Alan terbangun, sayup–sayup terdengar azan subuh, malam ini ia bisa tidur dengan sangat nyenyak tanpa bantuan obat tidur, tubuhnya pun lebih bugar, ia bangkit, dan beberapa menit kemudian ia mendengar Zahira melantunkan ayat suci Al Qur’an, begitu menyejukan.
Ah...beberapa malam ini aku dapat tidur nyenyak tanpa bantuan obat tidur, apa ini karena kehadiran Zahira, dalam hidupku, rasa bersalahku jadi berkurang pada Bu Fatima, batin Alan.
Alan keluar dari kamar, bersamaan dengan Zahira juga keluar.
“Hai mau ke mana?” tanya Alan mendapati Zahira sudah berpakaian rapi
“Pagi ini setelah salat subuh ada kuliah subuh di masjid komplek Mas, aku mau sekalin salat subuh di sana,” balas Zahira.
Alan melihat ke arah jendela, terlihat di luar masih gelap.
”Berani sendiri?”
“Mas Alan, mau menemani dan salat sekalian.”
“Baiklah, aku akan mengantarmu.”
<Selain bersama Zahira, merasa lebih nyaman, Alan juga sudah berjanji pada Fatima , ibu kandung Zahira, wanita yang dibuat cacat karena kecelakaan, berjanji untuk membuat Zahira bahagia, mungkin karena itu juga rasa bersalah Alan berangsur berkurang, hingga mimpi buruknya pun berakhir.Mobil sedan hitam, memasuki area parkir, Alan menghentikan laju mobilnya, dan turun dari kuda besi milikya itu, Zahira pun mengikuti Alan, keluar dari mobil, terlihat beberapa tamu undangan sudah memasuki gedung yang ada di sayap kiri gedung apartemen.Alan berdiri menatap Zahira.“Ada apa Mas, apa ada yang salah dengan Zahira?” gadis itu memindai tubuhnya mencari letak kesalahannya.“Coba lihat itu, pasangan lainnya, apa masih belum paham, haah, kemarin sudah aku bilang ‘kan,” suara Alan terdengar tegas.Zahira menatap pasangan yang memasuki loby apartemen, dan ia tersenyum, lalu pelan meraih lengan Alan, dan mengamitnya.Alan mendesah pelan. ”Dasar gadis kampung, biasakan dirimu untuk menghadiri pesta
Sementara Amanda terlihat kesal, karena Alan terlalu cepat meninggalkan acara grand opening. Malam itu, ia bahkan belum sempat berbincang dengan Alan.“Abram, bagaimana sih, kenapa kamu tidak menodai saja Zahira di apartemen,” ucap sinis Amanda.“Aku tidak sebodoh dirimu Amanda, tidak bisa bermain cantik, apa kamu kira aku hanya ingin memiliki tubuh Zahira, aku juga ingin memiliki hatinya juga, aku tidak mau membuat kesalahan serupa tiga tahun yang lalu, gara-gara tidak bisa menahan nafsuku, aku kehilangannya,” ungkap Abram.“Lalu apa rencanamu selanjutnya?”“Aku akan membuat Zahira membenci Alan, atau sebaliknya, Alan membenci Zahira, dan secepatnya menceraikan Zahira.” Amanda meraih wine merah di atas meja, sambil tersenyum misteri, sangat senang dengan pemikiran Abram.“Besok, Alan akan pergi ke Surabaya, untuk meninjau projek pembanguann bendungan, kamu dan aku bisa menggunakan kesempatan ini,” ujar Abram lagi.“Oke,” sahut Amanda.Amanda menatap Abram, lalu tersenyum. ”Ceritakan
Dret!...bunyi ponsel Alan menghentikan jemari Alan di atas tablet yang sedang di pangkunya, gegas ia meraih ponsel di sakunya, sembari menaruh tablet di atas meja.“Hallo, Pah?”“Kamu sudah sampai ‘kan, kenapa tidak turun, cepatlah, tim kita sudah menunggu,” perintah Ridwan di seberang ponsel.“Baik, Pah,” jawab Alan, seraya mematikan ponsel, lalu menaruh ponsel ke dalam saku celana.Alan melangkah pergi, sementara itu, Zahira mengurai senyum bahagia, ia berharap, Alan akan mulai mencintainya, setelah perjalanan ini, pria itu sudah menunjukkan perhatiannya, walau sikap dinginnya masih Zahira rasakan. Zahira memutuskan untuk keluar kamar hotel, selain mencari udara segar, ia juga akan berniat makan siang. Langkah kakinya pelan menyusuri lorong dan naik lift, ia sangat terkejut, ketika lift akan tertutup, tapi ada yang menahannya, yang membuat Zahira semakin terkejut dan berubah pucat, adalah Abram. Pria itu masuk ke dalam lift dengan senyum di bibirnya.“Pak Abram,” gumam Zahira.“
Roomboy membukakan pintu kamar yang merupakan milik Alan, Celek!..“Silakan Nyonya,” ucap Room boy pada Zahira.“Terima kasih,” balas Zahira, lalu melangkah masuk menarik travel bag, kemudian menutup pintu kamar, terlihat kamar berukuran besar, harum bunga tulip menguar, keseluruh ruangan, tempat tidur berukuran besar, dengan sprei putih seperti hamparan awan.Zahira masih membeku di tempatnya berdiri, kamar ini lebih mirip dipersiapkan untuk pasangan yang sedang berbulan madu, aroma terapi dari lilin yang berada di setiap sudut ruangan, seakan membuat gairahnya memuncak.Tok!...tok!.. pintu di ketuk pelan, Zahira berjalan ke arah pintu, dan mengintip, terlihat suaminya yaitu Alan sudah berdiri.Ceklek!“Assalamualaikum, Mas,” Zahira langsung meraih tangan suaminya, Alan pun merasa tersanjung sebagai seorang lelaki, begitu di hormati oleh seorang wanita yang berstatus istri.Alan m
Tautan bibir semakin dalam. Jantung Zahira tak beraturan, bahkan terdengar detak jantungnya, keringat dingin tiba-tiba mengucur dari dahinya, ia memejamkan matanya. Alan memperlihatkan wajah menawan cantik alami, perpaduan manik mata hitam yang mengkilap, dengan bulu lentiknya di padukan dengan hidung bangir, serta kulit wajah nan putih bersih.Alan tertegun mengagumi kecantikan wanita di hadapannya, tangannya kini meraih hijab yang siap dilepaskannya dari kepala Zahira. Tiba-tiba Zahira merasa ketakutan, kejadian buruk di masa lalu tiba-tiba kembali muncul, bayangan wajah Abram, sektika ada di pelupuk matanya, membuat Zahira memundurkan kakinya menjauh dari Alan.“Maaf, aku belum siap,” nada bicara Zahira gemetar, bahkan telapak tangannya mulai berkeringat.“Apa kamu sakit?” tanya Alan yang tampak kebingungan dengan sikap Zahira.“A..a...aku belum bisa melakukannya...” balas Zahira dengan nada terbata-bata, di sisi lain, ia takut dan di sisi lainnya merasa bersalah, belum bisa menja
Alan menarik napas pelan, mencoba menenangkan hatinya, ketika melihat Zahira menahan tangis.“Lalu kenapa ada seorang pengacara yang menuntutku, Zahira?” tanya Alan menahan emosi.“Aku benar-benar tidak tahu Mas, lebih baik kita ke Jakarta, untuk mengetahui semuanya ini,” suara Zahira parau, menahan tangis.“Cepat kemasi barang-barangmu, kita kembali ke Jakarta sekarang juga!” suruh Alan.Zahira menuruti kemauan Alan, dengan cepat ia mengemasi pakaiannya dan memasukannya dalam travel bag miliknya, walau hatinya berkecamuk atas banyak pertanyaan, kenapa Alan menuduhnya seperti itu.Mereka kini sudah duduk di kursi pesawat, duduk bersebelahan tapi saling diam, hingga akhirnya Zahira memberanikan diri untuk bertanya pada Alan.“Mas, kemarin Mas Alan bilang sudah meminta maaf pada ibu, ibu juga sudah memaafkan Mas Alan, kenapa tiba-tiba ada kabar, jika ibu menuntut Mas Alan?”Alan menoleh ke arah Zahira, dengan pandangan kesal.”Ak
Alan terlihat marah, rasa marahnya semakin menjadi ketika ponsel Zahira tidak bisa di hubungi.“Ke mana, Zahira, kenapa ponselnya tidak aktif,” gerutu pria itu sambil mondar-mandir menempelkan ponsel di telinganya, akhirnya pria bertubuh tinggi dan tegap itu putus asa.“Bagaimana Pak Alan, apa kita bisa bertemu dengan Bu Fatima?”“Pak Bagas bicara saja dengan pengacara Bu Fatima, minta supaya di adakan pertemuan.”“Baiklah kita akan coba bernegosisasi dengan pengacara Bu Fatima.”Di sebuah ruangan tertutup, kedua pengacara saling duduk berhadapan, Alan duduk di sebelah Pak Bagas.“Kami ingin bertemu dengan Bu Fatima,” ucap Pak Bagas.“Maaf, klien kami sudah menyerahkannya pada pihak kami, jadi segala sesuatunya silakan bicarakan pada kami,” balas pengacara.Terjadilah berdebatan dan negosiasi di antara kedua belah pihak, hingga akhirnya polisi tetap m
Zahira keluar dari kantor polisi, Rasid masih menunggunya, dengan langkah lebar Zahira menghampiri Rasid.“Gus, terima kasih telah membantu sejauh ini, tapi saat ini aku tidak bisa menerima bantuanmu lagi, maaf, pulanglah.”“Zahira, apa suami memarahimu?”Zahira menggeleng. ”Mas Alan, tidak marah, tapi ia tidak mau aku merepotkanmu, terima kasih banyak.” Telapak tangan Zahira di telengkupkan di dadanya.“Baiklah Hira, aku pamit dulu. Assalamualaikum,” pamit Rasid.“Wa alaikumsalam.”Setelah kepergian Rasid, Zahira memilih untuk naik taksi, kembali ke rumah sakit. Kini Zahira menatap kosong ke arah ibunya yang terbaring di brankar, dengan berbagai alat kesehatan di tubuhnya. Ia tak menyangka, tiba-tiba sang ibu dalam keadaan kritis. Sehari sebelum berangkat ke Surabaya, Zahira sempat berbicara di telepon, dan ia mendengar suara ibunya yang baik-baik saja. Tapi tiba-tiba kondisinya memburuk, bersamaan dengan kasus Alan yang tiba-tiba mencuat.***Hari menjelang pagi , Zahira masih di
Hari terus belalu, Zahira semakin menikmati kehidupannya. Fatima, mengajaknya untuk mengaji di pesantren, dan sedikit-demi sedikit Zahira mulai menjalan ibadah.“Zahira, jika ingatanmu pulih, ibu berharap, kamu tidak usah rujuk dengan Alan,”titah Bu Fatima“Kenapa?”“Karena selama kamu menjadi istrinya, kamu menderita, kamu tidak bahagia,”jawab Fatima“Tapi, Mas Alan adalah ayah kandung Rena. ““Rasid bisa menjadi ayah yang baik untuk Rena,”tegas FatimaZahira hanya terdiam.”Aku akan memutuskan, jika ingatanku sudah kembali,”jawab ZahiraZahira duduk di pendopo bersama santri wanita, ia dengan hikmat mendengarkan tausiah yang dibawakan Nyi Hanum, sekitar dua jam, selesai.“Zahira, bisa kita bicara?”ucap Nyi Hanum“Bisa Nyi Hanum.”Lalu keduanya berjalan kearah gazebo. Bagaimana kabarmu?”tanya Nyi Hanum“Baik, saya menjalani hipnoterapi oleh dokter Reha.”“Alhamdulilah, begitu banyak kejadian, yang menimpa kehidupanmu, aku senang kamu dapat melewatinya, satu minggu lagi, Rasid akan kem
Rita dan sang sopir yang mendengar suara tembakan saling pandang dan terkejut, lalu, tanpa berpikir panjang, kedua orang itu memberesi pakaiannya, dan pergi menyelinap, keluar dari vila, mereka tidak mau terlibat masalah hukum.“Cepat kita harus pergi, sebelum polisi datang,”ajak RitaTapi keduanya terlambat, polisi sudah sampai di pintu pagar dan menangkap kedua pasangan itu.Dua orang polisi bergegas masuk ke dalam vila, dan mereka menemukan tubuh pria yang tergeletak di lantai kamar tidur dengan darah mengucur deras.Zahira histeris”Nico!..teriaknya sambil menangis dan juga Rena ikut menangis dalam dekapan Zahira, sementara Alan masih terduduk menatap tubuh Abram, yang telah tewas.Polisi membawa Alan dan Zahira keluar kamar dan mengamankan TKP.Polisi wanita membawa Zahira yang masih ketakutan dan shock, kemudian Roy dan Santi terlihat berjalan ke arah halaman, keduanya bernapas lega mendapati Alan selamat walau telihat shock.“Syukurlah, Pak Alan berhasil menyelamatkan Bu Zahir
Tidak ada pemeriksaan yang ketat waktu memasuki halaman, keduanya turun dari mobil, disana terlihat Baron, sudah menunggu diambang pintu.“Kamu sudah siapkan uangnya ‘kan, untukku, aku ingin uang cash,”bisik Baron pada Santi.“Tentu saja, aku sudah siapkan, begitu kami selesai, Pak Baron bisa mengambil uang itu,”jawab Santi dengan tenang.Baron tersenyum, lalu mengajak Roy dan Santi memasuki villa mewah dan menuju ke sebuah studio, mata Santi mengedar ke semua ruangan.“Villa ini sangat klaisik dan indah,”ucap RoySeorang wanita turun menuruni tangga sambil mengendong anak kecil saat itu jaga Roy diam –diam mengarahkan ponselnya dan merekamnya.“Siapa wanita itu?”tanya Santi“Dia istri Tuan Nicolas, “jawab Baron, lalu membuka pintu studio dan ketiganya masuk, disana ada Abram, yang sudah menunggu.“Oh jadi ini Tuan Nicolas, suatu kehormatan bagi saya, bisa bertemu dengan pelukisnya langsung,”kata Roy“Aku bersedia untuk diwawancarai, tapi tidak berkenan, jika wajah di ekspos, cukup
Alan semakin geram, dentuman musik semakin keras, hingga Alan sudah tidak bisa mendengar percakapan Amanda dan Baron, tapi setidaknya ia tahu, jika Abram dan Zahira masih hidup, dan tinggal di vila puncak bukit, dengan segera, Alan melangkahkan kaki dan pergi keluar night klup.Alan sangat marah, jika benar Abram, selama ini menyembunyikan Zahira bahkan membuat Zahira hilang ingatan dengan obat –obat terlarang.Alan menaiki taksi yang masih menunggunya, dia sudah tak sabar untuk memastikan jika Zahira dan Abram, masih hidup. Setelah sampai di hotel, Alan memanggil Roy dan Santi ke dalam kamarnya.“Duduklah kalian,”suruh Alan dengan wajah serius, membuat kedua stafnya itu saling tatap dan takut.“Ada apa Pak Alan, apa kami membuat kesalahan?”tanya Roy“Tidak, ini bukan masalah pekerjaan, aku membutuhkan bantuan kalian,”balas Alan“Bantuan, apa, Pak?”tanya Santi penasaranAlan menghela napas sejenak, dan kembali serius.“Aku tidak sengaja, melihat Amanda, dan aku bertemu denganya. D
Semantar itu di viila, terlihat Amanda sedang berbicara serius dengan Abram“Apa kamu yakin itu Alan?”“Sangat yakin, tapi aku rasa dia ke Bali, karena urusan pekerjaan, karena Alan bersama dua stafnya,”ungkap Amanda“Tenanglah, mereka tidak akan sampai di pengunungan ini,”jawab Abram“Lebih baik kamu waspada, dan percepat pernikahanmu dengan Zahira, karena Zahira juga mulai meningat dirinya waktu kamu akan menodainya, ia bermminpi tentang itu,”jelas Amanda“Apa Zahira bercerita tentang itu padamu?”“Iya dia mengatakan jika bermimpi ada seorang pria yang mencoba menodainya dan menyayat dada pria itu dengan pisau.”Abram terdiam, ia berpikir tentang pagi ini kenapa Zahira menanyakan tentang luka di dadanya itu.“Kamu benar, aku segera akan mempercepat pernikahan, dan setelah itu pergi keluar negeri, setelah menikah,”jawab Abram serius“Baiklah , aku pergi dulu,”pamit Amanda.Malam semakin larut, Abram menuju kamar Zahira, setelah mengetuk pintu, Zahira membukakan pintu.“Nico,”“Ak
Zahiar telah siap, wanita itu semakin cantik, membuat Amanda semakin iri dengan saudari tirinya itu, ia sangat beruntung, dicintai dan digilai oleh dua orang pria.“Kamu cantik Zanet. Nicolas sangat beruntung memilikimu,”celoteh AmandaZahira hanya tersenyum, lalu keduanya berjalan menuju mobil Amanda, diikuti Abram.“Aku akan mengantar Zanet kembali ke sini,”ucap Amanda pada AbramAbram, hanya tersenyum, dan mengangguk, lalu Zahira dan Amanda memasuki mobil dan berlahan mobil pun keluar melewati pagar tinggi.“Amanda,seperti apa Nicolas waktu kuliah?”“Heumm...dia introvet,lebih senang menyendiri dan tak banyak memiliki teman, sebenarnya aku juga tidak dekat denganya,setelah lulus dari universiras, aku tidak tahu lagi kabarnya, dan bertemu, secara tak sengaja, di Bali, kerena aku ingin membeli karya lukisan,”Amanda berusaha mengarang cerita.Zahira tampak sedih. “kita akan pergi ke mana?”tanya Zahira“Aku dengar dari Nico, kalian akan melakukan pernikahan ulang ‘kan, jadi aku akan m
Alan menatap begitu lama villa mewah di atas bukit, area di dalam vila sudah tertutup korden, hingga tak terlihat apapun dari luar , ada dua penjaga yang terlihat di pintu gerbang masuk. Alan lalu menghela napas berat dan menurunkan teropongnya, kembali duduk di kursi, pikiran tertuju pada Zahira, diingantanya setiap moment yamg indah, bersama istri bercadarnya itu, berharap ada sebuah keajaiban yang terjadi.Malam semakin larut, Zahira sudah tertidur lelap di kamarnya, tiba-tiba ia berteriak.“Lepaskan!” lalu tersentak bangun dari tidurnya, keringat dingin mulai mengucur di dahinya padahal ruangan berACZahira mengusap wajahnya pelan. Ini ketiga kali aku mimpi yang sama, ada seorang lelaki yang ingin menodaiku, hingga aku melukainya dengan pisau di dadanya, apa ini sekedar mimpi, atau bagian dari masa laluku, batin Zahira.Semalaman Zahira tidak bisa tidur, ia duduk bersandar di pungung sandaran ranjang, memikirkan tentang mimpi yang sama, selama tiga hari ini. Semenjak ia tidak m
Sementara itu di vila lain, zahira sedang menatap wajahnya menyisir rambutnya dan menatap manik hitam yang mengkilat. Lalu terlihat Rita mengetuk pintu dan kemudian masuk“Nyonya Zanet, waktunya untuk mewarni rambut, lihat rambut Nyonya sudah terlihat menghitam.”“Aku tidak mau mewarni rambutku, aku ingin rambut alamiku yang hitam,” jawab Zahira sambil terus menyisir.“Tapi Nyonya , nanti Tuan Nico, marah.”Zahira menatap asistennya, aku yang akan bicara nanti, sekarang bersiap-siaplah, kita akan keluar jalan-jalan, aku sudah minta izin Nico,”suruh Zahira“Baiklah, “jawab RitaBeberapa saat kemudian Zahira telah rapi, kali ini ia mengenakan celana kain, dengan blouse warna pink lembut, lalu menuju keluar kamar“Kamu akan jalan-jalan?”tanya Abram“Iya, Nico, hanya tiga jam, saja,”ucap Zahira.“Hati-hati,”balas AbramLalu Zahira dan Rita yang mengendong Rena, keluar menuju mobilnya. Telihat sang sopir sudah menunggu, dan langsung menancap gas, begitu Rita dan Zahira masuk ke dalam mo
Kembali ke kota Jakarta, Alan sedang memimpin rapat di Wira Campany, semua antusias menyambut Alan, yang langsung menjabat CEO Wira Campany.“Sejak Bapak koma, akhirnya Pak Bagas memutuskan mengabungan projek PT Wirasatya di Wira Campany dan pembangunan pabrik farmasi suduh berjalan lancar,”salah satu team menjemen berucap.“Aku akan fokus pada Wira Campany, PT Wirasatya saya nyatakan bergabung dalam Wira Campany,”jawab Alan.“Ada beberapa projek yang suduh masuk, apa Pak Alan sudah siap membahasnya?”“Jelaskan saja, projek apa saja yang sudah masuk!”perintah Alan“Porjek pembangunan bendungan di Bandung, projek pembangunan sekolah di Semarang, dan projek pembangun hotel dan resort di Bali,”jelas stafAlan tampak berpikir sambil menatap berkas, ditanganya.“Kita bentuk tiga team, dan aku sendiri akan masuk dalam team, pembagunan hotel dan resort di Bali,”jawab Alan“Baik Pak, kami akan bentuk 3 team,untuk menyelesaikan ketiga projek kita,”jawab staf.Rapat pun berakhir, Alan kembali