Shahnaz melihat ada tas hitam di depan, dia penasaran tentang tas tersebut. Sembari duduk di samping Galih, Shahnaz meraih tas tersebut dan mengangkatnya."Galih, ini tas siapa?""Shahnaz, atas hal inilah aku sengaja menyuruh kamu datang kesini," ucap Galih.Shahnaz mengerutkan keningnya. Dia semakin bingung dengan maksut Galih sebenarnya. Shahnaz penasaran dan kembali bertanya."Galih, kamu tidak mencuri tas orang, kan?" Galih spontan melihat Shahnaz. Dia tidak yakin kalau Shahnaz bertanya demikian pada dirinya."Kamu bilang apa Shahnaz? Dari aku lahir, aku tidak pernah melakukan perbuatan sehina itu," jawabnya "Maaf, bukannya aku menuduh. Aku hanya heran saja, kenapa tiba-tiba ada tas seperti ini di rumah kamu.""Hahhh..!" Galih menghela napas yang panjang. Dia menggelengkan kepalanya sembari melihat wajah Shahnaz."Shahnaz, ini adalah uang yang dipinjamkan Yanto padaku untuk membuka usaha baru" ucap Galih "Sebanyak inikah?""Iya, Shahnaz. Uang ini berjumlah sekitar Lima ratus ju
Keesokan harinya, Galih keluar untuk membelanjakan semua keperluannya. mulai dari bahan hingga alat yang akan dia gunakan untuk membuka usaha. Galih berniat, dalam waktu singkat dia akan memperoleh kesuksesannya yang dulu telah direbut mantan istrinya. Seminggu kemudian, Galih sudah bisa membuka usahanya. Pagi itu dia masih bekerja sendiri. Dia yakin kalau di tahap permulaan ini, dia masih sanggup bekerja sembari mengenalkan berbagai model hasil tangannya yang terlihat beda dari yang lain. Para pelanggan Yanto yang dulu banyak memesan barang, kini selalu menanyakan dimana keberadaan Galih. Mereka ingin memesan banyak prabotan lain tetapi harus hasil kerja dari Galih. Tanpa merasa tersaingi, Yanto selalu memberitahu dimana Galih sekarang berada. Dia yakin kalau saja Galih punya orderan yang banyak, tanpa diminta, Galih juga akan membaginya pada dia. Sebagai sahabat yang baik, Yanto juga ingin Galih secepatnya berhasil agar cicilan Bank yang sudah dia percayakan pada Galih dapat be
"Shahnaz, ayo masuk!" Galih terlihat sudah menyiapkan makanan di atas mejanya.Shahnaz bahagia. Dia diperlakukan dengan penuh kasih sayang oleh Galih. Keduanya menikmati makanan yang sudah tersaji."Galih, makanan ini enak sekali, kamu beli darimana?" "Ohh..aku hanya pesan saja pada langganan lama yang sudah terkenal dengan rasa dari masakannya," ucap Galih.Mulut mungil Shahnaz tersenyum. Dia melihat ada sebuah nasi yang menempel di atas bibir Galih .Dengan penuh kasih sayang dan juga perhatian, Shahnaz mencoba membersihkannya dengan mengambil nasi tersebut."Ada apa, Shahnaz?" "Tidak, aku hanya mengambil nasi yang lari dari jalannya," ucap Shahnaz.Keduanya tertawa. Mereka merasa lucu dengan hal yang baru saja terjadi. Sembari makan bersama, Shahnaz melihat model dari perabotan yang baru dikerjakan oleh Galih. Dia juga ikut kagum dengan model dari hasil kerja Galih yang sangat beda daripada barang lain yang sering terpajang di berbagai toko yang ada di beberapa tempat yang ada di
Hari sudah menjadi sore. Shahnaz juga sudah mulai bosan melihat Galih bekerja. Ditambah lagi dengan badan yang gerah, membuat dia ingin pulang secepatnya."Galih, hari sudah sore. Aku permisi pulang, ya!" Galih meletakkan kembali alat ukir yang ada di tangannya. Dia mendekati Shahnaz yang ingin segera pulang."Shahnaz, aku ingin ikut ke rumah kamu," ucapnya.Shahanaz terkejut mendengar keinginnan Galih untuk ikut bersamanya. Namun keinginan Galih tersebut, tidak disengkal oleh Shahnaz. Dia bahkan senang mendengarnya karena dia merasa, Galih tidak bisa jauh darinya."Shahnaz, aku madi dulu, ya! Kamu tunggu aja dulu, aku tidak akan lama, kok."Shahnaz mengangguk. Dia tersenyum melihat Galih mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Gemerincing air yang kini terdengar oleh Shahnaz, membuat dia juga ingin membuang rasa gerah untuk segera mandi."Sebaiknya aku menyusul Galih," ucapnya.Shahnaz tanpa ragu pergi ke kamar mandi. Pintu kamar mandi yang sama sekali tidak dikunci, memudahkan
Shahnaz dan Galih pergi bersama ke rumah. Sepanjang perjalanan, keduanya terlihat sangat mesra dan tidak jarang suka bercanda dan tertawa bersama. Galih merasa, Shahnaz adalah calon terbaik baginya yang akan menggantikan posisi mantan istrinya dahulu."Shahnaz, apa kamu tidak kepikiran lagi pada lelaki yang bernama Brams?" Sontak Shahanz terkejut. Dia seakan tidak percaya bila Galih bertanya tentang Brams pada dirinya. "Galih, kamu kenapa berkata demikian?"Hmmm...Galih menarik napasnya perlahan hingga mengeluarkannya kembali. Dia merasa bilakah masih ada hati Shahnaz pada lelaki itu."Tidak..aku hanya ingin memastikan apakah kamu masih mengingat dia?" "Galih, semenjak aku mengenal kamu, rasanya kau sudah melupakan orang tersebut. Apalagi kamu itu sangat jauh berbeda dengan dia yang sama sekali tidak perduli denganku," jawabnya "Sayang, maafkan aku! Jujur aku tidak bermaksut membuat kamu jadi teringat pada semuanya," ucap Galih. "Hmmm..," Shahnaz hanya tersenyum tipis. Dia tidak s
Pagi hari telah tiba, Brams terlihat sudah duluan bangun dan terlihat rapi. Dia duduk sembari menunggu Pak Hadi keluar dari kamar. Rasa kecewa tadi malam membuat Brams malas untuk masuk ke kamar Shahnaz. Dia tidak ingin pamit, karena dia merasa tidak akan ada jawaban yang didapat nantinya."Brams, kamu kelihatan sudah rapi. Kamu mau kemana, Brams?" Pak Hadi bertanya dengan penasaran sembari duduk disamping Brams.Tidak lama kemudian, Mama Jesselyn juga keluar dan ikut bergabung dengan mereka. Dia juga heran dengan pakaian Brams yang terlihat rapi seakan ingin pergi kesuatu tempat."Kamu mau kemana, Brams?" "Papa...Mama...pagi ini juga aku harus kembali ke Jakarta. Tadi malam, aku dapat telepon untuk hadir nanti jam satu siang. Aku tidak punya pikiran lain.Tanpa alasan apapun aku harus kembali ke Jakarta, Papa," ucap Brams dengan gaya berbohong pada kedua mertuanya. Keduanya saling berpandangan. Mereka bertanya tentang Jesselyn dan keadaannya."Tapi, Brams. Bagaimana nantinya dengan
Brams, seorang lelaki dengan tampang kekar, gagah dan tampan. pengusaha muda yang berhasil dan sukses di dunia bisnis.Dengan ketampanan dan kesuksesan yang milikinya, tidak jarang banyak wanita yang suka dan menaruh hati padanya.Demikian halnya, yang terjadi pada Shanaz, gadis cantik dengan mata hazel yang selalu menawan dan menarik hati banyak lelaki.Dia sangat menginginkan Brams untuk menjadi pendampingnya.Bahkan Ayah dan Ibunya sangat setuju dan mendukung penuh keinginan Shanaz. Siapa yang bisa menolak dan tidak menginginkan menjadi keluarga dari Brams, seorang kaya raya, tampan, dan seorang pembisnis handal.Bahkan Brams berasal dari keluarga berdarah biru."Tettttttt .."suara klakson mobil Shahnaz berbunyi. Satpam tersebut membuka pagar dan mempersilahkan Mobil Shahnaz untuk masuk.Shahnaz keluar dengan sepatu yang mengkilat dan terlihat cantik di kaki putihnya dan langsung memasu
Tidak berapa lama Shahnaz akhirnya sampai di restaurant yang dia maksud.Shahnaz turun dari dalam mobil kemudian masuk ke dalam Restaurant Jepang yang terlihat mewah dan banyak dikunjungi oleh orang-orang dari kalangan atas.Shahnaz melihat Brams sedang duduk di meja paling pojok."Nah.. itu dia yang aku cari," bathin Shahnaz.Brams terlihat sendiri dan duduk sambil menerima telepon dari seseorang.Dengan nada yang manis, Shahnaz menyapa Brams."Hai,bolehkah aku duduk disini ?"Brams melihat ke arah Shahnaz."Oh silahkan," jawab Brams dengan ramah."Oh iya, apakah kita boleh kenalan ?""Oh tentu boleh," jawab Brams."Kenalkan Namaku Shahnaz.""Kenalin juga Namaku Brams."Hati Shahnaz berbunga-bunga dan bergetar hebat mendengar jawaban Brams."Oh satu nama yang bagus," ucap Shahnaz."He he,terimaka