"Jika mereka pasangan kekasih, berarti Zio merebut Nika. Begitu?" gumam Lea lirih.Seharusnya dia tidak ikut campur masa lalu Zio, Agra dan Nika. Namun sudah jadi kodrat manusia untuk kepo dengan urusan orang lain. Dan Lea mengalaminya.Lea harusnya tutup mata, tutup telinga. Toh, yang mereka perebutkan sudah meninggal, tidak bisa ditanyai lagi kebenarannya. Fokus ke masa depan adalah hal yang sepatutnya Lea lakukan.Tapi semakin dia memikirkannya semakin dia ingin tahu apa yang sesungguhnya terjadi."Melamun?" Tubuh Lea seketika terbaring ke sofa kala Zio muncul lantas mendorongnya. Pria itu tanpa aba-aba langsung melumat bibir sang istri.Perlu beberapa waktu bagi Lea bisa meminta jeda. Zio seolah ingin menelannya hidup-hidup tiap kali mereka beradu bibir."Belum mandi," kata Lea sambil menahan dada bidang Zio yang kembali ingin menindihnya."Kamu wangi, rasamu selalu manis. Aku menyukainya." Tubuh Lea melenting cantik saat Zio menyentuh puncak dada di balik kaos yang Lea kenakan.
"Inez Alkanders sudah tahu soal status Ibu Lea yang seorang janda."Pesan terkirim. Tak berapa lama balasan pun datang."Bagus, lanjutkan tugasmu. Jangan sampai ada orang yang tahu atau ayahmu akan segera menjadi mayat."Si penerima pesan langsung mengepalkan tangan, jelas sekali beban yang sedang dia tanggung.Perlahan sosok itu menutup pintu yang menjadi partisi antara balkon dan tangga. Pelan dia menyeret langkahnya menjauh dari tempat itu. Sempat dia mendengar suara tamparan. Diam-diam dia menarik sudut bibirnya, agaknya dia sangat puas saat tahu Inez menampar Lea.Sementara di balkon lantai dua.Janda? Jadi status ini yang dipermasalahkan oleh Inez. Zio tentu tak memberitahu sang mama soal Lea. Pria itu langsung membawa Lea pulang begitu mereka menikah.Asal usul Lea pun Inez tak diberitahu. Wajar saja jika perempuan itu langsung meledak waktu tahu status Lea adalah janda. Lea hanya diam waktu Inez menamparnya. Apa yang salah dengan status janda? Apakah hina dengan menyandang ge
Zio sejenak terdiam setelah mendengar kalimat Lea. Bahkan ditempat ini Lea merasa lebih baik, lantas kehidupan macam apa yang sudah dua tahun ini Lea jalani. Apakah sangat mengerikan, hingga mendengar nama keluarga Mahendra saja Lea rasanya enggan.Perempuan seperti apa sebenarnya yang telah Nika pilihkan untuknya? Istimewa sekali kah dia? Sampai Nika berulang kali menyebut kalau dia akan lebih baik darinya.Tiba-tiba saja debar jantung Zio meningkat drastis kala aroma tubuh Lea melewati dirinya begitu saja.Lea, perempuan ini terkadang menunjukkan sisi kepatuhan luar biasa padanya, tapi terkadang ada bagian dari Lea yang menunjukkan kalau dia juga bisa memberontak.Namun sekali waktu dia juga merasa Lea terasa sangat sulit didekati hatinya. Karakter sebenar perempuan ini belum terbaca oleh Zio. Dan hal ini membuat Zio makin kacau tiap kali berada di dekat Lea.Seperti saat ini, ketika tiba-tiba Zio melakukan sebuah aksi impulsive yang tergolong tak pernah dia lakukan. Lelaki itu ber
Zio bungkam dengan mata berubah merah mendengar balasan kalem bin tenang dari sang istri. "Kau pikir aku akan tertarik pada barang obral di luar sana. Saat aku punya yang exclusive premium yang bisa kunikmati kapan saja di sampingku.""Aku bukan barang!" tandas Lea saat diibaratkan layaknya benda."Kau sendiri menganggapmu begitu," balas Zio sambil bersedekap hingga Lea menangkap dasi yang dipakai sang suami berantakan."Mana ada. Kemari!" Lea menyingkirkan gelas yang ada di hadapannya. Zio hanya mencondongkan tubuhnya. Seolah tahu kalau Lea ingin membenahi dasinya. "Senang sekali buat berantakan," gerutu Lea."Ada yang membuatku gerah pagi. Bokong seksi yang ... alamak! Lea!"Zio protes ketika Lea mencekik lehernya. "Mulutnya ....""Seksi kan, buktinya kamu suka kalau kucium." Adalah kejadian langka saat Zio menanggalkan topeng kulkasnya lantas mulai menunjukkan mode mesumnya dalam bentuk verbal. Biasanya Zio akan menunjukkan sisi tersebut melalui tindakan.Namun kehadiran Lea se
Suara langkah kaki mendekat, membuat semua orang berhenti bicara."Oh, maaf jika saya mengganggu acara kalian." Suara itu terdengar lembut tapi tegas. Setelahnya perempuan tersebut menjauh dari ruangan tadi. Tahu kalau kehadirannya sama sekali tidak diharapkan. Di belakangnya derap langkah lain mengikuti."Kamu tahu kan acara hari ini apa? Kamu sengaja ingin mengacaukannya?"Lea, nama perempuan tadi berbalik arah saat tangannya di cekal. Dia tampak memandang pria yang berdiri di depannya, padahal sejatinya dia tidak bisa melihat."Aku pulang apa itu salah, Mas Rian?" "Sudah bilang kalau aku akan menikah dengan Vika.""Kalau begitu ceraikan aku, Mas! Agar aku bisa pergi dari sini!""Aku akan melakukannya jika ayah mengizinkannya!""Sayang, kamu ngapain?" Suara lain terdengar. Lea dengan segera menepis cekalan tangan suaminya. Perempuan itu menjauh pergi, langkahnya tenang meski dia tidak bisa melihat. Wanita barusan, Lea membencinya. Dia musuh dalam selimut yang baru dia sadari belak
Azalea Graziela, nama wanita itu, langkahnya begitu tenang saat memasuki sebuah kafe tak jauh dari tokonya. Tak ada raut malu saat dia harus menggunakan tongkat penyelidik untuk membantunya menemukan jalan.Kecelakaan dua tahun lalu membuat Lea total kehilangan penglihatannya. Toko bunga yang dia bangun bersama sang ayah hancur karena sebuah mobil menabraknya. Ayahnya meninggal saat itu juga, sementara dirinya mengalami kebutaan setelah kornea mata miliknya dihujani pecahan kaca, saat dia terlambat memejamkan mata. Karena peristiwa itulah Rian terpaksa menikahinya, untuk menebus kesalahannya. Tak berapa Lea sudah duduk di depan seorang wanita yang parasnya masih menyisakan kecantikan meski pias mendominasi."Halo, Lea," sapa perempuan itu lebih dulu."Halo, Nyonya. Maaf menunggu lama," balas Lea sambil tersenyum. "Tawaranku masih berlaku, apa kamu berubah pikiran?""Kenapa Nyonya mau saya melakukannya? Saya tidak kenal Nyonya, selain sebagai pelanggan toko bunga saya."Kemarin Lea
Tubuh Lea terasa panas, tapi juga dingin di waktu bersamaan. Perempuan itu mengigau, memanggil bapak sepanjang pagi. Hari telah berganti warna, tapi rasanya tetap gelap untuk dunia Lea."Suhu tubuhnya terus naik. Kita perlu membawanya ke rumah sakit."Sayup terdengar suara menembus rungu Lea yang setengah sadar. "Tidak mau ke rumah sakit," lirihnya menarik perhatian sosok yang sejak tadi bicara."Tidak bisa, kamu harus sembuh. Fisikmu harus kuat." Kalimat lembut terdengar lagi, Lea mengenali pemilik suara tadi."Nyonya, Lea tidak mau sembuh, Lea mau ikut bapak sama ibu saja."Perempuan itu beralih memandang seorang pria yang sejak tadi hanya diam tanpa bicara. Lelaki dengan aura dominasi dan paras tampan tapi dingin tergambar jelas di wajahnya."Jangan begitu Zio, kamu tidak kasihan padanya.""Kasihan?" kutip pria bernama Zio."Kamu lebih dari kasihan padanya. Kalau tidak, mana mungkin kamu membawanya pulang saat bertemu di jalan," goda si perempuan.Zio memalingkan wajah, tidak mau
Perkataan ibu Rian terngiang sepanjang hari. Pria itu tak henti berpikir. Perjalanan dinas kemarin membuka lebar mata seorang Rian tentang Lea, istri buta yang tak pernah dia anggap."Istrimu sangat baik, dia mendonorkan darahnya untuk ayahmu saat semua orang tidak ada yang mau. Bahkan adikmu yang nota bene sangat sehat. Pokoknya kalau aku jadi kamu, aku tidak akan menyia-nyiakan perempuan baik seperti dia."Rian tahu kalau Lea berusaha memenuhi kewajibannya sebagai istri. Dia hanya baru tahu kalau yang tersaji untuknya saat sarapan adalah hasil racikan tangan Lea sendiri, terutama kopi, bahkan pakaian pun wanita itu sediakan. Meski buta tapi Lea mampu melakukan banyak hal layaknya orang normal. Kecuali untuk pemilihan warna. Tadi dia baru mengetahui kalau pakaian di lemarinya disusun berdasarkan warna. Meski terkesan asal, tapi Rian menyukai semua yang Lea lakukan untuknya."Jadi selama ini Lea yang sudah mengurus hidupku, aku pikir Vika yang melakukannya," gumam Rian.Ditambah peng