Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu kamar membuat perkacapan terhenti. Rupanya pak Edo yang datang kembali ke kamar."Apa dia tidak diberitahu hal yang harus ditunjukkan?" tanya Edward pada pak Edo."Maaf, saya lupa Tuan.""Kau mendapatkannya atas perintah siapa?""Mom Elisa, Tuan."“Ternyata wanita itu cukup cepat bekerja menemukan pengasuh baru.”“Iya, Tuan. Saya menyampaikan dengan cepat pada nyonya dengan kriteria yang Anda inginkan.”“Tinggalkan aku dengannya sekarang!”“Baik, Tuan.”Erin menatap pak Edo. Tatapan Erin seolah menuntut banyak penjelasan. Namun tatapan pak Edo hanya menyiratkan semua akan baik-baik saja.Edward mendekat ke arah Erin. Ia mengamati Erin dari atas sampai bawah. Sementara Erin yang diamati cukup intens merasa terintimidasi.‘Ya Tuhan ... aku di sini benar akan menjadi pengasuh, kan? Bukan untuk pemuas nafsu atau yang lainnya?’ batin Erin menguatkan diri. Ia cukup khawatir telah menerima pekerjaan sebagai pengasuh."Berikan surat perjanjian kerjamu!"Erin berjalan ke arah tasnya berada untuk mengambil surat perjanjian yang telah ditandatangani. Sebuah berkas diberikan pada Edward dengan hati-hati.Edward membaca berkas yang diberikan Erin. Sementara Erin yang memperhatikan Edward merasa gusar. Apalagi Edward melihat bagian latar belakang Erin.'Bagaimana kalau dia tidak cocok? Lalu, membatalkan perjanjian kerjaku?' batin Erin bertanya-tanya. Rasanya tidak tenang saat Edward tak kunjung selesai membaca berkas Erin. Bahkan Edward membolak-balikkan lembaran kertas hingga dua kali. Entah apa yang ingin dicari oleh Edward.“Sepertinya kau cocok.” Kalimat pertama yang diungkapkan Edward pada Erin.“Maaf, maksud Tuan apa, ya?” Erin memberanikan diri bertanya. Sejujurnya ada banyak hal di pikiran Erin. Namun ditahan olehnya, karena tidak ingin membawa kesan buruk.“Kau akan tau nanti saat malam hari tiba.”“Bisa dijelaskan tugas saya apa dan maksud malam hari apa?”“Maaf. Kau mungkin terlihat takut padaku. Jadi, aku jelaskan. Kau dengarkan, ya?”Erin mengangguk pada Edward yang nampak pucat. Mungkin Edward terlalu lama mandi, sehingga kulitnya terlihat seperti itu.“Aku Edward Xander Vijendra. Orang yang akan kau asuh adalah aku. Aku memiliki tiga kepribadian. Kepribadian pertama yang kau lihat sekarang. Kepribadian kedua anak kecil. Kepribadian ketiga yang akan kau lihat nanti malam. Aku gambarkan kepribadian ketiga sebagai badboy.”Erin tercengang mendengar ungkapan Edward. Ia tak menyangka orang yang terlihat nyaris sempurna fisiknya di depan Erin ini memiliki masalah kepribadian.“Tapi, mungkin bisa bertambah seiring tidak mampunya aku mengatasi keadaan. Jadi, kau harus siap dengan itu. Aku ingin kau bertugas menjadi teman semuanya. Dan ... kau jangan panggil Tuan. Cukup dengan nama saja.”Erin hanya mengangguk-anggukkan kepala.“Kalau kau berhadapan dengan yang sekarang ini, kau panggil Edward. Kalau yang nanti malam, kau panggil Alex. Yang anak kecil, namanya Vije. Tapi, anak kecil hanya muncul sesekali saja.”“Bagaimana aku bisa membedakannya? Kalau sebenarnya aku lihat sekarang hanya satu orang.”“Kami memiliki baju dan gaya masing-masing. Kau akan melihat dengan jelas.”“Selain yang kau katakan tadi, apa ada yang lain?”“Ah, iya! Tugas utamamu menyeimbangkan semuanya. Kalau bisa, kau harus menemukan kepribadian utama. Agar kepribadian lain terbunuh dan hilang sendirinya.”‘Astaga! Gila sekali tugas utamanya?’ batin Erin menjerit. 'Sabar Erin ... baru sehari bekerja. Jangan terlalu mudah menyimpulkan,' lanjut Erin dalam batinnyaEdward memandangi wajah Erin. Ia bisa menangkap eskpresi Erin terlihat terbebani. “Jangan jadikan beban. Cukup jadi teman saja tidak apa-apa.” Rupanya Edward terlihat seperti pria yang peka.Erin mengangguk. Walaupun sebenarnya Erin merasa berat. Namun jika dibandingkan harus menyerahkan dirinya pada club tante Desi, pekerjaannya saat ini lebih baik.“Hati-hati dengan ayahku. Dia iblis terkejam.”‘Sial! Kenapa dia justru menambahkan sebuah informasi yang menakutkan?’ batin Erin yang tertekan.“Kau mendengarku?” ulang Edward.“Iya, Tuan.”“Jangan panggil Tuan! Aku tidak suka. Dan ... jangan formal.”Erin mengangguk.“Good job!” Edward memberikan acungan jempol dan sebuah senyuman sekilas.Edward kemudian mengambil sesuatu di atas meja. Erin hanya menunggu dengan tetap berdiri. Karena sejak tadi Edward mengajak bicara Erin dengan berdiri.“Duduklah! Kau harus membaca ini.” Edward memberikan sebuah berkas pada Erin.Erin membaca isi berkas tersebut sesuai perintah Edward. Isinya sebuah kontrak kerja dan hal yang harus dilakukan oleh Erin. Hal yang paling menarik dalam isi kontrak kerja adalah nominal yang tertera. Ternyata Erin mendapatkan gaji tambahan sebesar sepuluh juta dari Edward.“Cepat tanda tangani.”“Sebelum tanda tangan, bolehkah aku bertanya?”“Boleh.”“Apakah ini gaji yang disebutkan oleh ibumu tadi?” Erin terpaksa bertanya seperti itu walaupun isinya jelas tertera nama Edward yang memberikan gaji.“Berbeda. Ini gaji dariku. Jika kau mendapat gaji dari wanita itu, berarti urusanmu. Bukan urusanku. Aku sengaja menggajimu juga ... karena tidak ingin mendengar ada telat gaji yang membuatmu kabur dariku atau menyakitiku.”Wajah Erin berbinar mendengar ucapan Edward. Gaji perbulan yang sebesar itu, bisa membantu Erin membayar biaya rumah sakit ayahnya dan membayar hutang pada tante Desi.“Apakah aku boleh meminta waktu untuk pergi selama satu jam pagi dan sore hari?” Erin memberanikan diri bertanya sebelum menandatangani kontrak kerja. Karena di dalam kontrak kerja, Erin diwajibkan menetap di rumah Edward.“Untuk apa?”“Aku memiliki ayah yang sedang koma. Ada jadwal memandikan ayahku setiap harinya dan memberi pijatan-pijatan padanya. Apakah boleh?”Edward tak menjawab. Ia terlihat sedang berpikir. Lain halnya dengan Erin yang nampak menunggu jawaban dengan cemas.“Baiklah. Jika nanti aku ingin ikut, kau harus membawaku.”Erin mengangguk cepat. Tidak sulit permintaan Edward untuk dikabulkan. Tanpa buang-buang waktu, Erin langsung menandatangani kontrak. Namun Erin menghentikan aktivitasnya ketika berada di halaman berikutnya. Ia teringat hal penting yang harus diminta oleh Erin pada Edward.“Tuan. Eh ... Edward. Aku memiliki permintaan mendesak. Aku akan melakukan apapun jika bisa diwujudkan, selama bukan permintaan menyerahkan kesucianku padamu.”“Wah! Kau banyak maunya juga.”“Sekali lagi aku minta maaf. Aku terlalu lancang meminta permintaan. Tapi, ini sangat mendesak. Aku harus membayar biaya rumah sakit ayahku yang menunggak dua bulan. Tenggat waktunya sampai besok. Bisakah aku mendapatkan gaji pertama di awal?”“Tergantung. Seberapa puasnya sosok Alex denganmu.”“Puas bagaimana?”“Alex malam ini punya rencana. Dia memberitahuku lewat tulisan. Jadi, kau harus menjalankan rencana itu dengan baik.”“Rencana seperti apa?”"Aku tidak tahu secara detailnya. Hanya Alex yang tahu. Karena kami saling berkaitan, maka aku harus menyampaikan ini dan memiliki persetujuan yang sama.""Baiklah. Aku akan berusaha yang terbaik!""Nah! Aku suka usaha seperti itu.""Emmm ... maaf, apa boleh disebutkan clue dari rencana itu? Berbahaya atau tidak?""Entah! Aku tidak memiliki memori untuk mengingat segala hal yang dilakukan Alex. Kau harus belajar tentang kepribadian ganda lebih jauh."Erin menganggukkan kepala. Entah mengapa lancang sekali Erin menduga-duga. Namun jika tidak diutarakan, Erin juga merasa bingung. 'Kira-kira ... rencana apa ya?' batin Erin."Oh, iya! Sepertinya ada petunjuk." Edward berjalan menuju ke meja belajar.“Sebentar.” Edward meminta Erin menunggu sembari mengecek satu per satu catatan yang ada di meja belajar.Perasaan Erin semakin tidak tentu. Ia takut rencana kepribadian lain dari Edward membahayakan. ‘Apakah aku sudah mengambil keputusan yang benar?’ batin Erin sembari menatap sekeliling. Berapa kali pun Erin menatap sekeliling, suasana mengerikan dari lukisan dan poster yang di dinding tetap terasa nyata. Edward kembali ke hadapan Erin dengan membawa sebuah kertas. “Jadi ... rencana Alex malam ini adalah taruhan balap liar.”“A ... apa aku ... yang akan balapan?” “Entahlah. Hanya tertulis seperti ini saja.” Edward memperlihatkan tulisan yang ada dalam secarik kertas. “Edward! Buka pintunya!” teriak seseorang dari luar kamar. Ekspresi Edward terlihat berubah. Aura ketegangan menyelimuti wajah Edward. “Sembunyi!” seru Edward pada Erin. Erin menatap bingung ke arah Edward. Ia tak mengerti mengapa harus bersembunyi. “Aku bilang sembunyi!” bentak Edward pada Erin. Erin langsung me
"Kau harus mencari kotak hitam yang tersembunyi di sekitar makam ini. Waktunya hanya lima belas menit." Alex memberi perintah dengan seenaknya pada Erin."Kotak hitam? Untuk apa?""Tidak perlu banyak tanya. Cepat cari! Kalau kau tidak mencarinya, maka tidak ada gaji awal yang kau harapkan tadi!"Erin ingin lari saja rasanya. Namun bayangan sang ayah pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya tidak sanggup. Oleh karena itu, Erin langsung bergegas menyusuri pemakaman yang tampak gelap. Berbeda sekali dengan pemakaman yang ada di pinggir kota. Alex tampak tersenyum senang melihat Erin patuh bak anjing peliharaan. Ia menyempatkan mengambil video saat Erin mencari kotak hitam yang berisi kain bendera balap liar. Lain halnya dengan Erin yang tampak gemetar melawan rasa merinding yang menyusup di sekujur tubuhnya. Berkali-kali Erin meminta maaf pada mendiang beristirahat di dalam tanah yang dilewati oleh Erin. Kraakk!Erin tak sengaja menginjak nisan kayu yang telah lapuk. Kaki Erin gemet
Pemandangan yang disaksikan Erin berupa kumpulan pria dan wanita yang seumuran Erin, bahkan ada yang lebih tua. Semua hal yang dilihat Erin sekarang rasanya mengiris hati. Namun anehnya mereka menikmatinya. Sesekali Erin mengalihkan pandangan agar tidak merasa risih.Kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan yang tidak pantas dilihat oleh umum. Ada pria yang sedang memainkan dua aset masa depan bagian atas dari wanita dengan terang-terangan. Ada juga yang berpelukan tidak biasa dengan adanya lenguhan aneh. Erin merasa ternodai lagi matanya. Cukup gila ternyata perkumpulan kepribadian lain dari Edward sekarang. Entah apa yang dilakukan selanjutnya, Erin masih tak sanggup bergerak dari tempatnya. Ia terlalu takut dengan situasi di sana. "Kenapa kau di sini? Aku sejak tadi memanggilmu?" Alex mendekati Erin. "Maaf, bisakah aku menunggu di sini saja?" Erin mencoba memohon. Walaupun kemungkinan disetujui oleh Alex sangat kecil."Tidak. Kau harus ikut bersamaku. Pengasuh sebelumnya juga mel
Duak!Benturan mobil terdengar keras. Erin merasakan dirinya seperti terbang. Namun mata Erin tetap dibiarkan terpejam. Tak sanggup rasanya melihat kenyataan. Entah Erin akan pindah alam atau masih dikasihani oleh Tuhan. "Woooooowwwwww! Wuuuhuuuu!" teriak Alex kegirangan.'Pria gila! Akan menghadap sang pencipta bisa-bisanya berseru senang!' batin Erin.Braakk! Braakkk! Braakk! Ciiiiitttttt! Kraaaakkkk!Erin mendengar jelas bunyi aneh yang menyakitkan. Sepertinya berasal dari truk yang sempat dilihat tadi. Karena Erin merasa tidak berguncang seperti tadi. Rasa penasaran Erin membuatnya membuka mata. Rupanya mobil yang ditumpangi Erin berada di jalan raya lagi. Entah kapan bisa terjadi seperti itu."Yeeeeaahhh! Aku pasti menang!" Alex berseru dengan semangat. Saat Erin akan mendebat Alex, justru kesulitan kembali dengan fantasi Erin yang lebih menyesakkan. Adegan pergulatan panas antara pria dan wanita di atas ranjang membuat Erin berkeringat. Tanpa sengaja Erin juga melepaskan suar
Sebuah hal yang diminta oleh Alex semalam rupanya bukan hal yang menakutkan bagi Erin. Namun sangat merepotkan. Karena Erin harus membujuk kekasih Alex yang sedang marah dan menyampaikan pesan jika Alex ingin menghabiskan malam yang panjang dengan sang kekasih.Akibat kelelahan dalam menuruti segala perintah Alex dan pacarnya membuat Erin harus tertidur di sofa sebuah hotel yang ada di lobi hotel. Erin tidak bisa berada di kamar hotel yang dipesan Alex, karena suara sahut-sahutan Alex dan pacarnya saat beradu aset masa depan sangat mengganggu. Kini Erin terpaksa dibangunkan oleh Alex. "Hei! Ayo pergi!" ucap Alex dengan nada lirih sembari mengguncang keras tubuh Erin. Erin mengerjapkan mata. Rasa pusing masih mendera kepala Erin akibat kurang tidur dan meminum sesuatu yang aneh semalam. Namun Alex tidak membiarkan Erin menyelaraskan tubuhnya hingga normal kembali.Kini Erin berada di dalam mobil bersama Alex. Erin merasa Alex berbeda dengan yang semalam. Harapan Erin sekarang Alex te
"Ada apa?" tanya Edward tampak penasaran. "Ayahku tiba-tiba kondisinya menurun. Bolehkah aku turun di depan sana saja. Aku janji akan kembali ke rumahmu setelah ini." Edward yang pada dasarnya suka iba dengan derita orang lain, akhirnya menepikan mobilnya. Sejujurnya Edward ingin mengantarkan Erin kembali ke rumah sakit. Namun pesan dari ayahnya untuk segera ke kantor membuat Edward mengurungkan niat."Punya ongkos untuk ke rumah sakit?" tanya Edward sebelum meninggalkan Erin."Punya. Kau tenang saja. Terima kasih. Maaf, ya."Edward kemudian melajukan mobilnya meninggalkan Erin. Erin memandangi mobil Edward yang telah menjauh. Ia harus memesan ojek online agar cepat sampai di rumah sakit. Jika menunggu taksi akan lama bagi Erin. Ojek online pesanan Erin telah tiba. Erin naik ke motor setelah memakai helm. Perlahan motor melaju menuju ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan Erin merapalkan doa untuk keselamatan sang ayah. 'Tuhan ... tolong jangan ambil ayah sekarang. Aku masih belum m
Erin pusing tujuh keliling mendengar pertanyaan Vije. Belum sempat memberi jawaban, Erin ditelepon oleh pak Edo. Hal itu membuat Erin pamit keluar sebentar dari kamar Vije. Di luar kamar, Erin mengangkat telepon dari pak Edo. "Halo, Pak. Ada apa?""Erin, tolong segera siapkan tuan muda. Rapat di kantor akan dimulai empat puluh menit lagi.""Masalahnya, sekarang Edward sedang berganti kepribadian menjadi Vije, Pak. Saya bingung harus bagaimana membujuknya untuk pergi ke kantor.""Aduuhhh! Bisa gawat kalau seperti ini. Karena rapat yang akan diadakan merupakan rapat penting. Kalau tidak datang, kesempatan tuan muda untuk bisa mengelola perusahaan akan jatuh ke tangan sepupunya."Erin mengigit kukunya. Ia harus berpikir keras. "Pak, sebenarnya Vije mau ke kantor dengan dua syarat.""Apa itu? Pertama minta dimandikan dan kedua minta naik kereta pulang dari kantor.""Turuti saja.""Ta ... tapi ... Pak. Saya kan wanita. Tidak mungkin memandikan Vije yang merupakan pria dewasa, Pak.""Keing
Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Vije. Erin terkejut dengan tindakan pria yang ada di depannya itu. Tindakan tersebut membuat Vije menatap dengan air mata yang tertahan."Anak sialan! Kenapa kau ke kantor dengan seperti ini!" Pria di hadapan Vije dan Erin meninggikan suara. Vije berlari menjauh dari sana. Erin langsung menyusul Vije. Tidak mungkin Erin membiarkan Vije sendirian. Namun langkah Erin kalah dengan langkah Vije yang lebih cepat hingga pintu lift tertutup. Erin harus menunggu lift naik kembali. Suasana sepi di lantai dua memberikan keuntungan bagi Vije. Erin bisa memastikan jika rapat memang akan diadakan lebih lambat dari perkiraan. Sepertinya memang disengaja. Ting!Pintu lift terbuka. Erin segera masuk ke dalam lift. Sebuah doa terus dipanjatkan Erin agar Vije tidak pergi jauh. Sampailah Erin di lantai dasar. Ia menatap ke sana kemari untuk mencari Vije. Terlihat di sana ada pria lain yang menghentikan Vije. Erin berlari mendekati Vije. "Tolong lepaska
"Apa permintaanmu?" Elisa terdengar penasaran dari seberang telepon.Alex memperbesar volume suara, agar Erin bisa mendengarnya. Walaupun Erin berusaha menjauh agar tidak mendengar percakapan Alex dan Elisa. Namun Alex menahan tangan Erin agar tetap mendengar pembicaraannya dengan Elisa."Aku tau kalau kau hanya ingin harta dari iblis itu. Jadi, aku akan mewujudkannya. Asalkan kau menjamin semua yang aku inginkan terwujud."Erin tampak terkejut dengan ucapan Alex. Ia tidak pernah terpikirkan kalau Elisa menginginkan harta Xander ayah dari Edward. Padahal dari luar Elisa terlihat seperti ibu peri bagi Edward. "Apa yang kau inginkan?""Semua yang aku lakukan tercukupi. Tidak ada hambatan.""Apa semua yang kau dapatkan masih kurang hingga meminta sesuatu lagi padaku?"Erin yang awalnya masih tidak percaya, begitu mendengar ucapan Elisa yang berbeda seratus delapan puluh derajat. Hal itu membuat Erin berpikir ulang. "Kalau begitu, ya sudah. Kau jangan ganggu aku. Kita hidup pada masing-
Alex menutup mulut Erin. Ia kemudian menarik Erin untuk memasuki mobil. Walaupun Erin terlihat kesakitan, Alex tidak peduli."Kemari kau anak bangst!" Xander berteriak. Alex tak mendengarkan Xander yang mengejarnya. Ia terus menancap gas dengan cukup gila, mobil sampai sedikit terangkat saat keluar dari gerbang. Erin berpegangan erat. Ia pikir Xander akan berhenti mengejar Alex. Rupanya dugaan Erin salah. Sebuah mobil tampak keluar dari rumah dengan mengikuti Alex."Sialan! Dia benar-benar ingin mati!" Alex berniat membalikkan mobilnya, lalu beradu bagian depan mobil."Alex! Kau jangan gila! Aku tidak ingin mati!" ucap Erin dengan gemetar saat melihat mobil Alex berbalik, lalu seakan-akan ingin menabrak mobil yang mengikutinya."Alex!" teriak Erin sembari menutup mata. Ia pasrah terhadap apa yang akan terjadi. Jika memang Erin nanti mati, hanya bisa memasrahkan ayahnya pada Sang Pencipta saja untuk menjaga sang ayah.Perlahan Erin membuka mata akibat tidak mendengar suara tabrakan.
Brraaaaakkk!Xander melemparkan lampu hias pada tubuh Alex saat mulai bangkit. Hal itu tak membuat Alex gentar. Walaupun rasa sakit yang dirasakannya tidak hanya tubuh saja, melainkan batinnya juga sakit.Bugh! Alex menyerang Xander dengan menyeruduk dengan kepalanya hingga Xander terjatuh. Ketika Xander terjatuh, Alex langsung menerjangnya. Dug!Tubuh Alex dijatuhkan dengan keras pada bagian perut Xander. Pukulan diberikan Alex pada Xander. Sayangnya tangan Xander dengan sigap menangkis. "Anak sialan! Tidak tahu diri!" Xander mendorong Alex hingga oleng ke kanan. Namun tidak bisa menjatuhkan Alex, karena kaki Alex mengunci tubuh Xander. "Aku tidak minta dilahirkan bangst! Kenapa kau menginginkan aku ada!" Alex berteriak di wajah Xander. Bugh!Pukulan keras diberikan Xander pada Alex. Erin dan Elisa tidak tahan dengan pemandangan ayah dan anak yang saling menyiksa. Elisa menahan Xander. Sedangkan Erin menahan Alex. Mereka kemudian masing-masing menarik Xander baik Alex agar bisa
"Kak Erin, ini bukan jalan ke rumah Vije."Perkataan Vije membuat Erin bisa fokus kembali. Namun memang Erin tidak bisa membawa Vije pulang ke rumah. Ponsel Erin berdering kembali. Kali ini ayah Edward yang menelepon. Keringat dingin dirasakan Erin saat sempat mengintip nama yang tertera. Erin menepikan mobil. Ia tidak mungkin mengabaikan panggilan dari ayah Edward. Bisa tamat riwayat Erin jika melakukannya."Halo, Pak. Ada apa?""Ada apa katamu? Di mana Edward!" tanya ayah Edward dengan nada kesal.Erin sampai menjauhkan ponselnya demi meredam suara ayah Edward. "Ada bersama saya, Pak." Erin tidak bisa berbohong. Kalau suatu hal diawali dengan kebohongan, maka seterusnya akan memerlukan kebohongan untuk menutupinya. "Bawa ke hadapanku sekarang!" "Tapi, Tuan Muda Edward ada rapat setengah jam lagi, Pak." "Tidak perlu datang! Lebih penting datang ke hadapanku sekarang!""Maaf, Pak. Anda ada di mana?""Di rumah."Klik!Sambungan telepon terputus secara tiba-tiba. Erin dilema. Elisa
Hari buruk Erin berlalu kemarin. Namun bukan berarti hari ini Erin akan bahagia. Masih ada misteri yang akan dijalani hari ini. Semalam Alex tidak melakukan hal buruk, melainkan hanya memasak kembali menu yang dimasak Erin. Rasa masakannya jauh lebih enak daripada milik Erin. Perbedaannya Erin bumbu versi rempah Indonesia. Sedangkan Alex memasak dengan bumbu yang sama dengan masakan Western.Erin terbangun dari tidurnya. Ia tidak sadar jika tertidur di meja minibar yang ada di dapur. Anehnya Erin tidur dengan berbantalkan tangan Alex. Alex yang tertidur dimanfaatkan oleh Erin untuk mencari ponsel. Terakhir kali Erin tahu jika ponselnya disembunyikan Alex di dalam sakunya. "Kalau aku mengambil dari dalam sakunya, apa nanti tidak membuatnya bangun?" gerutu Erin. Erin akhirnya membiarkan Alex tertidur. Sepanjang malam Erin dan Alex hanya bercerita. Terkadang Erin mengerti perasaan Alex. Rupanya Alex tidak hanya merugikan saja. Alex sama seperti manusia biasa. Tangan Erin perlahan ing
Erin menelan ludahnya susah payah. Ia seakan dikunci oleh tatapan dari Alex. Tak disangka ucapan asal yang dilontarkan Erin membuat Alex tampak bersungguh-sungguh."Kenapa tidak menjawab?""Maaf. Aku tadi asal bicara. Jangan jadikan dirimu pembunuh. Jika itu terjadi, sampai kau masuk neraka pun ... aku akan tetap membalasmu.""Ck! Kau di dunia saja lemah seperti ini. Percaya diri sekali kalau di akhirat lebih hebat?" "Biarkan saja!" Cup!Alex mencium bibir Erin. Selanjutnya Erin menipiskan bibirnya agar tidak bisa terhisap kembali oleh bibir Alex. "Alex, jangan perlakukan aku seenaknya. Kau tidak menyukaiku. Jadi, tolong jangan jadikan aku jalangmu.""Aku tidak menjadikan kau sebagai jalangku. Kau memang milikku." Alex beralih mencium pipi Erin. Ia tidak menyerah kalau hanya bagian bibir saja yang ditutup aksesnya oleh Erin."Alex, tolong jangan meninggalkan kesan buruk di benakku. Aku ingin berteman denganmu layaknya aku bersama Edward dan Vije.""Aku tidak mau disamakan dengan me
Darwin sempat menoleh ke belakang. Ia ingin memastikan kalau Alex tidak muncul secara tiba-tiba. Karena cerita kelam Alex merupakan hal yang dibenci untuk disebarkan pada orang lain."Om?" Erin tanpa sadar lancang memanggil Darwin agar meneruskan ceritanya."Oh, iya! Maaf. Om tadi hanya ingin memastikan ada Alex atau tidak. Cerita ini sebenarnya tidak bisa disebarkan. Berhubung kau sempat terseret kasus Revan. Makanya Om beritahu.""Kalau memang privasi tidak apa-apa disimpan saja, Om. Erin tidak mau Om nanti dimusuhi oleh Alex.""Tenang saja. Tidak akan terjadi. Alex tidak bisa hidup tanpa, Om. Dia meskipun terlihat arogan, hanya Om yang diandalkan dan dipercaya oleh Alex." Darwin terlihat membanggakan diri.Erin hanya tersenyum kecil menanggapi Darwin. Cukup unik keluarga besar Vijendra. Mulai dari ayah yang kejam, anak yang memiliki kepribadian ganda dan paman yang terlihat berbeda dentan tampilan luarnya."Sampai mana tadi ceritanya?""Sampai Alex bertemu Revan dengan membawa paca
Tidak seperti dugaan Erin, Alex tidak melakukan sesuatu yang membahayakan bagi bibi Surti. Alex hanya merebut ponsel bibi Surti agar tidak mengangkat telepon."Bi, saya pulang!""Lo, Nak Alex. Kenapa pulang? Ini sudah malam."Alex tak menjawab. Ia justru menarik tangan Erin. Sementara Erin memberikan permintaan maaf secara halus pada bibi Surti. Kini Alex dan Erin berada di dalam mobil. Langsung saja Alex menancap gas dengan kecepatan tinggi setelah keluar dari halaman rumah. Erin sempat memperhatikan Alex. Tatapan Alex sempat memperlihatkan ada aura ketakutan meskipun hanya sekilas. Erin menghargai Alex yang menyembunyikan sesuatu."Rumahmu di mana?" tanya Alex di sela-sela mengemudinya."Tidak ada.""Kau aslinya gelandangan?""Hei! Bukan berarti aku gelandangan.""Kan gelandangan saja yang tidak memiliki rumah.""Ya, memang benar. Tapi, kenyataanya rumahku sudah tidak ada. Sudah diratakan menjadi tanah.""Kenapa boleh diratakan begitu saja? Biasanya kan, rumah menyimpan kenangan?"
Alex masih tak menjawab pertanyaan Erin. Ia fokus mengemudi. Tujuan Alex entah akan membawa Erin kemana.Perjalanan yang cukup panjang membuat Alex berhenti di depan sebuah klinik. Ia meminta Erin turun dari mobil. "Kenapa kita datang ke klinik?""Sejak tadi darahmu selalu keluar. Itu terlihat menjijikkan. Jadi, aku membawamu kemari."Erin mengartikan kalau Alex gengsi mengatakan kalau peduli pada luka Erin. Namanya juga wanita pasti cenderung berprasangka lebih jauh dari kenyataan."Ayo!" Alex berdiri tepat di depan pintu mobil dekat Erin. "Sabar sedikit." Erin keluar dari mobil dengan langkah yang hampir terjatuh. Rupanya Erin baru merasakan kalau kepalanya pusing. Mungkin lebih tepatnya baru dirasakan, meskipun sejak tadi kepala Erin pusing. Di dalam klinik Erin diberi penanganan agar darah di dalam hidungnya tidak keluar terus-menerus. Sementara Alex menunggu di luar ruangan. Terlihat jelas jika Alex enggan masuk ke dalam ruangan. Pengobatan pada luka di hidung Erin terganggu