Entah sudah berapa jam Eve tidak sadarkan diri. Karena di detik saat ia membuka mata, Eve merasakan sinar matahari menerpa wajahnya. Mungkin saja Eve pingsan semalaman, atau bahkan sudah terlewat beberapa hari. Siapa yang tahu? Karena bisa saja obat bius yang disuntikkan padanya itu memiliki efek yang cukup lama.
Dan benar saja. Ketika Eve menoleh kesamping, dia melihat jam digital berkedip yang terletak diatas nakas. Ada tanggal yang tertera disana. Tanggal tiga belas. Itu artinya Eve sudah pingsan hampir dua hari.Di waktu itu pula, Eve baru menyadari ada satu keanehan. Bukankah dua hari lalu Eve dibawa oleh Dev, disekap dan didudukkan di ruangan serba putih? Tapi sekarang ... Eve malah berada dalam posisi tidur di atas ranjang. Tapi tetap, ruangan disini serba putih. Dan hanya ada dia sendiri, ranjang, dan nakas. Itu saja.Hendak turun dari ranjang itu, mendadak satu ingatan muncul di benak Eve. Itu bayangan tentang mimpinya semalam.Mimpi itu cukup abstrak, namun beberapa adegan di mimpi itu masih berkaitan dengan kejadian yang sebenarnya. Dan itu tentang Dion, kekasihnya. Ah, ralat. Kekasih yang kini sudah menjadi mantan.Eve ingat, di mimpi itu dia sedang kebingungan dan terjebak di kebakaran yang membumihanguskan seisi pasar. Kejadiannya sekitar 3 tahun yang lalu. Dan dari situlah, untuk pertama kalinya Eve bertemu dengan Dion.= Flashback =DRAP DRAP DRAP!"Kebakaran! Kebakaran! Ayo semuanya cepat keluar dari pasar sekarang!"Sambil berlari menyelamatkan diri, para pedagang itu terus-menerus menggaungkan teriakan peringatan itu. Tidak peduli barang dagangan yang sudah berserakan kacau dan terinjak-injak, mereka lebih memilih memprioritaskan nyawa masing-masing. Beberapa orang mungkin masih menolong orang-orang yang terjebak di api, namun ada juga yang memilih untuk kabur--karena mereka lebih memikirkan diri sendiri.Sementara Eve yang pada saat itu sedang apes mengantarkan jajanan ke pedagang pasar bersama neneknya pun juga terjebak. Dan Dion juga kebetulan ada disana. Entahlah, apa dia memang berada disana karena kebetulan atau mungkin sengaja pergi kesana, Eve tidak tahu."Ayo, Nek!"Eve berusaha keras untuk menggiring neneknya ke tempat berkumpul yang aman. Neneknya berhasil kesana, tapi Eve mengalami kesulitan dan terjebak oleh reruntuhan pasar yang dilingkupi api.WHOSSSHH! WHOOOSHH!"Astaga! Apinya semakin besar! Bagaimana caranya aku bisa keluar?" panik Eve.Kobaran apinya semakin meluas dan juga membesar. Panasnya juga kian membakar, nyaris melepuhkan kulit Eve yang sensitif. Bahkan kini, kepulan asap sudah mendominasi di hampir seluruh atmosfer sini. Dan itu membuat saluran pernapasan Eve seperti tercekik."Uhuk! Uhuk!" Eve sampai terbatuk-batuk.Karena kandungan oksigen sudah kian menipis, dan Eve juga sudah tidak sanggup untuk menahan semua rasa yang menyakitkan itu, perempuan itu pun ambruk dengan posisi tertelungkup. Nyaris pingsan, tapi dia mencoba bertahan.Tapi Eve adalah gadis yang sangat beruntung. Pria yang bernama Dion itu pun kemudian menemukannya pada saat ia mencari jalan keluar dari lingkaran api."Hoi! Bertahanlah! Hoi!" teriak Dion seraya mengguncang-guncangkan lengan Eve sambil memposisikan badan Eve agar terlentang.Pada saat itu, Eve masih setengah sadar. Katup matanya masih terbuka sedikit, dan Eve sempat melihat wajah Dion, sebelum akhirnya dia benar-benar jatuh pingsan.Dion, dengan penuh perjuangan membuat jalan untuk mereka keluar. Beruntung tanah di pasar itu masih agak basah karena hujan pagi tadi. Jadi Dion mengambil inisiatif untuk mengeruk tanah basah itu untuk mematikan api di sekeliling mereka. Dion melakukan itu tanpa kenal lelah. Tidak peduli tangannya terluka parah karena banyak menggali tanah, dia tetap berusaha keras untuk memadamkan api, hingga ia berhasil membuat jalan keluar.Dan tepat waktu, pemadam kebakaran sudah datang dan kebetulan mereka menyemprotkan air tepat di jalan keluar yang Dion buat. Dion dan Eve pun akhirnya berhasil diselamatkan, meskipun di tubuh mereka terdapat banyak luka. Yang terparah Dion, karena Dion yang membawa Eve keluar dan menerobos api. Sedangkan Eve di gendong di punggung, jadi tidak terlalu mengalami luka serius.Kejadian itulah yang kemudian membuka jalan untuk Dion dan Eve untuk lebih dekat. Eve yang ingin membalas budi baik Dion pun berinisiatif untuk menemani dan menjaga Dion saat masih dirawat di rumah sakit, sampai Dion sembuh dan bisa beraktivitas lagi.Bahkan sampai Dion sudah sembuh pun, keduanya menjadi makin akrab. Kebersamaan mereka pun terbentuk karena kebiasaan. Dion yang seorang pengamen itu senang mangkal di pasar, menunggui Eve yang setiap harinya menitipkan jualan ke pedagang di pasar. Kadang Dion dan teman-teman ngamennya juga ikut membantu mengangkut jualan Eve dan Neneknya itu.Eve dan Neneknya, juga anak-anak panti sehari-harinya bekerja di rumah, memproduksi jajanan dan lauk-pauk untuk dijual ke pedagang-pedagang di pasar dan juga di warung-warung makan. Dan semenjak ada Dion, Eve merasa sangat terbantu.Dan siapa sangka, Eve yang mulanya bersikap baik atas hutang budi itu terjerat asmara dengan Dion. Laki-laki itu ternyata juga mengaku mencintai Eve, dan mereka pun memutuskan untuk berpacaran.= flashback off =Eve bisa selamat dan masih hidup hingga sekarang berkat Dion. Eve secara tidak langsung menjadi saksi kebaikan Dion. Rasanya sulit bagi Eve untuk percaya kalau kenyataannya Dion adalah salah satu anggota perampok. Namun bukti yang Dev berikan sudah jelas dan Eve tidak bisa mengelak.Tapi yang membuat Eve tidak habis pikir adalah ... mengapa Dion bergabung dengan mereka? Eve perlu menyelidikinya lebih lanjut."Dion ..." Eve menggeram seraya mengepalkan tangannya. "Apa mungkin sejak awal dia memang anggota perampok?"Terdorong rasa penasarannya yang kian memuncak, Eve pun berusaha bangkit dari tempat tidur, ingin keluar dari ruang kamar itu. Beberapa kali tubuhnya limbung, nyaris terjatuh. Mungkin karena efek obat bius yang diberikan Dev."Nggak ... aku nggak boleh menyerah! Aku harus keluar dari sini! Aku harus kembali pulang ke panti! Nenek dan anak-anak bisa saja dalam bahaya!"Eve tidak mau mempercayakan panti pada Dev. Walau kemampuan bela diri Dev mungkin lebih unggul dibanding Eve, tapi para perampok itu juga tak kalah jago, juga sangat licik. Eve tidak yakin kalau Dev bisa menjaga panti dengan baik.Eve melihat pintu ruangan itu terkunci dari luar. Kunci kamar itu bukan seperti kunci sandi yang ada di ruangan tempat Eve dibawa pertama kali. Melainkan kunci lubang biasa.Itu cukup melegakan, tapi Eve butuh suatu alat untuk membuka kunci itu. Dan ia pun mencoba untuk mencari-cari alat yang berkemungkinan bisa digunakan untuk merusak lubang kunci pintu itu.Hingga dia sampai pada laci nakas, Eve menemukan sebuah garpu. Alat yang sangat berguna. Dengan kemampuannya, Eve mampu membuka kunci pintu hanya dengan garpu tersebut.Namun meskipun Eve merasa beruntung, disisi lain dia merasa curiga dengan adanya garpu itu. Entah mengapa Eve merasa kalau keberadaan garpu itu seperti dengan sengaja diletakkan disini."Aneh. Kenapa garpu ada disini?" gumam Eve merasa aneh. "Apa Bram sengaja meletakkan garpu ini disini?"Eve mengangkat garpu itu dengan gamang. "Tapi itu tidak mungkin ... Bram tidak mungkin seceroboh itu meletakkan benda seperti ini disini ..."Tidak mau ambil pusing, Eve segera membuka kunci pintu itu. Hanya butuh waktu sekitar lima menit, pintu itu pun berhasil dia buka.Mengabaikan kamera CCTV, Eve menerobos keluar. Melewati lorong-lorong redup yang dia yakini lorong ini mirip sebuah lorong gedung bertingkat tinggi. Mirip gedung kantor, tapi seperti labirin yang membingungkan. Dan anehnya, lorong itu sangat sepi. Tapi Eve bisa merasakan keberadaan orang-orang di dalam ruangan di sepanjang lorong."Sial! Dimana pintu keluarnya? Dan dimana tangganya?" umpat Eve sembari terus berlari. Dia kesal karena merasa dipermainkan. Dari tadi Eve seperti dibuat berputar-putar.Namun tak terduga, disaat Eve hendak menyerah, dia mendengar suara langkah kaki mendekat. Makin paniklah Eve.Melihat ada satu pintu di lorong ujung yang Eve tahu itu adalah pintu toilet, dia pun masuk kesana untuk menyembunyikan diri.Dan tidak terduga, Eve ternyata masuk ke toilet pria. Ada dua orang pria disana sedang menggunakan urinoir yang bersebelahan. Dan mereka tampak mengobrolkan sesuatu.Sebelum mereka menyadari kedatangan Eve, buru-buru gadis itu menyembunyikan diri. Beruntung ada bilik WC juga disana, jadi Eve masuk ke salah satu bilik itu."Gimana? Udah beres?" tanya salah seorang pria itu.Dan pria satunya pun menjawab. "Beres, dong! Kalau cewek itu pinter, bentar lagi dia bakal kabur kok! Dan Dev yang pastinya bakal disalahin dan dianggap lalai sama Pimpinan!""Hahaha! Iya! Rasain! Biar turun jabatan tuh anak! Sok belagu sih! Mentang-mentang dia berhasil nangkep tuh cewek sendirian!""Anak-anak udah sepakat ngendorin pengawasan. Mudah-mudahan tuh cewek cepet kabur dari sini! Biar Dev kebingungan nyari tuh cewek lagi! Hahaha!"DEG!Eve terhenyak. Mendengar percakapan itu membuatnya yakin kalau perempuan yang dimaksud dalam percakapan itu adalah dirinya. Dan Dev ... adalah orang yang menangkap perempuan itu. Apa jangan-jangan ..."Jangan-jangan ... Dev itu Bram?"**To be continued.Ternyata memang benar yang dikatakan mereka. Penjagaan di gedung itu sedang diperlemah. Eve merasakan kalau CCTV di sepanjang lorong di lantai tempat ruangan Eve berada itu tidak aktif. Karena kalau memang aktif, sudah dari tadi para penjaga memergoki Eve. Atau mungkin bisa saja para penjaga CCTV juga bersekongkol dengan para agen untuk mengabaikan penjagaan. Eve masih belum bisa memastikan itu, dan memilih untuk tidak peduli. Dari pada memikirkan semua itu, Eve lebih baik mencari cara agar bisa keluar dari sini. Sambil menunggu dua pria itu keluar dari toilet. "Eh bentar deh. Kayaknya tadi pintu ini nggak nutup deh! Apa ada orang? Tapi kok aku nggak denger langkah orang masuk, ya?" heran salah seorang pria itu seraya mengetuk-ngetuk pelan bilik yang ditempati Eve bersembunyi. "Hallo???" 'Cklek cklek!' Satu pria lainnya kemudian mencoba membuka pintu bilik itu. "Dikunci dari dalam. Berarti memang ada orang. Tapi kok sepi ya?" Merasa curiga, du
Mustahil bagi Eve untuk kabur saat ini. Tapi dia pantang menyerah. Sebisa mungkin Eve menyeret satu kakinya yang terluka itu, berjalan lambat dan terseok-seok. Mencoba peruntungannya, Eve mencoba untuk nekat. Berencana kabur dengan menjatuhkan dirinya pada tenda atap yang kebetulan berada di bawah gedung yang dipijaknya. Mungkin agak beresiko, tapi itu adalah cara yang paling cepat untuk menghindar dari Dev saat ini, mengingat kondisi kakinya tidak begitu memungkinkan untuk turun melalui tangga atau melompat. Tapi Eve kalah cepat. Dev sudah lebih dahulu menarik bagian belakang pakaian Eve. Dan menghempaskan kembali tubuh perempuan itu hingga kembali ke posisi semula. "Berhentilah melawan dan menyusahkanku, Eve! Atau aku tidak akan segan lagi padamu!" hardik Dev. Bola mata Eve seketika mengabur. Masih dalam posisi tengkurapnya. Menangis, antara menahan rasa sakit dari kaki, dan marah karena ucapan Dev barusan. "Kalau kamu tidak ingin susah, leb
Tanpa mengucap sepatah kata pamit pun, Eve bergegas pergi, tepat setelah Dev membukakan jalan untuknya. Tapi tentunya Eve tidak bisa lari cepat, karena kakinya yang terluka. Kalau boleh jujur, Eve sebenarnya tidak tega meninggalkan Dev bertarung sendirian. Apalagi teman-teman Dion itu banyak dan bersenjata. Sementara Dev hanya menggunakan satu pisau kecil saja, sisanya dia harus pakai tangan kosong dengan bela dirinya. Dilihat dari manapun, pertarungan ini sangat tidak seimbang. Walaupun Eve tahu kalau Dev itu kuat, tapi kalau menghadapi orang sebanyak itu rasanya ... akan mustahil jika Dev mengalahkan semua sekaligus. Karena jika ada satu orang musuh yang jatuh, maka yang lainnya akan berbondong-bondong menyerang membela temannya. Dan jika teman musuh itu sudah ditumbangkan Dev, pasti teman yang tumbang tadi sudah agak pulih dan melanjutkan untuk melawan Dev. Begitu seterusnya. Sudah dipastikan kalau pertarungan tidak akan ada habisnya."Ohok!!" D
"Ini bukan jalan menuju panti. Kau tidak sedang berusaha membawaku pergi lagi kan?" Eve dan Dev sudah sampai di kota M beberapa menit lalu. Dan kini mereka mengendarai mobil pribadi Dev yang tadinya terparkir manis di dekat kawasan bandara. Dan Eve terkejut, kalau Dev membawa mobilnya ke jalan yang bukan seharusnya. Wajar kalau sekarang Eve merasa sangat khawatir dan curiga kalau Dev membawanya pergi lagi. "BRAM!" Eve kesal sekali diabaikan begini. Dev tidak kunjung menjawab pertanyaannya. Malah fokus terus menyetir. Hingga ... CKIIITTT! Dev mendadak memberhentikan mobil di pinggir jalan. Lalu terdiam. Mengambil dua tiga lembar tissue dan mengusapkan ke mulutnya yang ternyata kembali mengeluarkan darah. Ah, ya. Eve ingat kalau Dev sempat mendapatkan tendangan yang cukup keras tadi di bagian perutnya. Dev pasti sangat kesakitan sekarang. Dan pantas saja Dev tidak banyak bicara. Mungkin dia sedang menahan sakitnya. "B-Bram ... ka
Untuk sementara waktu, Dev akan tetap berada di kota M. Memastikan panti dan juga seluruh wilayah disini aman dari para perampok yang meresahkan warga. Dev mengambil tempat kamar sewa yang dekat dengan panti tempat tinggal Eve, tepat di depan panti. Sementara para agen pengaman mengambil mess di perbatasan kota sebagai tempat berkumpul mereka. Dev sendiri lah yang memimpin mereka secara langsung untuk upaya penjagaan wilayah, dan tentunya sudah mendapatkan izin penuh dari Pak Marco. Apalagi mengingat para perampok itu bukan sembarang penjahat tanpa keahlian. Sudah pasti Pak Marco akan menugaskan Dev dalam misi ini. Tapi tetap saja, Pak Marco menugaskan pendamping bagi Dev. Dan lagi-lagi Budiman yang dikirim oleh beliau. Dev pun tidak begitu mempermasalahkan partnernya siapa, asalkan dia cekatan dan cukup kuat untuk mengimbanginya. Dan sepengetahuan Dev, Budiman cukup memenuhi standarnya. Walau kadang Budiman itu agak ... playboy. Itulah sikap Budiman yang cuk
Dev seharian ini banyak menghabiskan waktu dengan menelusuri wilayah perbatasan dan lahan pembangunan. Namun sayangnya dia sama sekali tidak mendapatkan kejanggalan apapun. Semuanya tampak normal, biasa saja. Tidak ada tanda-tanda perampok maupun pergerakan warga pendemo yang muncul. Tentu mengherankan, mengingat para perampok itu kerap melawan para penegak hukum hingga babak belur. Tapi entah mengapa sekarang ini mereka sama sekali tidak muncul dan melakukan gerakan perlawanan. Padahal Dev sengaja mengirim pasukan pengaman yang kuat untuk berjaga disini dan bertempur jika sewaktu-waktu mereka akan datang menganggu warga dan berusaha merampok lagi. Malah sekarang mereka menghilang. Bahkan para pengamen alias teman-teman Dion yang kadang mangkal di tempat mereka pun sama sekali tidak nampak batang hidungnya. Benar-benar seperti lenyap entah kemana. Dan tentunya itu makin memperkuat dugaan kalau para perampok itu adalah orang-orang yang sama dengan kelompok pengebom.
"Saya tidak tahu menahu soal itu. Karena yang terpenting, saya sudah bekerja sesuai prosedur," ungkap Pak Direktur yang kemudian memasang wajah dibuat polos, seolah meyakinkan Dev kalau dia memang tidak tahu apa-apa. "Lagipula, mengapa Pak Bram malah membahas para penduduk itu? Bukankah itu urusan mereka mau pindah kemana?" Dev terkekeh. "Memang benar kalau mustinya saya tidak perlu khawatir dengan para penduduk yang digusur itu, karena mereka sudah mendapat uang ganti rugi. Saya hanya terganggu dengan para penduduk yang awalnya berontak dan berdemo menyuarakan kalau tanah mereka diambil paksa, lalu mereka menghilang begitu saja."Pak Direktur itu menggeleng, dengan sorot mata yang perlahan mulai berubah serius. "Kami tidak pernah mengambil paksa, Pak. Mereka tidak punya surat tanah sebagai bukti kepemilikan tanah tempat mereka tinggal, jadi tidak heran kalau mereka harus dipindahkan. Jadi tolong Pak Bram jangan berasumsi macam-macam," tegasnya kemudian. "Bera
Berita menggemparkan tentang Pak Direktur dari perusahaan XYZ yang hampir mati itu seketika menjadi headline di berbagai media dan menyebar begitu cepat. Namun berita pelaku terduganya masih belum sampai ke telinga awak media. Jadi tidak heran jika mereka menyerbu ke beberapa tempat yang berkemungkinan bisa mendapatkan informasi lebih lanjut. Tidak hanya memblok pintu masuk perusahaan XYZ, tapi para pencari berita itu juga mengerumuni area rumah sakit tempat Pak Direktur itu dirawat. "Bagaimana keadaan Pak Anthony? Apa sekarang kondisinya sudah mendingan?" "Bagaimana bisa Pak Direktur sampai keracunan? Apa Anda memiliki dugaan siapa yang meracuni beliau?" Saat itu, dua seorang polisi yang kebetulan baru saja keluar dari rumah sakit itu pun langsung diserang oleh bombardir pertanyaan para wartawan. Tapi perempuan tersebut memilih untuk bungkam dan tetap berjalan. Sedangkan polisi yang bersamanya itu memberi kode berupa bahasa tubuh, aga
Eve memang sering dengar Dev menyinggung soal atasannya, tapi Eve tidak pernah menyangka kalau atasan Dev itu adalah seorang pria tua yang sangat mirip dengan wajah Ayahnya. Dan tidak sampai disitu. Tadi Eve juga sempat mendengar perawat perempuan yang menjaga Bianca di bilik sebelah itu juga memanggil nama 'Pak Marco'. Yang mana nama itu juga nama yang sama dengan nama mendiang ayahnya. Kalau ini adalah kebetulan, jelas ini kebetulan yang keterlaluan. Tidak pernah Eve menemui kasus wajah dan nama orang yang sama persis. Tidak ada. Pun ada yang pernah bilang kalau manusia itu punya tujuh kembaran berbeda dan tersebar di muka bumi, tetap saja ini terlalu mirip! Tidak pernah ada wajah dan nama yang sama. Terkecuali kalau memang dia ... adalah orang yang sama. Tapi ... 'Nggak mungkin nenek bohong sama aku. Jelas-jelas nenek bilang kalau Ayah dan Ibu meninggal setelah kecelakaan itu. Hanya aku yang selamat. Lagipula untuk apa juga nenek menyembunyikan kalau misal ayah masih hidup?' "
Sesuai dugaan Eve. Ada agen pengkhianat yang masih tersebar di beberapa tempat di markas. Ada saja yang ingin menjatuhkan Devlin maupun Pak Marco. "Dari situlah kemudian aku coba mengikuti para pengkhianat itu, Bram. Aku masuk ke mobil mereka. Lalu ketika sampai di kasino, aku benar-benar melihat mereka meletakkan bom koper itu di mobil yang kamu pakai." Dev manggut-manggut mengerti. "Jadi begitu ceritanya kamu pada akhirnya bisa sampai ke kasino ... Kamu benar-benar nekat!" Eve memutar bola matanya. "Bisa tidak kamu hanya bilang 'terimakasih' saja? Bagaimanapun aku sudah menyelamatkan nyawamu dengan mencegahmu masuk ke mobil, lho. Kalau tidak, kamu pasti sudah jadi sapi panggang!" "Cih!" Dev mendecih. "Aku ada niatan untuk tidak ke mobil kok tadi! Kamu saja tadi yang tiba-tiba menghadang saat aku mau menyergap temanmu!" Percuma saja kalau menyuruh Dev minta maaf. Gengsinya selangit nirwana, mana sudi dia mau bilang begitu? Apalagi kali ini yang menolong si Eve. Perempuan. "Nah
Jet Mini didatangkan langsung dari markas pusat. Mendarat di titik lokasi tersembunyi di salah satu resort yang ada di pulau itu. Penjagaan sekitar resort dikerahkan, demi menjaga keamanan pendaratan Jet Mini tersebut. Seluruh resort juga sampai dikosongkan dari pengunjung, dan kini hanya diisi oleh satuan keamanan yang bertugas untuk mengawal pemimpin agen rahasia utama mereka--Pak Marco. "Kalian ini terlalu berlebihan deh ... Saya sungguh nggak apa, lho!" Sudah berapa kali Pak Marco bicara begitu. Beliau bilang tidak kenapa-kenapa, tapi sekujur tubuhnya kini tengah mengalami luka-luka dan sedang dalam penanganan berjalan di dalam Jet Mini. Kondisi Pak Marco memang harus segera ditangani, jadi tim ahli medis dikerahkan untuk melakukan penanganan medis langsung, sembari Jet Mini itu terbang memulangkan kembali Pak Marco ke markas pusat di pulau JW. Tidak perlu khawatir dengan kemampuan tenaga medis dan peralatannya, karena memang Jet Mini itu
Bukan hanya menghadang. Eve juga menahan perempuan berambut perak yang masih berusaha untuk melepaskan diri dari borgol itu. Mengambil cepat borgol Dev yang lainnya dan memakaikannya di dua pergelangan kaki si perempuan rambut perak. Gerakan yang begitu cepat, sehingga Dev sendiri sampai agak tertegun melihat bagaimana Eve meringkus perempuan rambut perak itu. Padahal mulanya Dev pikir Eve hendak menyelamatkan si rambut perak. Tapi tidak menyangka kalau Eve ternyata justru membekuk rambut perak. Itu artinya Eve masih ada di pihak Dev. Tapi yang menjadi tanda tanya sekarang, mengapa Eve menyerang Dev juga? "Eve, kau--" "Jangan menyerang temanku! Dan sebaiknya kau menjauh!" DEG! "Apa?? Jadi dia rekanmu??" "Pergi!" Dev benar-benar bingung sekarang. Tidak disangka Eve adalah teman si rambut perak. Mengejutkan, tapi dari ucapan Eve dan bagaimana Eve melindungi Dev agar menjauh dari si rambut perak, besar kemungkinan kalau Ev
Meja nomor tujuh. Senjata M. Dua informasi bagus yang sangat penting. Dengan begini terbukti sudah dugaan Pak Marco, kalau memang benar ada transaksi senjata gelap disini. Senjata-senjata tipe M, semestinya orang-orang seperti mereka tidak diperuntukkan untuk menjual belikannya. Karena itu senjata militer yang cukup vital dan bisa dibilang berbahaya jika orang awam dan tidak cukup pengalaman menggunakannya. Ada dua tipe senjata di dunia ini. W dan M. Keduanya sama-sama tidak boleh diperjual belikan, apapun alasannya. Karena memang senjata apapun tidak boleh dijual bebas dan serta merta dari kalangan apapun terkecuali pihak militer atau pihak yang berkaitan dengan penegak hukum. W tidak sebegitu bahaya dibanding M. Dan untuk katagori bom rakitan yang dibuat Yongkie dkk itu juga masuk katagori M yang berbahaya. Penggolongan ini berdasarkan tingkat bahayanya. Biasanya ada pihak tertentu yang mengelompokkan senjata-senjata temuan yang dipakai penja
Ternyata memang tidak mudah menemukan peluang waktu agar Dev bisa belajar ilmu kanuragan. Baru saja pria itu akan belajar selagi punya jeda waktu. Tapi memang sepertinya hal itu ditunda dulu sampai misi penyelidikan kali ini selesai. Bagaimanapun, Dev harus menjadi bertambah kuat. Musuh yang ia hadapi bukan yang serta merta bisa dikalahkan dengan serangan fisik biasa. Tapi membutuhkan 'tenaga lebih' untuk bisa mendongkrak pertahanan musuh. Memang sejak dulu, yang namanya penjahat dengan ilmu tenaga dalam menjadi masalah serius yang merepotkan dan tentu tidak bisa dianggap remeh. Dan Yongkie, dia ternyata menggunakan ilmu kuno itu dan membuat Dev menjadi cukup kuwalahan. Sejauh ini Dev tidak pernah kalah dengan siapapun, dan batu dikalahkan dengan orang pemilik ilmu kanuragan. Dan untuk bisa mengalahkan Yongkie, kekuatan fisik yang bagus saja ternyata tidak cukup. Dev butuh kekuatan lebih. Dengan kekuatan fisik yang mumpuni dan ditambah latihan kanuragan, Dev
Pada akhirnya Dev setuju untuk dilatih ilmu kanuragan. Lagipula untuk sementara mereka masih punya waktu sedikit, sebelum bertempur melawan kelompok Yongkie dan mebcari keberadaan Mr. X yang konon dikabarkan berada di pulau BW. "Sebelumnya, saya cukup penasaran. Bagaimana mulanya Anda tahu kalau ada perdagangan persenjataan illegal disini? Dan Mr. X itu ... kita masih belum memastikan apakah Mr. X yang melakukan jual beli senjata illegal itu betulan orang yang sama dengan Mr. X yang menjadi ketua komplotan Yongkie, kan?" Pak Marco terkekeh. "Kamu pikir saya cuma duduk leha-leha di kantor pusat aja, gitu?" candanya. "Saya, meski pemimpin senior, saya juga bertugas diluar. Sama seperti kamu, Dev. Saya memberi perintah pada bawahan, itu bukan karena saya menyerahkan semua pekerjaan pada bawahan. Saya dan kamu, juga semua anggota disini semuanya bekerja dengan satu misi yang sama!" Dev tersenyum takjub. "Oh ... begitu, ya ... Saya kira Bapak memantau di markas aj
"Si nomor sembilan masih belum mengatakan apapun tentang lokasi pabrik itu, ya?" Dev menggeleng. Kembali duduk dengan malas di depan si nomor sembilan. Dev dan si nomor sembilan. Keduanya duduk berhadapan. Di ruang yang remang. Dengan si nomor sembilan yang kini diikat kaki tangannua dan disorot cahaya lampu interogasi. "Sudah kau periksa alat telekomunikasinya?" tanya Pak Marco lagi, sembari berjalan mendekat ke kursi Dev. Dev menjawab. "Alat telekomunikasinya disandi ketat sekali. Aku sudah menghubungi dan mengirimkan sandi itu ke agen cyber di markas. Sampai sekarang masih dalam proses pemecahan sandi." Pak Marco mengangguk. "Baiklah. Sekarang kau ikut denganku sebentar. Tinggalkan saja dia selagi menunggu sandinya terbuka!" Dev menurut saja, mengekori Pak Marco hingga sampai di tempat tujuan. Tepat di salah satu bukit tersembunyi dekat maskas sementara persembunyian mereka. "Saya sempat melihat luka di perutmu itu saat dokt
"Sekarang kita harus pergi kemana, Bram?" Dev yang sedang melihat peta perairan utara pulau JW itu tidak menjawab. Tampak fokus sekali, seperti sedang mencari dan berpikir dengan dalam. Lihat saja, kerutan di keningnya bertambah. Yudi jengkel juga lama-lama kalau pertanyaannya tidak kunjung dijawab. Padahal yang ditanyakannya tadi adalah sesuatu yang penting saat ini. Masa iya mereka kabur tanpa arah? "Jangan bilang kalau kau akan mengarahkan kami ke pulau JW! Itu terlalu jauh, Bram! Kau lihat pacarmu ini harus segera ditolong--" "Aku tahu, bodoh!" Sekarang Christ baru menyahut. "Aku juga sedang mencari pulau terdekat yang aman dari kejaran mereka! Jadi diamlah!" "Bram ..." Salah seorang teman Yudi tiba-tiba saja menyodorkan Dev ponselnya. "Kupikir kau butuh ini untuk menelpon atasanmu. Jam tanganmu rusak, kan? Telpon sekarang untuk meminta bantuan!" Dev menggeleng. "Tidak. Sebaiknya jangan pakai telekomunikasi kalian sekarang. Yongkie