Beranda / Romansa / I LOVE ME / 5. Bukan Perempuan Sembarangan

Share

5. Bukan Perempuan Sembarangan

Penulis: Fenly Arismaya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-27 10:09:58

Sepuluh menit, Dev dan Budiman sudah berada di ruang simulasi. Mengambil misi baru mereka dalam bentuk chip seukuran kuku kelingking. Lalu memasangnya di headset di telinga masing-masing untuk memunculkan layar hologram melayang berisi instruksi video untuk mereka.

"Kalian harus menyamar sebagai anggota reporter untuk menyelidiki lokasi bom di lahan pembangunan mall, kota P. Sekaligus mencari dan menangkap Yongkie, oknum mentor perakit bom."

DEG!

Dev terhenyak saat tahu lokasi misi itu berada cukup dekat dengan wilayah rusun tempat tinggalnya dulu. Seketika Dev jadi teringat pada Ayahnya.

'Bagaimana kabar Ayah sekarang ya? Beliau bahkan hanya menghubungiku satu kali sejak aku pergi dari rumah. Sepertinya beliau sudah tidak peduli padaku karena aku menentang keinginannya dan kabur dari rumah,' batin Dev sedih.

Menyadari kalau pikirannya mulai kacau oleh perasaan sedih itu, Dev buru-buru menggelengkan kepala. Mengenyahkan rasa sedih itu karena dia harus fokus dengan instruksi selanjutnya. Kembali menatap layar itu.

Munculah sebuah video yang menampilkan koordinat keberadaan oknum itu. Lengkap dengan data wajah detail dan informasi pribadi terkait nama dan asal usulnya.

"Yongkie, nama julukan oknum itu. Bukan nama sebenarnya. Sudah hampir satu tahun menjadi incaran Polisi karena telah berhasil meledakkan beberapa bom rakitan di beberapa tempat. Anehnya sasaran ledaknya bukan fasilitas pemerintah dan tempat ibadah, melainkan di tempat-tempat kerusuhan seperti lahan sengketa pembangunan. Diduga murid dan pengikutnya sudah tersebar di beberapa kota sekitar kota P."

Yongkie kini berusia usia 26 tahun, sepantaran dengan Dev. Wajahnya cukup tampan, sama sekali bukan tipe wajah seorang penjahat. Dan herannya, orang itu mengambil pekerjaan samarannya sebagai seorang pengamen. Dan yang menjadi sorotan disini, ternyata orang itu punya tanda berupa goresan di pelipisnya. Walau samar, tapi Dev yakin kalau itu goresan luka lama.

"Hmmm ... Masih muda tapi sudah jadi guru perakit bom. Orang ini benar-benar gila!" cicit Budiman dengan nada miris.

Lalu suara instruksi kembali terdengar. "Satu jam yang lalu, oknum itu terlihat bersama seorang wanita ini."

Munculah satu gambar perempuan berambut pirang mirip bule berpakaian warna putih serba tertutup. Kulit perempuan itu putih sekali, hampir mirip dengan warna pakaiannya.

Gadis pirang itu tampak melambaikan tangan perpisahan kepada Yongkie yang sudah naik bus keluar kota. Lokasi foto itu berada di depan halte. Dev kenal tempat itu. 

Dan bisa dilihat, resolusi foto itu cukup buruk, sehingga menghasilkan gambar yang sangat tidak jelas. Ditambah lagi, foto hanya diambil dari samping.

Astaga. Kalau gambarnya seperti ini, mana bisa dideteksi dengan pemindai wajah?

"Widiiih! Mainnya ama bule!" Budiman refleks membeo takjub.

"Sayangnya hingga kini idenditas wanita itu belum diketahui. Orang disekitar halte tidak ada yang mengenalnya. Apalagi saat itu dia memakai masker juga. Kemungkinan besar, perempuan itu teman atau kekasihnya. Jadi kalau kalian membawa perempuan itu, bisa jadi dia menjadi kunci bagi kalian untuk memancing oknum itu keluar dari persembunyiannya," lanjut Pak Marco.

Dahi Budiman dan Dev serempak mengkerut. Berpikir bagaimana caranya mencari orang hanya berdasarkan foto buram. Tanpa idenditas pula!

"Astaga!! Agen siapa sih yang ngambil gambar gini? Pecah banget gambarnya!" geram Budiman kesal.

"Itu warga yang mengambil gambar lewat kamera ponsel amatir. Bukan agen kita." Pak Marco menjawab pertanyaan Budiman.

"Apa nggak ada gambar lain yang lebih jelas, Pak? Kualitas gambar perempuan ini betul-betul jelek!" keluh Budiman dengan raut wajah tak percaya.

Terdengar helaan napas dari Pak Marco. "Kalau memang ada gambar lain, ya saya nggak akan sepanik ini minta bantuan kalian!! Dasar!!"

Budiman meringis. "Hehe. Iya sih. Tapi--"

"Tidak masalah, Pak." Devlin memotong sembari mengeluarkan seringaian. "Kami akan temukan dia secepat mungkin."

**

"Hampir 3 x 24 jam, dan kita masih belum dapat tanda-tanda kemunculan cewek itu!"

Geraman kekesalan itu meluncur begitu saja dari mulut Budiman. Terlihat wajahnya mulai malas mengamati ratusan layar cctv yang terpampang di hadapannya.

Sejenak Budiman menelengkan kepalanya kearah Dev yang baru saja datang dan melepas aksesoris penyamarannya.

"Gimana? Udah nemu petunjuk di lokasi peledakan?" tanya Budiman penasaran.

Dev menggeleng. Lalu terdengar hembusan napas gusar dari hidungnya.

"Kalau kamu gimana? Udah nemu cewek pirang itu?"

Budiman mengendikkan bahu seraya mengarahkan pandangannya kembali ke layar.

"Belum ada tanda kemunculan cewek itu yang terdeteksi di layar ini. Anak buah agen kita yang kita sebar buat stand by di tiap sudut kota dan perbatasan kota juga belum ngasih info apa-apa."

Kelopak mata Dev menyipit, sedang tangannya mengotak-atik beberapa tombol kendali layar itu. Memastikan kalau kinerja layar cctv pendeteksi wajah manusia yang terhubung ke seluruh cctv gedung, fasilitas umum, dan jalanan di kota P itu sudah berfungsi maksimal.

"Aneh. Paling lama seorang manusia normal bertahan tidak keluar rumah setelah dua hari berlalu. Mustahil dalam waktu hampir tiga hari dia tidak keluar rumah, kan?" gumam Budiman penasaran.

Kepala Dev lantas menggeleng, lalu berjalan menuju pintu. "Entahlah. Bisa jadi karena dia jatuh sakit, jadi perempuan itu tidak bisa keluar. Banyak kemungkinan."

Budiman manggut-manggut. "Hmmm, iya sih."

Saat Budiman melihat Dev hendak meraih kenop pintu, barulah dia bertanya. "Kau mau kemana?"

Sambil melirik penunjuk waktu yang melingkar di pergelangan tangannya, Dev menjawab. "Keluar bentar cari angin segar. Lima belas menit lagi aku balik. Janji."

**

Hubungan Dev dan Ayahnya memang dari dulu tidak baik. Dan ketidakharmonisan hubungan Ayah-anak itu menjadi bertambah buruk semenjak Ibu Dev meninggal saat dia masih balita. Entah apa alasannya, Dev yang pandai menganalisa pun masih belum mengerti. Memilih untuk tidak peduli.

Dev memang kesal pada Ayahnya. Tapi ada saat dimana Dev berada dititik penyesalan karena meninggalkan Ayahnya begitu saja. Kali ini, rasa sesal itu semakin membengkak karena misi ini mengharuskan Dev pergi ke kampung halamannya sendiri. Dan itu cukup mempengaruhi perasaan Dev.

Bermaksud mengenyahkan perasaan itu, Dev memutuskan untuk keluar sebentar. Awalnya Dev memang ingin mencari udara segar. Tapi seketika muncul satu niatan yang mendorong nurani Dev untuk mengunjungi ke tempat tinggal Ayahnya di rusun.

Dev keluar melalui pintu rooftop gedung. Kemudian berlari lincah untuk terjun ke belahan gedung lain.

Melalui jalur lain, Dev berjalan di atas tali gantung yang terhubung langsung dengan lantai tempat rusunnya berada. Dev tidak ingin ada penghuni rusun siapapun yang tahu keberadaannya disini, jadi dia pilih lewat jalur yang agak ekstrim.

Sampai di depan pintu, Dev agak terkejut karena suasana depan rumah sangat berantakan. Seperti sudah lama tidak ditinggali.

Mencoba membuka pintu, ternyata dikunci. Tapi anehnya jendela terbuka. Semakin penasaran, Dev memilih masuk melalui jendela.

Dan benar saja. Rumah itu kosong. Semua perabotan masih ada, hanya tertutupi oleh kain-kain putih. Melihat debunya setebal itu, pasti rumah ini sudah lama tidak ditinggali.

Perkiraan Dev, mungkin rumah ini kosong sekitar dua atau tiga tahun. Karena kalender yang terpampang disana adalah 2019 di bulan Desember.

Sambil terus menyusuri setiap ruangan minimalis yang sudah usang ini, Dev sebisa mungkin mencari petunjuk-petunjuk penting. Barangkali dari situ Dev menemukan satu dua clue tentang keberadaan sang Ayah.

Kalau pun dia meninggal, jelas tidak mungkin. Mana ada orang meninggal berencana menutupi barang-barangnya dengan kain? Pasti Ayah Dev sengaja pergi. Tapi kemana?

Selama ini Ayah Dev bekerja sebagai sales produk rumah tangga yang sering mendapat tugas berkeliling keluar kota. Apa mungkin beliau sekarang menetap di kota lain dan mendapatkan pekerjaan baru? Bisa jadi.

"Eh?"

Tiba-tiba Dev merasa aneh saat melihat cermin rias yang tertempel di kamar, Ayahnya. Entah bagaimana tiba-tiba Dev ingin mengamati cermin itu. Mungkin karena dorongan alamiah Dev yang gemar berkaca untuk melihat ketampanan wajahnya, atau mungkin insting Dev menuntunnya mengecek cermin itu. Bisa jadi keduanya.

Iseng mengangkat sedikit cermin itu, ternyata Dev menemukan satu lembar foto tertempel dibalik cermin.

Foto hitam putih seorang perempuan asing berambut abu bergelombang. Manik matanya terlihat cukup terang. Warna iris yang menurut Dev cukup langka ada di Indonesia.

"Aneh. Siapa perempuan ini? Kenapa Ayah menyimpan foto perempuan lain selain Ibu? Apa hubungan Ayah dengan Ibu ini?" gumam Dev bertanya-tanya.

Dev kembali menekuri foto itu. Mengamati dari perawakan perempuan itu, Dev menebak kalau mungkin beliau berusia tiga puluh tahunan.

Tapi mengingat foto itu sudah terlihat sangat usang, ada kemungkinan foto itu sudah sangat lama. Kalau Dev bisa prediksi dengan melihat bentuk kertas dan busana yang dikenakan perempuan di foto itu, mungkin foto ini diambil sudah terlewat lebih dari belasan tahun.

Di foto usang itu, tampak beliau sedang menggendong anak kecil. Tapi sayang, wajah anak itu tidak tampak karena foto itu sobek. Entah dimana sobekan wajah anak itu.

Buru-buru Dev mengambil gambar di foto itu dengan smartphonenya. Lalu mengirimkan foto itu bersamaan dengan satu jari telunjuknya yang menekan tombol headset yang terpasang di telinga kanannya. Menghubungi salah satu anggota agen kenalannya yang bekerja di bagian statistik.

"Aku butuh bantuanmu untuk mencari info tentang perempuan di foto itu."

"Baiklah. Bisa diatur. Kau butuh info itu untuk kapan?"

Dev menimbang-nimbang. "Secepat yang kau bisa."

"Baiklah."

Setelah panggilan itu berakhir, Dev beringsut mencari petunjuk lain.

Namun tak lama setelahnya, ponsel Dev tiba-tiba berdering. Itu panggilan dari Budiman.

"Ada apa, Bud?" sapa Dev cepat.

"Kamu dimana, Dev? Tolong cepat kembali! Ada masalah gawat!" Suara Budiman terdengar sangat panik.

Tubuh Dev seketika menegang. "Baiklah! Aku segera kembali!"

Dev segera memutus panggilan singkat itu. Bersiap kembali. Lalu memasukkan foto perempuan itu ke saku jaketnya.

'Baiklah. Setelah misiku selesai, aku harus segera mencari tahu keberadaan Ayah! Tunggu aku, Yah!' janji Dev dalam batin.

**

Pas sekali. Lima belas menit setelah Dev pamit pergi, Dev sudah kembali lagi ke basecamp. Menjeblak pintu ruang pemantau dengan tidak santai.

Dev sangat terkejut bukan main, saat sepasang bola matanya mendapati Budiman yang sedang mengobati salah seorang agen anak buah mereka dalam keadaan kesakitan. Memegangi kaki bagian betis kanannya yang telah membiru.

"Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini padamu??" tanya Dev seraya menggamit kaos yang dikenakan agennya itu.

Agen pria yang bernama Max itu menoleh lemah kepada Dev. Sesekali pria itu meringis saat Budiman menarik perban untuk meluruskan kakinya.

"Perempuan itu ... Perempuan berambut putih ..."

Kontan bola mata Dev membelak terkejut. "Apa??"

Untuk seorang perempuan yang mampu melumpuhkan satu orang agen pria yang terlatih seperti Max, jelas perempuan pirang itu bukan perempuan sembarangan.

**

To be continued.

Bab terkait

  • I LOVE ME   6. Melawan Monster Putih

    Dev menatap lekat-lekat ke manik mata Max. "Perempuan berambut putih? Atau berambut pirang? Kedua hal itu jelas berbeda. Kau yakin kalau dia berambut putih?" Max mengangguk. "Dia berambut putih. Kulitnya juga sangat putih. Dia seperti bukan manusia. Bukan seperti bule yang berambut pirang." Kerutan di dahi Dev pun makin bertambah. Seiring dengan bola matanya yang melotot antusias. "Kau melihat wajahnya? Atau sempat mengambil gambarnya?" Max menggeleng. "Aku tak sempat melihat wajahnya. Dan dia menggunakan masker yang menutupi separuh wajahnya." Mendengar penjelasan itu membuat helaan napas keluar dari Budiman. "Lalu bagaimana kau bisa sampai dihajar begini?" "Aku ..." Max menelan ludah. "Dia menyerang kakiku dari belakang dan--" "Oh come on, Max." Devlin mendesah. "Dia perempuan kan? Bagaimana bisa kau kalah? Kau ini seorang agen laki-laki yang terlatih! Masa kau kalah dengan seorang perempuan warga sipil biasa? Buat malu saja!"

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-28
  • I LOVE ME   7. Salah Mendugamu

    Setelah memastikan perempuan itu aman dan sudah kabur, anak-anak itu bergegas melarikan diri dengan cepat. Lari ke segala arah. Dan sebelum Dev sempat mengejar dan menangkap salah satu diantara mereka, tiba-tiba muncul beberapa warga dan petugas keamanan sekitar. Datang dari pintu utara dan berbondong-bondong membawa alat dapur seadanya. "Dasar anak-anak berandal! Pergi! Jangan membuat keributan disini!" Itu suara sahutan keributan dari warga saat menghardik anak-anak remaja itu. Dev yang menyadari kedatangan warga itu pun tak urung juga ikut kabur. Tentunya sebagai agen rahasia yang sedang bertugas, idenditas dan keberadaaannya jangan sampai diketahui warga sipil manapun. Dengan susah payah, Dev berusaha menyeret kakinya dan melompati pagar selatan. Dan tak lupa pula Dev juga menyempatkan waktu memanggil agen anak buahnya yang bertugas di dekat lokasi itu untuk segera menjemputnya. Hanya dalam hitungan menit, Anton--anak buah Dev itu datang d

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-30
  • I LOVE ME   8. Undangan Makan Malam untuk Dev

    Sedikit berjalan pincang sambil memegangi punggungnya, perempuan itu memaksakan diri untuk berjalan keluar ruangan. Dia tidak menjawab pertanyaan Dev, namun hanya memberikan gerakan isyarat melalui telunjuknya agar Dev tetap di tempat. Juga seolah memberitahu kalau dia akan segera kembali. Dan entah bagaimana, sikap perempuan misterius itu membuat Dev termangu. Hingga tak lama setelahnya, perempuan itu pun kembali dengan penampilan yang membuat bola mata Dev membulat kaget. Tubuh perempuan itu kini hanya berbalut dress putih selutut. Tidak lagi memakai jaket dan celana putih tadi. Rambut putih bergelombangnya tetap diikat tinggi. Tidak. Tentu bukan itu semua yang membuat Dev kaget. Tapi saat Dev menyadari kalau perempuan ini ... ternyata tidak pakai bra. Siapapun bisa melihat itu karena dress itu bahannya tipis. Astaga! Oke. Dev memang sudah sering melihat perempuan tidak tahu malu di dunia ini. Tapi bukannya tergiur, justru Dev merasa

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-02
  • I LOVE ME   9. Eve, si Kucing Pencuri

    Perubahan aura perempuan itu seketika dirasakan Dev. Hawa kemarahan yang kuat, bercampur dengan rasa takut. Dev bisa merasakan itu melalui raut ekspresi dari Eve. "Mengapa cecunguk-cecunguk itu ingin mengincar tempat tinggal kalian? Dan bagaimana mungkin kalian tidak melapor pada pihak berwajib?" tanya Dev to the point dan tegas. Eve terlihat mengembuskan napasnya dengan sangat gusar. Seolah ada beban besar mengganjal dadanya yang sulit dikeluarkan begitu saja. "Entahlah." Eve mengangkat bahu, mencoba bersikap santai. Jeda menarik napas, Eve lantas memalingkan wajah kearah Dev dan melanjutkan ucapannya. "Lagipula itu tidak penting buatmu untuk tahu, kan? Orang luar sepertimu seharusnya tidak perlu terlibat jauh dengan masalah kami," tandas Eve dingin. Ucapan dingin itu tanpa sadar menarik satu simpulan senyum di bibir Dev. Karena ini pertama kalinya ada perempuan yang bersikap dingin kepada Dev. "Aku hanya memberikanmu saran ya

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-06
  • I LOVE ME   10. Tertangkapnya Kucing Pencuri

    "Jadi bagaimana, hum? Kalau kau setuju, besok kita bisa berangkat." Dev sedikit mendekat, lalu mencondongkan tubuh kepada Eve yang duduk di hadapannya. Memasang senyum ramah yang Eve yakin kalau itu adalah senyum pencitraan Dev. Sungguh, rasanya Eve ingin melempar gelas minum yang ia genggam ke wajah Dev--kalau seandainya tidak ada Neneknya disitu. "Aku--" "Nenek, kuenya sudah jadi!" Tiba-tiba muncul satu anak perempuan remaja membawa baki berisi beberapa kue kering yang sepertinya baru diangkat dari pemanggangan di ruang dapur. Nenek lantas terkekeh sekilas, lalu hendak bangkit dari duduknya. Lalu meraih baki itu untuk disuguhkan kepada Dev. "Ini kue buatan nenek. Baru matang. Silahkan dinikmati selagi kalian mengobrol--" "Sepertinya tidak perlu, Nek." potong Eve cepat. "Alangkah baiknya Pak Fotografer harus cepat pulang sebelum larut malam. Akan sangat bahaya diluar saat malam." Lalu Eve menoleh kepada Dev. "Benar begitu kan, Pak Fot

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-17
  • I LOVE ME   11. Meredam Sakit Hati Eve

    Tatapan nyalang Eve seketika melemah. Tergantikan oleh kabut nanar. Itu saat Eve melirik lencana kepolisian yang ditunjukkan oleh Dev. Dev memang sengaja menunjukkan lencana itu agar dia terkesan punya wewenang untuk menanyakan keberadaan Yongkie pada Eve. Sebenarnya lencana itu bukan punya Dev. Tapi anggaplah Dev menunjukkan lencana itu untuk kamuflase, menutupi idenditas agen rahasianya. Dan tidak seperti sebelumnya, kali ini Eve hanya terdiam. Tidak juga mengelak, dan tidak pula merengek minta dilepaskan seperti tadi. Barangkali dia masih kaget setelah mengetahui idenditas Dev. Melihat Eve sudah jauh lebih tenang, Dev pun menghelakan napasnya. "Eve, dengar." Suara Dev seketika berubah melembut. "Kalau kau masih bersikeras melindungi kriminal seperti dia, itu sama saja kau membahayakan warga negara kita. Jangan hanya karena mencintainya, kau berusaha melindungi Yongkie. Itu bukan tindakan yang benar." Usai Dev mengatakan itu, kepala

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-27
  • I LOVE ME   12. Musuh dalam Selimut!

    Entah sudah berapa jam Eve tidak sadarkan diri. Karena di detik saat ia membuka mata, Eve merasakan sinar matahari menerpa wajahnya. Mungkin saja Eve pingsan semalaman, atau bahkan sudah terlewat beberapa hari. Siapa yang tahu? Karena bisa saja obat bius yang disuntikkan padanya itu memiliki efek yang cukup lama. Dan benar saja. Ketika Eve menoleh kesamping, dia melihat jam digital berkedip yang terletak diatas nakas. Ada tanggal yang tertera disana. Tanggal tiga belas. Itu artinya Eve sudah pingsan hampir dua hari. Di waktu itu pula, Eve baru menyadari ada satu keanehan. Bukankah dua hari lalu Eve dibawa oleh Dev, disekap dan didudukkan di ruangan serba putih? Tapi sekarang ... Eve malah berada dalam posisi tidur di atas ranjang. Tapi tetap, ruangan disini serba putih. Dan hanya ada dia sendiri, ranjang, dan nakas. Itu saja. Hendak turun dari ranjang itu, mendadak satu ingatan muncul di benak Eve. Itu bayangan tentang mimpinya semalam. Mimpi itu cuku

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-06
  • I LOVE ME   13. Aku Akan Selalu Menemukanmu

    Ternyata memang benar yang dikatakan mereka. Penjagaan di gedung itu sedang diperlemah. Eve merasakan kalau CCTV di sepanjang lorong di lantai tempat ruangan Eve berada itu tidak aktif. Karena kalau memang aktif, sudah dari tadi para penjaga memergoki Eve. Atau mungkin bisa saja para penjaga CCTV juga bersekongkol dengan para agen untuk mengabaikan penjagaan. Eve masih belum bisa memastikan itu, dan memilih untuk tidak peduli. Dari pada memikirkan semua itu, Eve lebih baik mencari cara agar bisa keluar dari sini. Sambil menunggu dua pria itu keluar dari toilet. "Eh bentar deh. Kayaknya tadi pintu ini nggak nutup deh! Apa ada orang? Tapi kok aku nggak denger langkah orang masuk, ya?" heran salah seorang pria itu seraya mengetuk-ngetuk pelan bilik yang ditempati Eve bersembunyi. "Hallo???" 'Cklek cklek!' Satu pria lainnya kemudian mencoba membuka pintu bilik itu. "Dikunci dari dalam. Berarti memang ada orang. Tapi kok sepi ya?" Merasa curiga, du

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-18

Bab terbaru

  • I LOVE ME   [BACA SEQUEL DAN BERLANJUT KE KARYA KARSA]

    Eve memang sering dengar Dev menyinggung soal atasannya, tapi Eve tidak pernah menyangka kalau atasan Dev itu adalah seorang pria tua yang sangat mirip dengan wajah Ayahnya. Dan tidak sampai disitu. Tadi Eve juga sempat mendengar perawat perempuan yang menjaga Bianca di bilik sebelah itu juga memanggil nama 'Pak Marco'. Yang mana nama itu juga nama yang sama dengan nama mendiang ayahnya. Kalau ini adalah kebetulan, jelas ini kebetulan yang keterlaluan. Tidak pernah Eve menemui kasus wajah dan nama orang yang sama persis. Tidak ada. Pun ada yang pernah bilang kalau manusia itu punya tujuh kembaran berbeda dan tersebar di muka bumi, tetap saja ini terlalu mirip! Tidak pernah ada wajah dan nama yang sama. Terkecuali kalau memang dia ... adalah orang yang sama. Tapi ... 'Nggak mungkin nenek bohong sama aku. Jelas-jelas nenek bilang kalau Ayah dan Ibu meninggal setelah kecelakaan itu. Hanya aku yang selamat. Lagipula untuk apa juga nenek menyembunyikan kalau misal ayah masih hidup?' "

  • I LOVE ME   50. Wajah Pak Marco Mirip Ayah Eve?

    Sesuai dugaan Eve. Ada agen pengkhianat yang masih tersebar di beberapa tempat di markas. Ada saja yang ingin menjatuhkan Devlin maupun Pak Marco. "Dari situlah kemudian aku coba mengikuti para pengkhianat itu, Bram. Aku masuk ke mobil mereka. Lalu ketika sampai di kasino, aku benar-benar melihat mereka meletakkan bom koper itu di mobil yang kamu pakai." Dev manggut-manggut mengerti. "Jadi begitu ceritanya kamu pada akhirnya bisa sampai ke kasino ... Kamu benar-benar nekat!" Eve memutar bola matanya. "Bisa tidak kamu hanya bilang 'terimakasih' saja? Bagaimanapun aku sudah menyelamatkan nyawamu dengan mencegahmu masuk ke mobil, lho. Kalau tidak, kamu pasti sudah jadi sapi panggang!" "Cih!" Dev mendecih. "Aku ada niatan untuk tidak ke mobil kok tadi! Kamu saja tadi yang tiba-tiba menghadang saat aku mau menyergap temanmu!" Percuma saja kalau menyuruh Dev minta maaf. Gengsinya selangit nirwana, mana sudi dia mau bilang begitu? Apalagi kali ini yang menolong si Eve. Perempuan. "Nah

  • I LOVE ME   49. Firasat Eve Penyelamat Bagi Dev

    Jet Mini didatangkan langsung dari markas pusat. Mendarat di titik lokasi tersembunyi di salah satu resort yang ada di pulau itu. Penjagaan sekitar resort dikerahkan, demi menjaga keamanan pendaratan Jet Mini tersebut. Seluruh resort juga sampai dikosongkan dari pengunjung, dan kini hanya diisi oleh satuan keamanan yang bertugas untuk mengawal pemimpin agen rahasia utama mereka--Pak Marco. "Kalian ini terlalu berlebihan deh ... Saya sungguh nggak apa, lho!" Sudah berapa kali Pak Marco bicara begitu. Beliau bilang tidak kenapa-kenapa, tapi sekujur tubuhnya kini tengah mengalami luka-luka dan sedang dalam penanganan berjalan di dalam Jet Mini. Kondisi Pak Marco memang harus segera ditangani, jadi tim ahli medis dikerahkan untuk melakukan penanganan medis langsung, sembari Jet Mini itu terbang memulangkan kembali Pak Marco ke markas pusat di pulau JW. Tidak perlu khawatir dengan kemampuan tenaga medis dan peralatannya, karena memang Jet Mini itu

  • I LOVE ME   48. Eve Familiar dengan Pak Marco?

    Bukan hanya menghadang. Eve juga menahan perempuan berambut perak yang masih berusaha untuk melepaskan diri dari borgol itu. Mengambil cepat borgol Dev yang lainnya dan memakaikannya di dua pergelangan kaki si perempuan rambut perak. Gerakan yang begitu cepat, sehingga Dev sendiri sampai agak tertegun melihat bagaimana Eve meringkus perempuan rambut perak itu. Padahal mulanya Dev pikir Eve hendak menyelamatkan si rambut perak. Tapi tidak menyangka kalau Eve ternyata justru membekuk rambut perak. Itu artinya Eve masih ada di pihak Dev. Tapi yang menjadi tanda tanya sekarang, mengapa Eve menyerang Dev juga? "Eve, kau--" "Jangan menyerang temanku! Dan sebaiknya kau menjauh!" DEG! "Apa?? Jadi dia rekanmu??" "Pergi!" Dev benar-benar bingung sekarang. Tidak disangka Eve adalah teman si rambut perak. Mengejutkan, tapi dari ucapan Eve dan bagaimana Eve melindungi Dev agar menjauh dari si rambut perak, besar kemungkinan kalau Ev

  • I LOVE ME   47. Eve Imitasi atau Sungguhan?

    Meja nomor tujuh. Senjata M. Dua informasi bagus yang sangat penting. Dengan begini terbukti sudah dugaan Pak Marco, kalau memang benar ada transaksi senjata gelap disini. Senjata-senjata tipe M, semestinya orang-orang seperti mereka tidak diperuntukkan untuk menjual belikannya. Karena itu senjata militer yang cukup vital dan bisa dibilang berbahaya jika orang awam dan tidak cukup pengalaman menggunakannya. Ada dua tipe senjata di dunia ini. W dan M. Keduanya sama-sama tidak boleh diperjual belikan, apapun alasannya. Karena memang senjata apapun tidak boleh dijual bebas dan serta merta dari kalangan apapun terkecuali pihak militer atau pihak yang berkaitan dengan penegak hukum. W tidak sebegitu bahaya dibanding M. Dan untuk katagori bom rakitan yang dibuat Yongkie dkk itu juga masuk katagori M yang berbahaya. Penggolongan ini berdasarkan tingkat bahayanya. Biasanya ada pihak tertentu yang mengelompokkan senjata-senjata temuan yang dipakai penja

  • I LOVE ME   46. Bingo!

    Ternyata memang tidak mudah menemukan peluang waktu agar Dev bisa belajar ilmu kanuragan. Baru saja pria itu akan belajar selagi punya jeda waktu. Tapi memang sepertinya hal itu ditunda dulu sampai misi penyelidikan kali ini selesai. Bagaimanapun, Dev harus menjadi bertambah kuat. Musuh yang ia hadapi bukan yang serta merta bisa dikalahkan dengan serangan fisik biasa. Tapi membutuhkan 'tenaga lebih' untuk bisa mendongkrak pertahanan musuh. Memang sejak dulu, yang namanya penjahat dengan ilmu tenaga dalam menjadi masalah serius yang merepotkan dan tentu tidak bisa dianggap remeh. Dan Yongkie, dia ternyata menggunakan ilmu kuno itu dan membuat Dev menjadi cukup kuwalahan. Sejauh ini Dev tidak pernah kalah dengan siapapun, dan batu dikalahkan dengan orang pemilik ilmu kanuragan. Dan untuk bisa mengalahkan Yongkie, kekuatan fisik yang bagus saja ternyata tidak cukup. Dev butuh kekuatan lebih. Dengan kekuatan fisik yang mumpuni dan ditambah latihan kanuragan, Dev

  • I LOVE ME   45. Adu Mulut Mr. X dan Yongkie

    Pada akhirnya Dev setuju untuk dilatih ilmu kanuragan. Lagipula untuk sementara mereka masih punya waktu sedikit, sebelum bertempur melawan kelompok Yongkie dan mebcari keberadaan Mr. X yang konon dikabarkan berada di pulau BW. "Sebelumnya, saya cukup penasaran. Bagaimana mulanya Anda tahu kalau ada perdagangan persenjataan illegal disini? Dan Mr. X itu ... kita masih belum memastikan apakah Mr. X yang melakukan jual beli senjata illegal itu betulan orang yang sama dengan Mr. X yang menjadi ketua komplotan Yongkie, kan?" Pak Marco terkekeh. "Kamu pikir saya cuma duduk leha-leha di kantor pusat aja, gitu?" candanya. "Saya, meski pemimpin senior, saya juga bertugas diluar. Sama seperti kamu, Dev. Saya memberi perintah pada bawahan, itu bukan karena saya menyerahkan semua pekerjaan pada bawahan. Saya dan kamu, juga semua anggota disini semuanya bekerja dengan satu misi yang sama!" Dev tersenyum takjub. "Oh ... begitu, ya ... Saya kira Bapak memantau di markas aj

  • I LOVE ME   44. Rencana Balas Dendam Yongkie

    "Si nomor sembilan masih belum mengatakan apapun tentang lokasi pabrik itu, ya?" Dev menggeleng. Kembali duduk dengan malas di depan si nomor sembilan. Dev dan si nomor sembilan. Keduanya duduk berhadapan. Di ruang yang remang. Dengan si nomor sembilan yang kini diikat kaki tangannua dan disorot cahaya lampu interogasi. "Sudah kau periksa alat telekomunikasinya?" tanya Pak Marco lagi, sembari berjalan mendekat ke kursi Dev. Dev menjawab. "Alat telekomunikasinya disandi ketat sekali. Aku sudah menghubungi dan mengirimkan sandi itu ke agen cyber di markas. Sampai sekarang masih dalam proses pemecahan sandi." Pak Marco mengangguk. "Baiklah. Sekarang kau ikut denganku sebentar. Tinggalkan saja dia selagi menunggu sandinya terbuka!" Dev menurut saja, mengekori Pak Marco hingga sampai di tempat tujuan. Tepat di salah satu bukit tersembunyi dekat maskas sementara persembunyian mereka. "Saya sempat melihat luka di perutmu itu saat dokt

  • I LOVE ME   43. Keberhasilan Seorang Pemimpin

    "Sekarang kita harus pergi kemana, Bram?" Dev yang sedang melihat peta perairan utara pulau JW itu tidak menjawab. Tampak fokus sekali, seperti sedang mencari dan berpikir dengan dalam. Lihat saja, kerutan di keningnya bertambah. Yudi jengkel juga lama-lama kalau pertanyaannya tidak kunjung dijawab. Padahal yang ditanyakannya tadi adalah sesuatu yang penting saat ini. Masa iya mereka kabur tanpa arah? "Jangan bilang kalau kau akan mengarahkan kami ke pulau JW! Itu terlalu jauh, Bram! Kau lihat pacarmu ini harus segera ditolong--" "Aku tahu, bodoh!" Sekarang Christ baru menyahut. "Aku juga sedang mencari pulau terdekat yang aman dari kejaran mereka! Jadi diamlah!" "Bram ..." Salah seorang teman Yudi tiba-tiba saja menyodorkan Dev ponselnya. "Kupikir kau butuh ini untuk menelpon atasanmu. Jam tanganmu rusak, kan? Telpon sekarang untuk meminta bantuan!" Dev menggeleng. "Tidak. Sebaiknya jangan pakai telekomunikasi kalian sekarang. Yongkie

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status