'Kau bayar dengan tubuhmu, atau membiarkan ayahmu mati?' Kalimat itu terngiang-ngiang di kepala Erin sepanjang jalan. Erin tidak bisa menentukan pilihan saat ini.Di antara dua pilihan tidak ada yang memberi dampak positif. Jika memilih membayar dengan tubuh, sama artinya Erin akan membunuh ayahnya secara perlahan. Jika tidak memilih, maka akan membunuh sang ayah lebin cepat. Pilihan terlalu sulit baginya, hingga membuat frustrasi. Namun Tuhan tidak diam, Erin diberi jalan lain. Sebuah tawaran dari pria misterius dengan bayaran cukup fantastis datang pada Erin. Hanya persoalan utamanya, Erin harus mengendalikan orang yang bisa saja merenggut segalanya dari Erin. Pilihan mana yang akan diambil oleh Erin? Lalu, bagaimana kehidupan selanjutnya yang dijalani Erin?
View More"Apa permintaanmu?" Elisa terdengar penasaran dari seberang telepon.Alex memperbesar volume suara, agar Erin bisa mendengarnya. Walaupun Erin berusaha menjauh agar tidak mendengar percakapan Alex dan Elisa. Namun Alex menahan tangan Erin agar tetap mendengar pembicaraannya dengan Elisa."Aku tau kalau kau hanya ingin harta dari iblis itu. Jadi, aku akan mewujudkannya. Asalkan kau menjamin semua yang aku inginkan terwujud."Erin tampak terkejut dengan ucapan Alex. Ia tidak pernah terpikirkan kalau Elisa menginginkan harta Xander ayah dari Edward. Padahal dari luar Elisa terlihat seperti ibu peri bagi Edward. "Apa yang kau inginkan?""Semua yang aku lakukan tercukupi. Tidak ada hambatan.""Apa semua yang kau dapatkan masih kurang hingga meminta sesuatu lagi padaku?"Erin yang awalnya masih tidak percaya, begitu mendengar ucapan Elisa yang berbeda seratus delapan puluh derajat. Hal itu membuat Erin berpikir ulang. "Kalau begitu, ya sudah. Kau jangan ganggu aku. Kita hidup pada masing-
Alex menutup mulut Erin. Ia kemudian menarik Erin untuk memasuki mobil. Walaupun Erin terlihat kesakitan, Alex tidak peduli."Kemari kau anak bangst!" Xander berteriak. Alex tak mendengarkan Xander yang mengejarnya. Ia terus menancap gas dengan cukup gila, mobil sampai sedikit terangkat saat keluar dari gerbang. Erin berpegangan erat. Ia pikir Xander akan berhenti mengejar Alex. Rupanya dugaan Erin salah. Sebuah mobil tampak keluar dari rumah dengan mengikuti Alex."Sialan! Dia benar-benar ingin mati!" Alex berniat membalikkan mobilnya, lalu beradu bagian depan mobil."Alex! Kau jangan gila! Aku tidak ingin mati!" ucap Erin dengan gemetar saat melihat mobil Alex berbalik, lalu seakan-akan ingin menabrak mobil yang mengikutinya."Alex!" teriak Erin sembari menutup mata. Ia pasrah terhadap apa yang akan terjadi. Jika memang Erin nanti mati, hanya bisa memasrahkan ayahnya pada Sang Pencipta saja untuk menjaga sang ayah.Perlahan Erin membuka mata akibat tidak mendengar suara tabrakan.
Brraaaaakkk!Xander melemparkan lampu hias pada tubuh Alex saat mulai bangkit. Hal itu tak membuat Alex gentar. Walaupun rasa sakit yang dirasakannya tidak hanya tubuh saja, melainkan batinnya juga sakit.Bugh! Alex menyerang Xander dengan menyeruduk dengan kepalanya hingga Xander terjatuh. Ketika Xander terjatuh, Alex langsung menerjangnya. Dug!Tubuh Alex dijatuhkan dengan keras pada bagian perut Xander. Pukulan diberikan Alex pada Xander. Sayangnya tangan Xander dengan sigap menangkis. "Anak sialan! Tidak tahu diri!" Xander mendorong Alex hingga oleng ke kanan. Namun tidak bisa menjatuhkan Alex, karena kaki Alex mengunci tubuh Xander. "Aku tidak minta dilahirkan bangst! Kenapa kau menginginkan aku ada!" Alex berteriak di wajah Xander. Bugh!Pukulan keras diberikan Xander pada Alex. Erin dan Elisa tidak tahan dengan pemandangan ayah dan anak yang saling menyiksa. Elisa menahan Xander. Sedangkan Erin menahan Alex. Mereka kemudian masing-masing menarik Xander baik Alex agar bisa
"Kak Erin, ini bukan jalan ke rumah Vije."Perkataan Vije membuat Erin bisa fokus kembali. Namun memang Erin tidak bisa membawa Vije pulang ke rumah. Ponsel Erin berdering kembali. Kali ini ayah Edward yang menelepon. Keringat dingin dirasakan Erin saat sempat mengintip nama yang tertera. Erin menepikan mobil. Ia tidak mungkin mengabaikan panggilan dari ayah Edward. Bisa tamat riwayat Erin jika melakukannya."Halo, Pak. Ada apa?""Ada apa katamu? Di mana Edward!" tanya ayah Edward dengan nada kesal.Erin sampai menjauhkan ponselnya demi meredam suara ayah Edward. "Ada bersama saya, Pak." Erin tidak bisa berbohong. Kalau suatu hal diawali dengan kebohongan, maka seterusnya akan memerlukan kebohongan untuk menutupinya. "Bawa ke hadapanku sekarang!" "Tapi, Tuan Muda Edward ada rapat setengah jam lagi, Pak." "Tidak perlu datang! Lebih penting datang ke hadapanku sekarang!""Maaf, Pak. Anda ada di mana?""Di rumah."Klik!Sambungan telepon terputus secara tiba-tiba. Erin dilema. Elisa
Hari buruk Erin berlalu kemarin. Namun bukan berarti hari ini Erin akan bahagia. Masih ada misteri yang akan dijalani hari ini. Semalam Alex tidak melakukan hal buruk, melainkan hanya memasak kembali menu yang dimasak Erin. Rasa masakannya jauh lebih enak daripada milik Erin. Perbedaannya Erin bumbu versi rempah Indonesia. Sedangkan Alex memasak dengan bumbu yang sama dengan masakan Western.Erin terbangun dari tidurnya. Ia tidak sadar jika tertidur di meja minibar yang ada di dapur. Anehnya Erin tidur dengan berbantalkan tangan Alex. Alex yang tertidur dimanfaatkan oleh Erin untuk mencari ponsel. Terakhir kali Erin tahu jika ponselnya disembunyikan Alex di dalam sakunya. "Kalau aku mengambil dari dalam sakunya, apa nanti tidak membuatnya bangun?" gerutu Erin. Erin akhirnya membiarkan Alex tertidur. Sepanjang malam Erin dan Alex hanya bercerita. Terkadang Erin mengerti perasaan Alex. Rupanya Alex tidak hanya merugikan saja. Alex sama seperti manusia biasa. Tangan Erin perlahan ing
Erin menelan ludahnya susah payah. Ia seakan dikunci oleh tatapan dari Alex. Tak disangka ucapan asal yang dilontarkan Erin membuat Alex tampak bersungguh-sungguh."Kenapa tidak menjawab?""Maaf. Aku tadi asal bicara. Jangan jadikan dirimu pembunuh. Jika itu terjadi, sampai kau masuk neraka pun ... aku akan tetap membalasmu.""Ck! Kau di dunia saja lemah seperti ini. Percaya diri sekali kalau di akhirat lebih hebat?" "Biarkan saja!" Cup!Alex mencium bibir Erin. Selanjutnya Erin menipiskan bibirnya agar tidak bisa terhisap kembali oleh bibir Alex. "Alex, jangan perlakukan aku seenaknya. Kau tidak menyukaiku. Jadi, tolong jangan jadikan aku jalangmu.""Aku tidak menjadikan kau sebagai jalangku. Kau memang milikku." Alex beralih mencium pipi Erin. Ia tidak menyerah kalau hanya bagian bibir saja yang ditutup aksesnya oleh Erin."Alex, tolong jangan meninggalkan kesan buruk di benakku. Aku ingin berteman denganmu layaknya aku bersama Edward dan Vije.""Aku tidak mau disamakan dengan me
Darwin sempat menoleh ke belakang. Ia ingin memastikan kalau Alex tidak muncul secara tiba-tiba. Karena cerita kelam Alex merupakan hal yang dibenci untuk disebarkan pada orang lain."Om?" Erin tanpa sadar lancang memanggil Darwin agar meneruskan ceritanya."Oh, iya! Maaf. Om tadi hanya ingin memastikan ada Alex atau tidak. Cerita ini sebenarnya tidak bisa disebarkan. Berhubung kau sempat terseret kasus Revan. Makanya Om beritahu.""Kalau memang privasi tidak apa-apa disimpan saja, Om. Erin tidak mau Om nanti dimusuhi oleh Alex.""Tenang saja. Tidak akan terjadi. Alex tidak bisa hidup tanpa, Om. Dia meskipun terlihat arogan, hanya Om yang diandalkan dan dipercaya oleh Alex." Darwin terlihat membanggakan diri.Erin hanya tersenyum kecil menanggapi Darwin. Cukup unik keluarga besar Vijendra. Mulai dari ayah yang kejam, anak yang memiliki kepribadian ganda dan paman yang terlihat berbeda dentan tampilan luarnya."Sampai mana tadi ceritanya?""Sampai Alex bertemu Revan dengan membawa paca
Tidak seperti dugaan Erin, Alex tidak melakukan sesuatu yang membahayakan bagi bibi Surti. Alex hanya merebut ponsel bibi Surti agar tidak mengangkat telepon."Bi, saya pulang!""Lo, Nak Alex. Kenapa pulang? Ini sudah malam."Alex tak menjawab. Ia justru menarik tangan Erin. Sementara Erin memberikan permintaan maaf secara halus pada bibi Surti. Kini Alex dan Erin berada di dalam mobil. Langsung saja Alex menancap gas dengan kecepatan tinggi setelah keluar dari halaman rumah. Erin sempat memperhatikan Alex. Tatapan Alex sempat memperlihatkan ada aura ketakutan meskipun hanya sekilas. Erin menghargai Alex yang menyembunyikan sesuatu."Rumahmu di mana?" tanya Alex di sela-sela mengemudinya."Tidak ada.""Kau aslinya gelandangan?""Hei! Bukan berarti aku gelandangan.""Kan gelandangan saja yang tidak memiliki rumah.""Ya, memang benar. Tapi, kenyataanya rumahku sudah tidak ada. Sudah diratakan menjadi tanah.""Kenapa boleh diratakan begitu saja? Biasanya kan, rumah menyimpan kenangan?"
Alex masih tak menjawab pertanyaan Erin. Ia fokus mengemudi. Tujuan Alex entah akan membawa Erin kemana.Perjalanan yang cukup panjang membuat Alex berhenti di depan sebuah klinik. Ia meminta Erin turun dari mobil. "Kenapa kita datang ke klinik?""Sejak tadi darahmu selalu keluar. Itu terlihat menjijikkan. Jadi, aku membawamu kemari."Erin mengartikan kalau Alex gengsi mengatakan kalau peduli pada luka Erin. Namanya juga wanita pasti cenderung berprasangka lebih jauh dari kenyataan."Ayo!" Alex berdiri tepat di depan pintu mobil dekat Erin. "Sabar sedikit." Erin keluar dari mobil dengan langkah yang hampir terjatuh. Rupanya Erin baru merasakan kalau kepalanya pusing. Mungkin lebih tepatnya baru dirasakan, meskipun sejak tadi kepala Erin pusing. Di dalam klinik Erin diberi penanganan agar darah di dalam hidungnya tidak keluar terus-menerus. Sementara Alex menunggu di luar ruangan. Terlihat jelas jika Alex enggan masuk ke dalam ruangan. Pengobatan pada luka di hidung Erin terganggu
Seorang wanita tengah terduduk lesu di pinggir trotoar. Sebuah map berwarna merah yang dipegang adalah penyebabnya. Di dalam map itu terdapat pernyataan yang mengharuskan dirinya mengambil sebuah pilihan yang sulit yaitu mempertaruhkan nyawa ayahnya."Tidak ada pilihan lain, aku harus melakukan sesuatu!" gerutu wanita itu sembari beranjak dari pinggir trotoar. Langkah kakinya menuntun ke sebuah tempat. Ia tidak peduli dengan teriknya sinar matahari yang membakar kulit.Tempat yang dituju yaitu sebuah cafe yang tak jauh dari trotoar tersebut. Hanya butuh waktu lima menit untuk sampai di tempat.Ketika membuka pintu, wanita itu sudah disambut tatapan sinis."Ada apa kau kemari, Erin? Aku sudah tidak bisa memberimu uang lagi!" Seorang wanita paruh baya berkata dengan nada ketus."Tante Desi... aku mohon ... beri aku pinjaman uang lagi. Aku janji akan membayar semua hutangku." Erin meraih tangan tantenya seraya menatap penuh harap menginginkan kebaikan hati tantenya."Tidak bisa! Bayar se...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments