Ternyata memang benar yang dikatakan mereka. Penjagaan di gedung itu sedang diperlemah. Eve merasakan kalau CCTV di sepanjang lorong di lantai tempat ruangan Eve berada itu tidak aktif. Karena kalau memang aktif, sudah dari tadi para penjaga memergoki Eve. Atau mungkin bisa saja para penjaga CCTV juga bersekongkol dengan para agen untuk mengabaikan penjagaan. Eve masih belum bisa memastikan itu, dan memilih untuk tidak peduli.
Dari pada memikirkan semua itu, Eve lebih baik mencari cara agar bisa keluar dari sini. Sambil menunggu dua pria itu keluar dari toilet."Eh bentar deh. Kayaknya tadi pintu ini nggak nutup deh! Apa ada orang? Tapi kok aku nggak denger langkah orang masuk, ya?" heran salah seorang pria itu seraya mengetuk-ngetuk pelan bilik yang ditempati Eve bersembunyi. "Hallo???"'Cklek cklek!'Satu pria lainnya kemudian mencoba membuka pintu bilik itu. "Dikunci dari dalam. Berarti memang ada orang. Tapi kok sepi ya?"Merasa curiga, dua lelaki itu serempak menengok ke bawah. Memastikan apakah ada orang didalam atau tidak. Dan nyatanya mereka tidak melihat ada kaki seseorang. Itu karena Eve sudah antisipasi lebih dahulu, dengan berdiri diatas kloset."Pintunya terkunci tapi nggak ada orang! Apa jangan-jangan ...""Ha-hantu?""Ngawur kamu! Ya mana ada hantu bisa mengunci pintu!""Terus apa?"
"Ssstt!"Satu pria yang mawas itu melirik keatas. Seperti memberi isyarat untuk mengecek dari atas bilik. Dan pria yang satu lagi pun mengangguk mengerti.Sementara Eve yang berada di dalam bilik itu mencoba untuk tidak membuat gerakan seinchi pun, menghindari suara gesekan yang memicu kebisingan. Jantung berdegup tidak karuan, khawatir kalau dia bakal ketahuan menguping. Bisa-bisa nanti Eve malah disandera oleh dua pria ini agar tutup mulut.Sebenarnya Eve bisa saja menghajar mereka. Tapi Eve belum tahu kekuatan mereka, jadi dia tidak akan serta merta menghajar dua pria itu begitu saja. Lebih baik dia menyimpan tenaganya, menghindari pertarungan yang tidak perlu.Dan pada saat itu Eve tidak tahu kalau dua pria itu bekerjasama untuk menengok bilik Eve dari atas, dengan bantuan pantulan kaca dari wastafel. Mereka pun melihat puncak kepala Eve yang bersurai putih. Dari situ mereka sudah mengira kalau itu adalah Eve. Karena tidak ada lagi rambut putih yang seperti Eve di gedung ini."Itu dia cewek bule yang jadi tawanan kita, Jon! Dia pasti sembunyi disini karena nggak tahu dimana pintu keluarnya!" bisik satu pria yang kini sedang menunjukkan bayangan kepala Eve dari pantulan kaca.Satu pria lain yang penakut pun menyahut. "I-itu bukan hantu beneran kan? Putih-putih gitu soalnya--AW!""Apa'an sih kamu jadi penakut gini? Bikin malu nama agen aja!" gertak pria pemberani seraya menjewer kuping si pria penakut. "Cepet dobrak pintunya sana!""I-iya!"Memberanikan diri, pria penakut mengangkat satu kakinya. Bersiap menjejak. Dan nyaris tapak sepatu itu menyentuh daun pintu, mendadak terdengar suara pergerakan dari dalam. Hingga ...'CKLEK!'Pintu terbuka dengan cepat. Lalu dari dalam Eve melakukan tendangan yang cukup keras, menghujam rahang si pria penakut itu. Hingga tubuhnya terjengkang ke belakang dan membentur tembok dengan kencang.'DUAAGGG!'Luar biasa. Untuk ukuran perempuan, bisa dikatakan kekuatan Eve berada jauh diatas rata-rata jika dibandingkan dengan perempuan pada umumnya. Bahkan dua pria itu tidak menyangka kalau Eve bisa memiliki kekuatan sebesar itu."Ternyata gosip itu memang benar. Kau memiliki kemampuan bela diri yang tidak terduga. Bahkan kau bisa menerbangkan si penakut ini ..." decih satu pria pemberani itu seraya melirik malas pada pria penakut yang kini sudah terkapar pingsan. "Mungkin si pecundang ini bisa dengan mudah kau kalahkan. Tapi aku tidak akan kalah--"'BUAAAGGHHH!'"Ohoookhhhh!!"Hanya cukup satu detik saja untuk melancarkan satu tendangan pamungkas Eve ke perut pria sombong itu. Hingga dari mulut si pria menuncratkan darah. Dan ia pun kini bernasib sama dengan si pria penakut. Tersungkur tak berdaya. Bedanya, dia masih bisa sadar, dengan napas yang terengah setengah mati."Kau terlalu banyak bicara dan terlalu lengah membiarkan pertahananmu terbuka. Dan ... kau juga terlalu meremehkan lawanmu. Maka itulah yang kau dapatkan sekarang ..." cetus Eve dingin.Hingga kemudian, serangan pamungkas dari Eve kembali dilancarkan. Eve menyerang bagian tengkuk pria itu dengan cepat, dan pria sombong itu pun jatuh pingsan."Ternyata tubuh mereka keras juga. Sesuai harapan agen terlatih!" Eve menjejakkan kakinya sekali ke udara, merasa sakit yang lumayan terasa setelah menendang dua orang agen itu. "Yah, meski mereka terlalu banyak bicara seperti Ibu-Ibu gosip ..."Melirik ke saku seragam pria itu, ada satu kartu mirip kartu idenditas yang terjepit di daun saku. Tapi Eve tidak bisa menyebutnya kartu idenditas, karena ternyata setelah dilihat itu kartu akses dengan barcode dan inisial huruf-huruf anggota agen. Mungkin itu singkatan nama agen itu."YTR. PXT."Eve menimbang-nimbang sejenak, lalu akhirnya mengambil kartu akses YTR. Tak lupa juga Eve melucuti pakaian salah satu pria itu dan dikenakannya sebagai penyamaran.Berjalan keluar, Eve sudah tidak sekhawatir tadi. Dia sudah menyamar dan kartu akses ditangannya. Tinggal mencari pintu keluar dan ia pun bebas dari sini. Apalagi Eve juga tahu, kalau para agen disini sengaja bersekongkol untuk melemahkan pertahanan karena sengaja membiarkan Eve bebas.Namun tak lama setelahnya, alarm pun berbunyi. Dan pengumuman kaburnya Eve pun baru disuarakan. Padahal Eve sudah membobol kabur sejak sepuluh menit lalu.'KRIIINGGG!''Para agen bersiap memulai pencarian. Tawanan di ruang utama telah kabur. Kami ulangi. Tawanan di ruang utama telah kabur.'Eve sudah menduga cepat atau lambat mereka bakal bergerak. Tentu saja mereka melakukan itu sebagai alibi, agar tidak dicurigai dan tidak dianggap lalai melemahkan pertahanan. Padahal sebenarnya mereka memang nyatanya sengaja sekongkol melalaikan pertahanan agar Eve lolos."Bagus. Kalau agen-agen itu semua keluar, aku tinggal berbaur dengan mereka. Dengan begitu aku bisa mencari celah jalan keluar."Tidak butuh waktu lama, Eve pun berhasil keluar dari gedung itu. Berbaur dengan kerumunan para agen yang bertugas.Begitu keluar, Eve baru menyadari kalau ternyata gedung tempatnya disekap merupakan gedung dinas pengawasan keamanan kota yang berada di kota Y. Kota yang cukup jauh dari kota tempat tinggal Eve di kota M."Bram sialan itu membawaku pergi jauh sekali dari kota M!" geram Eve sambil terus berlari menjauh. Menuju pusat kota. Lalu bersembunyi di antara bangunan-bangunan tinggi menjulang.Sudah cukup jauh Eve berlari. Hingga ia pun memutuskan untuk berhenti. Eve butuh waktu sejenak untuk mengatur napas."Sepertinya mereka sudah tidak mengejar sampai kemari. Dan ..." Melirik kearah mata angin tempat gedung tadi berada, Eve menghela napas lega. "... dan sepertinya mereka memang tidak berniat untuk mengejarku lagi."Berjalan sebentar, Eve tetap mencoba menyembunyikan diri dari penduduk sekitar. Naik ke rooftop atas salah satu gedung kosong."Mungkin mereka tidak akan mengejarku. Tapi Bram pasti akan mengejarku dan membawaku lagi sebagai tawanan untuk memancing Dion keluar. Sebaiknya aku tidak boleh terlalu lama berdiam disini. Tapi bagaimana caranya aku pulang ke kota M?" gumam Eve berpikir.Eve butuh tumpangan kendaraan untuk pergi kesana. Tapi dia bahkan tidak membawa uang sepersen pun untuk membayar ongkos kendaraan. Apa yang harus dia lakukan?"Aku tahu caranya. Tapi maaf, sepertinya aku tidak mungkin memberitahumu ... Karena kau memang seharusnya tidak boleh pergi ..."Eve tersentak, dan tubuhnya refleks menegang tatlaka suara itu menyapanya dari belakang tempatnya berdiri. Suara itu ... suara yang belakangan ini begitu familiar di telinganya.Menoleh kebelakang, Eve makin dibuat terkejut lagi saat mengetahui ada sosok pria yang berdiri di sisi rooftop seberang, memperhatikannya sambil duduk dengan sangat santai."Bram!" seru Eve terhenyak panik.
Eve memang memprediksi kalau Dev bakal mencarinya setelah ia kabur dari gedung tadi. Tapi gadis itu tidak menyangka kalau Dev bisa menemukannya secepat ini. Bahkan ini masih belum lima belas menit! Bagaimana Dev bisa menemukannya?Kartu akses milik agen juga sudah Eve buang sebelum keluar gedung. Dan Eve juga sudah memeriksa dan sangat yakin kalau di pakaian serta tubuhnya tidak tertempeli alat pelacak sama sekali. Tapi bagaimana bisa ..."Wah, baru pertama kali aku melihat wajahmu sebingung itu! Pasti kau penasaran ya kenapa aku bisa menemukanmu dengan cepat?" tanya Dev setelah ia melompat ke rooftop tempat Eve berada.Eve bangkit. Mundur selangkah demi selangkah saat Dev mulai memperpendek jarak mereka. "Kau ..."'Tidak ada waktu untuk bertarung dengannya saat ini. Bertarung dengan Bram tidaklah mudah, mengingat dia pernah mengalahkanku satu kali. Sekarang yang harus aku lakukan adalah kabur dan mencari cara pergi ke kota M. Aku sangat mengkhawatirkan panti.' batin Eve.Berusaha kabur dengan melompat ke rooftop sebelah, pergerakan Eve seketika terhenti tatkala satu kakinya menjadi sasaran lemparan pisau dari Dev, sebagai peringatan kepada Eve agar tidak berusaha kabur.'BRUK!'"ARRGGH!!" Eve pun langsung jatuh ambruk seketika.Kaki Eve tergores mata pisau cukup dalam. Tapi tidak sampai menancap. Sengaja Dev buat sedikit meleset, karena dia tidak mau tawanannya cidera parah. Dan lagipula, luka gores itu sudah cukup membuat Eve tak sanggup untuk berdiri apalagi melompat."S-sial ..." keluh Eve meringis memegangi kakinya sambil berusaha menyeret kabur.
"Aku ... akan selalu menemukanmu, Eve. Kau tidak akan pernah bisa lari dariku. Bahkan jika kau pergi ke ujung dunia sekalipun ..."
**
To be continued.
"
Mustahil bagi Eve untuk kabur saat ini. Tapi dia pantang menyerah. Sebisa mungkin Eve menyeret satu kakinya yang terluka itu, berjalan lambat dan terseok-seok. Mencoba peruntungannya, Eve mencoba untuk nekat. Berencana kabur dengan menjatuhkan dirinya pada tenda atap yang kebetulan berada di bawah gedung yang dipijaknya. Mungkin agak beresiko, tapi itu adalah cara yang paling cepat untuk menghindar dari Dev saat ini, mengingat kondisi kakinya tidak begitu memungkinkan untuk turun melalui tangga atau melompat. Tapi Eve kalah cepat. Dev sudah lebih dahulu menarik bagian belakang pakaian Eve. Dan menghempaskan kembali tubuh perempuan itu hingga kembali ke posisi semula. "Berhentilah melawan dan menyusahkanku, Eve! Atau aku tidak akan segan lagi padamu!" hardik Dev. Bola mata Eve seketika mengabur. Masih dalam posisi tengkurapnya. Menangis, antara menahan rasa sakit dari kaki, dan marah karena ucapan Dev barusan. "Kalau kamu tidak ingin susah, leb
Tanpa mengucap sepatah kata pamit pun, Eve bergegas pergi, tepat setelah Dev membukakan jalan untuknya. Tapi tentunya Eve tidak bisa lari cepat, karena kakinya yang terluka. Kalau boleh jujur, Eve sebenarnya tidak tega meninggalkan Dev bertarung sendirian. Apalagi teman-teman Dion itu banyak dan bersenjata. Sementara Dev hanya menggunakan satu pisau kecil saja, sisanya dia harus pakai tangan kosong dengan bela dirinya. Dilihat dari manapun, pertarungan ini sangat tidak seimbang. Walaupun Eve tahu kalau Dev itu kuat, tapi kalau menghadapi orang sebanyak itu rasanya ... akan mustahil jika Dev mengalahkan semua sekaligus. Karena jika ada satu orang musuh yang jatuh, maka yang lainnya akan berbondong-bondong menyerang membela temannya. Dan jika teman musuh itu sudah ditumbangkan Dev, pasti teman yang tumbang tadi sudah agak pulih dan melanjutkan untuk melawan Dev. Begitu seterusnya. Sudah dipastikan kalau pertarungan tidak akan ada habisnya."Ohok!!" D
"Ini bukan jalan menuju panti. Kau tidak sedang berusaha membawaku pergi lagi kan?" Eve dan Dev sudah sampai di kota M beberapa menit lalu. Dan kini mereka mengendarai mobil pribadi Dev yang tadinya terparkir manis di dekat kawasan bandara. Dan Eve terkejut, kalau Dev membawa mobilnya ke jalan yang bukan seharusnya. Wajar kalau sekarang Eve merasa sangat khawatir dan curiga kalau Dev membawanya pergi lagi. "BRAM!" Eve kesal sekali diabaikan begini. Dev tidak kunjung menjawab pertanyaannya. Malah fokus terus menyetir. Hingga ... CKIIITTT! Dev mendadak memberhentikan mobil di pinggir jalan. Lalu terdiam. Mengambil dua tiga lembar tissue dan mengusapkan ke mulutnya yang ternyata kembali mengeluarkan darah. Ah, ya. Eve ingat kalau Dev sempat mendapatkan tendangan yang cukup keras tadi di bagian perutnya. Dev pasti sangat kesakitan sekarang. Dan pantas saja Dev tidak banyak bicara. Mungkin dia sedang menahan sakitnya. "B-Bram ... ka
Untuk sementara waktu, Dev akan tetap berada di kota M. Memastikan panti dan juga seluruh wilayah disini aman dari para perampok yang meresahkan warga. Dev mengambil tempat kamar sewa yang dekat dengan panti tempat tinggal Eve, tepat di depan panti. Sementara para agen pengaman mengambil mess di perbatasan kota sebagai tempat berkumpul mereka. Dev sendiri lah yang memimpin mereka secara langsung untuk upaya penjagaan wilayah, dan tentunya sudah mendapatkan izin penuh dari Pak Marco. Apalagi mengingat para perampok itu bukan sembarang penjahat tanpa keahlian. Sudah pasti Pak Marco akan menugaskan Dev dalam misi ini. Tapi tetap saja, Pak Marco menugaskan pendamping bagi Dev. Dan lagi-lagi Budiman yang dikirim oleh beliau. Dev pun tidak begitu mempermasalahkan partnernya siapa, asalkan dia cekatan dan cukup kuat untuk mengimbanginya. Dan sepengetahuan Dev, Budiman cukup memenuhi standarnya. Walau kadang Budiman itu agak ... playboy. Itulah sikap Budiman yang cuk
Dev seharian ini banyak menghabiskan waktu dengan menelusuri wilayah perbatasan dan lahan pembangunan. Namun sayangnya dia sama sekali tidak mendapatkan kejanggalan apapun. Semuanya tampak normal, biasa saja. Tidak ada tanda-tanda perampok maupun pergerakan warga pendemo yang muncul. Tentu mengherankan, mengingat para perampok itu kerap melawan para penegak hukum hingga babak belur. Tapi entah mengapa sekarang ini mereka sama sekali tidak muncul dan melakukan gerakan perlawanan. Padahal Dev sengaja mengirim pasukan pengaman yang kuat untuk berjaga disini dan bertempur jika sewaktu-waktu mereka akan datang menganggu warga dan berusaha merampok lagi. Malah sekarang mereka menghilang. Bahkan para pengamen alias teman-teman Dion yang kadang mangkal di tempat mereka pun sama sekali tidak nampak batang hidungnya. Benar-benar seperti lenyap entah kemana. Dan tentunya itu makin memperkuat dugaan kalau para perampok itu adalah orang-orang yang sama dengan kelompok pengebom.
"Saya tidak tahu menahu soal itu. Karena yang terpenting, saya sudah bekerja sesuai prosedur," ungkap Pak Direktur yang kemudian memasang wajah dibuat polos, seolah meyakinkan Dev kalau dia memang tidak tahu apa-apa. "Lagipula, mengapa Pak Bram malah membahas para penduduk itu? Bukankah itu urusan mereka mau pindah kemana?" Dev terkekeh. "Memang benar kalau mustinya saya tidak perlu khawatir dengan para penduduk yang digusur itu, karena mereka sudah mendapat uang ganti rugi. Saya hanya terganggu dengan para penduduk yang awalnya berontak dan berdemo menyuarakan kalau tanah mereka diambil paksa, lalu mereka menghilang begitu saja."Pak Direktur itu menggeleng, dengan sorot mata yang perlahan mulai berubah serius. "Kami tidak pernah mengambil paksa, Pak. Mereka tidak punya surat tanah sebagai bukti kepemilikan tanah tempat mereka tinggal, jadi tidak heran kalau mereka harus dipindahkan. Jadi tolong Pak Bram jangan berasumsi macam-macam," tegasnya kemudian. "Bera
Berita menggemparkan tentang Pak Direktur dari perusahaan XYZ yang hampir mati itu seketika menjadi headline di berbagai media dan menyebar begitu cepat. Namun berita pelaku terduganya masih belum sampai ke telinga awak media. Jadi tidak heran jika mereka menyerbu ke beberapa tempat yang berkemungkinan bisa mendapatkan informasi lebih lanjut. Tidak hanya memblok pintu masuk perusahaan XYZ, tapi para pencari berita itu juga mengerumuni area rumah sakit tempat Pak Direktur itu dirawat. "Bagaimana keadaan Pak Anthony? Apa sekarang kondisinya sudah mendingan?" "Bagaimana bisa Pak Direktur sampai keracunan? Apa Anda memiliki dugaan siapa yang meracuni beliau?" Saat itu, dua seorang polisi yang kebetulan baru saja keluar dari rumah sakit itu pun langsung diserang oleh bombardir pertanyaan para wartawan. Tapi perempuan tersebut memilih untuk bungkam dan tetap berjalan. Sedangkan polisi yang bersamanya itu memberi kode berupa bahasa tubuh, aga
Kota M memang dekat di wilayah tanjung pantai. Memiliki pelabuhan barang yang berfungsi sebagai sarana untuk menyeberangkan barang-barang keluar pulau. Biasanya barang yang dikirimkan umumnya adalah hasil perkebunan sayuran, buah-buahan, juga bahan makanan. Sehingga tak heran kalau sepanjang perjalanan ke pelabuhan, mata kita akan disuguhi oleh pemandangan distrik yang menjadi tempat singgah bagi para pedagang dan distributor yang hendak melakukan perjalanan keluar maupun pendatang dari luar pulau. Setelah kurang lebih sepuluh menit perjalanan, Dev pun sampai juga di distrik itu. Tentunya dengan menggunakan penyamaran, membaur dengan para pedagang lainnya yang ada disana. "Kau sudah manemukan perempuan itu?" tanya Dev yang kini sedang berbicara dengan agen lainnya melalui alat telekomunikasi di telinganya. "Belum. Kami akan segera mencarinya, Pak!" seru agen itu tegas. Pip! Sambungan telekomunikasi itu pun lantas terputus.
Eve memang sering dengar Dev menyinggung soal atasannya, tapi Eve tidak pernah menyangka kalau atasan Dev itu adalah seorang pria tua yang sangat mirip dengan wajah Ayahnya. Dan tidak sampai disitu. Tadi Eve juga sempat mendengar perawat perempuan yang menjaga Bianca di bilik sebelah itu juga memanggil nama 'Pak Marco'. Yang mana nama itu juga nama yang sama dengan nama mendiang ayahnya. Kalau ini adalah kebetulan, jelas ini kebetulan yang keterlaluan. Tidak pernah Eve menemui kasus wajah dan nama orang yang sama persis. Tidak ada. Pun ada yang pernah bilang kalau manusia itu punya tujuh kembaran berbeda dan tersebar di muka bumi, tetap saja ini terlalu mirip! Tidak pernah ada wajah dan nama yang sama. Terkecuali kalau memang dia ... adalah orang yang sama. Tapi ... 'Nggak mungkin nenek bohong sama aku. Jelas-jelas nenek bilang kalau Ayah dan Ibu meninggal setelah kecelakaan itu. Hanya aku yang selamat. Lagipula untuk apa juga nenek menyembunyikan kalau misal ayah masih hidup?' "
Sesuai dugaan Eve. Ada agen pengkhianat yang masih tersebar di beberapa tempat di markas. Ada saja yang ingin menjatuhkan Devlin maupun Pak Marco. "Dari situlah kemudian aku coba mengikuti para pengkhianat itu, Bram. Aku masuk ke mobil mereka. Lalu ketika sampai di kasino, aku benar-benar melihat mereka meletakkan bom koper itu di mobil yang kamu pakai." Dev manggut-manggut mengerti. "Jadi begitu ceritanya kamu pada akhirnya bisa sampai ke kasino ... Kamu benar-benar nekat!" Eve memutar bola matanya. "Bisa tidak kamu hanya bilang 'terimakasih' saja? Bagaimanapun aku sudah menyelamatkan nyawamu dengan mencegahmu masuk ke mobil, lho. Kalau tidak, kamu pasti sudah jadi sapi panggang!" "Cih!" Dev mendecih. "Aku ada niatan untuk tidak ke mobil kok tadi! Kamu saja tadi yang tiba-tiba menghadang saat aku mau menyergap temanmu!" Percuma saja kalau menyuruh Dev minta maaf. Gengsinya selangit nirwana, mana sudi dia mau bilang begitu? Apalagi kali ini yang menolong si Eve. Perempuan. "Nah
Jet Mini didatangkan langsung dari markas pusat. Mendarat di titik lokasi tersembunyi di salah satu resort yang ada di pulau itu. Penjagaan sekitar resort dikerahkan, demi menjaga keamanan pendaratan Jet Mini tersebut. Seluruh resort juga sampai dikosongkan dari pengunjung, dan kini hanya diisi oleh satuan keamanan yang bertugas untuk mengawal pemimpin agen rahasia utama mereka--Pak Marco. "Kalian ini terlalu berlebihan deh ... Saya sungguh nggak apa, lho!" Sudah berapa kali Pak Marco bicara begitu. Beliau bilang tidak kenapa-kenapa, tapi sekujur tubuhnya kini tengah mengalami luka-luka dan sedang dalam penanganan berjalan di dalam Jet Mini. Kondisi Pak Marco memang harus segera ditangani, jadi tim ahli medis dikerahkan untuk melakukan penanganan medis langsung, sembari Jet Mini itu terbang memulangkan kembali Pak Marco ke markas pusat di pulau JW. Tidak perlu khawatir dengan kemampuan tenaga medis dan peralatannya, karena memang Jet Mini itu
Bukan hanya menghadang. Eve juga menahan perempuan berambut perak yang masih berusaha untuk melepaskan diri dari borgol itu. Mengambil cepat borgol Dev yang lainnya dan memakaikannya di dua pergelangan kaki si perempuan rambut perak. Gerakan yang begitu cepat, sehingga Dev sendiri sampai agak tertegun melihat bagaimana Eve meringkus perempuan rambut perak itu. Padahal mulanya Dev pikir Eve hendak menyelamatkan si rambut perak. Tapi tidak menyangka kalau Eve ternyata justru membekuk rambut perak. Itu artinya Eve masih ada di pihak Dev. Tapi yang menjadi tanda tanya sekarang, mengapa Eve menyerang Dev juga? "Eve, kau--" "Jangan menyerang temanku! Dan sebaiknya kau menjauh!" DEG! "Apa?? Jadi dia rekanmu??" "Pergi!" Dev benar-benar bingung sekarang. Tidak disangka Eve adalah teman si rambut perak. Mengejutkan, tapi dari ucapan Eve dan bagaimana Eve melindungi Dev agar menjauh dari si rambut perak, besar kemungkinan kalau Ev
Meja nomor tujuh. Senjata M. Dua informasi bagus yang sangat penting. Dengan begini terbukti sudah dugaan Pak Marco, kalau memang benar ada transaksi senjata gelap disini. Senjata-senjata tipe M, semestinya orang-orang seperti mereka tidak diperuntukkan untuk menjual belikannya. Karena itu senjata militer yang cukup vital dan bisa dibilang berbahaya jika orang awam dan tidak cukup pengalaman menggunakannya. Ada dua tipe senjata di dunia ini. W dan M. Keduanya sama-sama tidak boleh diperjual belikan, apapun alasannya. Karena memang senjata apapun tidak boleh dijual bebas dan serta merta dari kalangan apapun terkecuali pihak militer atau pihak yang berkaitan dengan penegak hukum. W tidak sebegitu bahaya dibanding M. Dan untuk katagori bom rakitan yang dibuat Yongkie dkk itu juga masuk katagori M yang berbahaya. Penggolongan ini berdasarkan tingkat bahayanya. Biasanya ada pihak tertentu yang mengelompokkan senjata-senjata temuan yang dipakai penja
Ternyata memang tidak mudah menemukan peluang waktu agar Dev bisa belajar ilmu kanuragan. Baru saja pria itu akan belajar selagi punya jeda waktu. Tapi memang sepertinya hal itu ditunda dulu sampai misi penyelidikan kali ini selesai. Bagaimanapun, Dev harus menjadi bertambah kuat. Musuh yang ia hadapi bukan yang serta merta bisa dikalahkan dengan serangan fisik biasa. Tapi membutuhkan 'tenaga lebih' untuk bisa mendongkrak pertahanan musuh. Memang sejak dulu, yang namanya penjahat dengan ilmu tenaga dalam menjadi masalah serius yang merepotkan dan tentu tidak bisa dianggap remeh. Dan Yongkie, dia ternyata menggunakan ilmu kuno itu dan membuat Dev menjadi cukup kuwalahan. Sejauh ini Dev tidak pernah kalah dengan siapapun, dan batu dikalahkan dengan orang pemilik ilmu kanuragan. Dan untuk bisa mengalahkan Yongkie, kekuatan fisik yang bagus saja ternyata tidak cukup. Dev butuh kekuatan lebih. Dengan kekuatan fisik yang mumpuni dan ditambah latihan kanuragan, Dev
Pada akhirnya Dev setuju untuk dilatih ilmu kanuragan. Lagipula untuk sementara mereka masih punya waktu sedikit, sebelum bertempur melawan kelompok Yongkie dan mebcari keberadaan Mr. X yang konon dikabarkan berada di pulau BW. "Sebelumnya, saya cukup penasaran. Bagaimana mulanya Anda tahu kalau ada perdagangan persenjataan illegal disini? Dan Mr. X itu ... kita masih belum memastikan apakah Mr. X yang melakukan jual beli senjata illegal itu betulan orang yang sama dengan Mr. X yang menjadi ketua komplotan Yongkie, kan?" Pak Marco terkekeh. "Kamu pikir saya cuma duduk leha-leha di kantor pusat aja, gitu?" candanya. "Saya, meski pemimpin senior, saya juga bertugas diluar. Sama seperti kamu, Dev. Saya memberi perintah pada bawahan, itu bukan karena saya menyerahkan semua pekerjaan pada bawahan. Saya dan kamu, juga semua anggota disini semuanya bekerja dengan satu misi yang sama!" Dev tersenyum takjub. "Oh ... begitu, ya ... Saya kira Bapak memantau di markas aj
"Si nomor sembilan masih belum mengatakan apapun tentang lokasi pabrik itu, ya?" Dev menggeleng. Kembali duduk dengan malas di depan si nomor sembilan. Dev dan si nomor sembilan. Keduanya duduk berhadapan. Di ruang yang remang. Dengan si nomor sembilan yang kini diikat kaki tangannua dan disorot cahaya lampu interogasi. "Sudah kau periksa alat telekomunikasinya?" tanya Pak Marco lagi, sembari berjalan mendekat ke kursi Dev. Dev menjawab. "Alat telekomunikasinya disandi ketat sekali. Aku sudah menghubungi dan mengirimkan sandi itu ke agen cyber di markas. Sampai sekarang masih dalam proses pemecahan sandi." Pak Marco mengangguk. "Baiklah. Sekarang kau ikut denganku sebentar. Tinggalkan saja dia selagi menunggu sandinya terbuka!" Dev menurut saja, mengekori Pak Marco hingga sampai di tempat tujuan. Tepat di salah satu bukit tersembunyi dekat maskas sementara persembunyian mereka. "Saya sempat melihat luka di perutmu itu saat dokt
"Sekarang kita harus pergi kemana, Bram?" Dev yang sedang melihat peta perairan utara pulau JW itu tidak menjawab. Tampak fokus sekali, seperti sedang mencari dan berpikir dengan dalam. Lihat saja, kerutan di keningnya bertambah. Yudi jengkel juga lama-lama kalau pertanyaannya tidak kunjung dijawab. Padahal yang ditanyakannya tadi adalah sesuatu yang penting saat ini. Masa iya mereka kabur tanpa arah? "Jangan bilang kalau kau akan mengarahkan kami ke pulau JW! Itu terlalu jauh, Bram! Kau lihat pacarmu ini harus segera ditolong--" "Aku tahu, bodoh!" Sekarang Christ baru menyahut. "Aku juga sedang mencari pulau terdekat yang aman dari kejaran mereka! Jadi diamlah!" "Bram ..." Salah seorang teman Yudi tiba-tiba saja menyodorkan Dev ponselnya. "Kupikir kau butuh ini untuk menelpon atasanmu. Jam tanganmu rusak, kan? Telpon sekarang untuk meminta bantuan!" Dev menggeleng. "Tidak. Sebaiknya jangan pakai telekomunikasi kalian sekarang. Yongkie