Share

I Kissed You After The Sunset
I Kissed You After The Sunset
Author: Lele_1393

1

Author: Lele_1393
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Jangan terlalu memaksa saat kita ingin memiliki.

Fathan Agam Byantara

Bagaimana rasanya jatuh cinta?

Indah bukan?

Pasti menyenangkan, membayangkan semua hal yang disukai dilakukan bersama-sama. Hari-hari penuh dengan kebahagiaan.

Itu semua berlaku bagi orang-orang yang bertemu dengan pasangannya di waktu yang tepat dan orang yang tepat. Mungkin sepersekian persen dari orang-orang di dunia ini tidak seberuntung itu dan aku salah satunya. Cintaku jatuh di tempat yang salah. 

Sahabat yang seharusnya menjadi tempatku berbagi cerita, nyatanya aku malah menyembunyikan segala perasaanku padanya. Apakah aku bersikap curang? Di saat dia menceritakan bagaimana kisah hidupnya dengan orang lain, aku menanam sebuah rasa cemburu di balik senyum saat mendengarkan curahan hatinya padaku setiap malam.

Bukankah itu hanya membuat keadaan di antara kami menjadi canggung?

Kata orang, kalau hanya memendam cinta, kita hanya bisa memandangi pujaan hati dari kejauhan. Mengkhayal, berandai-andai akan saling memiliki dan menyayangi. Terjebak dalam khayalan yang kita ciptakan, halusinasi.

Jangan terlalu berharap karena apa yang tidak pernah kita sentuh tidak akan pernah menjadi milik kita. Kata-kata yang selalu aku tanamkan dalam hati. Tidak maju juga tidak mundur karena aku tidak ingin kehilangan.

Dan itulah aku saat ini, jatuh cinta pada sahabatku sendiri, Haden Rafasya Ananta. Ini adalah tahun ke tigaku bersahabat dengannya. Dan ini tahun ke tigaku pula, menjadi pengagum rahasianya. Haden orang yang selalu ada di dekatku, orang yang mampu membuat perasaanku campur aduk, membuatku kepanasan saat musim penghujan dan membuatku merasa dingin saat musim kemarau.

Membuatku merasa resah, dengan segala keraguan di hatiku.

Aku baru saja sampai di kamarku. Tiga hari aku pulang ke rumah, kemarin kakakku menikah, aku ijin tidak masuk sekolah dan meninggalkan asrama. Tiga hari tidak melihat Haden saja rasanya sudah membuatku galau. Aku merindukannya. Dia sedang sibuk mempersiapkan diri, tim sepak bola sekolah yang ia ikuti akan mengikuti tournament antar sekolah. Jadwalnya sangat padat, belum lagi kalau ada kelas tambahan di mata pelajaran Kimia. Mungkin karena itu dia tidak menghubungiku sama sekali atau lebih buruknya dia lupa padaku, entahlah.

Haden Rafasya Ananta, teman sekamarku. Kami tinggal di asrama sekolah. Bukan hanya kami, tapi banyak murid lain juga yang tinggal di sini karena memang ini sudah menjadi peraturan sekolah. Aku mengenal Haden sejak duduk di bangku kelas dua SMP. Kami berdua menjadi sahabat sejak itu. Di mana ada aku pasti ada Haden, begitupun sebaliknya. Kami sudah seperti sepasang sepatu. Aku sebelah kanan dan Haden sebelah kiri, berjalan beriringan. Apapun tentangnya aku mengetahui semuanya, sama sepertiku Haden pun sangat mengenaliku luar dan dalamku. Hanya satu yang tidak ia ketahui, perasaanku padanya.

Seperti sepatu, meski kami sepasang tapi kami tidak pernah bisa bersatu. Meski kami berjalan seiring, berlari bersama, tapi kami tak bisa apa-apa. Kami berdua hanya saling melengkapi. Bagiku kami seperti itu, aku tak pernah tau apa arti diriku di mata Haden.

Aku menghembuskan nafas perlahan, ditinggal tiga hari kamar ini benar-benar sudah seperti kamar anak lelaki -berantakan- apalagi bagian sisi ranjang milik Haden, aku bisa mencium bau pakain kotornya yang dia gantungkan di tepian ranjang. Aku hendak membereskan pakain kotor itu sampai tiba-tiba pintu kamar terbuka. Haden sudah berdiri di ambang pintu. Tas olahraganya tergantung di pundak sebelah kanan, peluh di dahinya masih menetes. Bisa kulihat, seragam sepak bolanya sudah basah penuh keringat. Ia berjalan masuk sembari mengelap peluh di dahinya menggunakan handuk kecil yang aku belikan untuknya.

"Kapan elo balik, Gam?" Dia meletakkan tasnya di samping rak sepatu.

"Barusan, nih." Aku menyodorkan sebotol air minum yang ada di atas meja belajarku. Tanpa berpikir panjang dia menyautnya, dan segera meneguknya penuh nafsu. Aku bisa melihat jakun milik Haden naik-turun membuatku harus menelan ludah berkali. Melihat Haden penuh dengan keringat seperti ini benar-benar membuatku harus menjaga sikap.

"Nggak usah dicuci, Gam. Nanti gur bawa ke laundry aja." Setelah meneguk air minum yang kuberikan tadi, ia segera berucap.

Aku tersenyum mendengarnya, aku tahu ini awal bulan dan kartu atm milik Haden pasti sedang penuh-penuhnya, jadi dia memakai jasa Laundry. Aku sudah sangat paham dengan kebiasaan Haden.

"Tante kirim berapa Den, pasti banyak, ya?" Ledekku padanya.

"Lumayan, bisa buat traktir elo makan di restoran ayam." Haden memainkan alisnya naik-turun, menggodaku. Itu jurus andalan Haden untuk menyogokku agar mau membantunya.

Sebenarnya tanpa sogokan pun aku ikhlas membantunya, entah itu dalam materi sekolah ataupun kehidupan sehari-hari. Kehidupan sehari-hari misalnya aku membantu mencuci pakaian miliknya, menemaninya latihan sepak bola, atau sekedar membelikan makanan untuknya. Aku memang seperti seorang istri untuk Haden, tapi jujur aku menikmatinya dan Haden pun tidak pernah marah karena merasa terganggu dengan semua sikapku. Jadi bisa kusimpulkan kalau dia tidak keberatan saat aku melakukan  itu semua.

"Eh, nanti malem keluar yuk." Haden duduk di kursi belajarku, sedangkan aku masih membereskan pakaian kotor miliknya.

"Mau kemana?"

"Nonton, ada film horor baru."

Aku segera menoleh ke arah Haden, aku paling tidak suka dengan film horor. Dari dulu, Haden pun tahu kalau aku paling anti dengan film horor. "Nggak, Den. Mending aku nyuci ini." Kuangkat baju dan celana kotornya. Haden tertawa terbahak mendengar jawabanku. Dia suka sekali meledekku.

"Iya deh, kalo gitu jalan aja. Gue sumpek, capek seharian latihan." Ucapnya lagi.

"Mending tidur, Den." Dia memang tipe anak yang suka sekali hang out, apalagi jika awal bulan seperti ini. Menghabiskan uang saku yang orang tuanya kirim untuk hal-hal yang tidak perlu. Dia tipe orang yang tidak terlalu memikirkan bagaimana hari esok, "let it be" begitu prinsipnya.

"Gue kangen sama lo,"

Tanganku berhenti memunguti baju di ranjang Haden, ucapannya barusan adalah ungkapan untuk seorang sahabat. Aku mencoba berfikir positif.

"Kangen gak ada yang diledekin?" Jawabku dengan sedikit mencibirnya.

"Sepi ..." Haden beranjak dari kursi belajarku, ia menyahut handuk yang menggantung di ranjang miliknya. "Gue mandi dulu." Sembari berjalan dia menepuk punggungku. Bagi Haden itu biasa saja, bagiku luar biasa.

* * *

Pukul setengah delapan malam, aku kembali dari kantin asrama. Aku membawa satu bungkus nasi goreng untuk Haden. Tadi sore setelah mandi Haden tidur dan sampai sekarang dia belum bangun. Benar-benar nyenyak, aku tidak tega untuk membangunkannya. Jadi aku putuskan untuk membeli sebungkus nasi goreng kesukaannya. Aku yakin dia tidak akan beranjak lagi dari ranjangnya, dia terlalu malas untuk pergi ke kantin.

Sampai di depan kamar aku perlahan memutar kenop pintu, takut kalau suara pintu yang keras akan membangunkan Haden. Ku longok sebentar ke arah dalam, Haden masih tertidur pulas dengkuran yang keluar dari mulutnya masih terdengar di telingaku. Aku meletakkan bungkusan nasi goreng di atas meja belajarku. Aku hendak mengabaikan Haden yang sedang tertidur, tapi terlalu sayang. Tidak akan ada kesempatan seperti ini lagi. Perlahan aku berjalan menghampiri Haden.

Aku berjongkok di samping ranjang Haden, tanganku terangkat dengan ragu. Jemariku meraba pipi Haden perlahan, aku takut membangunkannya. Aku sering sekali melakukan hal ini, dengan begini saja aku sudah merasa bahagia. Meski harus secara sembunyi-sembunyi. Kurapikan rambut kecil di dahi Haden, aku tersenyum sendiri entah kenapa. Aku masih terus memandangi wajahnya, sampai kulihat perlahan kelopak mata Haden bergerak. Aku segera bangun dari posisiku.

"G-gam ... jam berapa?"

Aku kaget sekali rasanya, apa kegiatanku tadi mengganggu tidurnya. "Jam setengah delapan." Suaruku tergagap sembari menatap jam di pergelangan tanganku.

"Lo udah makan?" Tangannya mengucek matanya pelan, ucapannya dibarengi dengan menguap.

"Udah, itu gue bawain nasi goreng." Aku menunjuk bungkusan yang ada di atas meja belajarnya. Aku tidak berani menoleh ke arah Haden. Aku selalu salah tingkah seperti ini. Kudengar decit ranjang berbunyi, Haden beranjak dari ranjang.

"Beli di mana? " Haden mengacak rambutku lalu berjalan menuju meja belajarnya.

Jangan terbawa suasana, jantungku kian berdegup kencang setelah perlakuan Haden barusan. Itu sudah biasa, aku sudah kebal dan cukup pandai untuk menyembunyikan perasaanku padanya.

"Di kantin, kesukaan kamu."

"Lo emang paling tau kesukaan gue, lo tadi makan apa?" Mulut Haden sudah penuh dengan nasi goreng.

"Aku tadi makan nasi goreng juga." Jawabku singkat.

"Habis ini kita jalan, ya? Gue udah janji sama lo, malah ketiduran."

Aku kembali tersenyum mendengar ajakannya barusan. Melihat Haden tidur dengan dengkuran kerasnya, aku yakin dia pasti sangat lelah. Tapi, dia masih tetap bersikukuh mengajakku untuk pergi.

"Ya udah, tapi aku yang tentuin tempatnya."

* * *

"Gue ngajak lo buat nonton film, kenapa sekarang kita malah lihatin mesin cuci muter gini?"

Kami berdua sedang duduk menunggu cucian baju di tempat laundry. Aku sengaja mengajaknya ke sini, dia sendiri yang bilang kalau pakaiannya tidak perlu aku cuci, cukup dilaundry saja.

"Daripada uang kamu habis buat nonton, mending kamu habisin buat cuci baju kamu, Den."

"Kalo udah kawin, istri lo pasti bangga banget punya suami kaya lo. Udah pinter, hemat, pinter atur duit."

Andai kamu tau Den, sedikitpun aku gak pernah mikir buat suka sama orang lain. Yang ada di pikiranku, cuma kamu. Yang aku mau cuma kamu. 

Tbc...

Happy Reading

Related chapters

  • I Kissed You After The Sunset   2

    Kau seperti matahari, aku bisa melihatmu bahkan merasakan pancaran cahayamu tapi kau terlalu jauh untuk aku sentuhFathan Agam ByantaraSejak pagi jam pelajaran di kelas sudah kosong, tidak ada guru yang mengajar ataupun guru piket yang memberikan tugas. Aku memutuskan untuk pergi ke ruang OSIS, ruangan itu sangat berantakan. Tiga bulan yang lalu aku terpilih menjadi wakil ketua OSIS. Dulu saat kelas sepuluh aku menjadi anggota OSIS dan karena keteladananku sebagai anggota, beberapa teman dan kakak kelasku meminta agar aku mencalonkan diri sebagai ketua OSIS. Aku tidak terlalu suka mengikuti kegiatan sekolah, hanya saja kalau sudah terlanjur mau tidak mau aku harus bertanggungjawab. Akhirnya aku terpilih menjadi wakil ketua, mendampingi seorang ketua yang begitu pintar dan ambisius. Selisih pemilihan kami hanya beberapa, ak

  • I Kissed You After The Sunset   3

    Membalikan Hati tak semudah membalikan telapak tangan, menghapus masalalu tak semudah menghapus jawaban di lembar Ujian.Fathan Agam ByantaraSatu kenangan yang menyakitkan pasti akan sulit untuk dilupakan. Semakin mencoba untuk melupakannya maka semakin gencar pula kenangan itu merongrong. Yang hanya bisa kau lakukan adalah berdamai dengan masa lalumu dan rasa sakitmu. Mungkin itu sulit, tapi itulah caranya. Nikmati prosesnya maka kau akan mengerti bagaimana rasa sakit itu memberimu kekuatan dan pelajaran yang orang sebut sebagai pengalaman. Aku masih memandangi kotak itu, aku ingin mengembalikannya, tapi aku tidak tahu di mana alamat Kin. Setauku rumah Kin yang dulu sudah dijual dan ditempati oleh orang lain. Apa perlu

  • I Kissed You After The Sunset   4

    What is past is pastHaden Rafasya AnantaTerbawa perasaan, jaman sekarang semua anak muda pasti sudah pernah merasakannya. Istilah jaman sekarang baper Siapakah yang salah dalam kasus "terbawa perasaan" ini. Si pelaku atau si korban? Kadang mereka bilang si korban, karena terlalu perasa dan terlalu besar rasa. Dipandang sedikit lama dikira suka, diberi perhatian sedikit katanya memberi harapan. Si korban lalu menggunakan media sosial berharap si pelaku peka, peka terhadap perasaan si korban. Entah itu membuat kata-kata motivasi untuk diri sendiri atau lirik lagu yang menurut si korban ini sesuai dengan kisahnya. Jadi kalau ada istilah "pemberi harapan palsu" itu ciptaan si pelaku atau si korban? Mungkin harus koreksi terlebih dahulu. Bisa saja si pelaku memperhatikan si korban karena korban punya sesuatu yang mem

  • I Kissed You After The Sunset   5

    Aku tidak menyangka jika aku akan terjebak di sini, kupikir saat Kin pergi semua masalahku sudah selesai dengannya. Tapi dia seperti piring terbang yang dilempar lalu kembali lagi pada sang pelempar. Kenapa harus kembali lagi, kalau hanya untuk mengacaukan keadaan saat ini."Den, kamu nggak perlu anggap Kin. Aku udah maafin dia. Kamu nggak perlu lakuin apa-apa lagi." Setelah percakapan itu aku pergi meninggalkan Haden yang masih terlihat kesal karena kejadian tadi. Aku tau mungkin Haden masih tidak suka, dia tahu bagaimana dulu aku hampir kehilangan diriku karena ulah Kin. Aku berjalan kembali ke kelas, aku tidak ingin membuat keributan di sekolah. Kudengar derap langkah yang kian mendekat ke arahku."Gam, tunggu."Aku hanya menggeleng, aku tidak mau membahas ini lagi. Percuma, tidak akan pernah selesai semuanya akan terungkit kembali. Dan rekaman kejadian waktu itu akan mengingatkanku pada rasa sakit hatiku."Tolong, Den.

  • I Kissed You After The Sunset   7

    Aku tidak bisa tidur, aku masih memikirkan kejadian tadi sore. Aku bisa melihat ekspresi kekecewaan di wajah Kin tadi. Apa aku keterlaluan pada Kin, mungkin saja Kin sekarang sudah berubah. Apakah aku harus bersikap biasa saja pada Kin. Aku bingung sendiri. Kadang sifat plin-planku ini membuat aku kesal sendiri."Den." Aku membalikan tubuhku menghadap ke arah Haden. Ternyata dia belum tidur, sepertinya dia masih mengerjakan sesuatu."Kenapa, elo belom tidur?""Kamu ngerjain apa?"Dia berbalik menghadapku sekarang, ia angkat buku tulisnya dan ia perlihatkan padaku."Kimia yang kemarin,"Aku hanya mengangguk dan kembali menutup wajahku dengan selimut."Nggak bisa tidur?""Iya, nih."Haden sepertinya beranjak dari kursinya, aku bisa mendengar suara kursi yang bergeser."Nonton film aja gimana?"Aku kemb

  • I Kissed You After The Sunset   8

    Semacam teman, tapi terlalu dekat. Saat perasaan cemburu ini datang aku kembali tersadar. Apa posisiku dalam hidupnya. Kamu terlalu jauh untuk aku genggam, tapi terlalu dekat untuk aku tatap. Kenapa waktu begitu menyiksa perasaanku.Katakan aku ini pengecut, tapi pengalaman yang mengajarkanku untuk bersembunyi di balik perasaanku ini. Jika tak ada kata trauma, mungkin aku sudah mengatakannya. Mengatakan kalau aku cemburu melihatmu dengan orang lain, selain aku. Kalau aku tidak suka, kau lebih mementingkan sepak bola daripada diriku. Kalau aku tidak suka saat harus pergi sendiri tanpamu.Langit di luar terlihat begitu gelap, awan hitam yang menggumpal seolah pertanda hujan akan turun. Aku masih santai menikmati espresso yang tersaji di hadapanku, ditemani sepotong ice cream cake strawberry. Aku harap hujan tidak turun sekarang, karena aku masih ingin menikmati waktu santaiku. Sejak pulang sekolah tadi ponselku sama sekali ti

  • I Kissed You After The Sunset   9

    "Ayo,"Seperti biasa dia akan merangkulku tanpa rasa ragu. Menaruh kepalaku di bawah ketiaknya. Jujur aku suka bau harum ketiaknya saat pagi hari, dan ketika hal ini absen tidak ia lakukan maka aku akan merasa kekurangan. Sudah seperti candu bagiku."Elo ganti shampoo, Gam?" Haden berhenti berjalan dan melepaskan rangkulannya dari bahuku."Iya, ini kan shampoo kamu hehe ..." Aku tertawa garing di hadapannya, aku tahu ini pasti tidak lucu."Kenapa wanginya beda. Kayaknya kalo gue yang pake wanginya gak gini.""Masa?""Aneh cium bau shampoo sendiri di pake sama orang lain."Aku menepuk pundaknya, "eih, heran, tiap hari dipake sendirinya, juga." Aku kembali berjalan meninggalkannya yang masih berdiri dengan keheranannya.* * *Hari ini kami harus ke laboratorium, guru mata pelajaran biologi akan

  • I Kissed You After The Sunset   10

    Auckland, Perlahan cahaya matahari itu masuk ke kamarku, merayap melalui celah korden jendelaku yang tidak begitu rapi menutupi jendela. Aku bisa merasakan pancarannya mengganggu tidur nyenyakku, kelopak mataku perlahan terbuka. Mengedip sejenak, menyesuaikan pandanganku setelah enam jam tertidur. Kepalaku masih sedikit pusing, kemarin malam aku harus mengerjakan tugas essayku untuk mengikuti tes masuk ke salah satu fakultas di universitas, di Auckland.Aku beranjak dari tempat tidurku, telapak kakiku bisa merasakan hawa dingin yang bersarang pada lantai kayu di kamarku. Perlahan inderaku mencium aroma antiseptik pembersih lantai yang khas, begitu menusuk penciumanku. Aku duduk di tepian ranjang, sekejap, perasaan itu kembali menghantuiku. Rasa sakit, marah, kecewa, takut dan cemas. Hingga membuat orang di sekitarku ikut merasakannya pula.Aku sedang berjuang untuk melawannya, melupakannya. Sama sep

Latest chapter

  • I Kissed You After The Sunset   15

    Layaknya pohon beringin, dia kokoh dan tegap berdiri. Meski terkadang angin kencang datang mengguncang kau tetap mencoba untuk menahannya.Aku baik-baik saja sekarang, berguncanglah. Tak perlu lagi kau berpura-pura dan menahan guncangan itu.Kau ulurkan tanganmu bak ranting pohon yang rela meski tahu daunnya akan terjatuh saat melindungiku dari terik sinar matahari atau derasnya hujan yang turun. Kau tersenyum seolah mendapat kekuatan dariku, "aku baik-baik saja, aku bersyukur punya teman sepertimu yang selalu ada di sampingku." Itu katamu saat kau mencoba melindungiku.Disaat semuanya hancur kau masih tetap mencoba melindungiku dengan dahan rimbunmu. Maaf, dulu aku hanya jadi pohon kecil peneduh di hidupmu. Bukan beringin yang mampu sejajar denganmu, kokoh, tegap berdiri. Mampu menahan guncangan angin yang begitu kencang."Jangan menghindar,"Dia membuka suara, aku yang sedang menatap lantai k

  • I Kissed You After The Sunset   14

    Layaknya pohon beringin, dia kokoh dan tegap berdiri. Meski terkadang angin kencang datang mengguncang kau tetap mencoba untuk menahannya.Aku baik-baik saja sekarang, berguncanglah. Tak perlu lagi kau berpura-pura dan menahan guncangan itu.Kau ulurkan tanganmu bak ranting pohon yang rela meski tahu daunnya akan terjatuh saat melindungiku dari terik sinar matahari atau derasnya hujan yang turun. Kau tersenyum seolah mendapat kekuatan dariku, "aku baik-baik saja, aku bersyukur punya teman sepertimu yang selalu ada di sampingku." Itu katamu saat kau mencoba melindungiku.Disaat semuanya hancur kau masih tetap mencoba melindungiku dengan dahan rimbunmu. Maaf, dulu aku hanya jadi pohon kecil peneduh di hidupmu. Bukan beringin yang mampu sejajar denganmu, kokoh, tegap berdiri. Mampu menahan guncangan angin yang begitu kencang."Jangan menghindar,"Dia membuka suara, aku yang sedang menatap lantai k

  • I Kissed You After The Sunset   13

    Kebahagiaanku adalah menatap bayanganku di matanya dan Tuhan mengabulkannya di hari ini. Aku tidak pernah menyangka jika perasaan itu, perasaan di hari saat pertama kali dia mengulurkan tangannya untukku, merangkulku karena rundungan mereka kembali ku rasakan. Detak jantungku yang seolah berlomba, seperti akan loncat dari tempatnya. Mataku, mataku kini bisa menatapnya dengan begitu jelas. Ini bukanlah sebuah ilusi, kan?Aku tidak sedang bermimpi? Kakiku melangkah tanpa ragu ke arahnya, jemariku seolah berlomba untuk menyentuh pipinya. Mataku lekat menatap wajahnya. Rambut hitam legam itu kini tak menutupi dahinya lagi, kesan cowok tengil kini sudah tidak ada lagi di wajahnya. Dia, sudah menjadi seorang pria tampan.

  • I Kissed You After The Sunset   12

    Malam semakin larut dan aku masih tetap terjaga, menatap langit-langit kamarku. Tak ada yang istimewa dari sekedar langit-langit kamar, hanya saja mataku tak mau terlepas untuk terus memandanginya. Pikiranku melayang, memikirkan surat yang dikirim oleh Haden. Sudah tiga bulan berlalu, tapi aku belum juga membalas surat dari Haden. Aku hanya terlalu bingung, dari mana aku harus mengawalinya.Untuk kembali aku belum bisa, aku masih terlalu sibuk dengan segala urusan pendidikanku di sini, atau mungkin itu hanya alasanku saja untuk menunda kepulanganku. Bukan karena aku tidak ingin menenumi Haden, bagaimana bisa aku tidak ingin bertemu dengannya. Sementara rasa bahagiaku adalah melihat bayanganku di bola matanya. Melihat senyum terukir di wajahnya karena diriku.Apa yang aku rasakan saat ini bukanlah kesedihan, atau pun kebahagiaan. Aku hanya, hanya merasa kosong.Aku terlalu takut untuk menemui Haden, bibirku mungkin bisa mengatakan kalau ak

  • I Kissed You After The Sunset   11

    Aku duduk menghadap layar laptopku, satu e-mail baru saja ku terima dari kak Ferdinand, selama ini dia selalu mengirimiku kabar tentang Haden, tanpa ku minta sekalipun. Aku hanya bersyukur, aku masih bisa tahu bagaimana keadaannya sekarang. Empat tahun, empat tahun kami tidak saling bertemu, tidak saling bertukar kabar. Entahlah, apa dia masih mengingatku, aku tidak ingin berharap, berharap pada manusia pada ujungnya hanya akan memberi luka. Hari ini kak Ferdinand mengirimiku sebuah foto, foto Haden yang sedang tertawa bersama teman-temannya. Melihat foto itu membuat rasa rinduku semakin membuncah.Apa kabar? Apakah kamu masih tetap sama dengan Haden yang dulu? Semoga kamu tidak khawatir, aku baik-baik saja di sini, meskipun sendiri tapi

  • I Kissed You After The Sunset   10

    Auckland, Perlahan cahaya matahari itu masuk ke kamarku, merayap melalui celah korden jendelaku yang tidak begitu rapi menutupi jendela. Aku bisa merasakan pancarannya mengganggu tidur nyenyakku, kelopak mataku perlahan terbuka. Mengedip sejenak, menyesuaikan pandanganku setelah enam jam tertidur. Kepalaku masih sedikit pusing, kemarin malam aku harus mengerjakan tugas essayku untuk mengikuti tes masuk ke salah satu fakultas di universitas, di Auckland.Aku beranjak dari tempat tidurku, telapak kakiku bisa merasakan hawa dingin yang bersarang pada lantai kayu di kamarku. Perlahan inderaku mencium aroma antiseptik pembersih lantai yang khas, begitu menusuk penciumanku. Aku duduk di tepian ranjang, sekejap, perasaan itu kembali menghantuiku. Rasa sakit, marah, kecewa, takut dan cemas. Hingga membuat orang di sekitarku ikut merasakannya pula.Aku sedang berjuang untuk melawannya, melupakannya. Sama sep

  • I Kissed You After The Sunset   9

    "Ayo,"Seperti biasa dia akan merangkulku tanpa rasa ragu. Menaruh kepalaku di bawah ketiaknya. Jujur aku suka bau harum ketiaknya saat pagi hari, dan ketika hal ini absen tidak ia lakukan maka aku akan merasa kekurangan. Sudah seperti candu bagiku."Elo ganti shampoo, Gam?" Haden berhenti berjalan dan melepaskan rangkulannya dari bahuku."Iya, ini kan shampoo kamu hehe ..." Aku tertawa garing di hadapannya, aku tahu ini pasti tidak lucu."Kenapa wanginya beda. Kayaknya kalo gue yang pake wanginya gak gini.""Masa?""Aneh cium bau shampoo sendiri di pake sama orang lain."Aku menepuk pundaknya, "eih, heran, tiap hari dipake sendirinya, juga." Aku kembali berjalan meninggalkannya yang masih berdiri dengan keheranannya.* * *Hari ini kami harus ke laboratorium, guru mata pelajaran biologi akan

  • I Kissed You After The Sunset   8

    Semacam teman, tapi terlalu dekat. Saat perasaan cemburu ini datang aku kembali tersadar. Apa posisiku dalam hidupnya. Kamu terlalu jauh untuk aku genggam, tapi terlalu dekat untuk aku tatap. Kenapa waktu begitu menyiksa perasaanku.Katakan aku ini pengecut, tapi pengalaman yang mengajarkanku untuk bersembunyi di balik perasaanku ini. Jika tak ada kata trauma, mungkin aku sudah mengatakannya. Mengatakan kalau aku cemburu melihatmu dengan orang lain, selain aku. Kalau aku tidak suka, kau lebih mementingkan sepak bola daripada diriku. Kalau aku tidak suka saat harus pergi sendiri tanpamu.Langit di luar terlihat begitu gelap, awan hitam yang menggumpal seolah pertanda hujan akan turun. Aku masih santai menikmati espresso yang tersaji di hadapanku, ditemani sepotong ice cream cake strawberry. Aku harap hujan tidak turun sekarang, karena aku masih ingin menikmati waktu santaiku. Sejak pulang sekolah tadi ponselku sama sekali ti

  • I Kissed You After The Sunset   7

    Aku tidak bisa tidur, aku masih memikirkan kejadian tadi sore. Aku bisa melihat ekspresi kekecewaan di wajah Kin tadi. Apa aku keterlaluan pada Kin, mungkin saja Kin sekarang sudah berubah. Apakah aku harus bersikap biasa saja pada Kin. Aku bingung sendiri. Kadang sifat plin-planku ini membuat aku kesal sendiri."Den." Aku membalikan tubuhku menghadap ke arah Haden. Ternyata dia belum tidur, sepertinya dia masih mengerjakan sesuatu."Kenapa, elo belom tidur?""Kamu ngerjain apa?"Dia berbalik menghadapku sekarang, ia angkat buku tulisnya dan ia perlihatkan padaku."Kimia yang kemarin,"Aku hanya mengangguk dan kembali menutup wajahku dengan selimut."Nggak bisa tidur?""Iya, nih."Haden sepertinya beranjak dari kursinya, aku bisa mendengar suara kursi yang bergeser."Nonton film aja gimana?"Aku kemb

DMCA.com Protection Status