Erin menunjuk pada foto yang ada di dalam kamar bukanlah seorang anak, melainkan pria. Insting Erin mengatakan jika pak Edo mungkin salah kamar.
“Apa Bapak yakin ini kamarnya?” Erin berbalik tanya.Pak Edo mengangguk.Sikap Erin yang nampak terkejut sekaligus takut disebabkan kamar yang disinggahinya memancarkan aura yang menyeramkan. Sangat jauh dari kamar anak kecil. Dinding yang berwarna abu-abu gelap dilengkapi dengan lukisan dan poster yang mengerikan. Erin tidak yakin jika penghuninya anak kecil yang akan diasuh Erin.“Tuan Muda, Anda di mana?” Pak Edo mencari seseorang pemilik kamar tersebut.Erin masih terdiam di tempatnya. Ia menatap sekeliling. Suasana kamar masih tetap mencekam bagi Erin. Apalagi Erin melihat ada sebuah papan yang penuh dengan coretan berwarna merah. Tak hanya itu, ekspresi manusia dari lukisan dan poster yang tampak berdarah-darah juga menambah kesan menakutkan. Namun yang paling membuat bertanya-tanya, ada sebuah sisi yang cukup terang dari salah satu ruangan yang pintunya terbuka di dalam kamar.‘Gila! Anak kecil seperti apa yang harus aku hadapi? Aneh sekali selera anak kecil ini,’ batin Erin sembari memegangi tengkuknya yang merasa merinding.Pak Edo membawa seorang laki-laki yang basah kuyup. Ia juga mengeringkan tubuh laki-laki itu dengan handuk. Erin hanya menyaksikan adegan itu tanpa berkedip. Pikiran Erin masih mencerna keadaan yang terjadi.“Tuan Muda kenapa melakukannya lagi? Nanti Tuan bisa mati kedinginan.” Pak Edo mengomeli orang tersebut sembari mencarikan baju.‘Tuan muda? Jangan bilang ... anak yang dimaksud adalah dia. Dia kan ... bukan anak-anak?’ batin Erin yang semakin bertanya-tanya.“Siapa dia?” tanya laki-laki yang ada di depan pak Edo.“Dia pengasuh baru Tuan Edward mulai hari ini. Namanya Erin.”Erin meneguk ludahnya susah payah. Ternyata apa yang disangkal perasaannya sejak tadi menjadi kenyataan. Ia akan menjadi pengasuh orang yang ada di depannya. Memang tidak terlalu tua. Namun bukan kategori anak-anak di mata Erin."Siapa dia, Pak?" tanya pria yang masih dibersihkan dengan handuk oleh pak Edo."Dia pengasuh baru Tuan Muda.""Assyiiiiiiikkk! Aku punya pengasuh baru!" seru pria itu layaknya anak-anak.Semua rasa bingung menjadi satu di wajah Erin. Ia masih tidak percaya akan hal yang ada di depannya. Pria yang terlihat sempurna bak pangeran, memiliki sikap yang aneh.Pak Edo masih setia menggosok badan pria di hadapan Erin hingga kering. Bahkan pak Edo membantu membukakan baju pria tersebut. Erin segera menutupi matanya saat pak Edo membuka kancing baju pria itu satu per satu."Kakak kenapa ditutupi begitu?" tanya pria di hadapan Erin."Tidak apa-apa, Tuan Muda. Dia masih malu. Ayo sekarang ganti baju sendiri di kamar mandi."Pria yang dipanggil tuan muda tersebut langsung menurut pada pak Edo. Ia berjalan masuk ke dalam kamar mandi.Pak Edo membereskan baju yang basah, lalu meletakkannya pada sebuah box. Dalam sekali tekan, datanglah pelayan ke dalam kamar. Box yang berisi pakaian kotor dari seorang tuan muda langsung dibawa pergi oleh pelayan.Kecanggihan dan kenyamanan tersebut membuat Erin tercengang. Orang kaya memang bebas mengekspresikan keinginan. Begitulah kesimpulan Erin."Erin, tadi itu namanya tuan muda Edward Xander Vijendra. Dia memiliki kepribadian ganda. Jumlahnya ada tiga."Erin semakin tercengang dengan fakta tersebut. Walaupun sebelumnya Erin telah menduga ada yang salah sejak awal."Ada yang anak kecil, pria dewasa, dan pria berandalan alias badboy.""Begitu ternyata, Pak.""Tugasmu hanya menjadi teman dari tuan muda. Jadi, tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah di sini.""Siap, Pak!" Tidak ada kata lain yang tepat selain mengatakan siap, karena Erin telah menandatangani surat perjanjian menjadi pengasuh."Aku tinggal ya. Karena ada pekerjaan lain.""Iya, Pak."Pak Edo meninggalkan Erin sendirian di kamar Edward Xander Vijendra. Erin berkeliling sejenak di kamar tersebut. Cukup lama ternyata menunggu Edward Xander Vijendra berganti baju.Kamar yang cukup luas hingga ada tiga ruangan berbeda. Bahkan lemarinya pun terlihat berbeda. Ruangan yang sejak tadi ditempati Erin cukup suram dengan warna cat dan poster aneh. Ruangan selanjutnya terlihat normal dan ruangan terakhir terlihat cerah penuh warna.Tidak ingin lancang lebih jauh, Erin memutuskan duduk di sofa yang tersedia. Ia harus membaca artikel mengenai kepribadian ganda. Walaupun Erin pernah mendengar istilah tersebut baik di dalam drama dan novel, Erin perlu melihat lagi sumber terpercaya.Atensi mata Erin teralihkan dengan gerakan seseorang yang sedang mengawasi. Erin meletakkan ponselnya ke dalam saku. Rupanya Edward Xander Vijendra telah selesai dan mengintip kegiatan Erin sejak tadi.Erin mendekati Edward. Sebuah senyuman dipancarkan oleh Erin padanya."Ada apa?""Tidak ada.""Kau Edward kan?" tanya Erin dengan kalimat santai."Bukan!""Lalu siapa?"Pria di hadapan Erin hanya menggidikkan bahu. Tandanya tidak ingin memberitahu nama pada Erin. Hal itu membuat Erin tidak memaksa.Tok! Tok! Tok!"Tuan, ini sarapannya. Saya masuk, ya!" teriak pelayan yang ada di luar kamar.Edward Xander Vijendra langsung bergegas berjalan ke pintu melewati Erin begitu saja. Erin merasa bingung harus berbuat apa. Tidak biasanya Erin didiamkan oleh anak kecil. Lebih tepatnya anak kecil tak sebenarnya."Apa sarapan bagi ini?" tanya Edward pada pelayan."Sereal seperti yang Anda inginkan.""Bagus! Akhirnya Bibi hafal jadwal menu sarapanku.""Iya, Tuan Muda. Maaf, ya. Kalau terkadang salah. Karena saya tidak tahu kapan Tuan Muda muncul.""Tidak apa-apa, Bi. Makanan kak Edward juga enak kok.""Syukurlah. Kalau begitu Bibi suapi, ya."Edward menggelengkan kepala. "Aku sudah punya pengasuh baru. Jadi, maunya sama Kakak itu!" Edward menunjuk pada Erin.Erin hanya melempar senyum pada pelayan."Oh, begitu. Baiklah makanannya Bibi letakkan di sini."Edward mengangguk cepat. Ia kemudian melesat pergi ke ruangan lain. Entah maksudnya apa tiba-tiba pergi begitu saja.Pelayan tidak langsung meninggalkan kamar Edward Xander Vijendra. Ia justru mendekati Erin."Tolong nanti suruh tuan muda minum ini, ya." Pelayan memberikan sebuah obat yang mirip vitamin."Obat apa ini, Bi?""Untuk mengatasi alerginya. Karena berbeda kepribadian, selera mereka tidak sama. Tapi, tubuh hanya satu. Tuan Muda Edward alergi pada sereal."Cukup rumit juga mendengar penjelasan dari pelayan tentang kondisi Edward Xander Vijendra. "Baik, Bi.""Tapi ... jangan bilang kalau untuk alergi. Bilang saja vitamin biar tambah cerdas, begitu saja.""Iya, Bi. Oh, iya! Kepribadian yang sekarang ini punya nama atau tidak?""Punya. Tapi, Bibi tidak bisa mengatakan. Karena nanti kalau tuan muda tau, Bibi kena marah. Dia akan memperkenalkan sendiri nanti padamu.""Siap, Bi.""Ehem!" Suara dehem terdengar.Pelayan bergegas pergi dari sana, hingga meninggalkan Erin. Sedangkan Erin hanya menatap Edward yang ternyata berganti baju lagi dengan setelan jas kantor."Apa Tuan Muda ingin makan sekarang?" tanya Erin dengan hati-hati. Ia ingin bersikap ramah."Kau siapa?"Erin langsung terkejut dengan perkataan yang berbeda dari sebelumnya. "Saya Erin.""Tidak perlu formal.""Aku Erin, pengasuh baru.""Kau membawa hal yang harus ditunjukkan?"Erin tampak kebingungan. Ia tidak diberitahu jika harus menunjukkan sesuatu. Oleh karena itu, Erin berpikir keras."Bisa sebutkan hal yang harus ditunjukkan itu apa?"Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu kamar membuat perkacapan terhenti. Rupanya pak Edo yang datang kembali ke kamar. "Apa dia tidak diberitahu hal yang harus ditunjukkan?" tanya Edward pada pak Edo."Maaf, saya lupa Tuan.""Kau mendapatkannya atas perintah siapa?""Mom Elisa, Tuan."“Ternyata wanita itu cukup cepat bekerja menemukan pengasuh baru.” “Iya, Tuan. Saya menyampaikan dengan cepat pada nyonya dengan kriteria yang Anda inginkan.” “Tinggalkan aku dengannya sekarang!” “Baik, Tuan.” Erin menatap pak Edo. Tatapan Erin seolah menuntut banyak penjelasan. Namun tatapan pak Edo hanya menyiratkan semua akan baik-baik saja. Edward mendekat ke arah Erin. Ia mengamati Erin dari atas sampai bawah. Sementara Erin yang diamati cukup intens merasa terintimidasi. ‘Ya Tuhan ... aku di sini benar akan menjadi pengasuh, kan? Bukan untuk pemuas nafsu atau yang lainnya?’ batin Erin menguatkan diri. Ia cukup khawatir telah menerima pekerjaan sebagai pengasuh. "Berikan surat perjanjian kerjam
“Sebentar.” Edward meminta Erin menunggu sembari mengecek satu per satu catatan yang ada di meja belajar.Perasaan Erin semakin tidak tentu. Ia takut rencana kepribadian lain dari Edward membahayakan. ‘Apakah aku sudah mengambil keputusan yang benar?’ batin Erin sembari menatap sekeliling. Berapa kali pun Erin menatap sekeliling, suasana mengerikan dari lukisan dan poster yang di dinding tetap terasa nyata. Edward kembali ke hadapan Erin dengan membawa sebuah kertas. “Jadi ... rencana Alex malam ini adalah taruhan balap liar.”“A ... apa aku ... yang akan balapan?” “Entahlah. Hanya tertulis seperti ini saja.” Edward memperlihatkan tulisan yang ada dalam secarik kertas. “Edward! Buka pintunya!” teriak seseorang dari luar kamar. Ekspresi Edward terlihat berubah. Aura ketegangan menyelimuti wajah Edward. “Sembunyi!” seru Edward pada Erin. Erin menatap bingung ke arah Edward. Ia tak mengerti mengapa harus bersembunyi. “Aku bilang sembunyi!” bentak Edward pada Erin. Erin langsung me
"Kau harus mencari kotak hitam yang tersembunyi di sekitar makam ini. Waktunya hanya lima belas menit." Alex memberi perintah dengan seenaknya pada Erin."Kotak hitam? Untuk apa?""Tidak perlu banyak tanya. Cepat cari! Kalau kau tidak mencarinya, maka tidak ada gaji awal yang kau harapkan tadi!"Erin ingin lari saja rasanya. Namun bayangan sang ayah pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya tidak sanggup. Oleh karena itu, Erin langsung bergegas menyusuri pemakaman yang tampak gelap. Berbeda sekali dengan pemakaman yang ada di pinggir kota. Alex tampak tersenyum senang melihat Erin patuh bak anjing peliharaan. Ia menyempatkan mengambil video saat Erin mencari kotak hitam yang berisi kain bendera balap liar. Lain halnya dengan Erin yang tampak gemetar melawan rasa merinding yang menyusup di sekujur tubuhnya. Berkali-kali Erin meminta maaf pada mendiang beristirahat di dalam tanah yang dilewati oleh Erin. Kraakk!Erin tak sengaja menginjak nisan kayu yang telah lapuk. Kaki Erin gemet
Pemandangan yang disaksikan Erin berupa kumpulan pria dan wanita yang seumuran Erin, bahkan ada yang lebih tua. Semua hal yang dilihat Erin sekarang rasanya mengiris hati. Namun anehnya mereka menikmatinya. Sesekali Erin mengalihkan pandangan agar tidak merasa risih.Kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan yang tidak pantas dilihat oleh umum. Ada pria yang sedang memainkan dua aset masa depan bagian atas dari wanita dengan terang-terangan. Ada juga yang berpelukan tidak biasa dengan adanya lenguhan aneh. Erin merasa ternodai lagi matanya. Cukup gila ternyata perkumpulan kepribadian lain dari Edward sekarang. Entah apa yang dilakukan selanjutnya, Erin masih tak sanggup bergerak dari tempatnya. Ia terlalu takut dengan situasi di sana. "Kenapa kau di sini? Aku sejak tadi memanggilmu?" Alex mendekati Erin. "Maaf, bisakah aku menunggu di sini saja?" Erin mencoba memohon. Walaupun kemungkinan disetujui oleh Alex sangat kecil."Tidak. Kau harus ikut bersamaku. Pengasuh sebelumnya juga mel
Duak!Benturan mobil terdengar keras. Erin merasakan dirinya seperti terbang. Namun mata Erin tetap dibiarkan terpejam. Tak sanggup rasanya melihat kenyataan. Entah Erin akan pindah alam atau masih dikasihani oleh Tuhan. "Woooooowwwwww! Wuuuhuuuu!" teriak Alex kegirangan.'Pria gila! Akan menghadap sang pencipta bisa-bisanya berseru senang!' batin Erin.Braakk! Braakkk! Braakk! Ciiiiitttttt! Kraaaakkkk!Erin mendengar jelas bunyi aneh yang menyakitkan. Sepertinya berasal dari truk yang sempat dilihat tadi. Karena Erin merasa tidak berguncang seperti tadi. Rasa penasaran Erin membuatnya membuka mata. Rupanya mobil yang ditumpangi Erin berada di jalan raya lagi. Entah kapan bisa terjadi seperti itu."Yeeeeaahhh! Aku pasti menang!" Alex berseru dengan semangat. Saat Erin akan mendebat Alex, justru kesulitan kembali dengan fantasi Erin yang lebih menyesakkan. Adegan pergulatan panas antara pria dan wanita di atas ranjang membuat Erin berkeringat. Tanpa sengaja Erin juga melepaskan suar
Sebuah hal yang diminta oleh Alex semalam rupanya bukan hal yang menakutkan bagi Erin. Namun sangat merepotkan. Karena Erin harus membujuk kekasih Alex yang sedang marah dan menyampaikan pesan jika Alex ingin menghabiskan malam yang panjang dengan sang kekasih.Akibat kelelahan dalam menuruti segala perintah Alex dan pacarnya membuat Erin harus tertidur di sofa sebuah hotel yang ada di lobi hotel. Erin tidak bisa berada di kamar hotel yang dipesan Alex, karena suara sahut-sahutan Alex dan pacarnya saat beradu aset masa depan sangat mengganggu. Kini Erin terpaksa dibangunkan oleh Alex. "Hei! Ayo pergi!" ucap Alex dengan nada lirih sembari mengguncang keras tubuh Erin. Erin mengerjapkan mata. Rasa pusing masih mendera kepala Erin akibat kurang tidur dan meminum sesuatu yang aneh semalam. Namun Alex tidak membiarkan Erin menyelaraskan tubuhnya hingga normal kembali.Kini Erin berada di dalam mobil bersama Alex. Erin merasa Alex berbeda dengan yang semalam. Harapan Erin sekarang Alex te
"Ada apa?" tanya Edward tampak penasaran. "Ayahku tiba-tiba kondisinya menurun. Bolehkah aku turun di depan sana saja. Aku janji akan kembali ke rumahmu setelah ini." Edward yang pada dasarnya suka iba dengan derita orang lain, akhirnya menepikan mobilnya. Sejujurnya Edward ingin mengantarkan Erin kembali ke rumah sakit. Namun pesan dari ayahnya untuk segera ke kantor membuat Edward mengurungkan niat."Punya ongkos untuk ke rumah sakit?" tanya Edward sebelum meninggalkan Erin."Punya. Kau tenang saja. Terima kasih. Maaf, ya."Edward kemudian melajukan mobilnya meninggalkan Erin. Erin memandangi mobil Edward yang telah menjauh. Ia harus memesan ojek online agar cepat sampai di rumah sakit. Jika menunggu taksi akan lama bagi Erin. Ojek online pesanan Erin telah tiba. Erin naik ke motor setelah memakai helm. Perlahan motor melaju menuju ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan Erin merapalkan doa untuk keselamatan sang ayah. 'Tuhan ... tolong jangan ambil ayah sekarang. Aku masih belum m
Erin pusing tujuh keliling mendengar pertanyaan Vije. Belum sempat memberi jawaban, Erin ditelepon oleh pak Edo. Hal itu membuat Erin pamit keluar sebentar dari kamar Vije. Di luar kamar, Erin mengangkat telepon dari pak Edo. "Halo, Pak. Ada apa?""Erin, tolong segera siapkan tuan muda. Rapat di kantor akan dimulai empat puluh menit lagi.""Masalahnya, sekarang Edward sedang berganti kepribadian menjadi Vije, Pak. Saya bingung harus bagaimana membujuknya untuk pergi ke kantor.""Aduuhhh! Bisa gawat kalau seperti ini. Karena rapat yang akan diadakan merupakan rapat penting. Kalau tidak datang, kesempatan tuan muda untuk bisa mengelola perusahaan akan jatuh ke tangan sepupunya."Erin mengigit kukunya. Ia harus berpikir keras. "Pak, sebenarnya Vije mau ke kantor dengan dua syarat.""Apa itu? Pertama minta dimandikan dan kedua minta naik kereta pulang dari kantor.""Turuti saja.""Ta ... tapi ... Pak. Saya kan wanita. Tidak mungkin memandikan Vije yang merupakan pria dewasa, Pak.""Keing
"Apa permintaanmu?" Elisa terdengar penasaran dari seberang telepon.Alex memperbesar volume suara, agar Erin bisa mendengarnya. Walaupun Erin berusaha menjauh agar tidak mendengar percakapan Alex dan Elisa. Namun Alex menahan tangan Erin agar tetap mendengar pembicaraannya dengan Elisa."Aku tau kalau kau hanya ingin harta dari iblis itu. Jadi, aku akan mewujudkannya. Asalkan kau menjamin semua yang aku inginkan terwujud."Erin tampak terkejut dengan ucapan Alex. Ia tidak pernah terpikirkan kalau Elisa menginginkan harta Xander ayah dari Edward. Padahal dari luar Elisa terlihat seperti ibu peri bagi Edward. "Apa yang kau inginkan?""Semua yang aku lakukan tercukupi. Tidak ada hambatan.""Apa semua yang kau dapatkan masih kurang hingga meminta sesuatu lagi padaku?"Erin yang awalnya masih tidak percaya, begitu mendengar ucapan Elisa yang berbeda seratus delapan puluh derajat. Hal itu membuat Erin berpikir ulang. "Kalau begitu, ya sudah. Kau jangan ganggu aku. Kita hidup pada masing-
Alex menutup mulut Erin. Ia kemudian menarik Erin untuk memasuki mobil. Walaupun Erin terlihat kesakitan, Alex tidak peduli."Kemari kau anak bangst!" Xander berteriak. Alex tak mendengarkan Xander yang mengejarnya. Ia terus menancap gas dengan cukup gila, mobil sampai sedikit terangkat saat keluar dari gerbang. Erin berpegangan erat. Ia pikir Xander akan berhenti mengejar Alex. Rupanya dugaan Erin salah. Sebuah mobil tampak keluar dari rumah dengan mengikuti Alex."Sialan! Dia benar-benar ingin mati!" Alex berniat membalikkan mobilnya, lalu beradu bagian depan mobil."Alex! Kau jangan gila! Aku tidak ingin mati!" ucap Erin dengan gemetar saat melihat mobil Alex berbalik, lalu seakan-akan ingin menabrak mobil yang mengikutinya."Alex!" teriak Erin sembari menutup mata. Ia pasrah terhadap apa yang akan terjadi. Jika memang Erin nanti mati, hanya bisa memasrahkan ayahnya pada Sang Pencipta saja untuk menjaga sang ayah.Perlahan Erin membuka mata akibat tidak mendengar suara tabrakan.
Brraaaaakkk!Xander melemparkan lampu hias pada tubuh Alex saat mulai bangkit. Hal itu tak membuat Alex gentar. Walaupun rasa sakit yang dirasakannya tidak hanya tubuh saja, melainkan batinnya juga sakit.Bugh! Alex menyerang Xander dengan menyeruduk dengan kepalanya hingga Xander terjatuh. Ketika Xander terjatuh, Alex langsung menerjangnya. Dug!Tubuh Alex dijatuhkan dengan keras pada bagian perut Xander. Pukulan diberikan Alex pada Xander. Sayangnya tangan Xander dengan sigap menangkis. "Anak sialan! Tidak tahu diri!" Xander mendorong Alex hingga oleng ke kanan. Namun tidak bisa menjatuhkan Alex, karena kaki Alex mengunci tubuh Xander. "Aku tidak minta dilahirkan bangst! Kenapa kau menginginkan aku ada!" Alex berteriak di wajah Xander. Bugh!Pukulan keras diberikan Xander pada Alex. Erin dan Elisa tidak tahan dengan pemandangan ayah dan anak yang saling menyiksa. Elisa menahan Xander. Sedangkan Erin menahan Alex. Mereka kemudian masing-masing menarik Xander baik Alex agar bisa
"Kak Erin, ini bukan jalan ke rumah Vije."Perkataan Vije membuat Erin bisa fokus kembali. Namun memang Erin tidak bisa membawa Vije pulang ke rumah. Ponsel Erin berdering kembali. Kali ini ayah Edward yang menelepon. Keringat dingin dirasakan Erin saat sempat mengintip nama yang tertera. Erin menepikan mobil. Ia tidak mungkin mengabaikan panggilan dari ayah Edward. Bisa tamat riwayat Erin jika melakukannya."Halo, Pak. Ada apa?""Ada apa katamu? Di mana Edward!" tanya ayah Edward dengan nada kesal.Erin sampai menjauhkan ponselnya demi meredam suara ayah Edward. "Ada bersama saya, Pak." Erin tidak bisa berbohong. Kalau suatu hal diawali dengan kebohongan, maka seterusnya akan memerlukan kebohongan untuk menutupinya. "Bawa ke hadapanku sekarang!" "Tapi, Tuan Muda Edward ada rapat setengah jam lagi, Pak." "Tidak perlu datang! Lebih penting datang ke hadapanku sekarang!""Maaf, Pak. Anda ada di mana?""Di rumah."Klik!Sambungan telepon terputus secara tiba-tiba. Erin dilema. Elisa
Hari buruk Erin berlalu kemarin. Namun bukan berarti hari ini Erin akan bahagia. Masih ada misteri yang akan dijalani hari ini. Semalam Alex tidak melakukan hal buruk, melainkan hanya memasak kembali menu yang dimasak Erin. Rasa masakannya jauh lebih enak daripada milik Erin. Perbedaannya Erin bumbu versi rempah Indonesia. Sedangkan Alex memasak dengan bumbu yang sama dengan masakan Western.Erin terbangun dari tidurnya. Ia tidak sadar jika tertidur di meja minibar yang ada di dapur. Anehnya Erin tidur dengan berbantalkan tangan Alex. Alex yang tertidur dimanfaatkan oleh Erin untuk mencari ponsel. Terakhir kali Erin tahu jika ponselnya disembunyikan Alex di dalam sakunya. "Kalau aku mengambil dari dalam sakunya, apa nanti tidak membuatnya bangun?" gerutu Erin. Erin akhirnya membiarkan Alex tertidur. Sepanjang malam Erin dan Alex hanya bercerita. Terkadang Erin mengerti perasaan Alex. Rupanya Alex tidak hanya merugikan saja. Alex sama seperti manusia biasa. Tangan Erin perlahan ing
Erin menelan ludahnya susah payah. Ia seakan dikunci oleh tatapan dari Alex. Tak disangka ucapan asal yang dilontarkan Erin membuat Alex tampak bersungguh-sungguh."Kenapa tidak menjawab?""Maaf. Aku tadi asal bicara. Jangan jadikan dirimu pembunuh. Jika itu terjadi, sampai kau masuk neraka pun ... aku akan tetap membalasmu.""Ck! Kau di dunia saja lemah seperti ini. Percaya diri sekali kalau di akhirat lebih hebat?" "Biarkan saja!" Cup!Alex mencium bibir Erin. Selanjutnya Erin menipiskan bibirnya agar tidak bisa terhisap kembali oleh bibir Alex. "Alex, jangan perlakukan aku seenaknya. Kau tidak menyukaiku. Jadi, tolong jangan jadikan aku jalangmu.""Aku tidak menjadikan kau sebagai jalangku. Kau memang milikku." Alex beralih mencium pipi Erin. Ia tidak menyerah kalau hanya bagian bibir saja yang ditutup aksesnya oleh Erin."Alex, tolong jangan meninggalkan kesan buruk di benakku. Aku ingin berteman denganmu layaknya aku bersama Edward dan Vije.""Aku tidak mau disamakan dengan me
Darwin sempat menoleh ke belakang. Ia ingin memastikan kalau Alex tidak muncul secara tiba-tiba. Karena cerita kelam Alex merupakan hal yang dibenci untuk disebarkan pada orang lain."Om?" Erin tanpa sadar lancang memanggil Darwin agar meneruskan ceritanya."Oh, iya! Maaf. Om tadi hanya ingin memastikan ada Alex atau tidak. Cerita ini sebenarnya tidak bisa disebarkan. Berhubung kau sempat terseret kasus Revan. Makanya Om beritahu.""Kalau memang privasi tidak apa-apa disimpan saja, Om. Erin tidak mau Om nanti dimusuhi oleh Alex.""Tenang saja. Tidak akan terjadi. Alex tidak bisa hidup tanpa, Om. Dia meskipun terlihat arogan, hanya Om yang diandalkan dan dipercaya oleh Alex." Darwin terlihat membanggakan diri.Erin hanya tersenyum kecil menanggapi Darwin. Cukup unik keluarga besar Vijendra. Mulai dari ayah yang kejam, anak yang memiliki kepribadian ganda dan paman yang terlihat berbeda dentan tampilan luarnya."Sampai mana tadi ceritanya?""Sampai Alex bertemu Revan dengan membawa paca
Tidak seperti dugaan Erin, Alex tidak melakukan sesuatu yang membahayakan bagi bibi Surti. Alex hanya merebut ponsel bibi Surti agar tidak mengangkat telepon."Bi, saya pulang!""Lo, Nak Alex. Kenapa pulang? Ini sudah malam."Alex tak menjawab. Ia justru menarik tangan Erin. Sementara Erin memberikan permintaan maaf secara halus pada bibi Surti. Kini Alex dan Erin berada di dalam mobil. Langsung saja Alex menancap gas dengan kecepatan tinggi setelah keluar dari halaman rumah. Erin sempat memperhatikan Alex. Tatapan Alex sempat memperlihatkan ada aura ketakutan meskipun hanya sekilas. Erin menghargai Alex yang menyembunyikan sesuatu."Rumahmu di mana?" tanya Alex di sela-sela mengemudinya."Tidak ada.""Kau aslinya gelandangan?""Hei! Bukan berarti aku gelandangan.""Kan gelandangan saja yang tidak memiliki rumah.""Ya, memang benar. Tapi, kenyataanya rumahku sudah tidak ada. Sudah diratakan menjadi tanah.""Kenapa boleh diratakan begitu saja? Biasanya kan, rumah menyimpan kenangan?"
Alex masih tak menjawab pertanyaan Erin. Ia fokus mengemudi. Tujuan Alex entah akan membawa Erin kemana.Perjalanan yang cukup panjang membuat Alex berhenti di depan sebuah klinik. Ia meminta Erin turun dari mobil. "Kenapa kita datang ke klinik?""Sejak tadi darahmu selalu keluar. Itu terlihat menjijikkan. Jadi, aku membawamu kemari."Erin mengartikan kalau Alex gengsi mengatakan kalau peduli pada luka Erin. Namanya juga wanita pasti cenderung berprasangka lebih jauh dari kenyataan."Ayo!" Alex berdiri tepat di depan pintu mobil dekat Erin. "Sabar sedikit." Erin keluar dari mobil dengan langkah yang hampir terjatuh. Rupanya Erin baru merasakan kalau kepalanya pusing. Mungkin lebih tepatnya baru dirasakan, meskipun sejak tadi kepala Erin pusing. Di dalam klinik Erin diberi penanganan agar darah di dalam hidungnya tidak keluar terus-menerus. Sementara Alex menunggu di luar ruangan. Terlihat jelas jika Alex enggan masuk ke dalam ruangan. Pengobatan pada luka di hidung Erin terganggu