. Harusnya dia simpan kertas tersebut ke brankas. Bukan hanya dia masukkan ke dalam laci meja.Miguel cukup hafal watak Melani yang suka mengacak-acak ruang kerjanya. Sekedar untuk mencari tahu sang suami berselingkuh atau tidak. Melani memang tipe curigaan dan cemburuan. Dua sifat yang sebenarnya cukup membuat Miguel kerepotan.Kali ini kecerobohan Miguel bakal berbuntut panjang. Pasalnya ada Lea dan Arch di sana. Bisa dipastikan Lea akan jadi korban kesalahpahaman Melani dua kali."Maksudnya apa? Pasangan selingkuh? Siapa yang selingkuh?" Di luar dugaan, Lea langsung merespon tudingan Melani dengan berani."Kau! Kalian! Pasangan selingkuh! Dan dia anak hasil perbuatan kotor kalian kan! Ngaku!" Teriakan Melani lantang terdengar. Cukup membuat Arch ketakutan."Mel! Kamu apa-apaan sih? Bukannya kemarin aku sudah kasih tahu siapa dia. Dia Nyonya Alkanders dan itu put
"Kenapa Arch bilang begitu?" Miguel merasa ada yang tidak beres dengan anak yang duduk di depannya."Papa gak mau peluk Arch, gak mau cium Arch, gak mau bicara sama Arch. Papa sudah tidak sayang Arch."Bocah itu akhirnya menangis. Hati Miguel serasa ditusuk ribuan jarum kala Arch menangis di depannya. Tangan lelaki itu perlahan terulur, menyentuh pundak Arch bergeser ke punggung, lantas menariknya, hingga akhirnya Arch menangis di pundak Miguel."Arch gak minta banyak, Arch gak minta apa-apa. Arch cuma mau papa Zio sayang sama Arch," raung Arch sarat kesedihan."Mungkin papamu sedang stres, Arch. Jangan punya pikiran buruk sama papamu," tutur Miguel lembut.Dari sini, Miguel tahu kalau Arch sudah sangat sayang pada Zio. Itu wajar, mengingat Zio yang muncul lebih dulu menggantikan perannya sebagai seorang ayah."Stres kenapa? Papa kerja banyak yang bantuin. Ada Om Han juga ada nenek lampir. Bohong kalau stres.""Arch, urusan orang dewasa itu rumit. Kamu perlu tahu, tidak semua hal bisa
"Zi, Arch minta salim."Ucapan Lea membuat Zio menoleh, lantas dengan enggan mengulurkan tangan untuk Arch cium punggung tangannya."Arch pergi sekolah, Papa.""Hmm," hanya itu yang Zio ucapkan.Wajah ceria Arch berganti sendu ketika Zio mengabaikannya. Sudah beberapa hari ini, tak ada ciuman, pelukan bahkan senda gurau dari sang papa.Pria yang selalu Arch banggakan itu seolah tak peduli lagi padanya. Arch mengusap cepat air mata yang mulai menggenang di pelupuk netranya.Paras tampan itu tampak muram, tak ada senyum lebar macam biasa."Kamu ada masalah apa? Kenapa Arch yang jadi korban?" Lea kembali angkat bicara. Lea perhatikan, sudah hampir seminggu ini Zio mengabaikan Arch. Putranya yang peka tentu langsung merasakan perubahan sikap sang papa.Meski di depan Lea, Arch selalu tampak bahagia, bocah itu akan segera murung jika sedang sendiri. Perasaan anak kecil sejatinya sangat halus.Satu perubahan sikap akan membuat mereka sedih. Apalagi ini Arch, bocah yang tahu pasti kalau dir
Zio tak tahu bagaimana harus mengekspresikan perasaan. Sedih, kecewa, marah, semua rasa yang menyesakkan jiwa mengungkung hati lelaki itu. Tak pernah terbayangkan bagaimana Nika bisa menipunya mentah-mentah. Dia dibohongi habis-habisan oleh perempuan yang sangat dia cinta. "Arch adalah putra kandung Nika dan Miguel." Miguel memberitahu kalau anak buahnya mendapati fakta jika Nika pernah melahirkan hampir enam tahun lalu, sejurus perempuan itu kembali dari negeri seberang. Miguel menggerakkan anak buahnya untuk mencari masa lalu Nika dan inilah yang mereka temukan. "Dia membuang anaknya ke panti asuhan, lalu mengadopsinya saat berusia tiga tahun. Arch, dia bayi itu." Zio meremat rambutnya, bulir bening mula menuruni pipi. Dia tak pernah menitikkan air mata, bahkan ketika sang papa meninggal. Namun sakit hati karena orang tercinta membuat Zio hancur. Dia punya julukan tuan penguasa tapi dia kalah oleh cinta. Benar, cinta bisa membutakan mata hati, menumpulkan logika, hingga otak