Brams, seorang lelaki dengan tampang kekar, gagah dan tampan. pengusaha muda yang berhasil dan sukses di dunia bisnis.
Dengan ketampanan dan kesuksesan yang milikinya, tidak jarang banyak wanita yang suka dan menaruh hati padanya.
Demikian halnya, yang terjadi pada Shanaz, gadis cantik dengan mata hazel yang selalu menawan dan menarik hati banyak lelaki.Dia sangat menginginkan Brams untuk menjadi pendampingnya.
Bahkan Ayah dan Ibunya sangat setuju dan mendukung penuh keinginan Shanaz. Siapa yang bisa menolak dan tidak menginginkan menjadi keluarga dari Brams, seorang kaya raya, tampan, dan seorang pembisnis handal.
Bahkan Brams berasal dari keluarga berdarah biru."Tettttttt .."
suara klakson mobil Shahnaz berbunyi. Satpam tersebut membuka pagar dan mempersilahkan Mobil Shahnaz untuk masuk.
Shahnaz keluar dengan sepatu yang mengkilat dan terlihat cantik di kaki putihnya dan langsung memasuki ruang kerjanya.
Yah, Shanaz bekerja di perusahaan, di mana Brams adalah pemimpin utama sedang dirinya hanya kariawan biasa.
'Tok tok tok'
Terdengar suara pintu di ketuk oleh seseorang yang kemudian langsung masuk keruangan Shanaz.Shanaz yang menatap seorang yang baru masuk keruangannya tersebut hanya bisa memutar bola matanya malas. Bagaimana tidak, lelaki yang dihadapannya saat ini adalah lelaki yang menyukainya dan sangat tertarik padanya.
Dia adalah Radit atasannya, wajahnya tampan namun tidak dapat menyingkirkan Brams dari hati Shanaz, bahkan untuk membandingkannya pun itu sangat tidak mungkin untuk Shanaz. Brams, sangat sangat jauh dibanding Radit.
"Permisi, Selamat pagi Bu Shahnaz," kata Radit dengan senyum yang sudah bosan dilihat oleh Shanaz.
"Hahhhh, dia lagi,dia lagi,"batin Shanaz.."Selamat pagi, jawab Shahnaz terlihat sedikit cuek."
"Kenapa jawabannya cuek gitu Bu Shahnaz?"
"Akhhh.. enggak kok Pak,biasa aja!" ucap Shanaz dengan senyum dipaksakan.
"Bu Shahnaz, nanti siang kita makan bersama ya?"
"maaf pak Radit, aku tidak bisa, aku sudah ada janji dengan seseorang."
"Apa bu Shahnaz ingin makan siang dengan Brams ?" tebak Radit.
"Bu Shahnaz, Bukannya aku melarang Ibu,
Tapi ibu harus mikirin gimana kedepannya. kebanyakan orang sukses,tampan,tajir seperti Brams itu suka punya banyak simpanan dimana-mana.saya ngomong kaya gini, agar ibu jangan sampai menyesal,"Saran saya,sebaiknya ibu pilih saya aja. Di jamin bahagia."
"Maaf Pak, saya lagi sibuk.Sebaiknya bapak kembali ke ruang kerja bapak." kata Shahnaz.
Dengan sedikit jengkel Radit keluar dari ruangan Shahnaz.
Shanaz sejenak terpikir ucapan Radit.
"Akhhh.. perduli amat sama omongan Radit.Yang terpenting aku harus bisa mendapatkan Brams.
Aku yakin dengan gepokan uang setiap hari,aku tidak akan sulit mau kemanapun yang aku suka."Aku akan berjalan jalan keluar negeri kapanpun aku suka."
Tidak berapa lama Shahnaz akhirnya sampai di restaurant yang dia maksud.Shahnaz turun dari dalam mobil kemudian masuk ke dalam Restaurant Jepang yang terlihat mewah dan banyak dikunjungi oleh orang-orang dari kalangan atas.Shahnaz melihat Brams sedang duduk di meja paling pojok."Nah.. itu dia yang aku cari," bathin Shahnaz.Brams terlihat sendiri dan duduk sambil menerima telepon dari seseorang.Dengan nada yang manis, Shahnaz menyapa Brams."Hai,bolehkah aku duduk disini ?"Brams melihat ke arah Shahnaz."Oh silahkan," jawab Brams dengan ramah."Oh iya, apakah kita boleh kenalan ?""Oh tentu boleh," jawab Brams."Kenalkan Namaku Shahnaz.""Kenalin juga Namaku Brams."Hati Shahnaz berbunga-bunga dan bergetar hebat mendengar jawaban Brams."Oh satu nama yang bagus," ucap Shahnaz."He he,terimaka
"Kringgg,"Bunyi telepon kantor terdengar."Hallo,""Iya Hallo, pak Brams !""Pak Brams aku mau tanya, apakah pak Brams jadi ikut ke pesta pak Hadi ?" Tanya Wanda."Oh, aku belum tahu pak Wanda.""Kemungkinan besar sih aku ikut, tapi nanti sore aku akan beri tahu kepastian nya." Ucap Brams."Oke.. oke, ditunggu informasinya ya pak !""Sippp, pak Wanda enggak usah khawatir."Brams pagi itu teringat dengan Shahnaz,Dia penasaran dengan cerita Shahnaz."Katanya dia kerja disini, Dimana ruang kerjanya ya ?" Bathin Brams.Dengan penasaran Brams keluar dari ruangannya dan bertanya pada personalia kantor tersebut."Pak Jamil, tegur Brams.""Eh iya pak," jawab Jamil."Pak, karyawan yang bernama Shahnaz kerja di ruangan mana ya ?"" Shahnaz ?"" Iya pak,dia baru juga sebulan bekerja disini."" Ohhh iya," Dia ada di bagian pembukuan.Ruangannya ada di lantai satu pa
Karena rasa kagum Brama pada Jesselyn, Brams melangkah maju mendekati Jesselyn."Hai, ucap Brams sambil tersenyum manis pada Jesselyn.""Hai, maaf ini dengan siapa ?""Sebelum kenalan ada baiknya kita duduk dulu yok ! Ajak Brams"Ayo kita duduk !"Jesselyn mau mengikuti ajakan Brams, keduanya sekarang duduk berdua di satu meja pesta."Oh iya, kenalkan namaku Brams.""Baiklah Brams, kenalin juga namaku Jesselyn.""Kamu darimana ?" Tanya Jesselyn. Sepertinya baru kali ini aku melihat kamu."Aku dari Jakarta," aku dan teman-teman yang lain adalah undangan rekan kerja dari Pak Hadi."Oh jadi kalian adalah rekan kerjanya papa?""Iya Jesselyn," jawab Brams."Kamu sendiri sekarang masih kuliah atau sudah kerja ? ""Ohhh aku kebetulan sudah kerja di perusahaan papa yang ada di Singapore ini.""Wahh, berarti kamu juga rekan kerja kami dong? ""Iya pak Brams. ""Kamu pangg
Pagi itu Shahnaz sengaja mengantar laporannya langsung ke ruangan Brams."Selamat siang pak Brams.""Selamat siang Shahnaz," jawab Brams."Ini pak,aku mengantarkan laporan keuangannya.""Ohhh silahkan masuk dan taruh di atas meja !"Shahnaz melangkah sopan dan senyum manis menatap Brams.Shahnaz mulai salah tingkah di depan Brams.Pena Brams sengaja disenggol oleh Shahnaz.Secara bersamaan keduanya sama-sama meraih pena tersebut.Tangan Brams memegang tangan Shahnaz secara tidak sengaja."Maaf Shahnaz,"ucap Brams."He he enggak apa-apa pak,"jawab Shahnaz."Aku tidak boleh melewatkan kesempatan ini," bathin Brams."Brams menarik tangan Shahnaz,sekaligus merangkul pinggangnya."Muka Shahnaz saat itu juga berubah menjadi merah."Pak Brams?""Shahnaz,kamu tidak usah bohong.Kamu juga pasti suka kan?"Brams mengangkat dagu Shahnaz."Benarkan apa yang aku katakan?"
Brams merasa ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya.Dia begitu risih bila harus berlama-lama di dalam rumah Jesselyn."Jesselyn,kita keluar aja yok!""Kemana Brams?" Tanya Jesselyn."Bagaimana kalau kita cari tempat yang aman dan cocok untuk kita berdua?"Tanpa menunggu jawaban dari Jesselyn,Brams langsung menarik tangan Jesselyn untuk keluar dari rumah tersebut."Ayo Jesselyn,"ucap Brams sambil membuka pintu mobil.Dalam perjalanan, Brams merasa ingin terlihat romantis pada Jesselyn. Dengan memarkirkan mobilnya di pinggir jalan,tangan Brams begitu cepat meraih jemari Jesselyn."Jesselyn, dari pertama kali berjumpa aku sudah merasa jatuh cinta dengan kamu."Apakah kamu mau jadi kekasihku?Jesselyn merasa jantungnya makin berdetak kencang.Dia tidak menyangka kalau Brams juga merasakan perasaan yang sama selama ini."Brams,aku mau jadi kekasih kamu.Bahkan aku juga mau kalau kamu jadikan aku sebagai istri k
Pesawat yang ditumpangi Brams telah mendarat di Bandara Sukarno Harta.Brams berjalan keluar dan menaiki taxi untuk pulang ke rumahnya."Kemana ya pak?"Tanya sopir taxi."Ke Jalan Suropati pak,"jawab Brams.Sopir taxi mengendalikan setir mobil dan melaju ke alamat rumah Brams.Sepanjang perjalanan,Brams bersandar di kursi mobil.Pikirannya masih tetap tertuju pada Jesselyn.."Darimana aku akan menata perjalanan untuk menikahi Jesselyn?"bathin Brams.Waktu terus berjalan seiring dengan lajunya taxi yang membawa Brams untuk pulang.Karena kepikiran pada Jesselyn,Brams tidak sadar kalau mereka telah sampai di depan rumahnya."Kita sudah sampai pak," kata sopir taxi."Saat itu juga Brams terkejut.Dia tidak yakin kalau dia sudah sampai dalam waktu yang begitu cepat."Sembari turun dari dalam mobil,Brams memberikan ongkos untuk sopir taxi."Ini pak,"kata Brams."Oh iya, terimakasih ya pak." Jawab sopir taxi kemudian berlalu meningg
"Ibu..!"Bu Hanna terkejut dengan teriakan Shahnaz.Dia begitu cepat berjalan keluar melihat kenapa Shahnaz berteriak memanggilnya."Ada apa Shahnaz?" Tanya bu Hanna sambil membuka pintu."Bu sini deh!aku mau beri kabar gembira untuk ibu ketahui."Tangan Shahnaz langsung menarik ibunya untuk duduk ke ruang tamu.Dengan penasaran ibu Hannah malah bingung dan bertanya pada Sanu."Sanu,kamu ada ada kabar apa sih?" Cepat beritahu ibu!"Bu,aku tadi di telpon oleh Brams.Dia malah ingin secepatnya lebih dekat dengan aku.""Maksud kamu?""Kata Brams,aku akan jadi pendampingnya tidak lama lagi.""Oh..sayang,kamu sangat beruntung,harapanku terkabul agar kamu dapat pendamping yang kaya raya dan akan bisa membuat kamu bahagia.""Iya bu,Shahnaz juga sangat bahagia dengan keadaan ini."Brams yang tadi terbaring di tempat tidur,kini jadi bangun dan berdiri.Dia duduk di dekat kaca jendela kamarnya seraya berpik
Tepat di hari Sabtu,Brams diam-diam berangkat ke Singapore.Kedua rekan kerjanya Wanda dan Jamil ikut serta turut menghadiri acara pernikahan sahabat mereka.Jesselyn yang begitu tidak sabar kini telah berada di Bandara untuk menyambut kedatangan kekasihnya.Jesselyn melihat Brams keluar bersama dua orang rekan kerjanya.Mata berbinar dan hati yang sangat bergelora seiring dengan rasa rindu pada Brams, kini jelas terlihat dari tingkah Jesselyn menyambut Brams."Hai Brams," ucap Jesselyn dengan memeluk calon suaminya."Hai sayang," jawab Brams yang juga membalas pelukan Jesselyn."Waduhh..baru juga beberapa hari kelihatannya kedua calon pengantin sudah saling merindukan," ucap Wanda."Ya sudah, sekarang kita lebih baik secepatnya berangkat ke rumah pak Hadi.Disana tentu saja masih banyak hal yang harus di kerjakan untuk semua persiapan pernikahan besok hari."Jesselyn dan ketiganya masuk mendalam mobil kemudian berangkat ke rumah pak Hadi.
Pagi hari telah tiba, Brams terlihat sudah duluan bangun dan terlihat rapi. Dia duduk sembari menunggu Pak Hadi keluar dari kamar. Rasa kecewa tadi malam membuat Brams malas untuk masuk ke kamar Shahnaz. Dia tidak ingin pamit, karena dia merasa tidak akan ada jawaban yang didapat nantinya."Brams, kamu kelihatan sudah rapi. Kamu mau kemana, Brams?" Pak Hadi bertanya dengan penasaran sembari duduk disamping Brams.Tidak lama kemudian, Mama Jesselyn juga keluar dan ikut bergabung dengan mereka. Dia juga heran dengan pakaian Brams yang terlihat rapi seakan ingin pergi kesuatu tempat."Kamu mau kemana, Brams?" "Papa...Mama...pagi ini juga aku harus kembali ke Jakarta. Tadi malam, aku dapat telepon untuk hadir nanti jam satu siang. Aku tidak punya pikiran lain.Tanpa alasan apapun aku harus kembali ke Jakarta, Papa," ucap Brams dengan gaya berbohong pada kedua mertuanya. Keduanya saling berpandangan. Mereka bertanya tentang Jesselyn dan keadaannya."Tapi, Brams. Bagaimana nantinya dengan
Shahnaz dan Galih pergi bersama ke rumah. Sepanjang perjalanan, keduanya terlihat sangat mesra dan tidak jarang suka bercanda dan tertawa bersama. Galih merasa, Shahnaz adalah calon terbaik baginya yang akan menggantikan posisi mantan istrinya dahulu."Shahnaz, apa kamu tidak kepikiran lagi pada lelaki yang bernama Brams?" Sontak Shahanz terkejut. Dia seakan tidak percaya bila Galih bertanya tentang Brams pada dirinya. "Galih, kamu kenapa berkata demikian?"Hmmm...Galih menarik napasnya perlahan hingga mengeluarkannya kembali. Dia merasa bilakah masih ada hati Shahnaz pada lelaki itu."Tidak..aku hanya ingin memastikan apakah kamu masih mengingat dia?" "Galih, semenjak aku mengenal kamu, rasanya kau sudah melupakan orang tersebut. Apalagi kamu itu sangat jauh berbeda dengan dia yang sama sekali tidak perduli denganku," jawabnya "Sayang, maafkan aku! Jujur aku tidak bermaksut membuat kamu jadi teringat pada semuanya," ucap Galih. "Hmmm..," Shahnaz hanya tersenyum tipis. Dia tidak s
Hari sudah menjadi sore. Shahnaz juga sudah mulai bosan melihat Galih bekerja. Ditambah lagi dengan badan yang gerah, membuat dia ingin pulang secepatnya."Galih, hari sudah sore. Aku permisi pulang, ya!" Galih meletakkan kembali alat ukir yang ada di tangannya. Dia mendekati Shahnaz yang ingin segera pulang."Shahnaz, aku ingin ikut ke rumah kamu," ucapnya.Shahanaz terkejut mendengar keinginnan Galih untuk ikut bersamanya. Namun keinginan Galih tersebut, tidak disengkal oleh Shahnaz. Dia bahkan senang mendengarnya karena dia merasa, Galih tidak bisa jauh darinya."Shahnaz, aku madi dulu, ya! Kamu tunggu aja dulu, aku tidak akan lama, kok."Shahnaz mengangguk. Dia tersenyum melihat Galih mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Gemerincing air yang kini terdengar oleh Shahnaz, membuat dia juga ingin membuang rasa gerah untuk segera mandi."Sebaiknya aku menyusul Galih," ucapnya.Shahnaz tanpa ragu pergi ke kamar mandi. Pintu kamar mandi yang sama sekali tidak dikunci, memudahkan
"Shahnaz, ayo masuk!" Galih terlihat sudah menyiapkan makanan di atas mejanya.Shahnaz bahagia. Dia diperlakukan dengan penuh kasih sayang oleh Galih. Keduanya menikmati makanan yang sudah tersaji."Galih, makanan ini enak sekali, kamu beli darimana?" "Ohh..aku hanya pesan saja pada langganan lama yang sudah terkenal dengan rasa dari masakannya," ucap Galih.Mulut mungil Shahnaz tersenyum. Dia melihat ada sebuah nasi yang menempel di atas bibir Galih .Dengan penuh kasih sayang dan juga perhatian, Shahnaz mencoba membersihkannya dengan mengambil nasi tersebut."Ada apa, Shahnaz?" "Tidak, aku hanya mengambil nasi yang lari dari jalannya," ucap Shahnaz.Keduanya tertawa. Mereka merasa lucu dengan hal yang baru saja terjadi. Sembari makan bersama, Shahnaz melihat model dari perabotan yang baru dikerjakan oleh Galih. Dia juga ikut kagum dengan model dari hasil kerja Galih yang sangat beda daripada barang lain yang sering terpajang di berbagai toko yang ada di beberapa tempat yang ada di
Keesokan harinya, Galih keluar untuk membelanjakan semua keperluannya. mulai dari bahan hingga alat yang akan dia gunakan untuk membuka usaha. Galih berniat, dalam waktu singkat dia akan memperoleh kesuksesannya yang dulu telah direbut mantan istrinya. Seminggu kemudian, Galih sudah bisa membuka usahanya. Pagi itu dia masih bekerja sendiri. Dia yakin kalau di tahap permulaan ini, dia masih sanggup bekerja sembari mengenalkan berbagai model hasil tangannya yang terlihat beda dari yang lain. Para pelanggan Yanto yang dulu banyak memesan barang, kini selalu menanyakan dimana keberadaan Galih. Mereka ingin memesan banyak prabotan lain tetapi harus hasil kerja dari Galih. Tanpa merasa tersaingi, Yanto selalu memberitahu dimana Galih sekarang berada. Dia yakin kalau saja Galih punya orderan yang banyak, tanpa diminta, Galih juga akan membaginya pada dia. Sebagai sahabat yang baik, Yanto juga ingin Galih secepatnya berhasil agar cicilan Bank yang sudah dia percayakan pada Galih dapat be
Shahnaz melihat ada tas hitam di depan, dia penasaran tentang tas tersebut. Sembari duduk di samping Galih, Shahnaz meraih tas tersebut dan mengangkatnya."Galih, ini tas siapa?""Shahnaz, atas hal inilah aku sengaja menyuruh kamu datang kesini," ucap Galih.Shahnaz mengerutkan keningnya. Dia semakin bingung dengan maksut Galih sebenarnya. Shahnaz penasaran dan kembali bertanya."Galih, kamu tidak mencuri tas orang, kan?" Galih spontan melihat Shahnaz. Dia tidak yakin kalau Shahnaz bertanya demikian pada dirinya."Kamu bilang apa Shahnaz? Dari aku lahir, aku tidak pernah melakukan perbuatan sehina itu," jawabnya "Maaf, bukannya aku menuduh. Aku hanya heran saja, kenapa tiba-tiba ada tas seperti ini di rumah kamu.""Hahhh..!" Galih menghela napas yang panjang. Dia menggelengkan kepalanya sembari melihat wajah Shahnaz."Shahnaz, ini adalah uang yang dipinjamkan Yanto padaku untuk membuka usaha baru" ucap Galih "Sebanyak inikah?""Iya, Shahnaz. Uang ini berjumlah sekitar Lima ratus ju
Keesokan harinya, Yanto dan Galih pergi ke salah satu Bank yang ada di dekat lokasi mereka. Yanto membuat permohonan dengan memberikan surat rumahnya sebagai jaminan untuk meminjam sejumlah uang yang akan dia berikan pada Galih.Galih tidak menyangka, Yanto bisa sebaik itu. Hanya dalam hitungan jam, sejumlah uang yang diminta oleh Yanto telah cair dan langsung diberikan pada Galih "Galih, ambil uang ini! Kamu boleh gunakan ini untuk modal usaha kamu. Sementara, kamu boleh memakai lokasi kosong milikku yang tidak terlalu jauh dari sini," ucap Yanto."Terimakasih, Yanto. Galih terlihat memeluk erat sahabatnya yang begitu baik dan begitu ingin menolong Galih dengan tulus."Galih, sekarang kamu pergilah! Bawa uang ini ke rumah kamu! Aku harap kamu harus hati-hati agar uang ini tidak diambil oleh orang yang tidak bertangung jawab. Mulai besok kamu segera mengelolanya agar dalam waktu dekat kamu sudah bisa bekerja seperti biasa," ucap Yanto."Oke Yanto, kalau begitu aku permisi pulang!" Ga
Hari itu, Yanto sahabat Galih sekaligus pemilik panglong menemui Galih yang sedang membuat model lemari hias yang terbaru. Dia begitu salut dan angkat tangan dengan hasil kerja Galih yang membuat omsetnya jadi melejit."Galih, apa kamu lagi sibuk?" Tanya Yanto."Enggak juga, Yanto. Memangnya ada apa?"Sembari meletakkan semua peralatan yang dipegangnya, Galih menemui Yanto yang sedang duduk di sampingnya."Yanto, sepertinya kamu mau bicara sesuatu hal yang sangat penting? Ada apa sebenarnya,Yanto?" "Galih, aku tidak tahu mau bicara mulai darimana. Belum lagi hal yang akan aku katakan itu, apakah kabar yang membuat aku senang atau tidak," ucap Yanto."Kamu ini bagaimana sih, Yanto? Kamu yang mau bicara, tapi kamu tidak tahu hal yang akan kamu bicarakan itu, baik atau buruk untuk kamu. Coba cerita, mana tahu aku bisa bantu!""Galih, ini sebenarnya tentang kamu," ucap Yanto."Tentang aku? Memangnya kenapa sih, Yanto? Apakah aku sudah memberatkan kamu bila aku bekerja disini?" Tanya Gali
Seminggu kemudian, Jesselyn sudah dinyatakan sehat dan sudah boleh pulang. Brams bersama mertuanya membawa Jesselyn kembali ke rumahnya.Saat berada di mobil, Brams melihat Jesselyn selalu terlihat diam dan tidak ada selera untuk bicara. Dia berusaha menghibur istrinya agar secepatnya bisa melupakan kejadian yang telah menimpa mereka."Jesaelyn, kamu jangan diam saja, dong!" Ucap Brams "Iya, Jesselyn. Kamu tidak boleh terlalu bersedih apalagi dalam jangka waktu yang lama," jawab Mamanya.Walaupun semuanya memberi semangat buat Jesaelyn, dia tetap saja terdiam dan tidak mau bicara. Dia sepertinya merasa trauma dengan kejadian yang membuat bayinya harus pergi untuk selamanya "Aku benci pada kamu, Brams. Mungkin karena ulah kamu pada Shahnaz, aku akhirnya mendapatkan karma ini," bathin Jesselyn.Jesselyn berpikir, apa yang sedang dialaminya adalah karma dari perbuatan Brams pada Shahnaz.Tidak berapa lama kemudian, mereka telah sampai di rumah. Jesselyn langsung turun tanpa dibantu lag