Zahira sudah berada di sebuah butik, dengan Via, Keduanya di sambut oleh karyawan butik dengan sangat ramah, keluarga Wira adalah satu pelangan butik.“Bu Zahira, ada beberapa pilihan, ibu mau yang mana?” Via menunjukkan tiga baju khimar dengan warna lembut.“Menurut, Kak Via yang mana yang pantas dipakai untuk acara Aniversary pernikahan?” tanya balik Zahira, sambil menatap ketiga khimar yang semuanya terlihat mewah.“Kalau menurutku yang ini.” Via menunjukkan khimar berwarna unggu, dengan desain yang sederhana tapi terkesan elegan.“Baiklah, Kak, pilih yang ini saja.” Akhirnya Zahira memilih khimar sesuai arahan Via.Via pun memilihkan tas dan juga sepatu yang senada dengan warna khimar.Sesampai di rumah, di sana ternyata sudah ada dua pegawai salon kecantikan yang menunggu Zahira.“Kalian sedang apa disini?”“Pak Alan, menyuruh kami untuk melakukan perawatan tubuh dan wajah, Bu Zahira, untuk acara pesta nanti malam.”“Apa yang kalian akan make up, aku memakai cadar,” sahut Zahira
Sementara di bawah, Alan sudah menyapa beberapa tamu yang hadir, Risma dan Ridwan juga sudah di sibukan dengan beberapa tamu. Amanda sudah hadir, ia datang bersama Anita sang ibu.“Apa, Pak Wijaya tidak ikut Bu Anita?” tanya Risma menyambut kedatangan Amanda dan ibunya.“Maaf, suami saya sedang tidak enak badan, jadi hanya titip salam saja.”“Oh tidak apa-apa, Amanda, temuilah Alan,“ suruh Risma seraya tersenyum pada Amanda.Gadis yang berpenampilan elegan dengan gaun merah marun, dan belahan dada rendah itu pun mendekati Alan.“Selamat malam Al,” sapa Amanda.“Hemm.. apa kamu datang sendiri, kenapa kamu tidak mengajak kekasihmu itu?” suara Alan masih terdengar sinis.“Aku tidak punya kekasih, apa yang kamu lihat itu salah paham,” bantah Amanda.Alan mencelos kasar, mendengar jawaban Amanda, baru saja akan melangkah pergi,” tangan Alan di pegang Amanda.“Tolonglah, jangan bersikap dingin padaku, setidaknya pe
Pria yang bernama Abram, masuk kedalam kamarnya, kamar yang telah lama ditinggalkannya. Kini pria itu berdiri di depan cermin, dengan bertelanjang dada, meraba bekas luka sayatan pisau, masih begitu tampak jelas, walaupun sudah dilakukan operasi plastik, tapi bekas itu masih terlihat, garis merah, yang cukup panjang. Wajahnya berubah bengis, kala menatap luka itu.Abram meraih kemeja, lalu mengenakannya, di sisirnya rambut hitam legamnya, setelah terlihat rapi dan tampan, ia pun melangkah keluar kamar.Satu persatu anak tangga di lewatinya, hingga sampailah di lantai bawah, di mana para tamu sedang menikmati pesta. Mengetahui jika putra pertamanya telah hadir, Ridwan pun segera menyampaikan pengumuman yang berkaitan dengan perusahaannya.“Selamat malam semuanya, saya ingin menyampaikan sesuatu di malam ini, berkaitan dengan kepemimpinan Wira Campany, selama ini jabatan CEO masih saya pegang, dan jabatan kepala manager di pengang oleh putra kedua saya, Alan Wirastaya dan saat ini, say
“Ah... cantik, kayak tahu saja wajah istriku, seperti apa,” timpal Alan kesal.“Apa kamu, mau menikahi wanita yang tidak cantik, Alan?”“Cukup, aku rasa tidak perlu memperdebatkan tentang wajahku,” tukas Zahira sedikit kesal, lalu ia memilih pergi meninggalkan Alan dan Abram.Kini kedua saudara itu berdiri berhadapan saling tatap, di mata keduanya tersimpan ke angkuhan yang amat dalam, seperti sedang memperjuangkan sesuatu.“Jadi, kamu sudah bosan dengan seni lukismu dan beralih ke dunia bisnis,” ucap Alan seraya memasukan telapak tangannya ke kantong celana dan menatap Abram.“Anggap saja seperti itu, Papah butuh penerus yang tangguh, jangan kamu pikir tiga tahun ini aku vakum, dari dunia bisnis, lantas kepintaran manajemenku luntur begitu saja,” balas Abram.“Aku cuma berpikir, apa yang membuatmu tertarik lagi terjun ke dunia bisnis?”“Apa kamu takut tersaingi, adikku,” sahut Abram, lalu menepuk bahu Alan, dengan melempar senyum penuh misteri. Setelah itu pergi meninggalkan Alan.Al
Alan terbangun, sayup–sayup terdengar azan subuh, malam ini ia bisa tidur dengan sangat nyenyak tanpa bantuan obat tidur, tubuhnya pun lebih bugar, ia bangkit, dan beberapa menit kemudian ia mendengar Zahira melantunkan ayat suci Al Qur’an, begitu menyejukan.Ah...beberapa malam ini aku dapat tidur nyenyak tanpa bantuan obat tidur, apa ini karena kehadiran Zahira, dalam hidupku, rasa bersalahku jadi berkurang pada Bu Fatima, batin Alan.Alan keluar dari kamar, bersamaan dengan Zahira juga keluar.“Hai mau ke mana?” tanya Alan mendapati Zahira sudah berpakaian rapi“Pagi ini setelah salat subuh ada kuliah subuh di masjid komplek Mas, aku mau sekalin salat subuh di sana,” balas Zahira.Alan melihat ke arah jendela, terlihat di luar masih gelap.”Berani sendiri?”“Mas Alan, mau menemani dan salat sekalian.”“Baiklah, aku akan mengantarmu.”
Selain bersama Zahira, merasa lebih nyaman, Alan juga sudah berjanji pada Fatima , ibu kandung Zahira, wanita yang dibuat cacat karena kecelakaan, berjanji untuk membuat Zahira bahagia, mungkin karena itu juga rasa bersalah Alan berangsur berkurang, hingga mimpi buruknya pun berakhir.Mobil sedan hitam, memasuki area parkir, Alan menghentikan laju mobilnya, dan turun dari kuda besi milikya itu, Zahira pun mengikuti Alan, keluar dari mobil, terlihat beberapa tamu undangan sudah memasuki gedung yang ada di sayap kiri gedung apartemen.Alan berdiri menatap Zahira.“Ada apa Mas, apa ada yang salah dengan Zahira?” gadis itu memindai tubuhnya mencari letak kesalahannya.“Coba lihat itu, pasangan lainnya, apa masih belum paham, haah, kemarin sudah aku bilang ‘kan,” suara Alan terdengar tegas.Zahira menatap pasangan yang memasuki loby apartemen, dan ia tersenyum, lalu pelan meraih lengan Alan, dan mengamitnya.Alan mendesah pelan. ”Dasar gadis kampung, biasakan dirimu untuk menghadiri pesta
Sementara Amanda terlihat kesal, karena Alan terlalu cepat meninggalkan acara grand opening. Malam itu, ia bahkan belum sempat berbincang dengan Alan.“Abram, bagaimana sih, kenapa kamu tidak menodai saja Zahira di apartemen,” ucap sinis Amanda.“Aku tidak sebodoh dirimu Amanda, tidak bisa bermain cantik, apa kamu kira aku hanya ingin memiliki tubuh Zahira, aku juga ingin memiliki hatinya juga, aku tidak mau membuat kesalahan serupa tiga tahun yang lalu, gara-gara tidak bisa menahan nafsuku, aku kehilangannya,” ungkap Abram.“Lalu apa rencanamu selanjutnya?”“Aku akan membuat Zahira membenci Alan, atau sebaliknya, Alan membenci Zahira, dan secepatnya menceraikan Zahira.” Amanda meraih wine merah di atas meja, sambil tersenyum misteri, sangat senang dengan pemikiran Abram.“Besok, Alan akan pergi ke Surabaya, untuk meninjau projek pembanguann bendungan, kamu dan aku bisa menggunakan kesempatan ini,” ujar Abram lagi.“Oke,” sahut Amanda.Amanda menatap Abram, lalu tersenyum. ”Ceritakan
Dret!...bunyi ponsel Alan menghentikan jemari Alan di atas tablet yang sedang di pangkunya, gegas ia meraih ponsel di sakunya, sembari menaruh tablet di atas meja.“Hallo, Pah?”“Kamu sudah sampai ‘kan, kenapa tidak turun, cepatlah, tim kita sudah menunggu,” perintah Ridwan di seberang ponsel.“Baik, Pah,” jawab Alan, seraya mematikan ponsel, lalu menaruh ponsel ke dalam saku celana.Alan melangkah pergi, sementara itu, Zahira mengurai senyum bahagia, ia berharap, Alan akan mulai mencintainya, setelah perjalanan ini, pria itu sudah menunjukkan perhatiannya, walau sikap dinginnya masih Zahira rasakan. Zahira memutuskan untuk keluar kamar hotel, selain mencari udara segar, ia juga akan berniat makan siang. Langkah kakinya pelan menyusuri lorong dan naik lift, ia sangat terkejut, ketika lift akan tertutup, tapi ada yang menahannya, yang membuat Zahira semakin terkejut dan berubah pucat, adalah Abram. Pria itu masuk ke dalam lift dengan senyum di bibirnya.“Pak Abram,” gumam Zahira.“