Nancy memindai tampilan Rina yang dia nilai biasa saja. "Nama?" tanya Nancy singkat. Wajah perempuan itu tak ramah sama sekali. Dia pasti menduga kalau wanita yang ada di depannya adalah salah satu perempuan yang ingin menggoda Zio.Lihat saja penampilannya, meski bukan pakaian branded, tapi baju yang dipakai Rina lumayan mahal. Dan modelnya sedikit seksi."Rina," sahut adik Rian yang melakukan hal sama pada Nancy. Perempuan di hadapannya jelas terlihat kelasnya. Bukan wanita sembarangan. Kalau begini caranya, dia bisa kalah."Kerjakan berkas itu kalau begitu." Nancy menunjuk setumpuk dokumen yang ada di atas meja."Tunggu dulu, Tuan Zio meminta saya jadi asprinya," sambar Rina cepat. Dia jelas tidak mau menghabiskan waktu bersama nenek lampir seksi di depannya.Nancy langsung menyandarkan tubuhnya di meja kerja, lantas menyilangkan kaki. Tatapannya penuh cemooh pada Rina yang kini Nancy tahu tujuannya apa masuk ke kantor ini."Jadi kau pikir bisa bersamanya sepanjang hari? Jangan mi
Helaan napas terdengar dari arah Zio, entah kenapa akhir-akhir ini perasaan kacau. Moodnya tak bisa ditebak. Dia tidak menyalahkan Lea, tapi menyalahkan dirinya sendiri. Dia tak bisa mengasumsikan apa yang dia rasa.Tekanan dari Zico dan saran dari Han, justru membuat kekalutan Zio kian menjadi. Sama seperti Lea, Zio tengah berada dalam kebimbangan hati."Bagaimana kerja samamu dengan vendor itu?" Zio bertanya suatu pagi ketika Lea memakaikan dasi untuknya.Macam biasa, Lea hanya diam, tak banyak protes kala Zio tak menyentuhnya selama beberapa hari ini. Itu bukan urusannya, dia hanyalah obyek yang diperlukan Zio saat pria itu butuh.Sakit sebenarnya saat Lea berulang kali mengingatkan dirinya sendiri akan posisinya. Namun dia bisa apa, ketika realita yang ada memang seperti itu."Lancar, aku akan ikut menangani beberapa proyek pesta pernikahan yang di-handle oleh mereka," balas Lea, memasangkan pin di kerah jas sang suami."Belajarlah memakai mobil, kamu bisa pilih di basement." Zio
Ha? Membunuh? Zio menuduh Lea ingin membunuh Inez. "Tidak, Zi! Aku hanya ingin menolongnya.""Bohong! Aku melihatmu mendorongnya!""Itu tidak benar. Aku ingin menolongnya, bukan mendorongnya!" Lea mula menangis, tubuhnya gemetar ketakutan. Membunuh? Dia tidak membunuh Inez! Ibu! Ayah! Dia tidak membunuh mereka."Bohong! Kau memang pembohong! Pembunuh!"Zio menunjuk Lea dengan telunjuknya disertai kemurkaan yang tak pernah Lea lihat sebelumnya. Wajah Zio memerah, rahangnya mengatup rapat. Sorot matanya tajam penuh kebencian."Zio membenciku," lirih Lea dalam hati. Perlahan Lea menundukkan pandangan disertai lelehan bening pada netra hazelnya."Pergi kau!"Lea mengangkat wajahnya dengan cepat. Pergi? "Pergi! Jangan pernah muncul di hadapanku lagi!"Semua orang yang ada langsung menghentikan napas mereka. Apa tadi yang mereka dengar, tuan mereka mengusir nyonya mereka."Kau tidak dengar ucapanku. Pergi! Aku tidak mau melihatmu lagi!""Zio hentikan! Mama mau bicara!" Teriakan Zico mem
Kehebohan beralih ke rumah sakit kala Zio kalap. Inez bersimbah darah di kepala. Ketakutannya sangat besar. Sebab Zio pernah menghadapinya. Kematian sang papa. Kala itu ada Inez yang berdiri di sebelahnya, tapi kini dia sendirian. "Selamatkan dia, Dokter! Selamatkan dia!" Zio ambruk di depan pintu tempat Inez menjalani perawatan. Sementara Zico, pemuda itu lekas meraih ponselnya. "Bagaimana, Mang?" Detik setelahnya Zico melesat keluar dari sana, mencari taksi. Taksi Zico keluar area rumah sakit bersamaan dengan satu mobil masuk dari arah berlawanan. "Lea aku tunggu di sini!" Teriak si empunya mobil. "Pergi saja. Terima kasih." Lea menghambur masuk rumah sakit, dia mencari di mana sekiranya Inez di rawat. Dari petugas frontline Lea tahu kalau Inez kemungkinan langsung masuk ruang tindakan. Wanita itu terus mencari dalam kebingungan, sampai dia bertemu seorang dokter yang adalah teman Rian. "Lea, kamu ngapain di sini?" "Oh, Heri bukan?" Lea samar mengingat suara pria yang kini b
Lea diam saja memandang sosok yang kini berdiri di depannya. Bukannya tadi dia masih ada di dalam, kenapa sekarang sudah berada di sini."Apa yang kau lakukan di tempat ini?" tanya lelaki yang tak lain adalah Zio.Lea bergeming."Kau ingin memastikan mamaku meninggal?" "Tidak Zio, aku tidak pernah melukainya!" Lea lekas menyangkal habis-habisan.Binar cemooh menguar dari manik mata sekelam malam milik Zio. "Pergi! Aku bilang aku tidak mau melihatmu lagi!"Lelaki itu beranjak menjauh. Namun Lea buru-buru berujar, "Tunggu Tuan, bolehkah saya bertanya?"Lea sudah mengubah mode bicaranya ke formal. Sangat menyakitkan ketika pria yang kemarin mengatakan tak suka dengan panggilan tuan, kini menegaskan kembali kalau dialah tuannya.Lea lihat Zio berhenti. Maka perempuan itu segera bicara, jemari tangannya saling bertaut resah di sela gulungan uang yang diberikan Heri. "Pernahkah satu kali saja dalam hatimu, berniat untuk mempercayaiku?" Sekuat tenaga Lea menahan laju bening air mata yang
The Mirror, lantai tiga. Sang pemilik kamar memandang hampa bilik yang kini terasa sunyi. Jiwanya kosong sesepi ruangan yang pernah jadi tempat paling dia sukai. Dua wanita pernah mengisi tempat itu. Namun Nika tak meninggalkan kenangan sedalam yang Lea torehkan untuk Zio. Tangan Zio mencengkeran sisi ranjang yang pernah jadi saksi percintaannya dengan Lea yang selalu panas bergairah.Sebuah pergulatan yang jadi awal tumbuhnya perasaan Zio untuk perempuan yang sempat dia benci di awal pertemuan mereka. Hanya sesal yang kini tertinggal di hati dan pikiran Zio."Maafkan aku," lirih lelaki itu. Hanya di kamar ini Zio menunjukkan kerapuhannya. Hanya di tempat ini bisa menunjukkan betapa terpuruknya dia enam bulan ini.Mungkin ribuan kali Zio telah mengucapkan maaf pada pemiliki cincin yang kini berada dalam kotaknya. Dia ingat bagaimana Sari mengembalikan cincin Lea dengan tangis berurai.Setelah kejadian hari itu, Inez mengalami koma. Zico marah besar pada sang kakak, juga Arch yang mer
Lea lekas menoleh untuk kemudian segera masuk ke dalam taksi online yang sudah dia pesan. Jantungnya berdegup kencang. Itu tadi Zico kan? Bagaimana remaja badung itu bisa ada di sini.Lea kembali melihat ke belakang, di mana Zico tampak membungkuk seraya minta maaf pada seorang perempuan yang memiliki rambut sama dengannya. "Apa yang dia lakukan di sini? Bolos lagi?" Lea melirik jam tangannya, masih waktu sekolah, harusnya Zico ada di sekolah, bukannya keluyuran tidak jelas sampai ke mari.Tidak tahukah Lea, Zico sampai ingin menonjok Kelvin gegara salah mengenali orang. Enam bulan dia jadi berandalan sungguhan untuk menunjukkan protesnya pada sang kakak.Zio dibuat pusing tujuh keliling akibat ulah sang adik. Berapa kali dia dipanggil Mr. Greg gegara sang adik yang kerap membuat ulah. Jika dulu Zico berulah karena ada sebabnya, sekarang dia beraksi karena iseng.Alasan yang dia ungkapkan pada Zio selalu membuat lelaki itu terpojok. "Kenapa aku tidak boleh membuat onar, sedangkan kau
"Kenapa terburu-buru gitu?"Arch, lelaki yang Lea tubruk bertanya sambil memperhatikan Lea yang berjalan di sampingnya menuju parkiran."Agra, dia ada di sini tadi." Lea berterus terang. Arch berhenti sebelum bicara. "Hadapi dia, jangan sembunyi terus. Kalau kau sembunyi terus, dia akan menganggap kau masih punya rasa padanya."Lea mengulas senyum. Asli Arch salah paham pada Lea. Agra adalah pria terakhir yang dilihat Arch enam bulan lalu waktu Lea berada di rumah sakit. Arch pikir Agra adalah suami yang telah menyakiti Lea. Padahal yang dia hindari sebenarnya adalah Zio. Lea tampak tegar dari luar, tapi dari banyak waktu yang telah dia lalui enam bulan ini, dia ternyata lebih rapuh dari saat berpisah dengan Rian. Zio telah meluluhlantakkan hati dan perasaan Lea. "Kamu bukan lagi perempuan lemah seperti enam bulan lalu. Kalau status kalian belum jelas, buatlah jadi jelas. Gugat dia, jika hubungan kalian tak bisa diperbaiki. Kamu punya dukunganku dan Sia. Kami akan membantumu."Lea
Lea menoleh ke arah Zio yang setengah terpejam di kursi penumpang. Lea menghembuskan napas, kemudian kembali fokus pada kemudi yang sedang dia kendalikan.Berusaha memusatkan perhatian, nyatanya Lea tak mampu mengalihkan pikiran dari ucapan Zio beberapa waktu yang lalu. Cinta? Lelaki itu bilang cinta padanya. Lea tidak salah dengar kan?Semudah itukah Zio melupakan Nika? Setahun lalu, pria yang ada di samping Lea terlihat sangat mencintai Nika, tapi sekarang. Zio dengan gamblang menyebut mencintainya."Aku tidak tahu sejak kapan, tapi sejak aku tidak bisa melihatmu hari itu. Aku sadar kalau kehilanganmu efeknya sangat besar bagiku. Please, aku tidak bisa hidup dengan baik tanpamu.""Tidak semudah itu Zi, sikapmu masih seperti enigma, teka teki untukku. Aku masih bingung harus menanggapi hubungan kita bagaimana. Terus terang, aku masih trauma dengan apa yang terjadi malam itu. Aku takut, semua akan terulang kembali."Lea berucap ketika lampu merah menghadang jalan mereka. Dipandanginya
"Zio ...." Dua jam kemudian, dan itu cukup membuat Lea sesak napas serta kebas merata di sekujur tubuh. Bagaimana dia tidak kesulitan bernapas ketika dada bidang penuh otot Zio menekan dadanya. Dekapan pria itu juga erat, melingkari tubuh Lea dengan sempurna. Belum lagi posisi kaki Zio yang seketika membuat Lea tak berani bergerak. Dia takut salah sentuh dan berakibat fatal, bisa bahaya kan kalau sang suami memaksanya. Bukannya tidak mau, tapi ... entahlah. Lea agaknya perlu waktu untuk kembali membiasakan diri akan kehadiran Zio di sekitarnya. "Zio ...." Lea memanggil lagi, tangan Lea bergerak sepelan mungkin, mengecek dahi Zio. Lumayan, tidak sepanas tadi. Dia tak punya termometer atau apapun yang behubungan dengan P3K. Hidupnya terlalu sibuk untuk mengurusi hal remeh berhubungan dengan kesehatan. Dan untungnya tubuh Lea bisa diajak bekerjasama. Walau diawal kepergiannya dari The Mirror, Lea sempat mengalami susah tidur. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Beruntung dia be
Lea nyaris ambruk, saat harus menopang sesosok tubuh, yang tiba-tiba terhuyung ke arahnya waktu dia membuka pintu apart-nya.Makian yang tadi siap dia layangkan mengudara entah ke mana. Berganti rasa heran melihat Zio bersandar sepenuhnya padanya. "Kau kenapa?""Pusing," balas Zio lirih. "Kau sakit?" Lea merasakan panas saat kulit Zio bersentuhan dengannya, juga napas lelaki itu yang memberi kesan terbakar.Zio tak menjawab, alhasil Lea harus bersusah payah setengah menyeret tubuh tinggi besar sang suami ke sofa terdekat."Tuan kulkas bisa sakit juga to." Kata Lea nyaris melempar raga Zio.Pria itu hanya mendengus kecil mendengar ucapan Lea. Zio berbaring telentang tanpa daya, mengabaikan Lea yang berkacak pinggang sambil menghubungi seseorang.Zio ingin mengumpat melihat Lea hanya memakai tank top dengan rok span selutut yang membalut bokong dan paha mulusnya.Istrinya kini benar-benar full perawatan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Siapa yang tahan untuk tidak menerkamnya kala
"Bagus, jika kamu mau pergi."Nancy melotot mendengar ucapan Zio yang sama sekali tak ingin menahannya. "Kamu mengusirku?""Kau dengar aku menyuruhmu pindah. Kau sendiri yang ingin pergi." Zio benar-benar acuh pada Nancy yang berdiri gamang di depannya.Perempuan itu sepertinya memang tak punya posisi lebih dari sekedar mantan adik ipar."Dulu Nika yang memintaku untuk mengizinkanmu tinggal. Sekarang dia sudah tidak ada. Semua terserah padamu. Kau bisa tinggal, dengan catatan kau tidak boleh mengusik kehidupanku dan Lea."Zio menegaskan batasan tegas yang harus Nancy patuhi jika ingin tinggal. Perempuan itu menggeram rendah. Itu sama artinya dengan dia yang tak lagi dipandang juga dihargai di rumah itu. "Pergilah, aku sedang tidak mood bicara denganmu." Kali ini Zio mengusir Nancy terang-terangan dari ruangan.Lelaki itu mendadak pusing dengan tubuh terasa tak nyaman. Zio pikir kondisinya menurun beberapa hari ini. Sejak bertemu Lea, Zio justru tak bisa tidur. Kepalanya hanya diisi
"Sebentar saja, Le. Bantuin aku kalau gak mau dimasukin."Lea melotot melihat Zio berada di atas tubuhnya. Semalam Lea memilih tidur di sofa bed, sebab si empunya kamar tidak Lea jumpai sehabis dia mandi. Lea tidur sudah mengenakan piyama panjang, menghindari Zio yang sekarang Lea sadari seringkali memandangnya penuh nafsu. Lea pikir bakal tidur sendiri. Siapa sangka jika Zio justru menyusulnya tidur.Rupanya itu tujuan Zio mengganti sofanya dengan sofa bed. Supaya pria itu bisa tidur berdua. Kali ini, mentari baru menampakkan sinar oranye di ufuk timur ketika Lea sudah dibuat spot jantung karena aksi Zio sedang menindihnya. Lelaki itu memang tidur topless, tanpa pakai baju. Sekedar ditindih masih mending, ini Lea juga dihadapkan pada aksi Zio yang sedang menggesekkan monsternya pada area pribadinya yang masih tertutup celana piyama.Badan Lea panas dingin dengan rasa merinding. Napas Zio terdengar berat dengan geraman sesekali terdengar."Zio, engap!""Sebentar, Sayang. Dikit lagi
"Nancy!" Teriakan Zio lantang terdengar. Pria itu marah sekaligus kaget dengan tindakan Nancy yang menyiram Lea dengan seember air.Lea sempat terbatuk, sebelum memberikan tatapan nyalang pada Nancy. Detik setelahnya perempuan itu mendorong Nancy sampai jatuh tersungkur di lantai basement.Nancy tentu terkejut dengan tindakan Lea. Wanita itu tak pernah bertindak kasar sebelumnya, tapi hari ini, dia melihat Lea yang berubah bar-bar setelah pergi delapan bulan lalu."Perempuan kampung! Beraninya kau mendorongku. Zio kau lihat ini, dia menyerangku!" "Kau yang mulai, bukan Lea!" Balas Zio telak.Nancy melotot, dia pikir Zio akan membelanya, nyatanya tidak. Lea masih ingin memberi pelajaran pada Nancy tapi Zio lekas menariknya pergi. "Lepaskan aku! Aku ingin menghajarnya!"Lea tidak sudi lagi ditindas oleh perempuan yang dia pikir adalah kekasih suaminya."Tidak sekarang! Ganti bajumu! Basah semua." Nancy memandang geram Zio dan Lea yang melangkah pergi darinya. Mereka tidak masuk melal
Lea yang hampir membalikkan badan, urung melakukannya. Ketika bisik-bisik penuh kekaguman muncul. Perempuan itu hanya bisa menutup mulut sebagai respon atas apa yang tengah Zio lakukan.Lelaki tersebut mewujudkan ucapannya soal berlutut. Sejatinya bukan itu yang membuat kaget, tapi aksi Zio yang dilakukan di hadapan banyak orang.Zio pandai sekali memanfaatkan keadaan. Memanipulasi perasaan Lea melalui situasi yang membuat perempuan itu tersudut. Zio memang bertekad akan melakukan apa saja untuk membawa Lea pulang. Termasuk hal yang satu ini.Lea terkesiap melihat Zio menekuk satu kaki sambil mengulurkan sebuket bunga mawar merah kali ini."Kamu ....""Maafkan aku, Le. Sungguh, aku menyesal untuk kejadian hari itu. Aku tidak akan membela diri. Kamu bisa menyalahkan aku, tapi aku minta satu hal. Maafkan aku, beri aku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku."Lea dan semua orang terpaku mendengar ucapan Zio yang terasa tulus dari dalam hati. Semua orang bisa merasakan kesungguhan Zio s
"Dia mengizinkanmu bekerja, syaratnya tidak lebih dari jam enam. Setelah itu kau dilarang berada di kantor. Le, dia pengertian. Terlepas dari apa yang membuatmu memilih pergi darinya delapan bulan lalu.""Tak banyak lelaki yang mau memahami apa yang pasangannya mau. Tapi suamimu mau melakukannya. Pertimbangkan lagi. Aku bisa lihat dia pria baik, juga mencintaimu."Lea mendengkus kesal, "Cinta? Kalau dia cinta gak mungkin dia ngusir aku."Masalahnya cintanya baru numbuh sekarang, oneng!Lea lantas mendorong kasar napasnya. Gara-gara Zio membuka statusnya, kini semua orang tahu siapa dirinya. Untung saja tidak ada paparazzi yang mengejarnya sampai ke kantor seperti yang Irene yang katakan.Dia tidak tahu saja, di luar gedung banyak kamera tersembunyi siap membidik dirinya. Zio sendiri sudah memberikan ancaman, barang siapa berani mengganggu kenyamanan Lea di luar sana. Zio tak segan untuk membuatnya jadi pengangguran selamanya. Hal itu cukup membuat para pemburu berita menciut nyalinya
Dan itu terjadi, Zio mengepalkan tangan waktu kembali ke apart Lea. Dengan amarah mencapai ubun-ubun. Lea sedang happy sebab sedang mengobrol via video call dengan Agni sontak menoleh kaget melihat Zio kembali bisa masuk ke unitnya."Aku hubungi lagi nanti." Lea pamit secepat kilat pada Agni. "Kamu bobol password aku lagi, aakhh. Apaan lepas!"Lea meronta saat Zio langsung mendorongnya hingga jatuh telentang ke sofa di belakangnya. Pria itu juga menjerat tangan Lea, dia kumpulkan di atas kepala sang istri."Apa lagi sekarang?" Lea meronta tapi tak bisa bergerak sama sekali. Zio totally mengunci pergerakannya."Katakan! Apa kamu bilang pada Arch kalau suamimu Agra?"Lea terdiam, coba mencerna pertanyaan Zio. Apa tadi Zio bilang? Arch? Kapan lelaki itu bertemu Arch."Enggak!""Bohong! Kamu tahu aku tidak suka pembohong!" Lea kembali tak berkata apa-apa. Dipandangnya lelaki yang kini merah padam menatapnya."Lihat, Anda lagi-lagi lebih percaya orang lain dibanding saya ....""Jangan pa