Pagi harinya Aldo sudah membawa Kenan ke rumah orangtuanya. Rencana semalam gagal dan Aldo tidak mau malam ini gagal lagi. Aldo dan Kenan keluar dari mobil. Keduanya masuk ke rumah. Kenan sudah berlari menghampiri kakek dan neneknya. "Kakek, nenek ... Kenan datang nih," teriaknya. Kedua orangtua Aldo menuruni anak tangga, sesaat melihat cucu pertama mereka datang. "Cucu Nenek datang." Rina mengecup kedua pipi cucunya. "Kenan sayang," ucap Wijaya seraya mengangkat tubuh Kenan."Ma ... malam ini Kenan menginap di sini saja. Aku dan Rere ingin pergi," kata Aldo."Memangnya kalian mau kemana?" tanya Rina. Aldo mengaruk kepalanya. "Hmm, itu ... mau-""Daddy mau buat adik, Nek," sahut Kenan.Aldo terkesiap mendengarnya. Dia memasang senyum paksa di bibir. Wijaya dan Rina geleng-geleng kepala. "Kalian pergi sana. Biar Kenan bersama Nenek dan Kakek," kata Rina. Keempatnya duduk di sofa. Kenan sudah bermain bersama kakeknya. Rina menatap Aldo secera seksama."Apa kamu masih menginginka
Dengan perlahan-lahan Rere bangkit dari ranjang tidur. Aldo tertidur lelap karena telah menguras habis tenaganya. Rere memakai pakaiannya kembali. Dengan perlahan dia mengambil kotak dari bawah ranjang. Rere melirik ke arah sang suami. Aldo masih tertidur. Rere mengembuskan napas leganya. Rere mengambil ponsel dari kotak itu. Dia membuka pintu dan keluar. Rere menuruni anak tangga. Dia menuju taman belakang. Rere mendial nomor pria suruhannya. "Halo ... aku perlu foto-foto mesra Dion dan Celine." ~ Rere."Akan aku kirimkan sekarang." "Foto itu sudah kamu blur, kan?" ~ Rere."Tenang saja. Aku sudah melakukan sesuai permintaanmu." "Aku akan tunggu paketnya." ~ Rere.Rere mematikan sambungan teleponnya. Dia mengeluarkan kartu itu, mematahkannya dan membuangnya di tempat sampah. Rere kembali ke atas menuju kamar tidur. Aldo masih tertidur pulas. Rere mengembalikan ponsel di kotak hitam itu. Rere kembali merebahkan tubuhnya di samping Aldo. Dia mengusap lembut wajah sang suami. A
Celine membuka amplop itu dan melihat isi didalamnya. Matanya terbelalak melihat foto mesranya bersama dengan seorang pria di cafe. Foto itu adalah dia yang tengah menyatukan bibir dengan seorang pria yang tak lain adalah Dion. "Al ... ini tidak seperti yang kamu kira," lirih Celine. Plaakk ... plaakk ... !Dua tamparan keras mendarat di pipi mulus Celine. Sisi kanan dan kiri mendapat cap lima jari. Aldo mencekik leher kekasihnya itu. "Kamu bilang apa? Tidak seperti yang aku kira. Lalu seperti apa, huh?""L-lepaskan Aldo. Kamu menyakiti diriku." Celine memukul-mukul lengan Aldo agar melepas tangan dari lehernya. Aldo mendesis. "Kamu tahu bagaimana sifatku, Celine. Apa yang akan aku lakukan kepada seorang penghianat."Aldo melepas cengkraman tangannya. Celine terbatuk-batuk dan menarik napas sebanyak-banyaknya. "Siapa pria itu? Apalagi yang kalian lakukan, huh?" tanya Aldo marah. Rere yang melihat dan mendengar itu, ikutan panik. Dia takut Celine memberitahu nama pria itu. Jika
Rere menoleh ke sisi kiri dan kanan. Seperti biasanya. Rere memakai kacamata serta kerudung untuk menutupi kepalanya. Rere membuka pintu mobil dan masuk. Dia masuk ke dalam mobil Dion. Keduanya saling berpelukan. Dion mengecup kening dan pipi Rere, sesaat wanita yang dia cintai telah duduk di sampingnya. Rere mengeluarkan cek dari dalam tasnya. "Ini cek sebesar 25 milyar. Ambillah. Ini untukmu.""Apa ini hasil dari merampok suami?" Dion mengambil cek uang itu. Rere tersenyum. "Begitulah.""Kapan kita akan kabur dari kota ini?" tanya Dion. "Secepatnya," jawab Rere. "Aku masih belum mengeruk habis hartanya." Dion terkekeh. "Kamu memang pintar, Sayangku."Rere merebahkan kepalanya di lengan kekar Dion. Tangan Dion mengusap lembut kepala Rere dan mendaratkan kecupan di kening. Rere mengangkat kepalanya. Dia melirik jam di pergelangan tangannya. "Sayang ... aku harus menjemput putraku. Aku pergi duluan.""Iya ... kamu jemput putra kita. Titip salam untuknya dariku," kata Dion yang s
Keduanya kini sudah berada di kamar hotel. Setelah piknik singkat di pantai. Rere mengajak sang suami untuk bermalam di hotel. Rere tengah menghias dirinya. Memakai gaun malam yang belum sempat dia pakai, pada malam sebelumnya. Sesuai permintaan Aldo waktu itu. Rere memakai gaun malamnya tanpa dalaman. Kali ini Rere memakai gaun malam berwarna maroon. "Al ... bersihkan dulu dirimu," kata Rere.Aldo melangkah mendekati Rere. Dia membelai rambut halus serta menghirup aroma wanginya. "Malam ini kamu sangat cantik.""Mandi dulu, Sayang," bisik Rere seraya mengigit cuping telinga Aldo. Aldo tersenyum. "Tunggu aku, Sayang."Aldo masuk ke kamar mandi. Rere menuangkan minuman pada gelas tinggi berbentuk ramping. Rere menoleh kearah kamar mandi. Dia meraih tasnya. Lalu mengambil sebutir pil dari dalam botol obat dan sebotol jus. Rere memberi satu butir pil itu kedalam minuman berwarna merah. Rere membuka tutup botol pada jus delima. Dia menuangkan sedikit jus itu kedalam gelas satunya la
Taksi berhenti tepat di depan mobil hitam. Rere keluar setelah membayar ongkos taksi. Kaca jendela mobil diturunkan."Masuklah," kata Dimas.Rere masuk ke dalam mobil. Sudah ada Kenan dan Maya di dalam. Rere memang sudah memberitahu Maya pengasuh Kenan. Putranya juga sudah diberi pil tidur.Kenan sudah tertidur pulas di pangkuan pengasuhnya. Dimas menyalakan mesin mobil dan mengemudikannya menuju bandara.Rere tidak membawa pakaian. Begitu juga dengan Kenan dan pengasuhnya. Mereka hanya membawa diri mereka saja."Kamu yakin akan keputusanmu?" tanya Dimas."Aku yakin. Aku sudah merencanakan ini sejak lama. Saat aku pergi. Suruhanku akan membuat gempar perusahaan dan kehidupan Aldo," tutur Rere."Tapi kamu tengah mengandung," sela Dimas.Rere memang sudah menceritakan semuanya kepada Dimas. Dan meminta bantuan kepada Dimas untuk membantu dirinya melarikan diri.Mobil sampai di bandara kecil khusus. Dimas menyiapkan pesawat pribadi untuk kepergian Rere serta lainnya.Rere keluar dari mob
Aldo sampai di rumah Celine. Dia keluar dari dalam mobil. Wajahnya merah padam. Amarah dalam dirinya telah memuncak. Aldo menendang pintu rumah hingga terbuka. "Celine," teriaknya saat masuk ke dalam. Celine bersembunyi di dalam kamar. Dia tahu apa sebabnya Aldo datang dalam keadaan marah. Dia sudah melihat videonya bersama Dion maupun videonya bersama Aldo. Celine sangat malu untuk keluar dari rumah. Dia tidak tahu harus menyembunyikan wajahnya di mana. Langkah kaki Aldo terdengar saat menaiki anak tangga. Celine sudah mengunci kamarnya. Aldo mengedor pintu kamar dengan kasar. "Buka pintunya, Celine!"Aldo menendang-nendang pintu. "Jangan membuatku semakin marah!"Di dalam Celine sudah ketakutan bukan main. Aldo berdecak kesal. Dari bibirnya tiada henti mengumpat. Dengan tenaganya, Aldo mendobrak pintu kamar. Aldo masuk dan menatap sengit Celine."Maafkan aku, Aldo," ucap Celine. Aldo mendekati Celine yang tengah berdiri di samping tempat tidur. Celine sudah terlihat sangat t
Tubuh Dion diikat dan didudukkan di kursi. Dion di tempatkan di sebuah kamar kecil. Bulu kuduknya berdiri. Dion menatap sekeliling. Dia menelan salivanya. Mungkinkah ini akhir dari hidupnya. Di atas meja ada tali dan juga beberapa senjata tajam. Belati karatan. Sepertinya itu sudah tumpul. Bisa dipastikan. Ketika benda itu menusuknya. Pasti rasanya akan sangat menyakitkan. Dion meronta ingin melepaskan diri. Tapi ikatan tali itu begitu kuat. "Apa kalian sudah mengikatnya?" tanya Ryan."Sudah, Tuan," jawab mereka. "Siapkan tempat terakhir untuknya. Aldo pasti akan menghabisi pria itu," perintahkan Ryan. Dua pria itu mengangguk. "Baik, Tuan."Ryan duduk sembari menunggu kedatangan Aldo. Dia melacak keberadaan Rere saat ini. Perusahaan Aldo sudah terguncang.Saham mereka turun. Video itu sudah mulai dihapus dari dunia maya. Orangtua Aldo sedari tadi menelepon dirinya. Ryan beralasan akan menceritakan semuanya setelah masalah ini kelar. Suara mobil terdengar. Ryan bangun dari dudukn