"Kringgg,"
Bunyi telepon kantor terdengar."Hallo,"
"Iya Hallo, pak Brams !"
"Pak Brams aku mau tanya, apakah pak Brams jadi ikut ke pesta pak Hadi ?" Tanya Wanda.
"Oh, aku belum tahu pak Wanda."
"Kemungkinan besar sih aku ikut, tapi nanti sore aku akan beri tahu kepastian nya." Ucap Brams."Oke.. oke, ditunggu informasinya ya pak !"
"Sippp, pak Wanda enggak usah khawatir."
Brams pagi itu teringat dengan Shahnaz,Dia penasaran dengan cerita Shahnaz."Katanya dia kerja disini, Dimana ruang kerjanya ya ?" Bathin Brams.
Dengan penasaran Brams keluar dari ruangannya dan bertanya pada personalia kantor tersebut."Pak Jamil, tegur Brams."
"Eh iya pak," jawab Jamil.
"Pak, karyawan yang bernama Shahnaz kerja di ruangan mana ya ?"
" Shahnaz ?"
" Iya pak,dia baru juga sebulan bekerja disini."
" Ohhh iya," Dia ada di bagian pembukuan.
Ruangannya ada di lantai satu pak." Terimakasih untuk informasinya pak Jamil."
Brams turun ke lantai satu,dia penasaran dan ingin melihat langsung ke ruangan tersebut."Selamat pagi bu Shahnaz," ucap Brams.
Dengan jantung dag dig dug, Shahnaz terkejut.Dia tidak menyangka kalau Brams akan datang ke ruangannya.
"P_pagi pak Brams," jawab Shahnaz.
Sebagai bawahan, Shahnaz sudah selayaknya bersikap sopan dan hormat pada atasan."Ada yang bisa aku bantu pak ?" Tanya Shahnaz.
"Oh tidak, aku datang kesini hanya untuk jalan-jalan saja."
Sanu tertunduk malu, dia berpikir kalau dia sangat beruntung dikunjungi atasan yang sangat dicintainya."Baiklah bu Shahnaz, kalau begitu aku permisi dulu" ucap Brams.
"Kenapa begitu cepat sekali ?" Bathin Shahnaz.
"O_oh iya pak," jawab Shahnaz.
Brams keluar dari ruangan tersebut, dia tidak mau jadi bahan omongan para karyawannya bila terlalu lama di dalam ruangan Shahnaz. Shahnaz senyum sendiri, dia sudah yakin kalau Brams juga suka pada dia.Shahnaz melamun dengan bertopang dagu, dia menghayal tinggi di udara.
Shahnaz melihat kalau dia bahagia hidup bersama dengan Brams.Hingga dia tidak sadar kalau pena yang ada di tangannya telah mencoret lembaran kertas di mejanya."Ya tuhan, mati aku !" Ucap Shahnaz.
Dia terpaksa harus mengganti tabel keuangan kantor tersebut.Brams telah berpikir dan memutuskan kalau dia bisa ikut bersama Wanda ke pesta pak Hadi."Hallo !"
"Iya Hallo pak Wanda ?"
"Ada apa pak Brams ?"
"Pak Wanda, besok aku ikut ke pesta pak Hadi, jangan lupa tunggu aku di Bandara ya!"
"Oke oke Brams, kami akan menunggu di Bandara besok pagi."
Brams berjalan kembali ke kantornya.Dia menemui sekretarisnya dan berkata kalau besok dia tidak masuk kantor."Bu Nisa,"
"Iya pak, ada apa pak ?"
"Bu Nisa, besok aku tidak masuk karena mau ke pesta teman."
"Oh iya pak, jawab Nisa."
Secara tidak sengaja, Shahnaz mendengar percakapan Brams dengan Nisa.Roman penasaran dibalut rasa cemburu, Shahnaz memberanikan diri menemui Brams untuk menanyakannya."Pak Brams," tegur Shahnaz dari belakang Brams.
"Eh kamu Shahnaz,ada apa ?"
"Pak Brams,besok Bapak mau kemana ? Aku mendengar tadi kalau pak Brams mau keluar."
"Uhukkk Uhukkk,"
Brams tersedak batuk mendengar pertanyaan Shahnaz."Jelas sekali kelihatan kalau Shahnaz cemburu dan suka padaku," bathin Brams." Pak Brams?"
"Eh iya Shahnaz, besok aku mau ke pesta rekan kerja."
"Aku coba dulu apakah Shahnaz cemburu." Bathin Brams.
"Kata pak Wanda disana banyak cewek cantik,aku lihat dulu manatau ada yang cocok," kata Brams.
Muka Shahnaz langsung merah,rasa cemburunya tidak bisa di simpan."Maaf Shahnaz,aku buru-buru." Kata Brams.
Brams kembali ke ruangannya.Dia senyum sendiri melihat reaksi Shahnaz.
"Ketahuan dengan jelas kalau dia suka padaku," bathin Brams.
Shahnaz berbalik ke ruangannya, perasaannya semakin kacau balau mendengar perkataan Brams."Brams pasti akan menemukan banyak cewek cantik disana, bagaimana denganku?" Bathin Shahnaz.
"Ya Tuhan,aku tidak bisa melihat Brams jatuh ke tangan orang lain." Kata itulah yang selalu menari di hati Shahnaz.
"Ting Tong,"Bell rumah Shahnaz terdengar berbunyi.Ibunya datang dan langsung membuka pintu."Shahnaz,kamu sudah pulang sayang,"
Muka Shahnaz terlihat kusam dan kesal."Iya bu," jawab Shahnaz sambil masuk ke dalam kamarnya.
"Ada apa dengan Shahnaz ?" Bathin ibunya.
Sang ibu mengikuti Shahnaz masuk dan duduk di samping Shahnaz."Kamu kenapa sayang ?" Sepertinya kamu sedang ada masalah.
"Bu,Besok Brams akan pergi."
"Pergi kemana Shahnaz ?" Tanya ibunya.
"Bu,Brams berkata kalau besok dia akan pergi ke pesta rekan kerjanya."
"Lantas,apa masalahnya sehingga kamu jadi begini ?"
"Shahnaz kan takut bu, disana pasti banyak cewek lain yang lebih cantik."
Ibunya menggelengkan kepalanya,dia senyum dan mendekati Shahnaz." Shahnaz,Brams itu tidak salah." Wajar aja kalau dia pergi menghadiri pesta rekan kerjanya.
"Tapi kenapa Brams tidak mengajakku bu ?"
"Shahnaz ..Shahnaz,atas dasar apa Brams mau mengajak kamu sayang."
"Kamu itukan belum jadi pacarnya Brams."
Shahnaz tertunduk,dia sadar kalau yang dikatakan oleh ibunya adalah benar."Benar juga apa yang ibu bilang,"kata Shahnaz.
"Shahnaz , sekarang kamu berusaha dulu bagaimana caranya agar Brams itu jadi pacar kamu."Dengan demikian, sedikit banyaknya dia sudah terikat pada kamu nak.
" Shahnaz, sebagai wanita kita harus bisa membuat lawan jenis kita selalu merasa tertarik pada kita."
"Bagaimana caranya bu ?"
" Shahnaz,kamu harus berpenampilan menarik,berbahasa yang sopan dan sesekali memujinya."
Shahnaz tersenyum, dia semakin yakin dengan apa yang dikatakan oleh ibunya.
"Terimakasih ibu,ucap Shahnaz."
"Iya sayang,balas ibunya."
Shahnaz masuk kedalam kamar,dia semakin semangat dengan rencana yang akan dicobanya."Itu dia Brams sudah datang,kata Wanda."
" Baguslah,aku takut kita akan ketinggalan pesawat,jawab Arya.
"Ayo kita masuk ! pesawat akan berangkat." Ucap Wanda.
"Oke..oke,ayo kita ke dalam !"
Semuanya masuk dan naik ke dalam pesawat.Hiruk pikuk suara banyak tamu yang datang ke pesta pak Hadi.
Terlihat para tamu naik ke panggung mengucapkan selamat pada pengantin.Demikian halnya dengan rombongan Brams,Mereka mendapatkan sambutan hangat dari keluarga Hadi.Mata Brams melihat banyak cewek cantik disana, Wanda melihat kalau Brams lagi melihat wanita cantik.
"Pak Brams,benarkan apa yang aku bilang,bapak pasti tidak akan kecewa bila datang kesini."
"Benar juga apa kata pak Wanda,aku kagum dengan banyak cewek yang cantik disini."
."Pak Brams,itu belum seberapa."Coba bapak bandingkan lagi nanti dengan putri pak Hadi.
" Hmmm,memangnya secantik apa sih putri pak Hadi ?"
" Lihat aja deh,dijamin pasti suka."ucap Wanda.
"Tak Tak Tak,"
Langkah higgles Jesselyn terdengar, warna merah sangat sesuai dengan kulit kaki Jesselyn yang putih mulus."Pak Brams,coba bapak lihat wanita yang naik ke panggung."
Brams mengarahkan pandangannya ke panggung tersebut.Mata Brams terbelalak merasa kagum akan kecantikan Jesselyn."Pak Wanda,apakah wanita itu manusia atau bidadari ?" Tanya Brams.
Wanda tersenyum,dia melihat Brams suka pada Jesselyn.Karena rasa kagum Brama pada Jesselyn, Brams melangkah maju mendekati Jesselyn."Hai, ucap Brams sambil tersenyum manis pada Jesselyn.""Hai, maaf ini dengan siapa ?""Sebelum kenalan ada baiknya kita duduk dulu yok ! Ajak Brams"Ayo kita duduk !"Jesselyn mau mengikuti ajakan Brams, keduanya sekarang duduk berdua di satu meja pesta."Oh iya, kenalkan namaku Brams.""Baiklah Brams, kenalin juga namaku Jesselyn.""Kamu darimana ?" Tanya Jesselyn. Sepertinya baru kali ini aku melihat kamu."Aku dari Jakarta," aku dan teman-teman yang lain adalah undangan rekan kerja dari Pak Hadi."Oh jadi kalian adalah rekan kerjanya papa?""Iya Jesselyn," jawab Brams."Kamu sendiri sekarang masih kuliah atau sudah kerja ? ""Ohhh aku kebetulan sudah kerja di perusahaan papa yang ada di Singapore ini.""Wahh, berarti kamu juga rekan kerja kami dong? ""Iya pak Brams. ""Kamu pangg
Pagi itu Shahnaz sengaja mengantar laporannya langsung ke ruangan Brams."Selamat siang pak Brams.""Selamat siang Shahnaz," jawab Brams."Ini pak,aku mengantarkan laporan keuangannya.""Ohhh silahkan masuk dan taruh di atas meja !"Shahnaz melangkah sopan dan senyum manis menatap Brams.Shahnaz mulai salah tingkah di depan Brams.Pena Brams sengaja disenggol oleh Shahnaz.Secara bersamaan keduanya sama-sama meraih pena tersebut.Tangan Brams memegang tangan Shahnaz secara tidak sengaja."Maaf Shahnaz,"ucap Brams."He he enggak apa-apa pak,"jawab Shahnaz."Aku tidak boleh melewatkan kesempatan ini," bathin Brams."Brams menarik tangan Shahnaz,sekaligus merangkul pinggangnya."Muka Shahnaz saat itu juga berubah menjadi merah."Pak Brams?""Shahnaz,kamu tidak usah bohong.Kamu juga pasti suka kan?"Brams mengangkat dagu Shahnaz."Benarkan apa yang aku katakan?"
Brams merasa ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya.Dia begitu risih bila harus berlama-lama di dalam rumah Jesselyn."Jesselyn,kita keluar aja yok!""Kemana Brams?" Tanya Jesselyn."Bagaimana kalau kita cari tempat yang aman dan cocok untuk kita berdua?"Tanpa menunggu jawaban dari Jesselyn,Brams langsung menarik tangan Jesselyn untuk keluar dari rumah tersebut."Ayo Jesselyn,"ucap Brams sambil membuka pintu mobil.Dalam perjalanan, Brams merasa ingin terlihat romantis pada Jesselyn. Dengan memarkirkan mobilnya di pinggir jalan,tangan Brams begitu cepat meraih jemari Jesselyn."Jesselyn, dari pertama kali berjumpa aku sudah merasa jatuh cinta dengan kamu."Apakah kamu mau jadi kekasihku?Jesselyn merasa jantungnya makin berdetak kencang.Dia tidak menyangka kalau Brams juga merasakan perasaan yang sama selama ini."Brams,aku mau jadi kekasih kamu.Bahkan aku juga mau kalau kamu jadikan aku sebagai istri k
Pesawat yang ditumpangi Brams telah mendarat di Bandara Sukarno Harta.Brams berjalan keluar dan menaiki taxi untuk pulang ke rumahnya."Kemana ya pak?"Tanya sopir taxi."Ke Jalan Suropati pak,"jawab Brams.Sopir taxi mengendalikan setir mobil dan melaju ke alamat rumah Brams.Sepanjang perjalanan,Brams bersandar di kursi mobil.Pikirannya masih tetap tertuju pada Jesselyn.."Darimana aku akan menata perjalanan untuk menikahi Jesselyn?"bathin Brams.Waktu terus berjalan seiring dengan lajunya taxi yang membawa Brams untuk pulang.Karena kepikiran pada Jesselyn,Brams tidak sadar kalau mereka telah sampai di depan rumahnya."Kita sudah sampai pak," kata sopir taxi."Saat itu juga Brams terkejut.Dia tidak yakin kalau dia sudah sampai dalam waktu yang begitu cepat."Sembari turun dari dalam mobil,Brams memberikan ongkos untuk sopir taxi."Ini pak,"kata Brams."Oh iya, terimakasih ya pak." Jawab sopir taxi kemudian berlalu meningg
"Ibu..!"Bu Hanna terkejut dengan teriakan Shahnaz.Dia begitu cepat berjalan keluar melihat kenapa Shahnaz berteriak memanggilnya."Ada apa Shahnaz?" Tanya bu Hanna sambil membuka pintu."Bu sini deh!aku mau beri kabar gembira untuk ibu ketahui."Tangan Shahnaz langsung menarik ibunya untuk duduk ke ruang tamu.Dengan penasaran ibu Hannah malah bingung dan bertanya pada Sanu."Sanu,kamu ada ada kabar apa sih?" Cepat beritahu ibu!"Bu,aku tadi di telpon oleh Brams.Dia malah ingin secepatnya lebih dekat dengan aku.""Maksud kamu?""Kata Brams,aku akan jadi pendampingnya tidak lama lagi.""Oh..sayang,kamu sangat beruntung,harapanku terkabul agar kamu dapat pendamping yang kaya raya dan akan bisa membuat kamu bahagia.""Iya bu,Shahnaz juga sangat bahagia dengan keadaan ini."Brams yang tadi terbaring di tempat tidur,kini jadi bangun dan berdiri.Dia duduk di dekat kaca jendela kamarnya seraya berpik
Tepat di hari Sabtu,Brams diam-diam berangkat ke Singapore.Kedua rekan kerjanya Wanda dan Jamil ikut serta turut menghadiri acara pernikahan sahabat mereka.Jesselyn yang begitu tidak sabar kini telah berada di Bandara untuk menyambut kedatangan kekasihnya.Jesselyn melihat Brams keluar bersama dua orang rekan kerjanya.Mata berbinar dan hati yang sangat bergelora seiring dengan rasa rindu pada Brams, kini jelas terlihat dari tingkah Jesselyn menyambut Brams."Hai Brams," ucap Jesselyn dengan memeluk calon suaminya."Hai sayang," jawab Brams yang juga membalas pelukan Jesselyn."Waduhh..baru juga beberapa hari kelihatannya kedua calon pengantin sudah saling merindukan," ucap Wanda."Ya sudah, sekarang kita lebih baik secepatnya berangkat ke rumah pak Hadi.Disana tentu saja masih banyak hal yang harus di kerjakan untuk semua persiapan pernikahan besok hari."Jesselyn dan ketiganya masuk mendalam mobil kemudian berangkat ke rumah pak Hadi.
Tepatnya pada malam hari,Shahnaz masih saja tidak bisa membuang pikirannya dari Brams.Dia dengan yakin akan menghubungi Brams saat itu juga."Kringgg,"Suara handpone milik Brams berbunyi, Jesselyn melihat kalau Brams masih ada di kamar mandi.Dia langsung berdiri dan mengambil handpone tersebut."Hallo,"ucap Jesselyn menyapa seseorang yang menghubungi handpone suaminya."Ini siapa ya?"Tanya Shahnaz yang bingung dengan suara wanita yang mengangkatnya.."Hallo," kata Jesselyn lagi pada Shahnaz."Maaf ya ini siapa?"tanya Jesselyn."Shahnaz yang begitu percaya diri kalau Brams hanyalah miliknya seorang,kini menjawab dengan berbohong."Maaf ya ini aku Shahnaz,istri dari mas Brams.""Enggak salah orang ya?"yang sebenarnya istri Brams itu aku atau kamu?jawab Jesselyn.Shahnaz jadi ciut,Dia sedih dengan ucapan Jesselyn.Shahnaz yang selama ini tidak pernah tahu kalau Brams sudah punya istri,kini jadi bertanya-t
Tibalah saatnya malam hari yang ditunggu-tunggu oleh Shahnaz.Dengan busana menarik juga make up yang menawan,Shahnaz keluar dari dalam kamar."Ibu...!""Iya Shahnaz,ada apa?""Ibu,aku mau keluar sebentar ya!""Kamu mau kemana sayang?"Tanya ibunya."Aku mau ketempat Brams." Jawab Shahnaz.Ibunya senyum melihat Shahnaz,dia begitu senang bila Shahnaz bahagia.Sambil menggelengkan kepala, ibunya melihat Shahnaz berjalan keluar dengan anggun dan cantik sekali.Beberapa menit menyetir mobil,Shahnaz akhirnya tiba di depan rumah Brams.Tanpa rasa sungkan, Shahnaz masuk ke dalam dengan santainya."Tak..Tak..Tak..,"Langkah sepatu Shahnaz terdengar oleh Brams mendekati kamarnya.Brams tidak yakin kalau Shahnaz akan datang seperti yang dikatakannya."Pak Dika,"kata Shahnaz sambil masuk kedalam kamar."Eh kamu Shahnaz,dia mengerutkan keningnya.Aku tidak yakin kalau kamu datang kesini."Ucap
Pagi hari telah tiba, Brams terlihat sudah duluan bangun dan terlihat rapi. Dia duduk sembari menunggu Pak Hadi keluar dari kamar. Rasa kecewa tadi malam membuat Brams malas untuk masuk ke kamar Shahnaz. Dia tidak ingin pamit, karena dia merasa tidak akan ada jawaban yang didapat nantinya."Brams, kamu kelihatan sudah rapi. Kamu mau kemana, Brams?" Pak Hadi bertanya dengan penasaran sembari duduk disamping Brams.Tidak lama kemudian, Mama Jesselyn juga keluar dan ikut bergabung dengan mereka. Dia juga heran dengan pakaian Brams yang terlihat rapi seakan ingin pergi kesuatu tempat."Kamu mau kemana, Brams?" "Papa...Mama...pagi ini juga aku harus kembali ke Jakarta. Tadi malam, aku dapat telepon untuk hadir nanti jam satu siang. Aku tidak punya pikiran lain.Tanpa alasan apapun aku harus kembali ke Jakarta, Papa," ucap Brams dengan gaya berbohong pada kedua mertuanya. Keduanya saling berpandangan. Mereka bertanya tentang Jesselyn dan keadaannya."Tapi, Brams. Bagaimana nantinya dengan
Shahnaz dan Galih pergi bersama ke rumah. Sepanjang perjalanan, keduanya terlihat sangat mesra dan tidak jarang suka bercanda dan tertawa bersama. Galih merasa, Shahnaz adalah calon terbaik baginya yang akan menggantikan posisi mantan istrinya dahulu."Shahnaz, apa kamu tidak kepikiran lagi pada lelaki yang bernama Brams?" Sontak Shahanz terkejut. Dia seakan tidak percaya bila Galih bertanya tentang Brams pada dirinya. "Galih, kamu kenapa berkata demikian?"Hmmm...Galih menarik napasnya perlahan hingga mengeluarkannya kembali. Dia merasa bilakah masih ada hati Shahnaz pada lelaki itu."Tidak..aku hanya ingin memastikan apakah kamu masih mengingat dia?" "Galih, semenjak aku mengenal kamu, rasanya kau sudah melupakan orang tersebut. Apalagi kamu itu sangat jauh berbeda dengan dia yang sama sekali tidak perduli denganku," jawabnya "Sayang, maafkan aku! Jujur aku tidak bermaksut membuat kamu jadi teringat pada semuanya," ucap Galih. "Hmmm..," Shahnaz hanya tersenyum tipis. Dia tidak s
Hari sudah menjadi sore. Shahnaz juga sudah mulai bosan melihat Galih bekerja. Ditambah lagi dengan badan yang gerah, membuat dia ingin pulang secepatnya."Galih, hari sudah sore. Aku permisi pulang, ya!" Galih meletakkan kembali alat ukir yang ada di tangannya. Dia mendekati Shahnaz yang ingin segera pulang."Shahnaz, aku ingin ikut ke rumah kamu," ucapnya.Shahanaz terkejut mendengar keinginnan Galih untuk ikut bersamanya. Namun keinginan Galih tersebut, tidak disengkal oleh Shahnaz. Dia bahkan senang mendengarnya karena dia merasa, Galih tidak bisa jauh darinya."Shahnaz, aku madi dulu, ya! Kamu tunggu aja dulu, aku tidak akan lama, kok."Shahnaz mengangguk. Dia tersenyum melihat Galih mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Gemerincing air yang kini terdengar oleh Shahnaz, membuat dia juga ingin membuang rasa gerah untuk segera mandi."Sebaiknya aku menyusul Galih," ucapnya.Shahnaz tanpa ragu pergi ke kamar mandi. Pintu kamar mandi yang sama sekali tidak dikunci, memudahkan
"Shahnaz, ayo masuk!" Galih terlihat sudah menyiapkan makanan di atas mejanya.Shahnaz bahagia. Dia diperlakukan dengan penuh kasih sayang oleh Galih. Keduanya menikmati makanan yang sudah tersaji."Galih, makanan ini enak sekali, kamu beli darimana?" "Ohh..aku hanya pesan saja pada langganan lama yang sudah terkenal dengan rasa dari masakannya," ucap Galih.Mulut mungil Shahnaz tersenyum. Dia melihat ada sebuah nasi yang menempel di atas bibir Galih .Dengan penuh kasih sayang dan juga perhatian, Shahnaz mencoba membersihkannya dengan mengambil nasi tersebut."Ada apa, Shahnaz?" "Tidak, aku hanya mengambil nasi yang lari dari jalannya," ucap Shahnaz.Keduanya tertawa. Mereka merasa lucu dengan hal yang baru saja terjadi. Sembari makan bersama, Shahnaz melihat model dari perabotan yang baru dikerjakan oleh Galih. Dia juga ikut kagum dengan model dari hasil kerja Galih yang sangat beda daripada barang lain yang sering terpajang di berbagai toko yang ada di beberapa tempat yang ada di
Keesokan harinya, Galih keluar untuk membelanjakan semua keperluannya. mulai dari bahan hingga alat yang akan dia gunakan untuk membuka usaha. Galih berniat, dalam waktu singkat dia akan memperoleh kesuksesannya yang dulu telah direbut mantan istrinya. Seminggu kemudian, Galih sudah bisa membuka usahanya. Pagi itu dia masih bekerja sendiri. Dia yakin kalau di tahap permulaan ini, dia masih sanggup bekerja sembari mengenalkan berbagai model hasil tangannya yang terlihat beda dari yang lain. Para pelanggan Yanto yang dulu banyak memesan barang, kini selalu menanyakan dimana keberadaan Galih. Mereka ingin memesan banyak prabotan lain tetapi harus hasil kerja dari Galih. Tanpa merasa tersaingi, Yanto selalu memberitahu dimana Galih sekarang berada. Dia yakin kalau saja Galih punya orderan yang banyak, tanpa diminta, Galih juga akan membaginya pada dia. Sebagai sahabat yang baik, Yanto juga ingin Galih secepatnya berhasil agar cicilan Bank yang sudah dia percayakan pada Galih dapat be
Shahnaz melihat ada tas hitam di depan, dia penasaran tentang tas tersebut. Sembari duduk di samping Galih, Shahnaz meraih tas tersebut dan mengangkatnya."Galih, ini tas siapa?""Shahnaz, atas hal inilah aku sengaja menyuruh kamu datang kesini," ucap Galih.Shahnaz mengerutkan keningnya. Dia semakin bingung dengan maksut Galih sebenarnya. Shahnaz penasaran dan kembali bertanya."Galih, kamu tidak mencuri tas orang, kan?" Galih spontan melihat Shahnaz. Dia tidak yakin kalau Shahnaz bertanya demikian pada dirinya."Kamu bilang apa Shahnaz? Dari aku lahir, aku tidak pernah melakukan perbuatan sehina itu," jawabnya "Maaf, bukannya aku menuduh. Aku hanya heran saja, kenapa tiba-tiba ada tas seperti ini di rumah kamu.""Hahhh..!" Galih menghela napas yang panjang. Dia menggelengkan kepalanya sembari melihat wajah Shahnaz."Shahnaz, ini adalah uang yang dipinjamkan Yanto padaku untuk membuka usaha baru" ucap Galih "Sebanyak inikah?""Iya, Shahnaz. Uang ini berjumlah sekitar Lima ratus ju
Keesokan harinya, Yanto dan Galih pergi ke salah satu Bank yang ada di dekat lokasi mereka. Yanto membuat permohonan dengan memberikan surat rumahnya sebagai jaminan untuk meminjam sejumlah uang yang akan dia berikan pada Galih.Galih tidak menyangka, Yanto bisa sebaik itu. Hanya dalam hitungan jam, sejumlah uang yang diminta oleh Yanto telah cair dan langsung diberikan pada Galih "Galih, ambil uang ini! Kamu boleh gunakan ini untuk modal usaha kamu. Sementara, kamu boleh memakai lokasi kosong milikku yang tidak terlalu jauh dari sini," ucap Yanto."Terimakasih, Yanto. Galih terlihat memeluk erat sahabatnya yang begitu baik dan begitu ingin menolong Galih dengan tulus."Galih, sekarang kamu pergilah! Bawa uang ini ke rumah kamu! Aku harap kamu harus hati-hati agar uang ini tidak diambil oleh orang yang tidak bertangung jawab. Mulai besok kamu segera mengelolanya agar dalam waktu dekat kamu sudah bisa bekerja seperti biasa," ucap Yanto."Oke Yanto, kalau begitu aku permisi pulang!" Ga
Hari itu, Yanto sahabat Galih sekaligus pemilik panglong menemui Galih yang sedang membuat model lemari hias yang terbaru. Dia begitu salut dan angkat tangan dengan hasil kerja Galih yang membuat omsetnya jadi melejit."Galih, apa kamu lagi sibuk?" Tanya Yanto."Enggak juga, Yanto. Memangnya ada apa?"Sembari meletakkan semua peralatan yang dipegangnya, Galih menemui Yanto yang sedang duduk di sampingnya."Yanto, sepertinya kamu mau bicara sesuatu hal yang sangat penting? Ada apa sebenarnya,Yanto?" "Galih, aku tidak tahu mau bicara mulai darimana. Belum lagi hal yang akan aku katakan itu, apakah kabar yang membuat aku senang atau tidak," ucap Yanto."Kamu ini bagaimana sih, Yanto? Kamu yang mau bicara, tapi kamu tidak tahu hal yang akan kamu bicarakan itu, baik atau buruk untuk kamu. Coba cerita, mana tahu aku bisa bantu!""Galih, ini sebenarnya tentang kamu," ucap Yanto."Tentang aku? Memangnya kenapa sih, Yanto? Apakah aku sudah memberatkan kamu bila aku bekerja disini?" Tanya Gali
Seminggu kemudian, Jesselyn sudah dinyatakan sehat dan sudah boleh pulang. Brams bersama mertuanya membawa Jesselyn kembali ke rumahnya.Saat berada di mobil, Brams melihat Jesselyn selalu terlihat diam dan tidak ada selera untuk bicara. Dia berusaha menghibur istrinya agar secepatnya bisa melupakan kejadian yang telah menimpa mereka."Jesaelyn, kamu jangan diam saja, dong!" Ucap Brams "Iya, Jesselyn. Kamu tidak boleh terlalu bersedih apalagi dalam jangka waktu yang lama," jawab Mamanya.Walaupun semuanya memberi semangat buat Jesaelyn, dia tetap saja terdiam dan tidak mau bicara. Dia sepertinya merasa trauma dengan kejadian yang membuat bayinya harus pergi untuk selamanya "Aku benci pada kamu, Brams. Mungkin karena ulah kamu pada Shahnaz, aku akhirnya mendapatkan karma ini," bathin Jesselyn.Jesselyn berpikir, apa yang sedang dialaminya adalah karma dari perbuatan Brams pada Shahnaz.Tidak berapa lama kemudian, mereka telah sampai di rumah. Jesselyn langsung turun tanpa dibantu lag