Zio bungkam dengan mata berubah merah mendengar balasan kalem bin tenang dari sang istri. "Kau pikir aku akan tertarik pada barang obral di luar sana. Saat aku punya yang exclusive premium yang bisa kunikmati kapan saja di sampingku.""Aku bukan barang!" tandas Lea saat diibaratkan layaknya benda."Kau sendiri menganggapmu begitu," balas Zio sambil bersedekap hingga Lea menangkap dasi yang dipakai sang suami berantakan."Mana ada. Kemari!" Lea menyingkirkan gelas yang ada di hadapannya. Zio hanya mencondongkan tubuhnya. Seolah tahu kalau Lea ingin membenahi dasinya. "Senang sekali buat berantakan," gerutu Lea."Ada yang membuatku gerah pagi. Bokong seksi yang ... alamak! Lea!"Zio protes ketika Lea mencekik lehernya. "Mulutnya ....""Seksi kan, buktinya kamu suka kalau kucium." Adalah kejadian langka saat Zio menanggalkan topeng kulkasnya lantas mulai menunjukkan mode mesumnya dalam bentuk verbal. Biasanya Zio akan menunjukkan sisi tersebut melalui tindakan.Namun kehadiran Lea se
"Silakan berkenalan. Oh, aku lupa, ikut berdukacita. Aku tak menyangka dia akan pergi secepat itu."Arch memeluk Zio yang seketika mendorong jauh tubuhnya."Kau membuatku geli, aku serasa dipeluk anakku versi dewasa."Arch tertawa lebar mendengar ucapan Zio."Siapa suruh nama sama. Serius, kamu yang memberi nama?""Bukanlah, kamu tahu dia adopsi, waktu aku ambil dari panti namanya sudah begitu.""Tapi dia sungguh mirip Nika, dan ... Lea."Arch tertegun, dia baru sadar kalau paras Lea dan Nika seiras. Keheranan Arch buyar kala Lea pilih undur diri setelah urusannya dirasa selesai. Perempuan itu juga sedikit basa basi dengan suaminya yang sejak tadi melemparkan tatapan tajam padanya."Iya, iya. Aku pergi. Dasar kulkas!" Gumam Lea sambil menenteng tas berisi laptop milik Puspa, juga sling bag yang asal dia comot dari lemari penyimpanan. Lea menunggu di depan restoran dengan tangan memesan taksi online sebelum seseorang merebut benda pipih tersebut."Aku antar." Hanya kalimat itu yang t
Jantung Lea serasa diajak maraton keliling kota. Ianya berdebar kencang, sejak tadi belum bisa dinetralkan. Lea sudah menghela dan menghembuskan napas berulang kali, berusaha menenangkan diri. Namun dentuman alat pompa darahnya belum juga mereda."Ihh, lama-lama aku bisa masuk rumah sakit kalau begini caranya."Lea mendudukkan diri di kasur, menyentuh dadanya yang terus kembang kempis hanya karena Zio memanggilnya "sayang" saat keduanya bercinta di mobil tadi.Imbalan yang dimaksud Zio tentu saja pelayanan ekstra panas yang harus Lea berikan saat itu juga. Istri Zio sungguh ketakutan saat dia dan suaminya memadu kasih di parkiran. Takut ada yang melihat aksi tidak terpuji mereka.Namun semua itu tetap tak mengurangi nikmat yang keduanya reguk. Keterbatasan tempat justru membuat adrenalin mereka makin terpacu. Hingga meski singkat, percintaan itu meninggalkan kesan mendalam di benak Lea. Terlebih panggilan sayang yang seketika membuat jiwa Lea meronta-ronta. "Jangan baper please, jang
Pukul sebelas malam, ketika ponsel Lea berdering. Sang pemilik tersentak bangun dari tidur pulasnya. Zio rupanya masih berada di ruang kerja."Halo, selamat malam.""Halo, dengan wali dari Zico Alkanders ...."Lea menutup mulut dengan ponsel nyaris terlepas dari pegangannya, jika Zio tak mengambil alih."Halo," Zio yang bicara.Sepasang suami istri itu saling pandang, hingga setengah jam kemudian keduanya sudah berlari sepanjang lorong rumah sakit dengan Zio menggenggam erat jemari Lea."Atas nama Zico Alkanders." Zio menyeruak di antara ramainya pasien yang membludak di fasilitas kesehatan darurat tersebut.Zio dan Lea berlari ke arah yang ditunjukkan sang perawat. Di tengah jalan Lea melihat Edo yang tampak baik-baik saja."Kamu apakan Zico?!" Raung Lea setengah menangis. Edo sendiri seketika terisak melihat Lea. Dia langsung bersujud di bawah kaki Lea. Zio yang melihat tentu heran, bagaimana Lea bisa mengenal teman Zico yang dirinya saja tidak tahu kalau mereka exis."Ampun, Tante
"Zico, sebenarnya apa yang terjadi sama Zio dan Nika?"Zico langsung memudarkan senyum yang sejak tadi merekah di paras tampannya. Senyum yang hadir ketika Lea merawat lukanya. Perempuan itu juga menuruti permintaannya untuk tidak memberitahu Inez, pasal dia yang kena sabetan celurit hingga lengannya harus dijahit dua."Tidak ada," balas Zico cepat.Semakin cepat Zico memberi balasan, semakin kentara kalau mereka menyembunyikan sesuatu. Sebab Zico langsung berniat tidak akan memberitahunya tanpa pikir panjang."Kalau tidak mau memberitahuku, jangan memberi clue," protes Lea.Zico terdiam. Mungkin dia terlalu banyak men-spill soal pernikahan Zio dan Nika yang menurut Zico banyak cacatnya. "Kalian bermain rahasia denganku, seolah aku ini bodoh.""Bukan begitu maksudku, Kak," Zico buru-buru menyanggah."Lalu apa? Kalian terlanjur sedikit banyak memberiku kisi-kisi, membuatku ingin tahu. Jika kalian tak ingin memberitahu, jangan salahkan aku jika mencari tahu dari orang lain.""Siapa? Ka
Nancy memindai tampilan Rina yang dia nilai biasa saja. "Nama?" tanya Nancy singkat. Wajah perempuan itu tak ramah sama sekali. Dia pasti menduga kalau wanita yang ada di depannya adalah salah satu perempuan yang ingin menggoda Zio.Lihat saja penampilannya, meski bukan pakaian branded, tapi baju yang dipakai Rina lumayan mahal. Dan modelnya sedikit seksi."Rina," sahut adik Rian yang melakukan hal sama pada Nancy. Perempuan di hadapannya jelas terlihat kelasnya. Bukan wanita sembarangan. Kalau begini caranya, dia bisa kalah."Kerjakan berkas itu kalau begitu." Nancy menunjuk setumpuk dokumen yang ada di atas meja."Tunggu dulu, Tuan Zio meminta saya jadi asprinya," sambar Rina cepat. Dia jelas tidak mau menghabiskan waktu bersama nenek lampir seksi di depannya.Nancy langsung menyandarkan tubuhnya di meja kerja, lantas menyilangkan kaki. Tatapannya penuh cemooh pada Rina yang kini Nancy tahu tujuannya apa masuk ke kantor ini."Jadi kau pikir bisa bersamanya sepanjang hari? Jangan mi
Helaan napas terdengar dari arah Zio, entah kenapa akhir-akhir ini perasaan kacau. Moodnya tak bisa ditebak. Dia tidak menyalahkan Lea, tapi menyalahkan dirinya sendiri. Dia tak bisa mengasumsikan apa yang dia rasa.Tekanan dari Zico dan saran dari Han, justru membuat kekalutan Zio kian menjadi. Sama seperti Lea, Zio tengah berada dalam kebimbangan hati."Bagaimana kerja samamu dengan vendor itu?" Zio bertanya suatu pagi ketika Lea memakaikan dasi untuknya.Macam biasa, Lea hanya diam, tak banyak protes kala Zio tak menyentuhnya selama beberapa hari ini. Itu bukan urusannya, dia hanyalah obyek yang diperlukan Zio saat pria itu butuh.Sakit sebenarnya saat Lea berulang kali mengingatkan dirinya sendiri akan posisinya. Namun dia bisa apa, ketika realita yang ada memang seperti itu."Lancar, aku akan ikut menangani beberapa proyek pesta pernikahan yang di-handle oleh mereka," balas Lea, memasangkan pin di kerah jas sang suami."Belajarlah memakai mobil, kamu bisa pilih di basement." Zio
Ha? Membunuh? Zio menuduh Lea ingin membunuh Inez. "Tidak, Zi! Aku hanya ingin menolongnya.""Bohong! Aku melihatmu mendorongnya!""Itu tidak benar. Aku ingin menolongnya, bukan mendorongnya!" Lea mula menangis, tubuhnya gemetar ketakutan. Membunuh? Dia tidak membunuh Inez! Ibu! Ayah! Dia tidak membunuh mereka."Bohong! Kau memang pembohong! Pembunuh!"Zio menunjuk Lea dengan telunjuknya disertai kemurkaan yang tak pernah Lea lihat sebelumnya. Wajah Zio memerah, rahangnya mengatup rapat. Sorot matanya tajam penuh kebencian."Zio membenciku," lirih Lea dalam hati. Perlahan Lea menundukkan pandangan disertai lelehan bening pada netra hazelnya."Pergi kau!"Lea mengangkat wajahnya dengan cepat. Pergi? "Pergi! Jangan pernah muncul di hadapanku lagi!"Semua orang yang ada langsung menghentikan napas mereka. Apa tadi yang mereka dengar, tuan mereka mengusir nyonya mereka."Kau tidak dengar ucapanku. Pergi! Aku tidak mau melihatmu lagi!""Zio hentikan! Mama mau bicara!" Teriakan Zico mem
Lea menoleh ke arah Zio yang setengah terpejam di kursi penumpang. Lea menghembuskan napas, kemudian kembali fokus pada kemudi yang sedang dia kendalikan.Berusaha memusatkan perhatian, nyatanya Lea tak mampu mengalihkan pikiran dari ucapan Zio beberapa waktu yang lalu. Cinta? Lelaki itu bilang cinta padanya. Lea tidak salah dengar kan?Semudah itukah Zio melupakan Nika? Setahun lalu, pria yang ada di samping Lea terlihat sangat mencintai Nika, tapi sekarang. Zio dengan gamblang menyebut mencintainya."Aku tidak tahu sejak kapan, tapi sejak aku tidak bisa melihatmu hari itu. Aku sadar kalau kehilanganmu efeknya sangat besar bagiku. Please, aku tidak bisa hidup dengan baik tanpamu.""Tidak semudah itu Zi, sikapmu masih seperti enigma, teka teki untukku. Aku masih bingung harus menanggapi hubungan kita bagaimana. Terus terang, aku masih trauma dengan apa yang terjadi malam itu. Aku takut, semua akan terulang kembali."Lea berucap ketika lampu merah menghadang jalan mereka. Dipandanginya
"Zio ...." Dua jam kemudian, dan itu cukup membuat Lea sesak napas serta kebas merata di sekujur tubuh. Bagaimana dia tidak kesulitan bernapas ketika dada bidang penuh otot Zio menekan dadanya. Dekapan pria itu juga erat, melingkari tubuh Lea dengan sempurna. Belum lagi posisi kaki Zio yang seketika membuat Lea tak berani bergerak. Dia takut salah sentuh dan berakibat fatal, bisa bahaya kan kalau sang suami memaksanya. Bukannya tidak mau, tapi ... entahlah. Lea agaknya perlu waktu untuk kembali membiasakan diri akan kehadiran Zio di sekitarnya. "Zio ...." Lea memanggil lagi, tangan Lea bergerak sepelan mungkin, mengecek dahi Zio. Lumayan, tidak sepanas tadi. Dia tak punya termometer atau apapun yang behubungan dengan P3K. Hidupnya terlalu sibuk untuk mengurusi hal remeh berhubungan dengan kesehatan. Dan untungnya tubuh Lea bisa diajak bekerjasama. Walau diawal kepergiannya dari The Mirror, Lea sempat mengalami susah tidur. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Beruntung dia be
Lea nyaris ambruk, saat harus menopang sesosok tubuh, yang tiba-tiba terhuyung ke arahnya waktu dia membuka pintu apart-nya.Makian yang tadi siap dia layangkan mengudara entah ke mana. Berganti rasa heran melihat Zio bersandar sepenuhnya padanya. "Kau kenapa?""Pusing," balas Zio lirih. "Kau sakit?" Lea merasakan panas saat kulit Zio bersentuhan dengannya, juga napas lelaki itu yang memberi kesan terbakar.Zio tak menjawab, alhasil Lea harus bersusah payah setengah menyeret tubuh tinggi besar sang suami ke sofa terdekat."Tuan kulkas bisa sakit juga to." Kata Lea nyaris melempar raga Zio.Pria itu hanya mendengus kecil mendengar ucapan Lea. Zio berbaring telentang tanpa daya, mengabaikan Lea yang berkacak pinggang sambil menghubungi seseorang.Zio ingin mengumpat melihat Lea hanya memakai tank top dengan rok span selutut yang membalut bokong dan paha mulusnya.Istrinya kini benar-benar full perawatan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Siapa yang tahan untuk tidak menerkamnya kala
"Bagus, jika kamu mau pergi."Nancy melotot mendengar ucapan Zio yang sama sekali tak ingin menahannya. "Kamu mengusirku?""Kau dengar aku menyuruhmu pindah. Kau sendiri yang ingin pergi." Zio benar-benar acuh pada Nancy yang berdiri gamang di depannya.Perempuan itu sepertinya memang tak punya posisi lebih dari sekedar mantan adik ipar."Dulu Nika yang memintaku untuk mengizinkanmu tinggal. Sekarang dia sudah tidak ada. Semua terserah padamu. Kau bisa tinggal, dengan catatan kau tidak boleh mengusik kehidupanku dan Lea."Zio menegaskan batasan tegas yang harus Nancy patuhi jika ingin tinggal. Perempuan itu menggeram rendah. Itu sama artinya dengan dia yang tak lagi dipandang juga dihargai di rumah itu. "Pergilah, aku sedang tidak mood bicara denganmu." Kali ini Zio mengusir Nancy terang-terangan dari ruangan.Lelaki itu mendadak pusing dengan tubuh terasa tak nyaman. Zio pikir kondisinya menurun beberapa hari ini. Sejak bertemu Lea, Zio justru tak bisa tidur. Kepalanya hanya diisi
"Sebentar saja, Le. Bantuin aku kalau gak mau dimasukin."Lea melotot melihat Zio berada di atas tubuhnya. Semalam Lea memilih tidur di sofa bed, sebab si empunya kamar tidak Lea jumpai sehabis dia mandi. Lea tidur sudah mengenakan piyama panjang, menghindari Zio yang sekarang Lea sadari seringkali memandangnya penuh nafsu. Lea pikir bakal tidur sendiri. Siapa sangka jika Zio justru menyusulnya tidur.Rupanya itu tujuan Zio mengganti sofanya dengan sofa bed. Supaya pria itu bisa tidur berdua. Kali ini, mentari baru menampakkan sinar oranye di ufuk timur ketika Lea sudah dibuat spot jantung karena aksi Zio sedang menindihnya. Lelaki itu memang tidur topless, tanpa pakai baju. Sekedar ditindih masih mending, ini Lea juga dihadapkan pada aksi Zio yang sedang menggesekkan monsternya pada area pribadinya yang masih tertutup celana piyama.Badan Lea panas dingin dengan rasa merinding. Napas Zio terdengar berat dengan geraman sesekali terdengar."Zio, engap!""Sebentar, Sayang. Dikit lagi
"Nancy!" Teriakan Zio lantang terdengar. Pria itu marah sekaligus kaget dengan tindakan Nancy yang menyiram Lea dengan seember air.Lea sempat terbatuk, sebelum memberikan tatapan nyalang pada Nancy. Detik setelahnya perempuan itu mendorong Nancy sampai jatuh tersungkur di lantai basement.Nancy tentu terkejut dengan tindakan Lea. Wanita itu tak pernah bertindak kasar sebelumnya, tapi hari ini, dia melihat Lea yang berubah bar-bar setelah pergi delapan bulan lalu."Perempuan kampung! Beraninya kau mendorongku. Zio kau lihat ini, dia menyerangku!" "Kau yang mulai, bukan Lea!" Balas Zio telak.Nancy melotot, dia pikir Zio akan membelanya, nyatanya tidak. Lea masih ingin memberi pelajaran pada Nancy tapi Zio lekas menariknya pergi. "Lepaskan aku! Aku ingin menghajarnya!"Lea tidak sudi lagi ditindas oleh perempuan yang dia pikir adalah kekasih suaminya."Tidak sekarang! Ganti bajumu! Basah semua." Nancy memandang geram Zio dan Lea yang melangkah pergi darinya. Mereka tidak masuk melal
Lea yang hampir membalikkan badan, urung melakukannya. Ketika bisik-bisik penuh kekaguman muncul. Perempuan itu hanya bisa menutup mulut sebagai respon atas apa yang tengah Zio lakukan.Lelaki tersebut mewujudkan ucapannya soal berlutut. Sejatinya bukan itu yang membuat kaget, tapi aksi Zio yang dilakukan di hadapan banyak orang.Zio pandai sekali memanfaatkan keadaan. Memanipulasi perasaan Lea melalui situasi yang membuat perempuan itu tersudut. Zio memang bertekad akan melakukan apa saja untuk membawa Lea pulang. Termasuk hal yang satu ini.Lea terkesiap melihat Zio menekuk satu kaki sambil mengulurkan sebuket bunga mawar merah kali ini."Kamu ....""Maafkan aku, Le. Sungguh, aku menyesal untuk kejadian hari itu. Aku tidak akan membela diri. Kamu bisa menyalahkan aku, tapi aku minta satu hal. Maafkan aku, beri aku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku."Lea dan semua orang terpaku mendengar ucapan Zio yang terasa tulus dari dalam hati. Semua orang bisa merasakan kesungguhan Zio s
"Dia mengizinkanmu bekerja, syaratnya tidak lebih dari jam enam. Setelah itu kau dilarang berada di kantor. Le, dia pengertian. Terlepas dari apa yang membuatmu memilih pergi darinya delapan bulan lalu.""Tak banyak lelaki yang mau memahami apa yang pasangannya mau. Tapi suamimu mau melakukannya. Pertimbangkan lagi. Aku bisa lihat dia pria baik, juga mencintaimu."Lea mendengkus kesal, "Cinta? Kalau dia cinta gak mungkin dia ngusir aku."Masalahnya cintanya baru numbuh sekarang, oneng!Lea lantas mendorong kasar napasnya. Gara-gara Zio membuka statusnya, kini semua orang tahu siapa dirinya. Untung saja tidak ada paparazzi yang mengejarnya sampai ke kantor seperti yang Irene yang katakan.Dia tidak tahu saja, di luar gedung banyak kamera tersembunyi siap membidik dirinya. Zio sendiri sudah memberikan ancaman, barang siapa berani mengganggu kenyamanan Lea di luar sana. Zio tak segan untuk membuatnya jadi pengangguran selamanya. Hal itu cukup membuat para pemburu berita menciut nyalinya
Dan itu terjadi, Zio mengepalkan tangan waktu kembali ke apart Lea. Dengan amarah mencapai ubun-ubun. Lea sedang happy sebab sedang mengobrol via video call dengan Agni sontak menoleh kaget melihat Zio kembali bisa masuk ke unitnya."Aku hubungi lagi nanti." Lea pamit secepat kilat pada Agni. "Kamu bobol password aku lagi, aakhh. Apaan lepas!"Lea meronta saat Zio langsung mendorongnya hingga jatuh telentang ke sofa di belakangnya. Pria itu juga menjerat tangan Lea, dia kumpulkan di atas kepala sang istri."Apa lagi sekarang?" Lea meronta tapi tak bisa bergerak sama sekali. Zio totally mengunci pergerakannya."Katakan! Apa kamu bilang pada Arch kalau suamimu Agra?"Lea terdiam, coba mencerna pertanyaan Zio. Apa tadi Zio bilang? Arch? Kapan lelaki itu bertemu Arch."Enggak!""Bohong! Kamu tahu aku tidak suka pembohong!" Lea kembali tak berkata apa-apa. Dipandangnya lelaki yang kini merah padam menatapnya."Lihat, Anda lagi-lagi lebih percaya orang lain dibanding saya ....""Jangan pa