"Mba Ningsih, kenalin ini calon istri aku, namanya Luna." Fathir membawa gadis cantik tinggi semampai berpakaian modis.Aku melihatnya dari atas ke bawah, penampilannya badai, serasi dengan adikku yang tegap dan atletis itu kini menjadi abdi negara.Aku anak pertama dari tiga bersaudara, adikku yang kedua bernama Chintya, dan si sulung bernama Fathir.Aku dan Chintya hanya terpaut tiga tahun. Itu berarti, aku dan Fathir berjarak enam tahun.Aku menikah dengan seorang lelaki bernama Rival, kami mempunyai anak satu yang saat ini berusia lima tahun, sedangkan adikku Chintya pun juga sudah menikah dan mempunyai anak berumur satu tahun.Tinggal si bungsu Fathir, yang rencananya menikah tiga bulan lagi.Ibu menatap Luna tanpa berkedip. Kulitnya putih mulus, wajahnya glowing ber makeup natural. Rambutnya lurus sebahu di warna blonde yang terlihat dari hasil salon mahal, memakai atasan sabrina ya
Hampir tiga puluh menit kami semua menunggu, Luna tak kunjung menampakkan batang hidungnya.Aku yang mulai geram menyuruh Fathir menyusulnya.Bener-bener menguji kesabaran, baru saja sehari serumah sama Luna, sudah bikin kerutanku nambah.Fathir muncul sambil menggandeng Luna yang rambutnya masih basah tanpa disisir.Dan apa yang kulihat ini? Sungguh merusak mata.Pakaiannya, kaus polos tipis yang ketat dan berdada rendah, memperlihatkan hampir setengah payudaranya, serta celana super pendek ikut memamerkan pahanya yang putih mulus. Pemandangan yang sangat seksi.Bagaimana dia bisa berpakaian seperti itu? Sedangkan disini ada tiga laki-laki (selain suaminya) yang menurutku tak pantas disuguhi pemandangan seperti itu.Kulihat Fathir juga santai, terkesan biasa aja.Tatapanku beralih ke Mas Rival, melongo melihat penampilan ipar nya terseb
Ibu keluar kamar sambil menenteng kotak angpo resepsi kemarin.Melihatku dan Luna bertengkar, Ibu tergopoh-gopoh melerai."Uwes toh Nduk, malu nanti kedengeran tetangga, seduluran kok ribut" demi Ibu, ku lepaskan jambakan mautku.Masih geram rasanya melihat uler keket satu itu."Huu huuu huuu...Mba Ningsih jahat Mas sama Luna, Mba Ningsih gasuka sama Luna. Ibuuuuuu... huuuu..huu....huuuuu...Mba Ningsih iri sama Luna Bu, apa salah Luna? Kalau Luna ndak diterima dengan baik disini, mending pulangin Luna kerumah Bibi aja Bu. Huuuu....huuu..huuuu" Luna menangis histeris sambil sesekali berteriak.Cihhhh ratu drama banget.Ibu hanya diam, tak membela siapapun."Fathir, bawa istrimu itu ke kamar. Tenangin dulu" Chintya ikut bersuara kali ini.Tumben si cuek itu bertindak."Udah Mba sabar, aku kan udah bilang. Capek-capekin tenaga aja ngel
Back Pov NingsihAku sudah bersiap memasukkan barang-barangku ke mobil, hendak pulang.Alea asyik dengan dot susunya, selepas maghrib aku akan pulang. Sekitar tiga puluh menit lagi.Chintya beserta suami dan anaknya sudah pulang se-jam yang lalu.Aku asyik menonton televisi, Mas Rival berkutat dengan ponselnya. Mungkin saja urusan pekerjaan.Bapak dan Ibu sedang menghadiri undangan hajatan di tetangga.Terdengar suara deru mobil masuk ke garasi. Fathir dan Luna sudah pulang.Tanpa salam Luna nyelonong masuk ke kamarnya, menganggapku tidak ada.Fathir masuk dengan membawa berbagai kantong belanjaan dengan brand ternama, terlihat sedikit susah melewati pintu kamar."Wiidih, penganten baru habis buka angpo langsung borong nih ye" Fathir hanya melemparkan senyuman sekilah ke arahku, lalu masuk men
Hari ini Kiara (anak Chintya) tepat berusia satu tahun, mengadakan acara syukuran dirumahnya. Mengundang semua keluarga serta tetangga kompleknya.Aku, Mas Rival dan Alea berangkat pagi ke rumah Chintya, agar lebih lama dan bisa sedikit membantu Chintya mempersiapkan pesta untuk Kiara.Sesampainya dirumah Chintya, masih sepi .Bapak dan Ibu belum datang, Fathir dan Luna juga belum kelihatan batang hidungnya.Aroma masakan harum tercium hingga garasi depan.Chintya menyewa catering beserta petugas lengkap dengan dekorasi dan pernak pernik pesta yang di desain khusus untuk ultah balita.Balon-balon terpasang rapi dan indah, kue tart tingkat tiga bertema princess menjulang ditengah meja, tak lupa aneka snack table tersusun rapi di meja.Semua sudah siap, padahal acara baru dimulai jam tiga sore.Ini masih jam sepuluh pagi
Aku mulai jatuh cinta padamu', terlihat status itu ditulis sekitar empat tahun yang lalu.'Harusnya aku tak boleh jatuh cinta''Ah.. semoga perasaan ini hanya sementara''Aku mulai terbiasa denganmu''Ratusan lelaki hadir, hanya dirimu yang meninggalkan kesan'Aku mengernyitUntuk siapa status-status ini dibuat ?Apakah seseorang di masa lalu Luna?Pacar Luna mungkin?Isinya hanya tentang wanita sedang jatuh cinta yang memuja lelaki idaman nya.'dimana kamu.. kenapa tak pernah hadir'Status itu sekitar 2 tahun yang lalu.'aku resah tanpamu''apa kau hanya mempermainkanku? Ataukah aku yang berharap lebih?''harus kemana aku mencarimu''aku putus asa kehilanganmu''demi kamu, aku rela menjadi lebih baik''lembaran baru. Bismillah'Itu status t
Setelah Mas Rival berangkat kerja, aku main kerumah ibu bersama Alea.Tiba-tiba aku rindu dendeng balado masakan Ibu.Rumah Ibu tampak sepi, mungkin Bapak ke sawah, Fathir jelas bekerja jam segini .Ibu dan Luna kemana ya?Rumah tak dikunci, aku merebahkan diri di sofa ruang tamu sambil memantau Alea bermain boneka di karpet bawah.15 menit kemudian, terdengar suara dari arah luar."Loh Nduk? Udah lama? Kok nggak bilang mau maen? Ibu habis dari Supermarket. Belanja bulanan ini ditemani Luna."Aku mengernyit heran, 'Luna tumben mau nemeni Ibuk belanja bulanan. Ah mungkin iparku satu ini sudah berubah' .Luna hanya diam saja."Iya nih Buk. Tiba-tiba pengen dendeng nya Ibuk." Aku merajuk seperti anak kecil.Ibuk tersenyum, "oke ,Ibu buatkan. Tapi beli daging sapinya dulu ya , Ibu tadi cuma beli daging untuk
Sudah hampir tiga jam Luna tak kunjung kembali, aku berniat menyusulnya.Hendak mengeluarkan matic dari garasi, Luna datang membuka pagar."Nih Mba dagingnya, aku masuk duluan ya. Capek", belum sempat kutanya mengapa sampai selama ini hanya membeli daging . Tapi ku urungkan niatku, kasihan mungkin dia lelah.Luna banyak berubah akhir-akhir ini, menjadi pendiam seperti banyak beban.'ah sudahlah, biar menjadi urusannya' , aku memutuskan langsung membawa daging menuju dapur sekalian membantu Ibu memasak.***Selepas adzan magrib, Mas Rival menjemputku .Kami berkumpul di meja makan, menikmati masakan Ibu.Luna terlihat gusar sambil memainkan ponselnya. Sesekali menghembuskan nafas panjang."Kenapa Lun? Ada masalah?", Fathir menyadari perubahan istrinya.Luna hanya memasang senyum sambil menggelengkan kepala.