Di suatu pagi, tepatnya di istana megah yang berlokasi di Gunung Olympus, seorang pria dengan rambut dan kumis putih sedang memeriksa catatan dari para dewa-dewi yang dipimpinnya. Pada wajah yang tak lagi muda itu juga tersemat kerutan-kerutan wajah, menandakan jika dirinya selalu memiliki sesuatu yang wajib diprioritaskan, termasuk istri sahnya, Dewi Hera.
"Siapa lagi yang membuat masalah?!" Pria tua tua dengan tubuh tegap dan lengan kekar itu mengomel seraya memeriksa deretan surat-surat peringatan di atas meja panjang miliknya.Dalam sekejap, ekspresi datar yang terlukis pada wajah tersebut berubah menjadi kesal saat mendapati nama 'Dyonisus' tertera pada secarik kertas."Hah! Dyonisus menyusul Ares dan Poseidon dalam daftar masalah alam." Pria tua itu menggelengkan kepalanya pelan, tak habis pikir jika sang dewa pesta bisa turut terlibat dalam perkara pengerusakan alam di bumi.Kemudian, ia meletakkan surat teguran untuk Dyonisus tersebut pada tumpukkan surat peringatan yang lain. Tanpa berpikir panjang, kedua tangan besarnya kembali meraih satu surat peringatan dan membaca isinya secara detail.Dalam beberapa saat, mimik wajah sang pria terlihat tegang. Sekian kerutan pada kening lebarnya terukir jelas bersama dengan dua alis putihnya yang menyatu."Aphrodite?!!" Pria tua tersebut meremas secarik kertas dengan kedua mata membulat sempurna.Dengan sorot matanya yang memancarkan keraguan dan ketidakpercayaan, pria itu juga mengeraskan rahangnya. Dewi yang terkenal memiliki paras cantik serta berpengaruh terhadap urusan cinta dan seksualitas di muka bumi itu ternyata juga tergolong dalam daftar dewa-dewi pembuat masalah."Apa aku tidak salah lihat? Aphrodite yang terlihat tenang dan bersahaja itu juga ikut dalam masalah??" Sang pria tua menekan nada bicara sembari bertanya-tanya, seolah benda di sekelilingnya tahu akan jawaban dari pertanyaan yang terlontar.Kemudian, ia kembali membaca detail informasi dan penyebab Aphrodite mendapat surat peringatan dari Mahkamah Agung Olympus. Sekali lagi, informasi yang dicernanya itu membuat pria tua mengomel kesal."Sudah ku duga. Dia akan berurusan dengan hati dan para pria muda dan tampan." Pria yang menjabat sebagai raja dari segala Dewa-Dewi di Gunung Olympus itu tersenyum mengejek.Ia sangat mengenal Dewi Aphrodite yang gemar menebar cinta dan pesona di kalangan para Dewa dan juga manusia. Bahkan, ia sendiri pernah tergoda oleh kecantikan sang dewi cinta.Setelahnya, pria yang kerap dikenal dengan nama Zeus itu kembali menelusuri beberapa lembar surat teguran lain. Awalnya, ia berpikir jika surat-surat itu ditujukan untuk Ares atau Dewa-Dewi lainnya. Akan tetapi, dugaannya itu meleset total."Kok Aphrodite mendadak jadi banyak surat teguran begini?? Ada angin apa dia?!" Zeus melempar beberapa surat teguran dengan nama Aphrodite tertera dan menggenggam tangan kanannya gemas. Ia merasa bahwa sang dewi cinta mulai tidak bisa dikendalikan jika terus mendapat teguran dikarenakan menjalin hubungan dengan kaum manusia dan terus melakukan hal serupa."Ini sudah tidak bisa didiamkan lagi!" Zeus mengeraskan rahangnya sembari menahan emosi yang sudah beradi di ubun-ubun. "CLETUSSS!!" Zeus berseru dengan lantang, memanggil tangan kanannya.Dalam hitungan menit, laki-laki dengan tinggi badan sedang dan proporsi tubuh yang tidak terlalu berisi muncul. Sembari membersihkan sedikit debu yang menempel pada chlamis kuning miliknya, Cletus menghadap Sang Dewa."Ada yang bisa saya bantu, Yang Mulia?" tanya Cletus sembari memberi hormat pada rajanya."Aku mau Aphrodite menghadap padaku sekarang!" Raja dari segala Dewa-Dewi Olympus itu memerintahkan dengan tegas."Baik, Yang Mulia." Cletus menanggapi dan segera berlalu untuk mencari keberadaan sang dewi cinta.-**-Sementara itu, di sebuah rumah yang berlokasi di Kota Athena, Yunani, seorang wanita dengan rambut panjang coklat bergelombang tengah bermesraan di dalam kamar dengan seorang pria tampan. Keduanya berada di balik selimut, tanpa sehelai benang menutupi tubuh masing-masing. Sorot mata keduanya beradu dengan gairah dan cinta yang membara sembari bertukar kata."Apa benar cuman aku satu-satunya wanita di hatimu, Bastian?" Wanita dengan iris mata berwarna hijau emerald itu bertanya seraya mengusap wajah pria yang berbaring di sampingnya.Pria dengan mata biru dan garis rahang yang tegas itu menjawab seraya menggenggam lembut tangan wanita yang menatapnya, "Aku bersungguh-sungguh, Margaret. Hanya kamu lah yang ada di hatiku.""Kalau teman wanitamu yang tadi menggoda, apa di hatimu, masih ada aku?" Wanita dengan rambut coklat tebal yang tergerai itu kembali melayangkan pertanyaan. Kali ini jemari lentik dari tangannya yang ramping menelusuri wajah tampan kekasihnya dengan tatapan sensual.Memahami perasaan wanita yang sedang dikencaninya, pria dengan gaya rambut undercut itu menggeleng pelan, mengulas senyum lembut, dan meyakinkan, "Masih. Aku engga akan berpaling dari kamu, Margaret."Mendengar suara barriton dan kata-kata tersebut, wanita yang memiliki tubuh sintal itu tersenyum dengan penuh kemenangan. Ia pun melayangkan pelukan hangat pada tubuh kekar kekasihnya. Dalam hatinya, gairah dan cinta yang sejak lama tak dirasakan terus hidup. Ia juga berharap jika saat-saat seperti ini tak akan berakhir begitu saja.Namun, apa yang diharapkan oleh sang wanita tak sesuai dengan kenyataan. Kemesraannya dengan sang kekasih terganggu dengan bunyi bel pintu yang terdengar berulang kali."TING..TONG..TING..TONG.." Bunyi bel pintu membuyarkan kehangatan dari sepasang ke kasih di atas kasur. Ekspresi wajah kesal dari wanita berparas menawan itu sangat terlihat."Siapa itu? Dasar menyebalkan!" rutuknya seraya mengurai pelukan."Sebentar, aku lihat dulu." Bastian bangkit dari kasur dan segera mengenakan kaos putih beserta celana jeans biru denimnya yang memiliki potongan slimfit.Seiring dengan melangkahnya kedua kaki jenjang Bastian, ia tiba di depan pintu, membuka perlahan, dan mendapati Chloe, teman dari kekasihnya. "Bastian, Margaret masih di dalam 'kan?" tanya wanita dengan rambut blonde dan mengenakan hoodie berwarna merah dan celana jeans bergaya ripped yang terlihat trendy."Ada. Aku panggilkan dulu, Chloe." Bastian memberikan isyarat agar teman dari kekasihnya itu masuk ke dalam rumah yang berukuran tidak terlalu besar namun memiliki dua lantai dan cukup untuk didiami oleh dua orang.Chloe pun menurut dan duduk di sofa sambil menunggu sahabatnya turun. Mimik wajah dari wanita berambut blonde itu terlihat panik dan gusar. "Duh, sudah ku duga hal ini akan menimpa Margaret. Ditambah lagi, dia cukup susah untuk ku peringatkan," keluhnya dalam hati.Beberapa menit kemudian, Margaret turun dengan mengenakan dress selutut berwarna putih dengan crop top pada bagian bahunya. Ekspresi wajahnya yang masam dilengkapi dengan dua tangan yang bersilang di depan dada menyiratkan jika wanita itu tak senang dengan kehadiran Chloe."Kenapa lagi, Chloe?" tanya Margaret to-the-point."Kita bicara di luar," tandas Chloe sembari meraih satu tangan Margaret dan berusaha membawanya keluar dari rumah Bastian.Margaret masih tetap berdiri di tempatnya. Ia enggan beranjak dan masih mengunci pandang pada Bastian yang sibuk membuat coklat hangat di dapur. "Kenapa engga ngobrol di sini aja?" Ia bertanya balik."Kamu mau identitas aslimu ketahuan??" Chloe berujar dengan nada lirih.Pertanyaan yang menekan itu membuat tatapan Margaret pada Bastian teralih, dan kedua mata indah itu membulat sempurna. "Apa ini ada hubungannya dengan si tua bangka pembuat masalah itu?" tanya Margaret dengan berbisik.Chloe menganggukkan kepala pelan. Ia wajib memberitahukan berita penting yang berkaitan dengan sahabatnya itu. Lalu, tanpa membantah dan melanjutkan negosiasi, Margaret bersedia keluar dan mengobrol dengan Chloe. Dua wanita berparas elok itu bertukar pandang dan kata singkat."Kamu dipanggil sama Yang Mulia Dewa Zeus," ucap Chloe gamblang."What?! Dipanggil??" Margaret terkejut dan menatap tak percaya."Mendingan kamu pamit sama Bastian deh sekarang," tutur Chloe, menyarankan."Engga bisa dipending memang?" Margaret kembali menawar.Chloe mengalihkan tatapan ke arah lain dan berkata, "Yang jelas, kamu diminta menghadap sekarang. Sebelum Yang Mulia marah besar, lebih baik kamu cepat datang."Margaret menghela napas kasar dan menyunggar rambut bergelombangnya ke belakang. Ia tak memiliki pilihan lain. Jika dirinya tak segera kembali, mungkin saja terjadi keributan-keributan merisaukan di Gunung Olympus.Ia pun memasuki rumah dan menghampiri Bastian yang baru saja selesai memasak makan malam. "Honey," sapanya dengan senyum manis.Bastian turut mengulas senyum dan meraih kedua tangan Margaret sembari berkata, "Gimana? Udah selesai ngobrol sama Chloe?""Udah. Aku dapat berita kalau Clayton kecelakaan, jadi aku harus balik sekarang." Margaret memasang mimik wajah sedih, seolah dirinya benar-benar sedang diterpa kabar kurang mengenakan."Tapi kamu bakalan balik 'kan?" Bastian bertanya sembari mengecup punggung tangan milik wanita yang disayanginya itu.Margaret yang tak bisa memastikan kapan dirinya akan kembali memilih untuk mengulum senyum dan mengangguk pelan. Kemudian, usai meminta ijin pada pria yang dicintainya itu, ia melangkah keluar dan berlalu bersama dengan Chloe.Ketika dua wanita tersebut telah melangkah cukup jauh dari kompleks perumahan, mereka berubah ke wujud asli masing-masing. Margaret yang mengenakan dress berbahan linen putih lengkap dengan perhiasan yang bertahta pada riasan kepala dan juga gelangnya terlihat sangat memukau. Sedangkan, Chloe yang mengenakan dress sabrina berbahan dasar linen biru juga tak kalah cantik.Saat mereka telah tiba di tangga yang dijaga oleh Cletus, mereka mulai menjejak dan menaiki tangga satu per satu. Sembari menaiki tangga, Margaret alias Dewi Aphrodite menggerutu dalam hati, "Pasti si tua bangka itu mau mengomel dan berceramah lagi tentang peranku sebagai Dewi Yunani."TO BE CONTINUED..Saat dua dewi tersebut baru saja tiba di sudut lain dari Gunung Olympus, tangan kanan lain dari Dewa Zeus yang bernama Gregory menyambut, "Yang Mulia Dewa sudah menanti di istana."Athena dan Aphrodite hanya mengangguk pelan, menandakan jika mereka segera menghadap Dewa Zeus. Mereka pun melangkah lurus, melewati jalan yang di sisi kiri dan kanannya tertutup awan petang. Di saat yang sama, mereka juga berpapasan dengan dewa-dewi yang lain, termasuk, Artemis yang sedang siap-siap bertugas.Setibanya di istana, Athena dan Aphrodite memberi salam hormat pada Zeus yang duduk di singgasana dengan tatapan tajam. Rupanya, Raja dari segala dewa-dewi itu sedang menahan amarah yang meletup-letup dalam dada."Sebelumnya, ada perihal apa yang membuat Yang Mulia memanggil saya untuk menghadap?" Aphrodite memberanikan diri untuk bertanya usai memberikan salam hormat.Zeus menatap lurus pada sang dewi dan menanggapi, "Aku memanggilmu karena masalah yang sudah terjadi. Surat peringatan atas namamu sud
Sementara itu, Aphrodite yang dikawal paksa oleh dua orang pengawal telah tiba di Kastil Hestia. "Lepaskan aku!" bentak Aphrodite sembari meloloskan pegangan dari dua pengawal di sampingnya.Namun, bentakan tersebut tak membuat dua pengawal Zeus luluh. Kedua pria bertubuh kekar dan tinggi itu masih menggiring sang dewi cinta masuk ke dalam kastil yang megah dengan interior mewah.Di saat yang hampir bersamaan, sang pemilik kastil turun dan menyambut kedatangan Aphrodite dengan senyum simpul. "Rupanya dewi cinta dan kecantikan yang dimaksud oleh dewa tertinggi," ujar Hestia dengan tatapan tenangnya."Lepaskan!" Aphrodite pun merasa malu dan berusaha melepaskan kedua tangannya saat mendengar suara dan kemunculan Hestia di depan matanya. Ia cukup segan dengan dewi yang bertanggung jawab atas perapian dan keluarga tersebut.Dua pengawal yang menjaga dirinya itu langsung melepaskan pegangan tangan daripada Aphrodite. Kini, salah satunya meminta persetujuan pada Hestia, "Dewi Hestia, boleh
Di beberapa hari berikutnya, terdengar lah perdebatan yang cukup sengit di ruang rapat para dewa-dewi. Perdebatan tersebut dilakukan oleh Zeus dan Hestia yang memiliki pendapat tak sejalan tentang perilaku Aphrodite selama menjalani masa hukuman."Kita semua sudah tahu jelas watak dari Aphrodite yang suka berganti pasangan itu. Tidak di sini atau di alam manusia, kelakuannya selalu seperti itu." Zeus menegaskan keputusannya untuk tidak memberi ijin terkait Aphrodite yang diminta untuk menemani Persephone bertugas di Bumi.Hestia yang mendengar fakta itu justru membelokkan dengan perihal perilaku dari Aphrodite yang sedikit demi sedikit berubah belakangan ini. "Maaf sebelumnya, Yang Mulia Dewa. Menurut observasi yang saya lakukan, Aphrodite sudah menunjukkan sedikit perubahan, terutama dalam hal bersikap," ucapnya sehalus mungkin.Zeus yang tak sejalan mengeram tangan kirimnya dan terdiam sejenak. Ia tak habis pikir jika Hestia dapat menyimpulkan kemajuan yang dimiliki dari seorang Aph
"Maksudnya?" Aphrodite yang mendengar respon dari Persephone menaikan sebelah alis, berusaha mencerna perkataan dari lawan bicaranya namun gagal.Persephone pun mengulurkan tangannya ke kanan dan muncul lah cermin berukuran besar dalam sekejap mata. Melalui cermin itu, Aphrodite dapat melihat jelas tampilan dirinya yang elegan dan manis layaknya seorang wanita yang fashionable."Engga, Perssie. Ini baju yang pantas 'kan, sesuai dengan tempat kita mendarat," ujar Aphrodite dengan penuh percaya diri sembari bergaya layaknya model professional."Aku tahu itu, Aphrie, tapi aku akan bertugas di area pedesaan." Persephone menjabarkan detail tugasnya yang berkaitan dengan kesuburan lahan dan hal-hal yang berkaitan dengan dunia kematian.Aphrodite yang mendengar hal itu terlihat tenang dan biasa saja. Ia masih fokus memandangi kecantikan dirinya yang terpantul pada cermin seraya tersenyum, bagai disanjung oleh sejumlah lelaki berparas tampan dan gagah.Akan tetapi, hal itu tak menyurutkan Per
Keesokan paginya, sesuai dengan apa yang sudah ditentukan oleh Dimitri, Persephone dan Aphrodite bangun lebih awal, sekitar pukul 03.30. Hal tersebut membuat salah satu dari mereka berlaku cukup kontras.Persephone yang terbiasa bangun di waktu dini hari langsung bergegas membersihkan diri dan berganti pakaian sederhana sehingga dirinya tidak begitu tampak seperti seorang dewi. Sementara, Aphrodite melakukan kegiatan membersihkan diri dengan malas sembari menggerutu dalam hati. "Hmm, kayanya aku salah strategi deh, udah bilang setuju buat nemenin Persephone untuk bertugas kaya gini," ujarnya dalam hati sembari menggosok giginya dan menatap pantulan dirinya di cermin dengan mimik wajah masam seperti jeruk lemon. Setelah selesai berganti pakaian dan merapikan rambut coklatnya, Aphrodite melangkah keluar kamar dan menatap sosok Persephone yang sedang menikmati kentang rebus sebagai menu sarapan pagi. "Engga ada olahan daging ya?" Kedua manik mata cantik Aphrodite menelisik pemandangan
Jika Aphrodite sedang merasa senang setelah kabur, lain halnya dengan yang dirasakan oleh Persephone, selaku teman dekatnya. Dewi kesuburan yang menjadi incaran Dewa Hades itu kini sedang panik dan khawatir akan hilangnya Aphrodite. "Bagaimana ini, Pak? Aphrie itu cuman menemaniku bertugas. Dia malah hilang seperti ini," ucap Persephone sembari menyisir pandang ke segala arah, berharap jika temannya itu masih berada di sekitar pedesaan atau di area sawah tempat dirinya mengadakan ritual. Dimitri pun berusaha menenangkan Persephone, "Tenang dulu, Persephone. Aku yakin Aphrodite masih ada di sekitar sini.""Tapi kalau misalnya dia sudah jauh, bagaimana, Pak?" Persephone semakin tak yakin jika Aphrodite masih berada di area pedesaan. Kedua kakinya terus melangkah, menelusuri rumah-rumah warga dengan kedua pandangan mata yang menyisir ke segala sudut, mencari keberadaan Aphrodite yang memang sudah jauh dari Desa Woodstock. "Mau tidak mau, kita susul dia di Kota Woodstock." Dimitri meny
"Semua totalnya tiga ratus lima puluh dollar, Tuan." Petugas kasir wanita dengan rambut bergelombang berwarna coklat muda berujar sembari menyerahkan dua kantung kertas berisi pakaian yang telah dipilih oleh Aphrodite. Lalu, pria yang berprofesi sebagai manajer keuangan itu mengeluarkan kartu kredit berwarna hitam dan menyerahkan pada petugas kasir. Dengan segera, petugas kasir mulai menggesekkan kartu kredit pada mesin dan menyerahkannya pada pria itu untuk menekan pin yang diminta. "TIITT..CESHHH.." Bunyi mesin kredit beserta keluarnya kertas struk bukti pembayaran terdengar. Sang kasir pun segera menarik kertas itu dan mengembalikan kartu kredit pada pemiliknya dan tersenyum ramah. "Terima kasih sudah berbelanja di butik kami," ujarnya hangat dan dibalas oleh sang pria dengan senyum tipis sembari menerima struk bukti pembayaran dan kartu kredit hitam mengkilap yang kerap digunakannya sebagai media pembayaran saat berbelanja kebutuhan sehari-hari atau pun buku-buku tebal yang d
Aphrodite PovAkhirnya, apa yang ku harapkan tercapai. Meski hanya singgah di rumah kontrakan kecil, setidaknya, aku masih bisa beristirahat dan memiliki tempat pulang setelah bekerja. Kemudian, setelahnya, aku akan kembali bersenang-senang dengan kaum adam yang ku inginkan, seperti biasa, saat diriku masih bebas untuk menetap di bumi. Ya, aku tahu bahwa apa yang ku lakukan sekarang sudah tergolong melanggar untuk kesekian kalinya. Akan tetapi, hal itu tak jadi soal, dan aku tidak terlalu memikirkan resikonya. Toh, jika memang aku melakukan kesalahan seperti ini, aku akan dihukum seperti sebelumnya dan tak boleh bertandang lagi di bumi manusia. Kini, aku melangkah dan menghampiri dua pria asing yang kini menatap lekat pada diriku dengan binar kekaguman dari sorot mata masing-masing. Rasanya sungguh menyenangkan jika mendapati kaum adam terkagum-kagum pada paras diriku yang terbilang menawan dan berkharisma. "Dia.." Ku dengar jelas suara bass dari pria berambut coklat yang diikat ke
Hari berganti hari, April dengan pekerjaan dan kesibukannya dalam menangani client yang memiliki masalah asmara dan hubungan awalnya berpikir jika saran dan solusi darinya tak membuahkan hasil apa pun. Bahkan, di kala blog tempat curhat miliknya mulai sepi dan tak begitu banyak pengunjung, ia berminat untuk menutup blog tersebut. Namun, di bulan keenam, saat April kembali membuka blog website miliknya, kedua matanya melebar dengan sorot tak yakin. Pasalnya, aneka ucapan terima kasih serta review positif yang dituliskan oleh para client berderet rapi di kolom komentar. Selain itu, kedua manik indahnya juga menangkap jumlah tips yang nilainya hampir mendekati dua ribu dollar. "Apa aku sedang bermimpi? atau jumlah tips yang tertera ini hanya sebatas halusinasi, mengingat aku sangat terobsesi untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari jasa dadakan yang sedikit memakan tabunganku ini?" April bertanya-tanya sambil memeriksa cara penarikan uang tips melalui bank. Setelah memakan wak
April pov "Selamat sore. Selamat datang di Lockey Brewery. Dengan April, ada yang bisa dibantu?" Aku menyapa pelanggan laki-laki dengan rambut hitam bergaya potongan fox hawk. Di saat yang sama, aku meneliti alis tebal yang melengkapi kedua mata hitamnya, dari wajah orientalnya yang terbilang memikat. Sepertinya, laki-laki ini baru pertama kali kemari. "Pesan ice espresso shaken ukuran medium ya." Laki-laki dengan kaos polo putih yang membalut tubuh tegap dan tinggi itu berujar. "Gula dan esnya normal?" Aku kembali memastikan. "Gulanya sedikit, tapi esnya normal ya," ucapnya seraya mengeluarkan kartu kredit dari dalam dompet kulitnya yang berwarna hitam. "Baik," tandasku sambil mendata pesanan pada mesin kasir. Kemudian, aku bertanya untuk kesekian kalinya, "Atas nama?" "Dave," ujarnya singkat. Nama tersebut segera aku tuliskan dengan pena pada cup plastik yang berada di genggaman tangan kiriku. "Pembayaran dengan credit card bisa?" suara tenor yang terbilang kon
Jacob pov Sepintas, aku pernah membayangkan bagaimana bila suatu hari April tak lagi merasa nyaman denganku. Penyebabnya adalah sifatku yang cemburuan dan sangat posesif padanya. Namun, bayangan tersebut hanya melintas sekilas di pikiran. Selebihnya, aku tak pernah berharap jika hal itu menjadi kenyataan. Akan tetapi, di malam ini, waktu yang paling aku harapkan untuk meminta maaf dan mencari solusi dengan orang yang sangat aku pentingkan berubah menjadi malam yang kelabu. Kata-kata bermakna tak menyenangkan itu terlontar dari bibir wanita yang selalu aku dambakan kehadirannya. Di saat yang sama, aku dapat merasakan rasa perih di hati ini. Rasa tak terima juga turut muncul, seakan aku telah melakukan kesalahan fatal terhadap dirinya. Maka dari itu, aku melayangkan protes, "Tapi kenapa? apa karena masalah-masalah yang datang silih berganti?" Wanita dengan rambut cokelat keemasan itu menatapku dingin dan menanggapi, "Bukan tentang masalahnya, Jac, tapi sifat posesif dan cembur
Sementara itu, di Gunung Olympus, Zeus sebagai dewa tertinggi mengawasi pergerakan April alias Aphrodite melalui monitor yang terinstal di ruang kerjanya. Monitor itu menampilkan setiap kejadian yang dialami oleh sang dewi cinta. Di saat yang sama, dewa Dyonisus turut hadir sembari membawa beberapa botol anggur untuk dinikmati oleh Yang Mulia Dewa Zeus. Sembari mengecap rasa asam dari anggur merah yang baru saja diteguknya, Dyonisus berkomentar setelah melihat adegan yang menampilkan Aphrodite di monitor, "Sepertinya, dia memang tak ingin pulang. Lihat lah, dia terlihat senang membaur dengan makhluk fana, khususnya laki-laki." Lalu, Zeus mengusap kumis putih yang menyelimuti dagu serta rahangnya perlahan dan berkata, "Apa pun itu. Kalau memamg dia tak ingin pulang kemari, dia akan tetap berada di bumi, tanpa kekuatannya sebagai seorang dewi." Dyonisus mengulum senyum simpul dan menanggapi, "Tapi dia tahu sendiri 'kan bahwa hidup di bumi sangat berbeda dengan di sini. Harusnya A
April pov Seminggu kemudian, aku dan Jacob sudah mulai berinteraksi seperti biasa. Bahkan, kami berdua terlihat bersenda-gurau saat istirahat makan siang tiba. Hal itu tentunya mengundang sejumlah pasang mata dari orang-orang yang berlalu lalang. "Lebih baik, kita tuntaskan makanan di piring masing-masing, Jac," pintaku seraya menyikut lengan Jacob perlahan. Jacob pun menanggapi seraya berbisik, "Santai saja, April. Masih ada dua puluh menit lagi kok." Bersama dengan ucapannya itu, laki-laki dengan rahang tegas ini melahap sisa sup macaroni di mangkuknya dengan lahap. Lalu, aku menjelaskan, "Kamu engga takut kalau kita disangka memiliki hubungan?" "Kenapa harus takut? ditambah lagi, hal yang biasa bagi seorang atasan memiliki hubungan dengan sekretarisnya. Bukan sesuatu yang mengherankan, April." Jacob memaparkan. Meski aku adalah seorang dewi, tak berarti aku mudah dikelabuhi. Selain itu, aku sudah cukup membaur dengan manusia, khususnya dengan sejumlah pekerja di per
Di ruang meeting, pukul 08.10 AM Dengan suasana serius dan terarah, seluruh karyawan dari J Company mendengarkan penjelasan dari Louis selaku perwakilan dari Benoit Enterprise. Setiap kata dan lafal yang diujarkan oleh laki-laki berusia dua puluh enam tahun itu menambah daya tarik dan kharismanya. Hal itu lah yang membuat April terus memusatkan pandangan pada pria yang notabene baru ditemuinya sebagai rekan bisnis Jacob. "Sekian presentasi dari saya. Jika ada yang mau ditanyakan, kalian bisa bertanya satu per satu dengan tertib." Louis mulai menekan tombol pause pada laptop miliknya agar slide presentasi dari komputernya tidak berganti menjadi background desktop. Kemudian suasana yang semula hening di ruang meeting berubah menj
Mia PovSaat pagi-pagi buta menyapa, aku mulai menyibukkan diri di dapur dengan bahan-bahan makanan yang sudah ku beli dua hari sebelumnya. Bayang-bayang akan kedekatanku dengan Marcel yang kembali menghangat membuatku bersemangat dalam meracik bumbu dan mengolah aneka menu sarapan dan bekal untuk suamiku. Hingga di pukul 06.10, beberapa menu sederhana yang ku masak tersaji dengan rapi di atas meja makan. Pemandangan tersebut membuat Marcel yang sudah rapi dengan jas abu-abu dan kemeja putih yang berhiaskan dasi hitam menatap heran padaku. "Tumben kamu masak buat sarapan? Biasanya, kamu minta aku buat beli." Marcel bertanya padaku dengan sorot mata menuntut penjelasan atas tindakan yang sudah ku lakukan. "Ada beberapa hal yang mau aku obrolin, terkait hubungan kita," jelasku to-the-point pada pria yang memiliki iris netra berwarna hijau muda itu. "Maksudmu? Hubungan kita baik-baik aja, Mia. Memang ada masalah apa?" Marcel mengerutkan kening sembari bertanya. Sepertinya, ia sengaja
Di kala waktu makan siang tiba, Jacob melangkah keluar dari ruangan menuju elevator. Dengan perasaan tak sabar bercampur gembira, ia memasuki elevator dan menekan tombol lantai tempat ruangan April berada. Seperti di hari sebelumnya, ia akan mengajak April untuk menemaninya makan siang di restoran yang memang ingin dikunjunginya sejak lama. Ketika dirinya sudah tiba di lantai tujuan, Jacob melangkah tanpa ragu dan menghampiri ruang kerja April yang memang tak begitu jauh dari elevator. Mujurnya, ia mendapati wanita incarannya itu sedang melayani telepon dari client. "Baik, nanti saya tanyakan dulu pada Pak Direktur. Terima kasih atas informasinya. Selamat siang." April menyudahi obrolan dari telepon, menatap Jacob dan mengulas senyum lembut. "Udah selesai?" Jacob bertanya dan membalas senyuman dari lawan bicaranya dengan hal serupa yang tak kalah manis. "Udah. Ayo cari makan." April segera bangkit dari tempat duduk dan menghampiri Jacob. Ia menatap lekat pada pria yang dikaguminya
Aphrodite PovRasanya lelah jika harus berhadapan dengan Dewa tua yang juga gemar selingkuh itu. Memang jabatan dan kekuatannya sangat berpengaruh di Gunung Olympus. Akan tetapi, kelakuannya di belakang Dewi Hera, juga tak ada bedanya denganku. Ia mudah tergoda dengan kaum hawa, baik dari kalangan manusia maupun Dewa-Dewi. Yang lebih mengesalkan lagi, Dewa tua bangka itu berani melancarkan hukuman yang membuatku gelisah. Hukumannya berupa menyatukan seribu pasangan suami-istri yang rumah tangganya bermasalah. Hal itu tidak lah mudah jika dilakukan tanpa kekuatan yang ku miliki. Setelah menyatakan hukuman padaku, Dewa hidung belang itu turut lenyap di bawah sinar putih yang turun dari langit. Huft! betapa arogannya sosok menyebalkan dan sok bijak itu!Dengan rasa gelisah dan sedih yang bercampur, ku paksakan diriku masuk ke dalam rumah Jacob dengan langkah pelan. "Pril, kok lesu gitu wajahnya? Kenapa?" Jacob menghampiriku dengan tatapan panik sel