Hampir tiga puluh menit kami semua menunggu, Luna tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Aku yang mulai geram menyuruh Fathir menyusulnya.Bener-bener menguji kesabaran, baru saja sehari serumah sama Luna, sudah bikin kerutanku nambah. Fathir muncul sambil menggandeng Luna yang rambutnya masih basah tanpa disisir.Dan apa yang kulihat ini? Sungguh merusak mata.Pakaiannya, kaus polos tipis yang ketat dan berdada rendah, memperlihatkan hampir setengah payudaranya, serta celana super pendek ikut memamerkan pahanya yang putih mulus. Pemandangan yang sangat seksi.Bagaimana dia bisa berpakaian seperti itu? Sedangkan disini ada tiga laki-laki (selain suaminya) yang menurutku tak pantas disuguhi pemandangan seperti itu.Kulihat Fathir juga santai, terkesan biasa aja.Tatapanku beralih ke Mas Rival, melongo melihat penampilan ipar nya tersebut, seakan-akan tau aku sedang menyelidikinya, ia buru-buru menatap kearah lain. Arif -suami Chintya- memandang Luna tanpa berkedip. Aku menyenggol lengan Chintya di samping kiriku, mengkode pandangan suaminya.Kulihat Chintya mencubit pelan pinggang suaminya, hingga Arif tersadar dan bingung membuang tatapannya.Luna duduk di samping Fathir berhadapan dengan suamiku, kulihat Mas Rival menundukkan pandangannya. Bagus."Loh kok pada bengong gitu, gak pada laper apa? Yuk mulai makannya," ucapnya tanpa rasa bersalah sambil menyendokkan nasi ke piringnya .Bapak menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan."Mari kita makan," seruku mencairkan suasana dan kami mulai makan dengan tenang.Hingga beberapa menit kemudian,"Aduh Mas, ini tuh pedes banget sih sayurnya. Mana ikan gorengnya asin gini. Aku mau go-food aja deh kalau gitu" Luna melepeh makanannya di piring dan berlalu pergi.Fathir segera menyusulnya tanpa bersuara apa-apa.Aku melihat wajah bapak merah padamsedangkan di samping kirinya, Ibu sibuk mengelus lengan Bapak terlihat seperti menenangkan.****Selesai makan, Mas Rival kusuruh menjaga Alea -putrikami- bersama Arif yang menjaga Kiara.
Bapak masuk ke dalam kamar disusul Ibu.Aku dan Chintya sibuk membereskan meja dan mencuci piring.Kulihat kamar Fathir tertutup, tapi bisa kudengar sedikit perdebatan mereka."Ayo kamu minta maaf sama Bapak Ibu sana.""Minta maaf soal apa Mas? Kan emang bener apa yang aku katakan. Aku gak bisa makan pedes, ikan goreng asin gitu bukan seleraku. Terus salahku dimana?""Tapi bahasamu tadi gak sopan Lun, aku bisa merasakan kemarahan Bapak, Ibu juga sepertinya kecewa sama kamu. Aku mohon Lun, minta maaflah.""Apasih Mas, ribet banget. Gitu aja baper banget sih!" Luna mendecak kesal.Aku mengepalkan tangan, gak bisa dibiarin bocil satu ini. Pikirannya bukan lagi kekanakan dan sudah melebihi batas wajar."Oke. Kalau kamu gamau minta maaf, aku gaakan ambil kotak angpau resepsi kemarin. Biar aja buat ibu semua" ancam Fathir."Eh iya iya, ayo kita minta maaf"Aku segera bergegas menuju dapur. Sebelum mereka menangkapku mengupingnya.Terdengar dari dapur suara pintu berderit, mungkin Luna dan Fathir keluar kamar menuju kamar Bapak.Tak kudengar apa-apa lagi.Aku kembali sibuk berkutat dengan cucian piring, dan Chintya memotong-motong brownies .Suara berisik terdengar lagi, kali ini seperti suara Ibu dan Bapak juga.Aku mengajak Chintya yang terlihat bingung, untuk memastikan apa yang terjadi di depan.Apalagi kira-kira ???*****
"Pak maafin Luna ya, Luna gak sengaja. Luna gak bermaksut menyinggung. Tapi Luna memang berpendapat sesuai fakta."
Bapak diam saja.Luna melirik ke arah Fathir. Fathir memberikan kode, entahlah.Tiba-tiba Luna mengambil tangan Bapak dan menciumnya. Sambil berurai air mata.Cck drama."Sudahlah, jangan mengulanginya. Berusahalah menghormati dan menghargai" hanya itu yang Bapak sampaikan.Suasana menjadi canggung.Hingga Kiara yang baru bisa berjalan, masuk dari arah halaman menuju ruang tamu memecahkan keheningan."Uak uuuu aing uaaak uuuu" Kiara menuju ke arah Luna, memperhatikan wajah Luna dan merentangkan tangannya. Pertanda minta direngkuh atau digendong.Luna yang kaget merespon dengan senyum yang dipaksakan. Tak sedikitpun berniat menggendong batita yang menggemaskan tersebut.Chintya yang memahami keadaan, langsung membawa Kiara ke pangkuannya.Alea ikut masuk ke dalam disusul dengan Mas Rival dan Arif."Mumpung semuanya lagi kumpul disini. Bapak mau menyampaikan sesuatu" tiba-tiba bapak berbicara serius."Karna Fathir sudah menikah, saat nya Bapak membagi warisan bagian kalian masing-masing, mumpung Bapak masih sehat.""Bapak ngomong apasih, pasti bakal sehat terus kok," aku menyahut."Iya mumpung Bapak masih ada dan sehat, Nduk. Bapak ndakmau nantinya kalo Bapak meninggal, kalian malah berebutan warisan."Hatiku seperti dicubit, Bapak semakin ngelantur.Luna yang duduk tak jauh di sampingku menatapku dengan tak suka. Kutatap balik matanya hingga ia salah tingkah."Bapak punya tiga sawah, satu untuk Ningsih yang di ujung gang depan sebelah kanan, satu untuk Chintya yang di sebelah kiri, serta sawah yang di ujung perbatasan jalan lebar itu untuk Ibu, untuk kebutuhan hidup serta tabungan Bapak&Ibu di hari tua." Semua menyimak serius ucapan Bapak.
"Lho, Mas Fathir dapet bagian apa Pak? Bukannya dalam agama kalo anak laki-laki itu pembagiannya lebih banyak ya dari anak perempuan? Dua dibanding satu kan harusnya, Kok ini malah ga dapet apa-apa sih?." Luna menyela pembicaraan Bapak.Tau apa dia tentang keluargaku? berani nya menceramahi Bapak. Soal ginian ilmu agama nya paham sekali."Jaga bicaramu Luna, kamu sudah kelewatan! Bukan hak kamu ikut campur! Kamu bukan siapa-siapa!" Kubentak adik ipar yang tak tau malu itu.Bapak menghembuskan nafas kasar."Untuk Fathir, kamu dapet bagian rumah ini Le, rumah yang saat ini di tempati Bapak&Ibu. Nantinya ini bagianmu ya. Karna bapak sangat paham tentang pembagian warisan, jadi Fathir lah yang berhak mendapatkan rumah ini. Semuanya sudah jelas, jangan ada iri diantara kalian, kalian saudara sedarah daging. Jangan sampai ribut hanya perkara harta. Karna Bapak sudah membagi dengan seadil-adilnya. Kalian hiduplah dengan rukun dan damai. Paham ya semua?.""Nggeh Pak, terimakasih" Fathir menyahut.Aku dan Chintya pun hanya manggut-manggut mengiyakan.Kutatap ipar sableng itu, sedang tersenyum penuh kemenangan.Betapa liciknya wanita ular itu, sungguh membuatku gemas."Oh iya Bu, mumpung ingat. Luna mau tanya, kotak angpo resepsi kemarin mana ya? Luna mau menghitungnya, itu kan punya Luna dan Mas Fathir." Luna menatap Ibu dengan senyum mengembang.Semua mata mengarah ke Luna dengan tatapan tajam.Bapak tak menghiraukan langsung berjalan menuju kamar, disusul Ibu.KrekkkkKujambak rambut blondenya hingga ia sedikit terjungkal karna kaget, aku sudah tak tahan liat tingkahnya! Menguji kesabaran sekali, ingin menghajarnya sekali-sekali.***** ***** *****
Terimakasih kawan , sudah mau membaca cerita2 ku yang receh ini hehe.
Follow dan jangan lupa bintang lima nya juga yaaa.Tinggalkan jejak serta krisannya .Terimakasih, semoga kalian semua diberikan kesehatan dan kelancaran rejeki selalu, aamiin yarobbal alaamiin .Ibu keluar kamar sambil menenteng kotak angpo resepsi kemarin.Melihatku dan Luna bertengkar, Ibu tergopoh-gopoh melerai."Uwes toh Nduk, malu nanti kedengeran tetangga, seduluran kok ribut" demi Ibu, ku lepaskan jambakan mautku.Masih geram rasanya melihat uler keket satu itu."Huu huuu huuu...Mba Ningsih jahat Mas sama Luna, Mba Ningsih gasuka sama Luna. Ibuuuuuu... huuuu..huu....huuuuu...Mba Ningsih iri sama Luna Bu, apa salah Luna? Kalau Luna ndak diterima dengan baik disini, mending pulangin Luna kerumah Bibi aja Bu. Huuuu....huuu..huuuu" Luna menangis histeris sambil sesekali berteriak.Cihhhh ratu drama banget.Ibu hanya diam, tak membela siapapun."Fathir, bawa istrimu itu ke kamar. Tenangin dulu" Chintya ikut bersuara kali ini.Tumben si cuek itu bertindak."Udah Mba sabar, aku kan udah bilang. Capek-capekin tenaga aja ngel
Back Pov NingsihAku sudah bersiap memasukkan barang-barangku ke mobil, hendak pulang.Alea asyik dengan dot susunya, selepas maghrib aku akan pulang. Sekitar tiga puluh menit lagi.Chintya beserta suami dan anaknya sudah pulang se-jam yang lalu.Aku asyik menonton televisi, Mas Rival berkutat dengan ponselnya. Mungkin saja urusan pekerjaan.Bapak dan Ibu sedang menghadiri undangan hajatan di tetangga.Terdengar suara deru mobil masuk ke garasi. Fathir dan Luna sudah pulang.Tanpa salam Luna nyelonong masuk ke kamarnya, menganggapku tidak ada.Fathir masuk dengan membawa berbagai kantong belanjaan dengan brand ternama, terlihat sedikit susah melewati pintu kamar."Wiidih, penganten baru habis buka angpo langsung borong nih ye" Fathir hanya melemparkan senyuman sekilah ke arahku, lalu masuk men
Hari ini Kiara (anak Chintya) tepat berusia satu tahun, mengadakan acara syukuran dirumahnya. Mengundang semua keluarga serta tetangga kompleknya.Aku, Mas Rival dan Alea berangkat pagi ke rumah Chintya, agar lebih lama dan bisa sedikit membantu Chintya mempersiapkan pesta untuk Kiara.Sesampainya dirumah Chintya, masih sepi .Bapak dan Ibu belum datang, Fathir dan Luna juga belum kelihatan batang hidungnya.Aroma masakan harum tercium hingga garasi depan.Chintya menyewa catering beserta petugas lengkap dengan dekorasi dan pernak pernik pesta yang di desain khusus untuk ultah balita.Balon-balon terpasang rapi dan indah, kue tart tingkat tiga bertema princess menjulang ditengah meja, tak lupa aneka snack table tersusun rapi di meja.Semua sudah siap, padahal acara baru dimulai jam tiga sore.Ini masih jam sepuluh pagi
Aku mulai jatuh cinta padamu', terlihat status itu ditulis sekitar empat tahun yang lalu.'Harusnya aku tak boleh jatuh cinta''Ah.. semoga perasaan ini hanya sementara''Aku mulai terbiasa denganmu''Ratusan lelaki hadir, hanya dirimu yang meninggalkan kesan'Aku mengernyitUntuk siapa status-status ini dibuat ?Apakah seseorang di masa lalu Luna?Pacar Luna mungkin?Isinya hanya tentang wanita sedang jatuh cinta yang memuja lelaki idaman nya.'dimana kamu.. kenapa tak pernah hadir'Status itu sekitar 2 tahun yang lalu.'aku resah tanpamu''apa kau hanya mempermainkanku? Ataukah aku yang berharap lebih?''harus kemana aku mencarimu''aku putus asa kehilanganmu''demi kamu, aku rela menjadi lebih baik''lembaran baru. Bismillah'Itu status t
Setelah Mas Rival berangkat kerja, aku main kerumah ibu bersama Alea.Tiba-tiba aku rindu dendeng balado masakan Ibu.Rumah Ibu tampak sepi, mungkin Bapak ke sawah, Fathir jelas bekerja jam segini .Ibu dan Luna kemana ya?Rumah tak dikunci, aku merebahkan diri di sofa ruang tamu sambil memantau Alea bermain boneka di karpet bawah.15 menit kemudian, terdengar suara dari arah luar."Loh Nduk? Udah lama? Kok nggak bilang mau maen? Ibu habis dari Supermarket. Belanja bulanan ini ditemani Luna."Aku mengernyit heran, 'Luna tumben mau nemeni Ibuk belanja bulanan. Ah mungkin iparku satu ini sudah berubah' .Luna hanya diam saja."Iya nih Buk. Tiba-tiba pengen dendeng nya Ibuk." Aku merajuk seperti anak kecil.Ibuk tersenyum, "oke ,Ibu buatkan. Tapi beli daging sapinya dulu ya , Ibu tadi cuma beli daging untuk
Sudah hampir tiga jam Luna tak kunjung kembali, aku berniat menyusulnya.Hendak mengeluarkan matic dari garasi, Luna datang membuka pagar."Nih Mba dagingnya, aku masuk duluan ya. Capek", belum sempat kutanya mengapa sampai selama ini hanya membeli daging . Tapi ku urungkan niatku, kasihan mungkin dia lelah.Luna banyak berubah akhir-akhir ini, menjadi pendiam seperti banyak beban.'ah sudahlah, biar menjadi urusannya' , aku memutuskan langsung membawa daging menuju dapur sekalian membantu Ibu memasak.***Selepas adzan magrib, Mas Rival menjemputku .Kami berkumpul di meja makan, menikmati masakan Ibu.Luna terlihat gusar sambil memainkan ponselnya. Sesekali menghembuskan nafas panjang."Kenapa Lun? Ada masalah?", Fathir menyadari perubahan istrinya.Luna hanya memasang senyum sambil menggelengkan kepala.
Sehabis sholat shubuh, aku bergegas membantu di dapur.Banyak tetangga ikut membantu mempersiapkan acara tasyakuran nanti malam.Mas Rival membantu membersihkan halaman dan menata tanaman dibantu Fathir.Arif memasang terop bersama Bapak dan warga lain.Sedangkan Chintya berkutat dengan kue-kue bermacam jenis buatannya .Ibu bermain bersama Kiara dan Alea.Luna tentu saja masih menikmati mimpinya di kamar sana."Sini Ning, bantu Mak ngupas bawang", Mak Uwan memanggilku."Nggeh mak", aku segera duduk tanpa alas di samping Mak Uwan dan Bu Sekar."Mana Jeng , menantu barumu? Kok gak ikutan gabung disini, biar akrab sama warga lain", Bu Inge yang sedang mencuci ayam bertanya pada Ibuk yang sedang menuang air panas ke dalam botol susu Kiara."Masih di kamar Nge, kurang enak badan. Jadi aku suruh istirahat dulu aja.
Jam menunjukkan pukul 16.45 WIBMas Rival datang dan bergegas mandi, keburu adzan maghrib.Makanan sudah rapi tertata di meja, Chitnya menyuapi Kiara.Sejak kejadian pagi tadi ,aku tak melihat Luna lagi. Mungkin tidur di kamarnya.Selepas shalat maghrib, kami sekeluarga menuju meja untuk buka bersama.Terdengar deru mobil, Fathir baru saja pulang.Luna langsung keluar menuju garasi menyambut Fathir."Assalamualaikum""Waalaikumsalam, wah Mas Fathir pulang. Akhirnya kita bisa buka puasa pertama bareng ya Mas, alhamdulillah" terdengar suara Luna mendayu-dayu.Mulai berdrama"Kamu makan duluan aja Lun, Mas mau mandi dulu ya. Gerah sayang" Fathir hendak menuju kamar mandi."Lho Mas, makan dulu ajasih baru mandi. Aku nungguin kamu lho daritadi rela nahan laper, biar bisa makan bareng kamu. Ini kan buka puasa pertama kita sebagai suami istri yang sah"
##BAB Terakhir Ending Akhir Kisah Luna“Apa, sih, Mas?” tanya Stefani kesal. Pasalnya gadis itu capek ingin merebahkan tubuhnya di atas ranjang untuk beristirahat.“Kamu jelaskan sama Mas sekarang! Benarkah kamu yang menaburkan bubuk gatal di pakaian Luna?” tanya Frans kali ini merendahkan suaranya.“Iya, kenapa?” sahut Fani enteng.“Apa alasanmu melakukan itu?” selidik Frans.“Kamu nggak tahu aja, Mas. Mbak Luna itu nyebelin tahu nggak, sih. Dia mesti bikin aku kesal. Nggak Cuma aku, bahkan ke Mama juga. Semua orang yang berdekatan dengannya juga pasti dibuat kesel sama dia!”“Nggak boleh gitu. Walaupun bagaimana kondisinya, Luna itu tetap Kakakmu juga!” kata Frans menasehati.“Dia aja nggak pernah ngehargain aku, Mas. Gimana aku bisa nganggep dia Kakak? Aku nggak suka dia ada di sini!” ketus Fani.“Terus maksud kamu? Kamu ngusir aku?” tanya Frans.“Bukan begitu. Pokoknya aku nggak suka Mas Frans sama dia. Kayak nggak ada cewek lain saja!”“Nggak bisa. Mas cinta sama Luna lagi pula s
Entah sudah berapa lama Luna terpejam, ia terbangun karena tenggorokannya kering. Ia melihat jarum jam menunjukkan pukul 02.00 WIB.Luna beranjak dari tempat tidur, ia keluar kamar menuju dapur. Sesampainya di dapur, ia menuang air galon ke dalam gelas. Meneguknya hingga tandas.Setelah puas minum, Luna penasaran akan Frans dan Zhuema, ke mana mereka?Sejak kejadian tadi malam, Luna belum melihat keberadaan mereka.Dengan langkah pelan, ia meuju kamar tidur khusus tamu yang terletak di kamar sebelahnya. Entah kenapa perasaannya mengatakan Frans ada di dalam.Ceklek!Luna memutar knop pintu dengan pelan, tak ingin menimbulkan suara di tengah malam seperti ini.Luna mengendap-endap masuk ke dalam kamar tersebut, dengan cahaya yang remang ia masih mampu melihat seseorang yang sedang terlelap di atas kasur berukuran standart.Matanya memicing, mengamati wajah seseorang itu. Benar sekali perasaannya, seseorang itu adalah Frans, suaminya. Nampak tertidur pulas dengan suara dengkuran halus.
"Paket ... paket ... paket ...," teriak kurir berjaket hitam dengan menggunakan sepeda motor berwarna senada. Kurir tersebut tampak celingukan di depan pagar rumah Pak Handoko.Satpam menghampiri tanpa membuka pagar."Iya, Pak. Ada apa?" tanya satpam sembari memandang penampilan kurir dari atas ke bawah."Ini ada paket atas nama Stefani benar di sini?" kata kurir sembari mengacungkan sebuah barang berbungkus plastik hitam."Iya, dari mana?" tanya satpam."Dari Jonggol, ya, mana saya tahu ini dari mana, tugas saya cuma ngirim. Bener nggak di sini kediaman Bu Stefani?" kata kurir lagi sembari memandang satpam tak yakin."Bener, sih. Tapi Mbak Stefani itu belum menikah, ngapain situ panggil-panggil Bu?" tanya satpam masih keukeh tak membukakan pagar."Duh, Pak. Ini terima, sini saya foto, capek deh kalo nemu orang gaptek macem ni bisa puyeng akikah!" Kurir bergegas menscan barcode yang tertera di sampul paketan, lalu menyerah
Entah sudah berapa lama Luna terpejam, ia terbangun karena tenggorokannya kering. Ia melihat jarum jam menunjukkan pukul 02.00 WIB.Luna beranjak dari tempat tidur, ia keluar kamar menuju dapur. Sesampainya di dapur, ia menuang air galon ke dalam gelas. Meneguknya hingga tandas.Setelah puas minum, Luna penasaran akan Frans dan Zhuema, ke mana mereka?Sejak kejadian tadi malam, Luna belum melihat keberadaan mereka.Dengan langkah pelan, ia meuju kamar tidur khusus tamu yang terletak di kamar sebelahnya. Entah kenapa perasaannya mengatakan Frans ada di dalam.Ceklek!Luna memutar knop pintu dengan pelan, tak ingin menimbulkan suara di tengah malam seperti ini.Luna mengendap-endap masuk ke dalam kamar tersebut, dengan cahaya yang remang ia masih mampu melihat seseorang yang sedang terlelap di atas kasur berukuran standart.Matanya memicing, mengamati wajah seseorang itu. Benar sekali perasaannya, seseor
Zhuema kembali terlelap dalam gendongan Luna. Dengan hati-hati, Luna meletakkan Zhuema ke dalam box bayi, tempat tidur Zhuema selama ini. Bahkan box tersebut pemberian dari mantan ibu mertuanya, Bu Lujeng.Setelah memastikan Zhuema pulas, Luna berjalan mendekat. Ia naik ke atas kasur, mengambil bantal yang menutupi wajah suaminya."Kenapa, sih?" tanya Luna menatap wajah Frans dengan lekat."Hmm ...," gumam Frans tanpa mau membuka mata."Ayo cerita sini, kenapa?" ulang Luna sembari mengguncang tubuh Frans.Frans yang merasa tidak nyaman dengan perlakuan Luna, terpaksa membuka mata. Ia melirik sekilas ke arah Luna."Duduk! Cerita sama aku, kamu kenapa!" tegas Luna.Frans menuruti perkataan Luna, ia menyusun beberapa bantal di belakang tubuhnya, untuk bersandar.Kini mereka sama-sama terdiam dalam posisi duduk bersandar pada bantal.Luna menunggu dengan sabar kalimat yang akan muncul dari bibir Frans."Aku habi
Seusai sarapan, Frans mengajak Luna ke Mall, mereka akan membeli ponsel baru untuk Luna. Tentu saja setelah menitipkan Zhuema pada Bi Asih."Mas, pokoknya aku mau iphone series terbaru, ya!" kata Luna manja."Iya!" kata Frans singkat.Mereka memasuki konter dengan brand ternama. Setelah disambut dengan hangat, Luna segera meluncur ke etalase. Matanya berbinar melihat aneka ponsel mahal berjejer rapi."Mbak, iphone series terbaru sekarang ini apa, ya?" tanya Luna pada SPG konter."Oh, yang baru launching, sih, iphone 12 pro max, Kak. Udah lengkap banget untuk specnya," ujar Mbak SPG ramah."Oke, mau satu, ya, Mbak!" kata Luna.Mbak SPG segera mengambilkan pesanan Luna, namun dalam bentuk contoh display. Setelah dijelaskan mengenai fitur dan lain sebagainya. Luna mengiyakan, ia segera meminta Frans untuk membayarnya."Mas, bayar, gih!" titah Luna.Frans mengambil dompetnya, ia meng
Bu Niken menatap tajam ke arah Luna dan Stefani bergantian."Ada yang bisa jelasin ini kenapa?" tanya Bu Niken dengan sorot mata menyeramkan.Luna menunduk, Stefani pun angkat bicara. Frans menghela napas panjang. Mereka terdiam, tidak satu pun berniat menjelaskan."Fani ...," panggil Bu Niken menatap Stefani, berharap putrinya itu mau menjelaskan."Menantu Mama itu nggak ada akhlaq!" cebik Stefani.Bu Niken mengerutkan kening, tatapannya beralih ke Luna."Anak Mama aja, tuh, yang lebay. Bocil alay!" kata Luna memutar bola mata malas."Kenapa, sih? Frans coba jelaskan!" Bu Niken mengambil jalan tengah, ia ingin putranya menjelaskan dengan detail."Fani tuh tiba-tiba gedor kamar pengantin, mana malam pertama. Nggak sopan banget!" jelas Frans pada Mamanya."Eh, kalo istri kesayanganmu itu nggak cari gara-gara duluan, aku nggak sudi juga kali ganggu waktumu!" kata Stefani dengan kesal."Hmm ... kamu
Acara pernikahan Frans dan Luna akhirnya selesai juga. Mereka cukup lelah menyambut tamu yang datang. Tapi wajah Luna tampak fresh dan berseri-seri. Mereka pindah ke kamar yang berada di lantai atas. Tepat di sebelah kamar Stefani. Luna meminta Frans untuk segera mencarikan baby sitter. Bu Niken keberatan, karena di rumah sudah ada Bi Asih yang menyiapkan segala keperluan mereka. Jadi Bu Niken merasa Luna masih sanggup menjaga baby Zhue tanpa bantuan baby sitter. "Pokoknya aku nggak mau tau, ya, Mas! Aku minta baby sitter untuk merawat baby Zhue. Aku bisa cepet tua kalo harus merawat baby Zhue sendirian setiap hari, belum lagi harus melayani kamu. Stres yang ada!" Luna menata pakaiannya di dalam lemari besar. Ia langsung meminta pindah kamar saat acara usai. "Iya-iya. Gampang lah nanti aku carikan. Oh, ya. Aku keberatan kalo Zhuema harus dipanggil baby Zhue. Itu 'kan nama pemberian Fathir. Mulai sekarang panggil dia Zhuema nggak usah d
Setelah kejadian di malam itu, Luna mengurung diri di kamar.Ia tak lagi mempedulikan pernikahannya yang hanya hitungan jam.Frans terpaksa harus merayunya. Seperti sekarang, ia sudah berdiri di depan pintu Luna. Berkali-kali Frans mengetuk pintu namun Luna tak kunjung membukanya."Sayang, dih calon manten kok ngambekan sih?" ucap Fathir sembari tetap mengetuk pintu."Udah sana kamu urus aja keluargamu, nggak usah peduli sama aku!" tandas Luna dari dalam kamar."Eh, jangan teriak - teriak dong, Princess. Nanti baby Zhue bangun kasihan." Frans mengetuk pintu sekali lagi.Luna tetap saja tak mau membuka pintu. Tak kehabisan akal, Frans membujuk dengan jurus andalan. Seakan ia sudah paham kelemahan wanita yang dicintainya tersebut."Yakin nih nggak mau buka? Aku punya sesuatu, loh. Hmm ... tebel banget nih kantong aku. Yakin nggak mau shopping pasca acara nikahan nanti?" tanya Frans dengan nada menggoda. Berharap Luna luluh.