Share

TARIK ULUR 2

Dia semakin maju dan membuat punggungku membentur daun pintu. Embusan napasnya menggelitik wajah, sehingga membuat bulu kudukku meremang. Apa mau dia? Mengapa dia jadi posesif? Seharusnya aku senang, tapi entah mengapa rasanya sudah hambar. Kata Mbak Viona, sudah saatnya aku yang memegang kendali.

"Biasanya kamu nggak pernah mengabaikan teelpon Abang, Ra. Tapi hari ini kamu berbeda." Suaranya terdengar berat dan serak.

Aku coba menghela napas agar tidak terbuai dengan sikapnya. Perlahan aku mendongak dan menatap iris mata elang lelakiku ini. "Abang tahu kalau perempuan sudah di salon, maka dia bisa melupakan banyak hal. Bukannya Abang juga begitu kalau lagi menghabiskan waktu di luar?" Aku sengaja menyindir Bang Habib seperti saran Mbak Viona.

"Ra mau mandi dulu. Gerah," ujarku seraya mendorong dada Bang Habib. Dia masih bergeming tanpa menjawab sindiranku. Tersinggung atau sedang berpikir, mungkin.

"Tapi kita belum bicara, Ra. Abang kan udah bilang kalau ada hal penting yang ingin
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status